PROPOSAL PENELITIAN

 

 

 

 

Re-edited 20 December 2000

Copyright ©  2000  ABDJAD ASIH NAWANGSIH

Makalah  Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:  Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng 

 

 

STUDI POTENSI ANTAGONISTIK Pseudomonas KELOMPOK FLUORESCENS TERHADAP

Pseudomonas solanacearum PADA TOMAT DAN ANALISIS KERAGAMAN  MOLEKULER

(PROPOSAL   PENELITIAN) 

 

 

 

 

 

Oleh:

 

 

ABDJAD ASIH NAWANGSIH

P 086 00003/FIT

 

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

          Pseudomonas solanacearum E.F. Smith merupakan salah satu jenis patogen penting yang menyebabkan penyakit layu pada berbagai jenis tanaman.  Bakteri ini tercatat menyerang beratus-ratus spesies tanaman yang tercakup dalam 44 famili (Hayward, 1991).  Berbagai tanaman dengan nilai ekonomis tinggi menjadi inang utama, misalnya : pisang, kentang, jahe, cabai, tomat, dan cengkeh.

          Usaha pengendalian P. solanacearum saat ini yang paling banyak dilakukan di lapangan adalah penggunaan varietas tahan dan penggunaan bakterisida (antibiotika).  Namun teknik pengendalian dengan varietas tahan sangat sulit karena banyaknya ras baru yang lebih virulen yang seolah-olah berlomba untuk mematahkan ketahanan varietas tersebut.  Sementara itu penggunaan antibiotika (bakterisida) selain harganya mahal juga dapat menimbulkan masalah-masalah baru seperti resistensi, terbunuhnya mikroorganisme bermanfaat serta pencemaran lingkungan.

          Salah satu cara pengendalian yang berpotensi untuk dikembangkan adalah penggunaan agens antagonis.  Penelitian yang intensif mengenai penggunaan mikroorganisme antagonis telah banyak dilakukan sepanjang abad 20 ini.  Aplikasi mikroba untuk pengendalian patogen tular tanah (soil-borne) pertama kali dilaporkan pada tahun 1980.  Strain tertentu dari Pseudomonas fluorescens dapat mengkolonisasi perakaran tanaman (Kloepper,1980).

          Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Pseudomonas kelompok fluorescens mempunyai sifat antagonistik yang luas terhadap berbagai jenis mikroorganisme patogen baik dari golongan cendawan maupun dari golongan bakteri.  Cook & Baker (1983) melaporkan paling sedikit terdapat 44 agens antagonis yang mempunyai potensi besar menekan penyakit tanaman.  Dari golongan bakteri, Agrobacterium radiobacter, Pseudomonas kelompok fluorescens dan Bacillus spp. merupakan jenis agens antagonis yang paling banyak diteliti (Hemming, 1990).

          Pseudomonas kelompok fluorescens mempunyai kemampuan menghasilkan pigmen berwarna kuning sampai hijau atau biru pada medium King's B.  Kemampuan menghasilkan pigmen tersebut merupakan salah satu kriteria yang digunakan para ahli mikrobiologi dalam memilih Pseudomonas yang bermanfaat karena pigmen tersebut biasanya dihasilkan oleh spesies-spesies penghasil senyawa antibiotik (Efri, 1994).

          Aplikasi P. fluorescens sebagai agens antagonis telah banyak dilakukan dan memberikan harapan yang cukup baik.  Lindow et al. (1996) melaporkan aplikasi P. fluorescens pada tanaman pear mampu menekan perkembangan P. syringae 100 kali lebih rendah dibandingkan kontrol sehingga mengurangi kerusakan akibat luka beku (injury frosst).  Sementara itu Manuella et al. (1997) melaporkan bahwa P. fluorescens isolat B29 mampu menekan perkembangan penyakit pustul bakteri (Xanthomonas campestris pv. glycines) in-planta.  Aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens untuk mengendalikan penyakit layu bakteri oleh P. solanacearum menunjukkan hasil yang bagus.  Shekawat et al. (1992) melaporkan bahwa perlakuan dengan P. fluorescens dapat menekan intensitas penyakit layu bakteri pada tanaman kentang sebesar 43 - 51%.

          Untuk mendapatkan agens antagonis yang potensial terhadap berbagai kondisi lingkungan yang berbeda perlu dilakukan penelitian mengenai keragaman agens antagonis itu sendiri.  Seringkali didapatkan hasil seleksi agens antagonis di laboratorium menunjukkan hasil yang sangat bagus, demikian pula di rumah kaca, tetapi agens antagonis tersebut gagal dalam menekan perkembangan patogen di lapangan.  Hal ini disebabkan keadaan lingkungan di lapangan sangat komplek.

          Dalam evolusi telah diketahui bahwa tiap populasi yang berada pada daerah yang berbeda akan mengalami tekanan seleksi yang berbeda pula.  Hal ini akan menyebabkan adanya keragaman antar populasi dalam spesies yang sama (interspesific variation), karena populasi-populasi tersebut beradaptasi dengan lingkungannya masing-masing.  Jadi suatu spesies yang sama tetapi berada pada wilayah geografi atau lingkungan yang berbeda dapat memiliki ciri-ciri kebugaran yang berbeda.  Keragaman genetik dalam satu spesies yang sama dari wilayah geografi atau lingkungan yang berbeda tersebut merupakan faktor yang penting dalam kesuksesan pengendalian hayati (van den Bosch et al., 1982).

          Analisis keragaman genetik dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu cara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA (Valsangiacomo et al., 1995).

 

TUJUAN  PENELITIAN

 

          Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif pengendalian penyakit layu bakteri pada tomat yang disebabkan oleh P. solanacearum dengan agens antagonis Pseudomonas kelompok fluorescens dengan fokus mencari informasi dasar mengenai keragaman molekuler dari berbagai keadaan geografi yang berbeda, ciri-ciri kebugarannya dan kemampuannya dalam menekan bakteri patogen.

 

 

METODE  PENELITIAN

 

A.     Isolasi Pseudomonas kelompok fluorescens dari rhizosfer tomat dan uji

     kemampuan antagonisme terhadap isolat P. solanacearum

          Sampel tanah diambil dari beberapa daerah yang merupakan lahan tanaman tomat.  Dari masing-masing tempat diambil tiga sampel @ sebanyak 1 kg pada kedalaman 0 - 20 cm.  Dari 1 kg sampel selanjutnya diambil 1 gr, kemudian disuspensikan dalam 10 ml aquadest steril.  Suspensi dikocok menggunakan shaker selama 20 menit dengan kecepatan 200 rpm.  Selanjutnya dilakukan pengenceran berseri sampai 10-8 dan dilakukan pencawanan sebanyak 0.01 ml pada media King's B 10%.  Untuk tiap-tiap sampel, pencawanan dilakukan "duplo" dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 24 - 48 jam.

     Dari hasil pencawanan kemudian dilakukan pemurnian terhadap semua bakteri yang bersifat fluorescens.  Isolat-isolat yang sudah murni tersebut selanjutnya diidentifikasi dan diuji lebih lanjut mengenai kemampuan antagonismenya secara in vitro terhadap P. solanacearum.

     Uji antagonisme dilakukan dengan cara menambahkan suspensi kedua bakteri hingga mencapai konsentrasi akhir 102 sel/ml pada erlenmeyer 250 ml yang berisi 10 ml Nutrient Broth.  Sebagai kontrol, agens biokontrol dan patogen ditumbuhkan terpisah.  Erlenmeyer yang sudah diberi perlakuan kemudian diinkubasikan pada suhu 310C dan digoyang menggunakan shaker.  Delapan jam kemudian populasi masing-masing jenis bakteri dihitung setelah dilakukan pengenceran berseri.

B.     Kebugaran Pseudomonas kelompok fluorescens pada beberapa nilai pH dan

Suhu

          Masing-masing isolat bakteri Pseudomonas kelompok fluorescens        ditumbuhkan pada medium King's B.  Setelah biakan berumur 24 - 48 jam kemudian dibuat suspensi dengan buffer fosfat hingga kerapatannya 102 sel/ml. Selanjutnya sebanyak 10 ml suspensi tersebut diinokulasikan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi Nutrient Broth sebanyak 10 ml.  Untuk percobaan pengaruh pH, masing-masing erlenmeyer diberi media dengan pH : 5, 6, 7, 8 dan 9.  Sedangkan untuk percobaan pengaruh suhu, pH media dipertahankan  sekitar 7,2 dan suhu yang diuji adalah : 23, 25, 27, 30, 33 dan 360C

          Erlenmeyer yang sudah diberi suspensi bakteri kemudian diinkubasikan pada suhu 310C (untuk perlakuan pengaruh pH) dan pada suhu sesuai perlakuan (untuk perlakuan pengaruh suhu).  Penghitungan populasi dilakukan setelah 2, 4, 6 dan 7 jam inkubasi.  Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan.

C.      Analisis keragaman molekuler

Isolat-isolat bakteri yang akan diekstrak DNA-nya mula-mula ditumbuhkan pada media Nutrient Broth dan diinkubasikan pada suhu 300C, digoyang pada shaker 100 rpm selama 24 jam.  Ekstraksi DNA kromosom dilakukan dengan metode Leach et al. (1992).

          DNA kromosom hasil ekstraksi divisualisasikan menggunakan elektroforesis gel agarose 1% dalam buffer TBE 0.5X. Sebanyak 4 ml suspensi DNA ditambah 2 ml loading buffer dielektroforesis dengan voltase 80 V DC selama 1 jam.  Selanjutnya pita DNA dilihat dengan UV transilluminator dan dipotret dengan kamera Polaroid.

          Untuk RAPD, primer yang digunakan adalah produk dari Pharmacia Biotech. Fraksinasi fragmen DNA hasil RAPD dilakukan pada 3% agarose pada buffer TBE 0.5X.  Sebanyak 5ml lisate hasil RAPD dicampur dengan 5ml loading buffer, dirunning pada mesin elektroforesis dengan arus 100 V selama 2 jam.  Gel hasil elektroforesis direndam dengan EtBr selama 10 menit dan dibilas dengan air.  Pita DNA dilihat dengan UV transilluminator dan dipotret dengan kamera Polaroid.  Pita-pita tersebut dibandingkan terhadap masing-masing isolat untuk mengetahui keragamannya.

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Baker, R.  1991.  Diversity in Biological Control.  Crop Protection 10: 85-94

Dowling, D. N. and F.O'Gana.  1994.  Metabolites of Pvetidtniotias involved in the biocontrol plant diseases.  J. Tibtech. Elsever Science Ltd. 12:133-141

Efri.  1994.  Analisis aplikasi Pseudomonas kelompok fluorescens dan Trichoderma viridae Pers. X Gray untuk pengendalian layu fusarium pada tomat.  Tesis Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hayward, A.C.  1991.  Biology and epidemiology of bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum.  Annu. Rev. Phytopathol. 29:65-87

Hemming, B.C.  1990.  Bacteria as antagonists in biological control of plant pathogens. In: New Direction in Biological Control, pp 223-242 (eds. By R. R. Baker and P.E. Dunn).  New York, Alan R. Liss. Inc.

Kloepper, J.W., J. Leong, M.Teintze, and M.N. Schruth.  1980.  Enhanced plant growth by siderophores produced by plant growth promoting Rhizobacteria.  Nature 286: 885-886

Leach, J.E., F.F. White, M.L.Rhoads & H. Heung.  1992.  A repetitive DNA sequence differentiates Xanthomonas campestris pv. glycines from other pathovar Xanthomonas campestris.  Mol.Plant-Microb. Interact. 3:238-246

Lindow, S.E., G. McGourty and R. Elkins.  1996.  Interaction of antibiotics with Pseudomonas fluorescens strain A506 in control of fire blight and frost injury to pear.  Phytopathology 86:841-848

Manuella, M., A. Suwanto & B. Tjahjono.  1997.  Keefektifan biokontrol Pseudomonas fluorescens B29 terhadap Xanthomonas campestris pv. glycines in planta.  Hayati 4:12-16

Van den Bosch, R., P.S. Messenger and A. Gutierrez.  1982.  An introduction to Biological Control.  Plenum Press, New York.