PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Re-edited 20 December 2000

 

Copyright ©  2000  Apik Karyana

Makalah  Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:  Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

 

 

 

PEMBANGUNAN PARTISIPATORIS

DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

(PARTICIPATORY ACTIONS PROGRAM IN WATERSHED DEVELOPMENT)

 

oleh 

Apik Karyana

(P23600002/DAS)
akaryana@yahoo.com

 

 

 

 

 

 

Pendahuluan

 

Pengertian

 

Pengertian DAS yang banyak dikenal pada bidang kehutanan, adalah wilayah/daerah yang dibatasi oleh topografi alami yang saling berhubungan sedemikian rupa sehingga semua air yang jatuh pada daerah tersebut akan keluar dari satu sungai utama. Sedangkan pengelolaan DAS diartikan sebagai upaya manusia di dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan segala aktifitasnya sehingga terjadi keserasian ekosistem serta dapat meningkatkan kemanfaatan bagi manusia..

Tujuan dari pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada dasarnya adalah pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan terlanjutkan (sustainable) sehingga tidak membahayakan lingkungan lokal, regional, nasional dan bahkan global.  Tujuan ini sangat mulia dan harus didukung oleh seluruh umat manusia. Oleh karena itu masalahnya bukanlah pada tujuan pengelolaan DAS, tetapi bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. 

Konsep Partisipasi

Kenyataan menunjukkan bahwa kalau dipertanyakanapakah yang dimaksud dengan partisipasi ?”. Jawabanya bisa tidak menentu. Istilah-istilah lain yang merupakan sinonim partisipasi adalahkeikutsertaan, keterlibatan atau peran serta”. Gordon W. Apport dalam bukunya yang berjudul The Psychology of Participation (1945), dalam Sastropoetro (1988) menyatakan :

“ The person who participates is ego-involved instead of merely tasks involved”

Pendapat ini dapat diterjemahkan dengan kalimat sebagai berikut:

“Bahwa seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dirinya dalam pekerjaan atau tugas saja. Artinya keterlibatan dirinya termasuk keterlibatan pikiran dan perasaannya”.

Ilmuwan Keith Davis dalam bukunya yang berjudul The Human Relation of Work (1962) mengemukakan sebagai berikut:

“ Participation can be defined as mental and emotional involvement of a person in group situation which encourages to contribute to group goals and share responsibility in them”.

Di dalam definisi di atas terdapat tiga gagasan yang penting, yaitu : (a) bahwa dalam partisipasi bukan semata-mata keterlibatan secara jasmaniah, tetapi juga keterlibatan mental dan perasaan, (b) adanya kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok dan (c) adanya unsur tanggung jawab.

Dari berbagai pengalaman proyek-proyek pengelolaan DAS, ada indikasi bahwapartisipasihanya menjadi slogan tanpa makna yang nyata. Partisipasi yang asli harus datang dari inisiatif masyarakat sendiri. Partisipasi seperti itu merupakan partisipasi sejati yang bersifat swakarsa dan interaktif, bukan bersifat artificial atau semu.  Tuntuan dasar untuk menempatkan azas partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS akhirnya menjadi prioritas.

Bryant (1982) merumuskan partisipasi sebagai fungsi dari  manfaat (benefit) yang akan diperoleh, dikalikan probabilitas atau kemungkinan untuk benar-benar memetik manfaat itu (Probability), dikurangi dengan dua jenis biaya (cost), yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya oportunitas (opportunity cost). Semuanya dikalikan dengan besarnya risiko (risks) yang sanggup ditanggung. Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:

 

P = í ( B X Pr) – (DC + OC)ý R

Dimana :

          P          = Participation

          B          = Benefit

          Pr        = Probability

          DC       = Direct Cost

          OC       = Opportunity Cost

          R          = Risks

                     

Untuk mengkaji lebih jauh bagaimana mengelola partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS diperlukan kajian yang mendalam berkaitan dengan kharakteristik DAS (biofisik), Kharakteristik aturan main (kelembagaan) dan kharakteristik masyarakat (Sosial ekonomi dan kebudayaan).

Historis

 

Konsep pengelolaan DAS di Indonesia sebenarnya telah dikenalkan sejak jaman Belanda, khususnya dalam praktek pengelolaan hutan, dimana pembagian-pembagian daerah hutan diatur berdasarkan satuan DAS. Pada tahun 1961 diadakan gerakan penghijauan secara massal dalam bentuk Pekan Penghijauan I di Gunung Mas, Puncak Bogor.

Pada tahun 1973 sampai 1981, FAO dan UNDP telah melakukan berbagai uji coba untuk memperoleh metoda yang tepat dalam rangka rehabilitasi lahan dan konservasi tanah yang ditinjau dari aspek fisik maupun sosial ekonomi di DAS Solo. Hasil-hasil pengujian ini antara lain diterapkan dalam proyek Inpres Penghijauan dan Reboisasi sejak tahun 1976 pada 36 DAS di Indonesia.

Upaya pengelolaan DAS terpadu yang pertama dilaksanakan di DAS Citanduy pada tahun 1981, dimana berbagai kegiatan yang bersifat lintas sektoral dan lintas disiplin dilakukan. Selanjutnya pengelolaan DAS terpadu dikembangkan di DAS Brantas, Jratun Seluna.  Namun proyek-proyek pengelolaan DAS saat itu lebih menekankan pada pembangunan infrastruktur fisik kegiatan konservasi tanah untuk mencegah erosi dan bajir yang hampir seluruhnya dibiayai oleh dana pemerintah. Baru tahun 1994 konsep partisipasi mulai diterapkan dalam penyelengaraan Inpres Penghijauan dan Reboisasi, walaupun dalam tarap perencanaan.

Meskipun upaya-upaya pengelolaan DAS di Indonesia telah cukup lama dilaksanakan, namun karena kompleksitas masalah yang dihadapi hasilnya belum mencapai yang diinginkan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan sumberdaya manusia dan kelembagan masyarakat.

 

Fakta dan Permasalahan

 

Fakta

Di Indonesia, berdasarkan data resmi yang dikeluarkan oleh Badan Planologi, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, laju kerusakan hutannya hampir mencapai 1,6 juta ha per tahun. Laju angka kerusakan ini  mengalami peningkatan 3 kali lipat selama kurun waktu 6 tahun.

Tingginya angka laju pengundulan hutan ini terutama disebabkan karena kejadian kebakaran hutan rutin yang melanda hutan-hutan di kawasan pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.  FAO (1985) melaporkan bahwa kerusakan hutan di Indonesia menempati urutan tertinggi dibandingkan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. 

Jika proses degradasi lahan ini terus berlangsung tanpa upaya yang nyata untuk menghentikannya, produktivitas pertanian akan mengalami penurunan sebesar 15-30 % sampai dengan tahun 2003.

 

Permasalahan

 

Permasalahan utama dalam pembangunan pengelolaan DAS adalah belum mantapnya institusi dan lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif. Gejala umum yang timbuk dari kondisi di atas antara lain: (1) masyarakat dalam DAS masih ditempatkan sebagai objek dan bukan subjek pembangunan (2) manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh elit-elit tertentu dan belum terdistribusi secara merata (3) masyarakat belum mampu untuk berpartisipasi secara nyata dalam proses pembangunan  (4) masyarakat masih menjadi bagian terpisah (eksternal) dari ekosistem DAS.

 

Paradigma Pembangunan Partisipatoris

 

Agar mencapai hasil-hasil pembangunan yang berkelanjutan, banyak kalangan sepakat diperlukan pergeseran paradigma di bidang pengelolan DAS yang bersifat partisipatoris. Pendekatan pembangunan partisipatoris harus mulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan masyarakat, setempat yaitu masyarakat itu sendiri.

Dalam kontek DAS pendekatan ini memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan  mereka untuk mengembangkan diri.

Pendekatan partisipatoris harus disertai perubahan cara pandang terhadap DAS sebagai sistem hidrologi yang semula merupakan benda fisik menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial. Perubahan peran pemerintah dari provider menjadi enabler, tata pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis, sistem pembangunan dan pengelolaan dari government centris menjadi public-private community participation, pelayanan dari birokratis-normatif menjadi professional-responsif dan fleksibel, penentuan kebijakan dari top-down menjadi bottom-up.

Munculnya paradigma pembangunan pengelolaan DAS yang partisipatoris mengindikasikan adanya dua perspektif.

Pertama : pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanan dan pelaksanaan proyek/program pengelolaan DAS yang akan mewarnai kehidupan mereka, sehingga dapat dijamin bahwa persepsi, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuan lokal ikut dipertimbangkan secara penuh.

Kedua: adanya umpan balik (feed back) yang pada hakekatnya adalah bagian yang tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.


MetoDOLOGI

 

Untuk mewujudkan pembangunan pengelolaan DAS yang partisipatoris dibutuhkan pendekatan partisipasi dalam rangka memobilisasi peran serta dan meningkatkan keefektifannya. Untuk memperoleh pendekatan yang partisipatoris diperlukan metoda penelitian yang bersifat partisipatoris pula (studi eksploratoris).

Metoda partisipatoris berguna untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan kunci dalam merumuskan masalah (Mikkelsen, 1999). Metoda ini sedikit menyimpang dari pendekatan konvensional dimana para peneliti ahli yang merumuskan masalah. Dengan metoda partisipatoris, maka dalam merumuskan masalah, menentukan tujuan prioritas dan tidak lanjut yang diperlukan menjadi upaya bersama dengan masyarakat dan pihak-pihak lain yang terkait. 

Kajian Preliminer

Kajian ini diawali dengan serangkaian diskusi tentang kerangka pemikiran serta arah kajian yang akan dicapai dengan berbagai stakeholders. Pada tahap ini juga digali berbagai sumber data dan informasi sekunder yang berkaitan dengan kondisi biofisik DAS, kondisi masyarakat serta berbagai kebijaksanaan yang telah diberlakukan dalam pengelolaan DAS.

Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah dapat dirumuskannya :

1.                          Kerangka pemikiran dan arah kajian

2.                         Kebijaksanan umum pengelolaan DAS secara hipotetik

Seluruh rangkaian proses ini merupakan proses belajar bagi semua pihak. Untuk melaksanakan studi eksploratoris diperlukan teknik-teknik PRA (Participatory Rural Appraisal).  Teknik PRA digunakan untuk memperoleh informasi awal mengenai suatu topik. Gambaran studi eksploratoris untuk pengelolaan DAS dapat dilihat pada Gamber di bawah ini.

 

Penetapan Peubah Kunci

Dari hasil kajian preliminer dan penjabaran operasional kerangka pemikiran menghasilkan permasalahan hipotetik dalam pengelolaan DAS, yaitu :

“ Rendahnya  produktifitas dan semakin menurunnya daya dukung DAS (yang dapat diukur dari dampak off site maupun on site) – adalah akibat dari rendahnya partisipasi masyarakat dan stakeholders lainnya. Dengan demikian maka perubahan perilaku masyarakat merupakan objek dan penurunan sistem alami daya dukung DAS sebagai subjek.

Berdasarkan permasalahan hipotetik di atas, harus disusun sejumlah indikator yang dapat digunakan untuk menentukan ukuran-ukuran partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS, seperti :

1.                          Tingkat adopsi dan inovasi masyarakat

2.                         Kualitas biofisik DAS

3.                         Produktifitas masyarakat

4.                         Keberadaan intitusi lokal sebagai social capital

5.                         Aksesibilitas dan daya tangkap

 

Asumsi

 

Dalam melaksanakan studi eksploratoris diperlukan asumsi-asumsi sebagai berikut :

Ø                         Partisipasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan program pengelolaan DAS, tetapi merupakan suatu proses dan oleh sebab itu studi hendaknya dipadukan dengan kegiatan-kegiatan lain dalam program pengelolaan DAS.

Ø                         Penyelenggaraan pengelolaan DAS harus didasarkan pada keberadaan organisasi-organisasi lokal yang ada

Ø                         Partisipasi dihargai secara pragmatis yaitu pelibatan masyarakat dalam tindakan-tindakan administratif yang memiliki pengaruh langsung terhadap mereka.

 

DAFTAR BACAAN

 

Anomim. 1985. Prosiding Lokakarya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Departemen Kehutanan, Jakarta.

Bryant, C. 1982. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. LP3ES.

Mikkelsen, B. 1999. Metoda Penelitian Partisipatoris dan Upaya-upaya Pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Katodihardjo, H., Murtilaksono, K.,Pasaribu. H.S., Sudadi, Untung., Nuryantono. N. 2000. Kajian Institusi Pengelolaan DAS dan Konservasi Tanah. K3SB. Bogor.

Sastropoetro, S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Penerbit Alumsi, Bandung.

Keith, D. 1962. Human Relations at Work. Mc Graw-Hill Book Company Inc., New York.