© 2001. Bambang Subagjo
Posted 13 June
2001 [rudyct]
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Juni 2001
Dosen:
Prof Dr Ir
Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir
Zahrial Coto
KREATIVITAS DAN INOVASI:
“DUA SISI MATA UANG” BAGI KEBERHASILAN
ORGANISASI
Oleh:
E-mail: bsubagjo@hotmail.com
1.
PENDAHULUAN
Bagi organisasi perusahaan swasta yang
berorientasi laba, berpikir dan melakukan inovasi hukumnya adalah wajib. Bila
dikerjakan akan memberikan manfaat luar biasa, namun bila ditinggalkan dapat menimbulkan
petaka. Apalagi pada situasi ekonomi yang serba sulit begini, dimana hampir
semua acuan bisnis sudah tidak mengikuti ‘pakem’ lagi. Inovasi dan kreativitas
bagaikan dua sisi mata uang. Namun kreativitas tidak cukup hanya sekedar
gagasan. Kreativitas harus bermanfaat dan mampu mempengaruhi cara melakukan
bisnis.
Bila kreativitas begitu penting, apa saja
praktek-praktek manajemen yang bisa membunuhnya, dan bagaimana cara menumbuhkan
serta mengelola kreativitas bagi keuntungan perusahaan? Untuk memahami kaitan
antara kretivitas, inovasi dan kinerja organisasi, sebaiknya kita pahami dulu
komponen apa saja yang diperlukan untuk membangun kreativitas.
2.
Komponen Kreativitas
Apakah
kreativitas itu? Menurut buku-buku ilmiah maupun populer, banyak sekali
definisi dari kreativitas. Ada berbagai cara mendefinisikan kreativitas. Mulai
dari yang kompleks hingga yang sangat sederhana. Sebagai contoh, definisi
kreativitas yang paling sederhana disampaikan oleh Bruner dalam Toward a Theory of Instruction (1968).
Menurut Bruner, kreativitas adalah kejutan
efektif. Hasil kreativitas adalah sesuatu yang bisa barang, atau bisa pula
gagasan, yang mengejutkan karena berbagai kemungkinan. Misalnya karena merupakan
hal yang baru: belum pernah ada, belum pernah terpikirkan, unik, dan lain
sebagainya. Sesuatu itu dikatakan efektif karena berbagai kemungkinan pula,
misalnya karena bermanfaat mempermudah cara kita bekerja, memperindah, dan
lain-lain.
Dalam suatu
pelatihan manajemen, peserta diminta menuliskan apa yang terpikirkan oleh
mereka bila mendengar kata kreativitas. Hasilnya, mayoritas peserta menulis:
Raden Saleh, Picasso, teater, sinetron, lukisan, candi, bahkan Chrisye dan
Krisdayanti. Artinya, kita cenderung mengasosiasikan kreativitas dengan seni
dan memandang seni sebagai ekspresi gagasan orisinal yang luar biasa. Itulah
sebabnya, mengapa banyak orang merasa sulit untuk menemukan tempat bagi
kreativitas di perusahaan. Apa lagi di unit kerja akunting, misalnya. Bukan tempatnya di situ untuk kreatif.
"Kreativitas di akunting bisa menyebabkan korupsi!" tegas beberapa
peserta.
Penolakan
atas kreativitas di unit kerja akunting
atau unit-unit kerja lain yang
melibatkan proses-proses sistematis dengan aturan-aturan 'mati' dianggap
sebagai hal yang wajar. Bagi mereka yang bekerja di unit seperti itu,
kreativitas hanya dipandang sebagai cara berpikir. Misalnya, seberapa
imajinatif seseorang memandang atau menyelesaikan permasalahan. Memang betul, berpikir secara imajinatif merupakan
komponen dari kreativitas, namun ternyata itu hanya satu dari tiga komponen
penting kreativitas. Komponen lainnya, menurut Amabile, adalah keahlian dan motivasi (lihat Gambar 1). Keahlian meliputi semua yang
diketahui oleh seseorang, termasuk semua yang mampu dilakukannya dalam bidang
pekerjaannya. Sebagai contoh adalah seorang ilmuwan di perusahaan farmasi yang
bertanggung jawab untuk mengembangkan obat pembeku darah bagi penderita
hemofili. Keahliannya, meliputi kemampuan berpikir ilmiah, juga pengetahuan dan
kemampuan teknis yang dimiliki dalam bidang farmasi, kimia, biologi, dan
biokimia. Tidak penting bagaimana cara ilmuwan tersebut memperoleh keahliannya
tersebut. Bisa secara formal, bisa pula tidak formal.
Berpikir
secara kreatif, seperti telah disampaikan di atas, adalah bagaimana seseorang
memandang persoalan dan pemecahannya. Yaitu kapasitas untuk memadukan berbagai
gagasan baru atau lama dalam kombinasi yang baru. Ini memang erat hubungannya
dengan kepribadian. Kembali pada contoh ilmuwan kita, ia akan menjadi lebih
kreatif bila tidak cepat puas dengan hasil kerjanya atau dengan pendapat orang
lain. Bahkan berani mengambil risiko untuk melakukan eksperimen yang bersifat
terobosan.
Ketrampilan
untuk berpikir secara kreatif bisa dilatih. Ada banyak sekali pelatihan
manajemen yang memberikan berbagai alat berpikir untuk memandang persoalan dan
menghasilkan gagasan untuk solusinya. Misalnya teknik bertanya yang menggunakan
kata why, where, what, who, when bisa
digunakan untuk merumuskan kembali persoalan. Sedangkan teknik analogi bisa
dipakai untuk menghasilkan gagasan.
Mungkin
timbul pemikiran di antara kita bahwa ilmuwan yang dikisahkan di atas melakukan
berbagai eksperimen, menghabiskan banyak waktu berkutat dengan tugasnya tanpa
merasa bosan. Apa mungkin? Di sini kita bertemu dengan komponen ketiga dari
kreativitas, yaitu motivasi. Sang ilmuwan boleh saja memiliki keahlian
yang mumpuni serta fasilitas kerja yang prima. Namun bila ia tidak memiliki
motivasi untuk melakukan tugasnya, tentunya keahlian dan kapasitas berpikir
kreatifnya tidak akan termanfaatkan atau terlampiaskan dengan sepenuhnya.
Motivasi
bisa datang dari faktor luar diri kita, yang dikenal dengan istilah extrinxic, dan dari dalam yang dikenal
dengan istilah intrinsic. Motivasi extrinxic bentuknya bisa berupa imbalan,
ataupun bisa pula hukuman. Jadi, sang ilmuwan bersedia mencurahkan seluruh daya
dan usahanya untuk mengembangkan obat pembeku darah karena dijanjikan imbalan
yang diinginkannya. Mungkin promosi, mungkin kenaikan gaji, bonus, pelatihan di
luar negeri, dan sebagainya. Tetapi dapat pula terjadi, ia melakukan
pekerjaannya dengan mati-matian untuk menghindari hukuman.
Motivasi
ekstrinsik lebih mudah dikelola oleh manajemen perusahaan. Hasilnya bisa
positif, bisa pula negatif, terutama bila sang ilmuwan merasa bahwa imbalan
atau hukuman itu dijadikan alat manajemen untuk mengendalikan atau 'menyuap'nya
agar bekerja sesuai keinginan manajemen. Namun, uang dan yang lain-lain itu
sulit membuat seseorang menjadi luar biasa cinta pada pekerjaannya.
Gairah
dan minat, yaitu keinginan yang berasal dari dalam diri seseorang - merupakan
motivasi yang intrinsik, yang berasal dari dalam diri sendiri. Misalnya saja,
sang ilmuwan sangat ingin mengembangkan obat pembeku darah bagi penderita
hemofili karena ia ingin mengurangi penderitaan orang-orang yang mengidapnya.
Gairah dan minat ini, dalam bentuknya yang lain adalah obsesi.
3.
FAKTOR PENDUKUNG Kreativitas
Manajer
dapat mengelola ketiga komponen kreativitas: keahlian, keterampilan berpikir
kreatif, dan motivasi. Namun menurut penelitian, perhatian perlu diberikan terutama pada
praktek-praktek manajemen yang mempengaruhi ketiga komponen kreativitas.
Praktek-praktek manajemen tersebut ada enam, yaitu:
a.
tantangan
b.
kebebasan
c.
sumber daya
d.
kekhasan kelompok kerja
e.
penyeliaan
f.
dukungan perusahaan
Keenam
kategori ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan selama dua dekade,
dengan fokus pada jawaban atas satu pertanyaan: Apa hubungan antara lingkungan
kerja dan kreativitas?.
Tantangan. Hal
sederhana yang yang dapat dilakukan manajer untuk meningkatkan kreativitas
adalah menyesuaikan (kemampuan/karakter) orang dengan tugasnya. Artinya,
manajer diharapkan mau memikirkan dan mengusahakan agar anak-buahnya melakukan pekerjaan yang
pas dengan keahlian serta ketrampilannya dalam berpikir kreatif. Hal ini
diperkirakan akan memicu motivasi intrinsik mereka. Penyesuaian yang tepat
diyakini akan meningkatkan kemampuan karyawan. Hal ini tentunya bukanlah
pekerjaan mudah. Manajer wajib memiliki informasi yang lengkap dan akurat
mengenai bawahannya dan pekerjaan-pekerjaan mereka.
Dalam
hal ini ada dua kebiasaan yang dapat membunuh kreativitas. Pertama, manajer
tidak berusaha atau malas mencari informasi, dan kedua, manajer sering
mengambil jalan pintas, yaitu 'mengawin-paksakan' karyawan yang ada dengan
tugas-tugas yang mendesak. Akibatnya, sering terjadi ketidak-sesuaian di
sana-sini, jangankan memicu motivasi instrinsik, melirik pekerjaannya pun
karyawan enggan.
Kebebasan. Kebebasan
memang perlu. Tetapi harus ada aturan mainnya. Bila diibaratkan ada manajer dan
segenap bawahannya harus mendaki gunung, maka para bawahan akan lebih kreatif
bila diberi kebebasan dalam memilih cara menurut pertimbangan mereka sendiri
yang dianggap terbaik. Sebaiknya tidak dibiarkan para bawahan memilih gunung
mana yang akan didaki, itu tugas manajer. Memang, keterlibatan pelaksana dalam
proses penetapan sasaran akan sangat berarti untuk membangun komitmen bersama.
Namun penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan pelaksana dalam proses
penetapan sasaran tidak cukup efektif untuk memicu kreativitas. Yang lebih
penting adalah, siapapun yang menentukan sasaran harus mampu membuat orang lain
memahami sasaran tersebut dan mampu menjaga agar sasaran tersebut tidak berubah-ubah
untuk satu periode waktu tertentu. Bayangkan kalau sasaran terus berubah-ubah.
Tentu akan membuat banyak orang bingung.
Sumber
Daya. Dua sumber daya yang sangat berpengaruh pada kreativitas
adalah waktu dan uang. Manajer perlu membagikan kedua sumber daya itu dengan
hati-hati. Seperti misalnya menyesuaikan orang dengan tugas yang pas,
menentukan berapa banyak uang dan waktu
diberikan pada kelompok kerja, dan lain-lain. Betul-betul diperlukan sophisticated judgment untuk melakukannya, karena salah sedikit, maka
kreativitas akan mati.
Sebagai
contoh adalah pengelolaan sumber daya waktu. Misalnya diketahui bahwa dalam
waktu dekat pesaing akan mengeluarkan suatu produk baru yang mirip dengan
produk baru dari perusahaan kita. Bedanya, produk pesaing harganya lebih murah.
Dalam situasi ini, himpitan waktu dan pentingnya pekerjaan membuat orang merasa
bahwa mereka harus bergegas. Motivasi intrinsik pun cenderung meningkat karena
tantangan nyatanya meningkat. Namun perusahaan atau organisasi apapun dapat membunuh
kreativitas dengan memberikan waktu tenggat (dead line) palsu atau waktu
tenggat yang tidak mungkin. Waktu tenggat palsu - pura-pura terdesak padahal
masih bisa santai - akan menumbuhkan rasa tidak percaya karyawan terhadap
atasan. Sedangkan waktu tenggat yang tidak mungkin tercapai akan menyebabkan
karyawan frustasi.
Dalam
kedua kasus, motivasi akan menurun tajam. Kreativitas memang seringkali
memerlukan waktu untuk eksplorasi dan inkubasi. Bila manajer tidak
mengalokasikan waktu untuk kegiatan ini, maka kreativitas pun sulit tumbuh.
Kekhasan
Kelompok Kerja. Bila ingin membangun sebuah kelompok kerja yang penuh
gagasan, maka perhatian harus dicurahkan pada desain kelompok itu. Artinya,
kelompok harus didesain sedemikian rupa sehingga anggotanya saling melengkapi
melalui keanekaragaman perspektif dan latar belakang. Bila komposisi kelompok
kerja cukup beragam, bisa diharapkan akan terjadi penggabungan dan
penyempurnaan gagasan dengan cara yang menarik.
Kelompok
yang efktif umumnya apabila memiliki tiga kekhasan. Pertama, setiap anggota
selalu bergairah terhadap sasaran yang harus dicapai oleh kelompok. Kedua,
anggota bersedia membantu rekannya dalam menghadapi kesulitan. Dan ketiga,
setiap anggota memahami dan menghargai keunikan pengetahuan dan perspektif dari
anggota lainnya.
Faktor-faktor
tersebut tidak saja meningkatkan motivasi instrinsik, tetapi juga meningkatkan
keahlian dan keterampilan berpikir kreatif.
Yang perlu
diwaspadai ketika ingin menumbuhkan dan memelihara kreativitas, adalah
kecenderungan untuk membentuk kelompok kerja yang homogen. Kecenderungan ini
biasanya disebabkan oleh keengganan manajer untuk mengenal bawahannya secara
lebih mendalam, waktu yang mendesak, atau perasaan nyaman karena ada kesamaan
(kesamaan suku, almamater, bidang pendidikan, dan lain-lain). Kelompok kerja
yang homogen ini biasanya cepat memperoleh solusi tanpa friksi berarti. Namun
perlu hati-hati dengan latar belakang, gaya dan cara pandang yang mirip satu
sama lain. Kondisi kesamaan ini akan membuat masukan-masukan menjadi kurang
bervariasi.
Dukungan
Penyeliaan. Kebanyakan manajer sangat sibuk. Mereka dituntut untuk
bisa menunjukkan kinerja prima. Akibatnya seringkali upaya-upaya kreatif dari
bawahan berlalu tanpa adanya perhatian. Tentu ada banyak orang yang bisa
bekerja baik dan kreatif tanpa harus ada pujian atau penghargaan dari orang
lain. Namun berapa lama orang-orang tersebut tahan dengan kondisi tanpa
kepedulian khusus pada upaya kreatif?. Bagaimana pula dengan orang-orang yang
memerlukan dorongan untuk bisa (lebih) kreatif?.
Pengamatan
menunjukkan bahwa para manajer yang bekerja di organisasi kreatif jarang
memberikan imbalan ekstrinsik bagi keluaran-keluaran kreatif. Namun mereka jeli
melihat upaya-upaya kreatif dan cepat memberikan pujian pada individu atau
kelompok kerja yang kreatif tersebut. Kebalikannya, kreativitas mudah mati bila
manajer acuh-tak-acuh pada upaya-upaya kreatif atau bahkan bersikap skeptis
terhadapnya. Di banyak perusahaan, sering kali gagasan-gagasan harus melewati
berlapis-lapis evaluasi atau segudang kritik. Bahkan kritik ada juga yang
ditujukan hanya untuk menunjukkan betapa ‘pintar’nya si pengkritik itu.
Alasan-alasan dibangun hanya untuk menggugurkan gagasan, bukan untuk
meninjaunya secara lebih mendalam.
Sikap
negatif terhadap nilai suatu gagasan akan memberikan konsekuensi buruk dalam
bentuk, pertama, orang akan mengasosiasikan upaya-upayanya dengan imbalan atau
hukuman yang bakal diterima. Kedua, menciptakan iklim ketakutan (takut
dikritik, takut dihukum, takut ditertawakan) Akhirnya, sikap negatif ini
merupakan refleksi bagaimana manajemen memperlakukan karyawan.
Dukungan
Organisasi. Dukungan dari
atasan sangat berarti bagi kesuburan kreativitas, apalagi bila dilengkapi
dengan dukungan organisasi atau perusahaan. Ini merupakan tugas manajemen
tingkat atas. Mereka dapat berperan sebagai panutan bagi manajemen di tingkat
lebih bawah. Eksekutif puncak juga bertanggung jawab membangun nilai-nilai
organisasi yang bersifat terbuka kepada gagasan, dari mana pun datangnya.
Dukungan organisasi juga direfleksikan dengan kebijakan-kebijakan serta sistem
dan prosedur yang memperlancar arus kreativitas. Hal ini ditambah dengan akses
terhadap informasi yang bakal mendukung tiga komponen kreativitas.
Faktor
dalam organisasi yang juga sangat mengganggu kreativitas adalah politik. Karena
politik dalam bentuk apapun (gosip, maksud-maksud tersembunyi, tindakan
represif atau berpura-pura manis muka, dan lain sebagainya) akan menyebabkan
konsentrasi eksekutif dan karyawan tersita dari pekerjaan. Kegairahan yang
positif, yang seharusnya merupakan sentral dari motivasi intrinsik menjadi
pudar bila orang terlibat dalam politik di perusahaan. Selain itu, politik juga
menghambat keahlian. Mengapa? Karena politik cenderung menghambat arus
informasi yang diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan.
4.
PENUTUP
Di atas
telah dikemukakan tiga komponen kreativitas dan enam faktor organisasi yang
harus dijaga dengan baik di organisasi agar kreativitas bisa tumbuh serta
berkembang subur. Faktor-faktor tersebut diperoleh setelah dilakukan
penelitian-penelitian empiris terhadap berbagai perusahaan, sehingga dapat
dikatakan bahwa membangun dan menjaga organisasi yang kreatif adalah mungkin.
Kreativitas
memang seringkali membutuhkan perubahan radikal dari cara kerja dan cara
pandang, serta akhirnya perubahan budaya organisasi. Ini merupakan kerja besar
dan berat. Namun imbalan yang bakal diterima pun sesuai. Bila organisasi enggan
menumbuhkan dan memelihara kreativitas, risiko yang bakal diterima sungguh tak
terbayangkan. Bila kreativitas mati, maka satu senjata strategik dari
organisasi, yaitu gagasan-gagasan baru,
bakal hilang. Ditambah pula dengan hilangnya energi (semangat) dan
komitmen dari karyawan. Jadi, kalau gagasan tidak ada, semangat kendor, dan
komitmen rendah, apalagi yang bisa diandalkan?.
5.
REFERENSI: