WAJAH
PERBANKAN INDONESIA
MENUJU
ERA GLOBALISASI
Oleh:
FR. HARYANTO
P01600014
E-mail: sparkle@bdg.centrin.net.id
I. PENDAHULUAN
Ditengah keterpurukan dunia
perbankan di Indonesia saat ini dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang
belum pulih dan ditambah dengan tingkat persaingan yang tidak hanya regional saja
tetapi sudah mengglobal, bank-bank yang masih hidup ini hendaknya secara cepat
tanggap mengkaji ulang kembali tentang perubahan-perubahan yang ada serta
dengan cepat mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut termasuk perubahan
formasi peta pasar yang terjadi. Dari sudut marketing, bagi kalangan usaha dan
bidang usaha manapun untuk dapat bertahan saja dalam situasi persaingan pasar
yang mega kompetitif dan dinamis ini sangatlah perlu untuk mencermati
perubahan-perubahan pada komponen marketing dan hal ini dimaksudkan agar
penerapan strategi dan taktik perusahaan khususnya marketing dalam mengelola
usahanya sesuai dengan perubahan yang terjadi. Untuk dapat mempersiapkan diri
dalam menghadapi perubahan dan persaingan yang amat dinamis ini maka salah satu
prasyarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan adalah memahami pasar itu sendiri
dengan cara memandang pasar yang benar dan kemudian menyesuaikan kapasitas
internal perusahaan dengan pasar tujuan.
Tugas ini dibuat dengan kajian dari
sudut pandang epistemologi,ontologi dan aksiologi serta teleologi. Penjabaran
dari sudut pandang tersebut di atas kami masukan kedalam tulisan berikut sehingga tidak lagi menjelaskan tujuan
khususnya satu persatu.
Fungsi dasar dari keberadaan lembaga
keuangan perbankan seperti yang tertera dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992
tentang ‘Perbankan’ adalah sebagai lembaga yang melakukan mobilitas dana dan
kemudian menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit dengan
menerapkan konsep prudent banking yang menuntut setiap bankir untuk berhati-hati
dalam menjalankan usahanya.
Menurut DR MOCHTAR RIADY dalam bukunya MENCARI PELUANG DITENGAH KRISIS
mengatakan bahwa MASA DEPAN PERBANKAN INDONESIA DENGAN EMPAT TANTANGAN yaitu :
¨ Sistem komunikasi yang
serba canggih dan borderless akan memberi pengaruh perubahan third wave dan dunia luar
akan menuntut perbankan Indonesia untuk mampu menyediakan berbagai layanan yang
memadai dibandingkan dengan bank-bank di luar negeri
¨ Kebijakan penetapan suku
bunga deposito yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman dan berdampak
terhadap pembangunan ekonomi
¨ Fokus ruang lingkup
Bank di bidang wholesale banking atau retail banking, sehingga jasa yang
diberikan menjadi lebih optimal.
¨ Bisnis perbankan sifatnya
service
oriented dan lebih information intensive, karena itu
perlu melakukan penyesuaian diri dalam office automation.
Dalam kaitannya dengan globalisasi
maka akan terjadi shifting dalam segala hal terutama untuk lingkungan dunia usaha
dan yang perlu dianalisa lebih lanjut adalah bagaimana sebaiknya dunia
perbankan Indonesia menanggapi berbagai
perubahan yang akan terjadi itu . Untuk mampu berkembang atau paling tidak
untuk mempertahankan eksistensi perbankan di Indonesia perlu mencermati perubahan-perubahan
itu dan kemudian berusaha memetik peluang dari setiap perubahan yang terjadi
karena dunia perbankan sangatlah terkait erat dengan perputaran dunia usaha
pada umumnya dan hal ini dapat diibaratkan dua sisi mata uang yang terdapat
dalam satu mata uang. Fenomena globalisasi sebagai akibat perubahan teknologi
yang begitu cepat akan menciptakan suatu keadaan yang baru dengan ciri khasnya
semua serba cepat berubah sehingga
segala sesuatunya termasuk situasi ,kondisi dan peta pasar menjadi
bersifat hanya sementara. Berdasarkan anggapan tersebut diatas maka DR. MOHTAR RIADY mencoba merumuskan
yang disebut 5 wawasan strategi usaha yang perlu diperhatikan dunia perbankan
terhadap pengelolaan perusahaan untuk menghadapi era globalisasi ini yaitu:
¨ Pertama, setiap organisasi, baik pemerintahan maupun swasta,
akan cenderung berbentuk lebih sederhana dan bersifat terbuka. Struktur
organisasi intern perusahaan dituntut lebih bersifat horisontal, dan terdesentralisasi
¨ Kedua, konsep management yang diterapkan perlu
didasarkan pada wawasan waktu, ruang atau jarak yang sangat dipengaruhi oleh
teknologi.
¨ Ketiga, struktur pemilikan saham yang cenderung berbentuk holding
company, untuk menguasai beberapa perusahaan secara bersusun (dari
bentuk horisontal yang populer sebelumnya menjadi vertikal).
¨ Keempat, setiap menyusun strategi usaha kita harus menyadari
bahwa abad ke 21 adalah abad perbandingan keunggulan teknologi serta kualitas
sumber daya manusia.
¨ Kelima, penempatan sumber daya manusia dituntut untuk lebih
menitikberatkan pada faktor ekonomis dan profesionalisme dibandingkan pada
faktor politis atau keluarga
Proses globalisasi juga dengan
sendirinya akan mengubah dunia perbankan itu sendiri dan telah mendorong terjadinya
revolusi dalam fungsi mata uang, yang selanjutnya menghasilkan 7 macam dasar
permainan perekonomian dan keuangan yang baru. Semuanya akan mempengaruhi
kebijakan keuangan dan perekonomian dan strategi-strategi baru dari
perusahaan-perusahaan diseluruh dunia. 7 tatanan baru itu terdiri dari :
a. Liberalisasi informasi
b. Komoditasi currency
c. Sekuritas Assets
d. Globalisasi sekuriti/
moneter
e. Globalisasi market
f. Propertisasi hal milik
intelektual
g. Fungsi pasar modal
yang menggantikan sebagian besar fungsi commercial banking
Pengaruh yang terjadi dari ke 7
tatanan tersebut akan melahirkan market driving force, yang dewasa
ini menjadi semacam trend dalam perdagangan, keuangan, dan perekonomian dunia. Trend
tersebut perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pedoman dalam
pengambilan keputusan strategi usaha bagi para pucuk pimpinan, baik dalam
pemerintahan maupun sektor swasta. Situasi dan kondisi perekonomian yang serba
bergejolak dengan terjadinya komoditisasi currency, asset securitization, dan
globalisasi keuangan serta kemajuan teknologi dalam telekomunikasi, telah
mengubah nilai dan konsep manajemen keuangan. Penemuan teknologi yang semakin
cepat menyebabkan lifecycle of product yang semakin pendek, dan ini makin
mempercepat lagi terjadinya perubahan dalam gaya hidup masyarakat, ideologi,
politik dan struktur perekonomian yang semua itu akan membawa kita kedalam keadaan yang sementara dan hal-hal yang
sifatnya relatif, sehingga perusahaan perlu memiliki suatu strategi yang lebih
fleksibel untuk menghadapinya.
II. KEPERCAYAAN DAN DANA MASYARAKAT
Sebagian masyarakat berpendapat
bahwa komoditi bank adalah uang dan usaha bank adalah jual beli uang. Dengan
pengertian ini maka berarti suatu transaksi pinjaman itu ditentukan oleh tinggi
rendahnya suku bunga. Timbul pertanyaan, sekiranya seorang calon debitur yang
menyediakan barang jaminan yang cukup dan juga bersedia membayar bunga yang
lebih tinggi namun memiliki reputasi yang kurang baik, apakah dia mendapatkan
fasilitas yang dimintanya ?. Kami kira tidak , karena barang jaminan pun masih
mempunyai kelemahan. Seringkali kita alami, baik didalam dan diluar negeri,
untuk mengadakan suatu eksekusi atas barang jaminan, pihak bank harus menempuh
berbagai prosedur dan proses hukum yang berbelit-belit disamping kemungkinan
kesulitan mendapat pembeli yang layak. Apalagi jika debitur itu memang
beritikad kurang baik dan telah memiliki reputasi yang tercela, prosedur untuk
menguasai barang jaminan tersebut tentu
akan semakin sulit. Oleh karena itu unsur kejujuran dan reputasi seorang calon
debitur mempunyai bobot paling besar dalam mempertimbangkan pemberian kredit.
Sebaliknya, jasa perbankan yang
akan dimanfaatkan oleh khalayak ramai selalu menyangkut soal keuangan. Uang
diserahkan kepada bank hanya diganti dengan sehelai kertas tanda terima dari
bank. Faktor kepercayaanlah yang menyebabkan nasabah bersedia menukarkan
uangnya dengan kertas tanda terima tersebut. Kita dapat menarik kesimpulan
bahwa kepercayaan merupakan komoditi inti yang diperjualbelikan oleh bank, dan
uang hanya merupakan instrumen pembayaran dalam transaksi jual beli kepercayaan
ini.
Dalam jual beli kepercayaan, harus
lebih diutamakan menjual dari pada membeli kepercayaan, untuk itu para bankir
dituntut untuk mempelajari aspek psikologi dari sipembeli, yaitu orang yang
memiliki uang yang akan mempercayakan uangnya kepada bank. Jika pedomannya
adalah mengutamakan membeli kepercayaan, maka sasarannya adalah orang-orang
yang membutuhkan uang (kredit). Perbedaan sasaran ini sangat mempengaruhi sikap
dan tingkah laku bankir. Dan keduanya sangat bertolak belakang. Hal ini terkait
dengan pemanfaatan dana bagi perbankan itu sendiri dan cara penggunaan dana
dalam perbankan adalah sangat penting. Pemanfaatan dana dapat dilihat dari dua
sudut yang berbeda. Pertama, apakah
penggunaan dana bermanfaat bagi masyarakat luas, misalnya dengan membantu untuk
membina usaha nasabah maka kita dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih
banyak, Kedua, bagaimana
mengusahakan pemanfaatan dana semaksimal mungkin, agar dana tidak idle.
Jenis usaha yang berbeda memiliki keperluan dana untuk waktu yang berbeda pula.
Memang ini sangat erat kaitannya dengan kepandaian dan pengalaman seorang
bankir dalam memilih proporsi nasabah-nasabahnya yang berasal dari berbagai jenis
usaha, dan kemampuannya dalam menyusun perencanaan yang sempurna. Pemilihan
nasabah dari berbagai jenis usaha yang berbeda itu adalah merupakan prinsip
dari penyebaran resiko. Dan untuk hal tersebut perlu dikendalikan dan diawasi,
pengendalian adalah bagaimana mengarahkan cabang-cabang untuk mencapai suatu
tujuan atau target yang telah direncanakan. Sedangkan pengawasan yang efektif
ditujukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan, atau hal-hal lain yang
bertentangan dengan kebijakan perusahaan. Baik pengendalian dan pengawasan
perlu adanya suatu tolok ukur berupa target dan sistem kerja (standar) dan
tanpa adanya hal ini akan sulit untuk membuat suatu penilaian benar atau
salahnya tindakan manajemen cabang.
PENGHIMPUNAN DANA
MASYARAKAT
Pada dasarnya usaha bank dalam
menghimpun dana masyarakat tidak akan pernah berhenti selama usaha masih
bergulir. Dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan suatu bank,
dibutuhkan dana masyarakat dalam jumlah yang makin besar. Sumber dana lainnya
untuk menunjang hidupnya perbankan adalah permodalan, pinjaman antarbank di
dalam negeri atau pinjaman dari luar negeri bersifat terbatas dan tidak memadai
serta cukup riskan bila harus dialokasikan untuk tujuan pemberian fasilitas
kredit kepada nasabah, apalagi yang bersifat jangka panjang. Dengan demikian
ketergantungan bank terhadap dana masyarakat masih besar dan akan selalu besar
dan memang porsi pendanaan perbankan
sebagian besar memang berasal dari dana masyarakat dan hanya sebagian kecil
saja yang beradal dari modal. Memang saat ini terdapat kesenjangan yang cukup
besar antara dana masyarakat yang berhasil dihimpun dengan jumlah kredit yang
disalurkan oleh perbankan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa bank-bank sedang
mengalami kesulitan likuiditas. Bank-bank yang mengalami kelebihan dana
berusaha bertahan agar masyarakat tidak memindahkan dananya kepada bank lain
dan bahkan meningkatkan perolehan dana untuk kepentingan ekspansi kredit.
Sedangkan bank yang masih kekurangan dana dengan sendirinya, berupaya keras
untuk dapat memenuhi kebutuhan dananya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
bank-bank sangat agresif dalam menawarkan produk-produk dananya yang dikemas
sedemikian rupa. Pada prinsipnya, orang menyimpan uang dibank untuk tujuan transaction
and precautionary yaitu untuk kemudahan transaksi dan berjaga-jaga,
tetapi dengan perkembangan lingkungan dunia bisnis yang begitu cepat maka untuk
sebagian orang menyimpan uang ini dijadikan sebagai salah satu sumber untuk
perolehan kelebihan pendapatan. Sepintas nasabah bank itu terdiri dari dua
golongan yaitu nasabah penabung dan nasabah peminjam, dan menurut beberapa
pakar perbankan akan timbul konsumen generasi ketiga yang menggunakan jasa
perbankan untuk mempermudah transaksinya seperti pembayaran telepon, listrik,
membayar pajak dan lain sebagainya. Transaksi ini ditangani karena merupakan
suatu pangsa yang potensial dalam hal pengumpulan dana.
Dibandingkan dengan deposito dan
giro, produk tabungan lebih bersifat fleksibel. Setoran pertama relatif lebih
ringan dan penarikan dapat dilakukan kapan saja dengan frekuensi yang tidak
dibatasi. Sasaran pasarnya pun lebih luas, karena pada umumnya ditujukan untuk
kelompok masyarakat menengah ke bawah, termasuk eksekutif muda, pelajar dan
mahasiswa. Disamping itu komposisi penduduk lebih besar ditengah dalam arti
bahwa komposisi penduduk muda yang baru mulai memiliki pendapatan dan efek
transaksionalnya lebih besar, lebih
dominan oleh karena itu produk tabungan lebih menarik dibandingkan dengan
produk lainnya. Walaupun demikian keberhasilan perbankan dalam meningkatkan
perolehan dana tabungan akan sangat
bergantung pada perkembangan pendapatan perkapita dan tingkat konsumerisme atau
dapat kita sebut penggalangan dana perbankan tergantung pada perilaku konsumen itu
sendiri dan bagaimana bank mengantisipasinya. Melalui produk tabungan dapat
menciptakan customer base yang besar karena dana yang dihimpun bersifat
lebih permanen dan tidak terlalu fluktuatif disamping itu secara bertahap
produk tabungan dapat meningkatkan bank minded di masyarakat.
Pada saat ini bank masih sibuk
mencari dana untuk menjaga likuiditasnya, bukan deposito, giro yang menjadi
tumpuan harapan tetapi tabungan yang sebelumnya hanya dipandang sebelah mata
oleh para Bankir karena hanya mengumpulkan uang ‘receh’ dari ratusan ribu
nasabah. Sekarang banyak bank yang bersaing dipasar-pasar, sekolah
,universitas, dan pertokoan, bahkan dirumah sakit.
Dan meskipun sukubunga mulai
turun, gairah bank untuk mencari dana lewat tabungan banyak disebabkan karena
banyak bank ingin mengubah struktur pendanaannya yang selama ini dibebani oleh
deposito mahal dan kurang stabil. Produk tabungan memiliki potensi pasar yang
sangat besar sejalan dengan perkembangan pendapatan perkapita masyarakat
Indonesia dan dana yang dihimpun lewat tabungan umumnya lebih permanen dan
tidak terlalu fluktuatif. Selain punya fleksibilitas – bisa diambil semau
nasabah dan berbunga lebih menarik , tabungan pun kini punya peluang untuk
memenangkan hadiah miliaran rupiah dan sekarang masyarakat Indonesia makin
menggemari tabungan karena fleksibilitas penggunaan dan keuntungan bunga yang
diterima lebih baik.
Beberapa pengamat
melihat bahwa lapisan masyarakat yang terdiri dari karyawan, ibu rumah tangga,
ataupun mahasiswa yang merupakan pasar tabungan hanya bersifat transaksional –
sebelum digunakan akan disimpan terlebih dahulu. Untuk mendukung hal ini maka
kehadiran ATM ditambah dengan dukungan teknologi perbankan akan sangat pas
dalam memenuhi kebutuhan nasabah generasi ketiga ini. Hal lain adalah kecepatan
dalam membuka cabang dan jaringan teknologi yang digunakan, contoh : BII lebih
dipercaya orang untuk mengelola Giro, sedangkan BCA tetap tak tergoyahkan
sebagai bank yang dipercaya masyarakat untuk mengelola tabungan. Kenyataan ini
tidak dapat dipungkiri lagi yaitu peran teknologi dan dukungan cabang untuk
meningkatkan pelayanan menjadi sangat penting.
Kualitas pelayanan, kemudahan dalam
bertransaksi, dan kecepatan respon dalam menangani keluhan merupakan
faktor-faktor yang sangat mempertimbangkan nasabah dalam memilih suatu bank.
Sementara suku bunga atas suatu produk dana memang masih merupakan salah satu
pertimbangan, tetapi tidak lagi merupakan faktor dominan. Untuk itu perlu dikembangkan sistem dan
teknologi serta kualitas sumber daya manusia. Dalam kaitannya dengan produk
dana, tentunya harus dipahami terlebih dahulu jenis produk yang dibutuhkan
masyarakat dan segmen pasar yang akan digarap. Kemudian dengan dukungan sistem
dan teknologi dan sumber daya mansuia yang dimiliki hendaknya diupayakan untuk
memenuhi tuntutan nasabah, baik yang menyangkut kemudahan dan kenyamanan
bertransaksi maupun kualitas pelayanan. Dengan demikian teknologi sudah menjadi
keharusan bagi bank untuk bersaing. Produk dana tertentu ada yang menawarkan
bea siswa (tab. PALAPA bank Duta) yang dikhususkan untuk segmen pemuda, pelajar
dan Pramuka, dan hal ini produk untuk orientasi jangka panjang dengan harapan
pemuda, pelajar tersebut suatu saat akan menjadi profesional, pejabat atau
pengusaha akan menjadi nasabah yang loyal. Kini dengan maraknya penggunaan
teknologi canggih di sektor perbankan dipastikan bakal mengubah pola transaksi.
Bank yang tadinya lebih banyak disibukan oleh transaksi yang berkaitan dengan
uang tunai, penarikan dan atau penyetoran uang. Pada tahun 2000 mendatang akan
berubah total. Saat itu, dengan dukungan teknologi canggih, bank akan
berlomba-lomba memberikan jasa financial advisory kepada
nasabahnya. Tahun 2000 mendatang diperlukan modal yang besar untuk
mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan yang bergerak di bidang jasa
finansial. Ini diperlukan guna menangkis perang suku bunga. Keberanian untuk
meninggalkan bisnis yang merugi, ketegaran untuk mendorong perubahan yang
diperlukan, serta visi yang jelas tentang sasaran akhir. Tak hanya itu, para
pimpinan puncak bank pun harus berubah dan menganggap manajemen penjualan
sebagai ketrampilan yang baru dan perlu mendapat perhatian khusus. Ini penting
guna mempertahankan dan merawat kekayaan (wealthcare) yang dimiliki oleh bank.
Mereka dituntut dapat menghasilkan uang atas investasi yang telah mereka
tanamkan scara besar-besaran. Sayangnya, sedikit sekali dari mereka yang
melakukan refocusing untuk penjualan dengan cara pro aktif guna
memperkuat reputasi mereka sebagai bank yang bonafide. Padahal, ini
merupakan kunci sukses untuk mencapai transisi dari dunia transaksi masa kini
ke dunia layanan lebih komprehensif di masa depan.
Banyak bank yang mengotomasikan
transaksi rutin di counter-counter mereka. Itu terjadi beberapa tahun
belakangan ini dan diperkirakan bakal lebih marak lagi pada 10 tahun mendatang.
Bahkan kecenderungan otomasi itu telah pula memasuki back office sebuah bank.
Hal ini tentu saja akan membalikkan kegiatan yang terjadi pada sebuah bank yang
dari semula lebih banyak menangani transaksi yang berhubungan dengan uang tunai
ke transaksi yang lebih bersifat financial advisory. Seperti BII, agar nasabah bisa lebih mudah menyampaikan
keluhan ataupun mengemukakan pertanyaan. BII bukan hanya menawarkan SuperCall
yang tetap on 24 jam tetapi juga memasuki dunia Cyberspace yaitu dengan
menawarkan layanan komunikasi dan informasi melalui internet. Cara semacam
ini memang harus dilakukan sebuah bank kalau ingin tetap sukses. Artinya
meskipun BII mengincar penabung dengan menawari hadiah besar, tetapi tidak
berarti mengabaikan masalah nilai yang akan didistribusikan kepada nasabah.
Menurut Hermawan Kartajaya penciptaan nilai bersumber
pada brand,
process, dan services. Dan pada situasi
persaingan yang ketat ini merk memiliki peran yang penting karena konsumen
menghadapi pilihan yang sedemikian banyaknya. Oleh karena itu bank-bank di
Indonesia memiliki tugas berat agar merknya dapat menembus benak calon
konsumennya atau nasabahnya. Disisi lain masih menurut Hermawan, agar lebih
mudah dipilih prospek adalah diharuskannya terdapat suatu arti yang melekat
pada merk
entah itu sebagai bank yang memiliki teknologi tinggi, bank yang memililki pelayanan
prima, atau masih banyak lagi. Orang yang ingin uangnya aman tentu akan memilih
bank yang memberikan rasa aman, dan orang yang ingin menikmati layanan baru
yang berkaitan dengan kemudahan akan memilih bank yang inovatif. Memang benar,
merk tidak hanya sekedar logo atau nama saja yang berkaitan dengan tangible
dimension melainkan lebih kepada penciptaan nilai untuk kepuasan
nasabah. Dengan kata lain untuk membuat suatu merk dapat bermakna
dimata nasabah, bank harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi
pelanggannya, termasuk mengembangkan nilai yang diinginkan konsumen baik dari
sudut content, context differentiation maupun infrastrukturnya. Hal
lain yang tidak dapat diabaikan oleh dunia perbankan adalah sebagai perusahaan
jasa, jelas tidak dapat mengabaikan lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu reliability
(kemampuan untuk memberikan layanan sesuai dengan yang dijanjikan), assurance
(Kredibilitasnya), empaty (sentuhan manusiawi dalam melayani nasabahnya), tangible
(tidak berujud) dan responsiveness (kemauan membantu konsumen dan memberikan
layanan secara cepat)
Berkaitan pelayanan pada nasabah
maka hal ini dapat kita kaji dari beberapa sudut yaitu Kualitas pelayanan itu
sendiri dan SDM-nya, biaya penyelenggaraan pelayanan, kecepatan dari pelayanan
itu sendiri. Karena saat ini sulit untuk memperoleh nasabah yang memiliki tingkat loyalitas tinggi dan mereka
semakin kritis dan semakin banyak alternatif yang tersedia, oleh karena itu
layanan nasabah dan teknologi yang mendukung pada kemudahan nasabah menjadi
bahan pertimbangan khusus. SDM memang merupakan unsur paling utama terutama
dalam bisnis perbankan. Oleh karena produk perbankan cenderung lebih bersifat intangible
maka produknya lebih melekat pada
karyawannya melalui pelayanan yang diberikan kepada nasabah. Bank di Indonesia
umumnya menyisihkan 5 % dari anggaran biaya karyawan untuk keperluan pendidikan
SDM-nya. Bagi bank-bank yang sudah mapan pengembangan manajemen seperti executive
development program, management development program atau nama lainnya
sudah merupakan program baku dalam bidang SDM. Program-program yang dijalankan
secara berkesinambungan dan konsisten akan membuahkan hasil pada beberapa tahun
kemudian.
Globalisasi, pembangunan ekonomi,
dan pembangunan dibidang lainnya telah membentuk kelompok-kelompok baru dalam
masyarakat sehingga menuntut pihak perusahaan untuk mengubah pula pola untuk
melayani kelompok-kelompok baru tersebut agar kelompok tersebut menjadi different
dari satu kelompok dengan kelompok yang lain. Hal ini didasari oleh pemikiran
yang didahului oleh konsep segmentasi, targeting kemudian baru positioning.
Konsep ini sudah umum ditemui baik dikalangan akademisi maupun praktisi. Segmentasi pada dasarnya adalah suatu cara
pandang dalam melihat isi dunia ini (Rhenald Kasali) yang bertujuan untuk
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada masing-masing segmen dan
memberikan kepuasan kepada orang-orang yang menghuni segmen-segmen tersebut.
Dalam pandangan ini, masyarakat dipandang sebagai suatu pasar yang ada pada
sejumlah segmen-segmen dan segmen ini akan terus berubah mengikuti perubahan
itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemasar perlu mengamati lebih
jeli perubahan-perubahan yang terjadi karena hal ini akan berpengaruh pada
penetapan target pasar dan positioning-nya. Hanya dengan
demikian maka pemasar dapat memperoleh kepuasan konsumen dan kelanggengan usaha
yang didirikannya. Jadi sebelum kegiatan
pemasaran dilakukan maka memerlukan dulu siapa targetnya dan kalau hal ini
sudah jelas maka baru kita bicarakan bagaimana melayani, menjangkau,
mempertahankan dan menumbuhkan kesetiaan dari konsumen pada kita.
Praktisi pemasaran umumnya sering
terjebak pada cara memandang pasar yang cukup dengan itu-itu saja seperti
segmentasi berdasarkan geografi, demografi, psikografi, dan perilaku sedangkan
menurut buku yang ditulis oleh Rhenald Kasali adalah perlu adanya analisa Cohort. Cohort umumnya muncul dalam ilmu
kependudukan, yaitu cenderung lebih diartikan suatu generasi dan setiap
generasi dipercaya dapat menunjukkan suatu klasifikasi yang dapat digunakan
untuk meramalkan keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk
tertentu. Berkaitan dengan hal ini adalah segmentasi apriori (Rhenald K.) yang
dilakukan sebelum suatu survei dilakukan dengan cara memilah-milah pasar pada
berdasarkan ciri-ciri yang sudah ada. Sedangkan pendekatan baru yang dikenalkan
oleh Rhenald Kasali adalah post-hoc segmentation yaitu
melakukan segmentasi setelah data dikumpulkan dan dianalisa sesuai atribut yang
dianggap penting. Jadi pendekatan post-hoc adalah pendekatan yang berorientasi
pada riset dan pendekatan yang dilakukan oleh pihak yang berbeda dapat
menghasilkan segmen yang berbeda. Kekuatan dari pendekatan ini adalah
tergantung dari pengetahuan pemasar terhadap produk dan pasarnya, dan
pengetahuan ini akan membimbing pemasar pada atribut-atribut yang layak
digunakan untuk analisa segmentasi.
Dengan perubahan yang terjadi
begitu cepat maka strategi marketing yang didasarkan pada memilah-milah pasar,
penetapan pasar sasaran dan menetapkan positioning perusahaan maupun
produknya juga hendaknya mengikuti perubahan yaitu dengan melakukan resegmenting,
retargeting dan repositioning. Misalkan pada saat 16
bank dilikuidasi beberapa tahun yang lalu, masyarakat menjadi was-was kalau
uangnya bakal amblas hilang entah kemana kalau konsumen itu menyimpan uangnya
di bank. Oleh karena itu maka pihak bank yang jeli akan melihat bahwa target
market yang ada berubah dan dengan demikian menuntut bank untuk menjadi
fleksibel dalam menyajikan jasa-jasanya dan hal ini akan juga mengubah positioning
yang sudah ada. Kita sebagai pemasar tidak dapat memisahkan begitu saja dengan
cara menjangkau pasar tetapi pemasar juga bertanggung jawab terhadap
keselamatan pasar anda. Pemasar yang bertanggung jawab tidak hanya
memperhatikan kepentingan laba, pertumbuhan dan perkembangan saja tetapi lebih
menyeluruh yaitu kepentingan stake holder. Akibatnya adalah
pemasar akan memperoleh imbal balik berupa satisfaction customer, kemudian
konsumen yang ada dapat menjadi retention customer dan akhirnya
memungkinkan untuk meng-acquisition customer.
Berkaitan dengan hal diatas maka
penekanan terhadap pentingnya manajemen penjualan tidaklah berlebihan. Dengan
adanya teknologi server misalnya peran teller akan berubah menjadi seller
mengingat data nasabah telah tersedia dengan memadai di monitor komputernya.
Para pimpinan bank harus mengakui bahwa sales management merupakan suatu
peran di masa depan. Untuk itu diperlukan perumusan yang lebih fleksibel
terhadap manajemen penjualan ini serta menegakkan pendekatan sales
management dalam operasionalisasi dibank-bank yang ada. Seringkali
kalangan perbankan menganggap sales management tidak lazim di
perbankan. Manajemen yang baik membuat organisasinya selalu mengerjakan hal
yang tepat. Sedangkan manajemen penjualan mengawasi dan mengendalikan kegiatan yang menyebabkan masuknya bisnis dan
didasari oleh rencana operasional tahunan. Tapi umumnya sistem teknologi yang
ada dan telah direncanakan yang lazimnya mendukung proses operasional dan
pencapaian produksi, tapi bukan mendukung pada manajemen penjualan. Proyek front
office lebih menyangkut pembaharuan kembali ketimbang mengenai staf dan
pemasukan. Sedikit sekali orang yang memiliki tugas sales dalam spesifikasi
peran atau tugas kerjanya. Manajemen penjualan sebagai frase boleh dikatakan
tidak ada dalam kamus perbankan dan bagian audit jarang memeriksa bidang
tersebut bahwa upaya itu sebetulnya mendatangkan pemasukan. Proyek-proyek
sentralisasi back office bertujuan untuk menghapus pekerjaan di kantor
cabang. Sedangkan, mereorganisasi karyawan untuk penjualan seringkali diluar
jangkauan. Ini disebabkan sistem pengukuran kerja biasanya menganggap proses
sebagai bisnis inti, sedangkan penjualan dianggap sekunder. Kegiatan penjualan
itu seringkali tidak dapat dikuantifisir serta dianggap sebagai karya yang
tidak dapat diukur. Resources pada umumnya didasarkan pada hasil transaksi yang tercatat
(historis) tanpa peluang untuk potensi penjualan dimasa mendatang. Para manajer
umumnya berpendapat jika kinerja penjualan tidak meningkat maka anggapannya
terjadi under resourcing. Namun sebenarnya mereka umumnya kurang tahu
bagaimana memanajemeni penjualan. Tak ada satupun proyek teknologi yang dapat
memapankan manajemen penjualan dengan sendirinya. Sebaliknya,
perubahan-perubahan cepat yang tepat pada cara-cara orang mengerjakan sesuatu
dapat langsung membuahkan hasil. Dan juga menyiapkan karyawan menjadi sangat
efektif jika diberi dukungan teknologi yang baik. Tentu saja hal itu memerlukan
upaya intelektual yang terfokus. Tapi perubahan yang cepat untuk manajemen
penjualan – berdasarkan praktek yang baik, dapat diukur dalam beberapa bulan.
Manajemen penjualan adalah ujung tombak dan marketing harus menyediakan bahan
bakar yang tepat, sehingga perlu restrukturisasi marketing. Tool
kit untuk manajemen penjualan yang praktis membantu karyawan untuk
memahami dan memerankan peran mereka yang baru.
Dalam mengembangkan suatu produk
perbankan hendaknya dipertimbangkan kebutuhan masyarakat, segmen yang menjadi
target, kemasan dan cara penyajian yang memadai dalam bentuk prosedur yang
mudah, cepat dan kualitas pelayanan prima dan penanganan keluhan nasabah
hendaknya ditangani secara cepat, tepat dan benar serta memuaskan nasabah.
Untuk ini semua diperlukan aparat yang disiapkan secara optimal, produk itu
sendiri maupun pola penanganan yang harus dilakukan. Agar produk perbankan dapat
terserap pasar dengan baik maka pertama, produk yang ditawarkan berorientasi
pada pasar serta kebutuhan dan kenyamanan nasabah yang memenuhi kriteria
sebagai berikut : fitness to standard yang artinya tidak menyimpang dari
peraturan dan kelaziman. Fitness to use yaitu produk harus
disesuaikan dengan kebutuhan yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Fitness
to cost yaitu menghindari penciptaan produk baru yang membutuhkan biaya
diluar kemampuan sehingga biaya produk menjadi lebih tinggi dari produk kompetitor.
Kedua, produk yang ditawarkan haruslah bermutu dalam arti memenuhi kriteria :
kualitas yang terjamin melalui penerapan product life cycle. Ketiga, biaya
produk yang dijual tidak membebani nasabah dan bank. Penggunaan teknologi
tinggi harus diperhitungkan dalam pricingnya. Keempat, ketepatan dalam
penyerahan yang diinginkan nasabah. Misalnya menghindari ATM tak berfungsi
ataupun habisnya persediaan uang di ATM. Kelima Pelayanan kepada nasabah harus
diberikan dengan pendekatan secara pribadi (personal approach) dan
terakhir moral karyawan bank yang harus dapat menggalakkan semangat dan
profesionalisme bank dapat terwakili, yang akhirnya mendorong timbulnya brand
image.
Persaingan yang terjadi antar bank
dalam menawarkan produk yaitu dalam hal harga dan pelayanan dan hal ini akan
mengakibatkan nasabahnya loyal atau akan hijrah ke tempat lain. Pelayanan private
banking memang sangat bervariasi dalam hal harga dan pelayanan tapi
pada umumnya berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asiaweek, banyak bank
yang membebankan biaya dengan suatu rate tetap yang standar antara 0,75 %
sampai 1 % per tahun untuk semua dana yang berada dibawah pengelolaannya. Tapi,
ada sejumlah standar di industri private banking untuk pekerjaan yang
sifatnya penasehat, ditambah fee
yang bervariasi untuk wilayah hukum yang berbeda,bahkan berbeda menurut
besarnya rekening nasabah. Dalam kegiatan private banking itu sendiri tidak
ada patokan untuk mengukur kinerja pelayanan yang ditawarkan suatu bank. Sebab,
private
banking memang berkaitan dengan ansabah individual dan mengatur
portofolionya sesuai dengan permintaan dan kebutuhan nasabah tersebut. Yang
jelas, bank-bank besar menawarkan jasa penasihat investasi dan jasa kredit yang
beragunan. Bank-bank ini menawarkan manajemen dana dan aset. Sebagian besar
melengkapinya dengan jasa kepialangan, perdagangan valuta asing, perencanaan
pajak, dan reksa dana (mutual fund). Bahkan kalau bank-bank
besar ini tidak menyediakan pelayanannya secara langsung kepada nasabah, mereka
akan tetap melayani permintaan nasabah terebut, tapi melalui bantuan pihak luar
(outsourcing).
Tentu saja bank-bank kecil yang membantu bank-bank besar dalam private
banking ini sudah mempunyai hubungan yang mantap sehingga bank-bank
kecil ini bisa memberikan juga suatu jangkauan pelayanan yang menyeluh. Hal
lain yang melingkupi kegiatan private banking, yaitu sikap tutup
mulut industri tersebut dan kebutuhan untuk melindungi rahasia para nasabahnya.
Para bankir yang melakukan kegiatan private banking tidak telalu
bersemangat membicarakan perbedaan pelayanan dan fee yang dibayar nasabahnya
tapi fokus mereka memang dipelayanan nasabah. Kegiatan private banking juga
dilakukan oleh bank-bank asing seperti AMEX dan CITIBANK. Kedua bank ini tampak
jelas dalam persaingannya di private banking.
Pelayanan private banking, karena
sifatnya memang sangat mahal. Persyaratan untuk pelayanan yang benar-benar
bersifat individual menyebabkan biaya tinggi, tapi sebagian besar biaya ini
muncul karena skala investasi. Maka tak heran kalau para nasabah yang merasa
membutuhkan pelayanan private banking tampaknya tidak
menjadikan harga yang harus dibayar sebagai pertimbangan utama. Menurut survei Asiamoney,
masalah yang menentukan bagi bank dan nasabah mengenai private banking ini
adalah kinerja (performance). Jadi, menarik dan mempertahankan nasabah private
banking bukanlah pekerjaan mudah dalam suasana persaingan yang ketat
ini.
Dunia usaha saat ini sedang
mengalami transisi, dari era revolusi industri menuju era revolusi informasi
dan komunikasi dan untuk ini akan mengakibatkan perubahan dalam hal teknologi
yang akhirnya akan merubah pasar itu sendiri. Memang pada awalnya produk
dihasilkan pertama kali sebagai customized products, kalau product
tersebut menjadi makin populer maka produk tersebut menjadi mass
product. Selain tuntutan konsumen yang makin beragam, satu sisi
persaingan makin ketat di dunia usaha, juga merupakan salah satu pemicu bagi produsen
untuk menciptakan produk yang berkualitas.
Kecenderungan sekarang
nasabah makin kritis, baik dalam memilih bank maupun produk-produk dana.
Gedung-gedung mewah dan iklan yang bertubi-tubi tidak secara langsung dapat
menarik minat nasabah untuk bergabung dengan suatu bank. Kalaupun nasabah itu
jadi bergabung maka tidak ada jaminan yang pasti bahwa nasabah itu akan
berhubungan dengan bank tersebut dalam jangka waktu yang lama jika kita kurang
memperhatikan kebutuhan nasabah.
Dalam memuaskan kebutuhan
pelanggan eksternal, harus pula diimbangi dengan proses saling memuaskan
diantara pelanggan internal. Sehingga akan tercipta kepuasan secara berantai
dari hilir hingga ke hulu sepanjang value chain. Selain itu, peningkatan
keunggulan daya saing tidak hanya dilakukan untuk memperbaiki kesalahan dan
mengejar keterbelakangan – melalui downsizing dan reengineering, tapi juga
merupakan suatu usaha dalam melampaui para pesaing.
Umumnya terdapat beberapa bahan pertimbangan
yang perlu dicermati dalam hal perilaku nasabah : Pertama, menabung karena rasa
aman, kedua, menabung karena melihat suku bunga yang tinggi, ketiga, nasabah
yang percaya kepada salah satu pejabat bank., keempat lokasi bank yang dekat
dengan aktivitas yang dilakukan oleh nasabah. Dan berdasarkan penelitian yang
pernah dilakukan oleh Surindo Utama dan
Business Information Services, terdapat delapan variabel utama yang menjadi
sumber masyarakat mengenal perbankan seperti teman (31%), Koran (21%), Televisi
(12%), Billboard (11 %), Pamflet (10%), Papan nama Bank (8%), dari Kantor (2%),
Majalah (2%). Dari hasil riset itu terlihat, bahwa variabel yang paling dominan
dari masyarakt (Jakarta) dalam proses masyarakat mengenal perbankan adalah dari
teman, sedangkan dari alasan nasabah dalam memilih bank atau membuka tabungan
disuatu bank adalah :
a. Aman dan
terpercaya (25 %)
b. Pelayanan yang
memuaskan (17%)
c. Milik Pemerintah (13%)
d. Dekat Kantor (12%)
e. Bunga Tinggi (8%)
f. Bonus & hadiah
besar (8%)
g. Produk atau jasanya
banyak (7%)
h. Banyak Cabang (5%)
i. Manajemen yang baik
(5%)
j. Milik konglomerat (5%)
k. Promosi gencar (1%)
l. Citra baik (1%)
m. Ada Asuransi (1%)
n. Minggu Buka (1%)
IV. SISTEM
MANAJEMEN MUTU PERBANKAN DALAM ERA GLOBALISASI
Bank seperti yang telah dikemukakan
dimuka adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang mana
memiliki fungsi sebagai penghimpun dana yang diperoleh dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali pada masyarakat. Pada saat ini persaingan yang terjadi
antar bank di kota-kota besar dapat dikatakan amat ketat dan masing-masing bank
ingin memperoleh pangsa yang terbesar dan paling banyak dari kue perbankan yang
ada.
Untuk itu suatu bank yang masuk dalam suatu persaingan untuk memperoleh pangsa
yang besar hendaknya mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik dan bahkan
yang paling baik dengan harapan akan dapat menjaring nasabah-nasabah lebih
banyak.
Sasaran suatu perusahaan umumnya ingin memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya tetapi untuk mencapai hal itu perlu kiranya kitapun mencapai 4
faktor yang mempengaruhi perolehan keuntungan yaitu QUALITY, COST, DELIVERY dan
FLEXIBILITY. Tanpa mencapai
sasaran pendahuluan tersebut maka perusahaan akan tertinggal jauh dalam
persaingan dalam industrinya, bukan tidak mungkin tanpa mencapai sasaran
pendahuluan tersebut perusahaan tidak dapat beroperasi tetapi hal itu kurang
optimal. Suatu bank melakukanoperasinya melalui 4 fungsi utama seperti MARKETING,
OPERATION, ACCOUNTING & FINANCE, dan HUMAN RESOURCE dan keempat
fungsi ini saling terkait antara satu fungsi dengan fungsi lainnya dan mau
tidak mau harus memperhatikan empat faktor di atas dalam pelaksanaannya. Hal tersebut diatas dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Quality sebagai faktor yang hendaknya dipertimbangkan
dalam operasi perusahaan, karena jika kita menjual produk atau jasa kita
memiliki kualitas yang kalah bersaing dengan kompetitor kita sepertinya percuma
saja. Beberapa pakar tentang kualitas memberikan pengertian tentang hal itu
seperti :
“A quality of product is
the product which is most economical, most usefull and alwalys satisfactory to
the customer “
“Meeting the needs of
customers and thereby provide product satisfaction and freedom from
deficiencies “
Sedangkan pakar lain memberikan
pengertian kualitas dalam gaya yang lain seperti :
-
The meaning of
excellence
-
Not only satisfying
customers, but delighting them, innovating and creating
-
Providing our customer
with products and service that consistently meet their needs and expectations
Dari pengertian tersebut di atas dapat kita lihat bahwa
terdapat 3 hal besar yang perlu diperhatikan seperti : Pemuasan terhadap
keinginan konsumen, kesesuaian terhadap suatu standart produk atau jasa dan
biaya yang terjangkau. Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa penerapan
kualitas pada suatu perusahaan adalah sangat krusial bagi perusahaan yang ingin
‘going
concern’ sehingga akan mempengaruhi pada pangsa pasar yang sudah
diperoleh dapat dipertahankan atau bahkan dapat diperluas.
Karena suatu bank bergerak dalam bidang jasa maka faktor pelayanan
merupakan hal yang krusial untuk
diperhatikan agar konsumen dapat merasa puas dan tingkat kualitas
pelayanan pada konsumen dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa faktor
sebagai berikut :
a. Seluruh kegiatan
difokuskan pada konsumen, baik konsumen internal (intern organisasi) maupun
konsumen eksternal (konsumen yang sebenarnya).
b. Memiliki tujuan yang
jelas.
c. Memiliki obsesi terhadap
pencapaian kualitas pelayanan yang prima
d. Memiliki komitmen
terhadap pencapaian kualitas pelayanan dalam jangka panjang maupun jangka
pendek.
e. Menumbuhkan budaya
kerja ‘tim’.
f. Melaksanakan
‘continuous improvement’
g. Adanya partisipasi
aktif dari setiap anggota organisasi perusahaan terhadap pencapaian kualitas
pelayanan.
Hal-hal tersebut di atas dapat ditunjukkan dalam bagan
sebagai berikut :
Dalam konteks perbankan dalam kaitannya dengan
persaingan antar bank yang kompetitif beberapa pakar memberikan sudut
pandangnya dalam rangka memenangkan persaingan yang sangat ketat tersebut
melalui pencapaian tingkat kualitas pelayanan yang prima adalah perlu bagi
pihak perbankan untuk memperhatikan beberapa faktor seperti tersebut di bawah ini :
a. Realibility
Hendaknya perbankan memberikan kualitas
pelayanan sesuai dengan komitmen perusahaan dengan demikian image perusahaan
pun dapat ditingkatkan.
b. Assurance
Tingkat kepercayaan atau jaminan bahwa
kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen adalah maksimal atau optimal.
c. Emphaty
Dalam hal ini pihak perbankan pun hendaknya tanggap terhadap apa
yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen.
d. Responsiveness
Bersikap tanggap dalam memberikan
pelayaan pada konsumen (baik dalam melakukan awal transaksi, sesudah melakukan
transaksi maupun dalam menghadapi keluhan dari konsumen)
Pada dewasa ini konsumen semakin memperhatikan KUALITAS PELAYANAN untuk produk atau
jasa yang dibelinya, oleh karena itu suatu Bank yang ingin mempertahankan atau
bahkan memperluas pangsa pasarnya hendaknya tetap mempertahankan mutu pelayanan
yang diberikan dan juga secara terus menerus dikembangkan dan disempurnakan
untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik pada konsumen, dan jika hal
ini dicapai maka konsumen (nasabah) relatif akan lebih loyal terhadap
perusahaan karena perusahaan tanpa konsumen tidak akan berarti apa-apa. Untuk
itu bank sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa mau tidak mau harus menerapkan konsep TOTAL QUALITY BANKING
dalam operasinya sehari-hari, dimana hal tersebut akan menghasilkan kualitas
pelayanan yang prima maka dapat diharapkan efek multiplier dari pelayanan prima
tersebut atau efek ‘getok tular’ (mouth to mouth advertising) dari
konsumen yang telah merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.
Kualitas adalah salah satu syarat bagi perusahaan untuk
‘going
concern’ dan hal tersebut akan membedakan suatu bank dengan bank yang
lain sebagai perusahaan yang memiliki peringkat perusahaan kelas tradisional,
perusahaan menengah atau malahan perusahaan yang telah memiliki tingkatan ‘World
Class’. Disamping itu faktor kualitas juga merupakan kunci agar suatu
bank dapat memenangkan persaingan yang
terdapat dalam industri perbankan yang dapat dikatakan ‘superkompetitif’ ini,
dimana dewasa ini faktor kualitas ini sudah berkembang lebih luas yang tidak
hanya berkisar pada produk dan pelayanan saja tetapi berkembang juga pada
kreativitas dan inovasi (seperti munculnya produk-produk baru dari bank, sistem
dan prosedur pelayanan, dan lain-lain). Terkadang kualitas yang dihasilkan oleh
sebuah perusahaan kurang dapat memuaskan konsumen karena disebabkan antara lain
:
a. Kurangnya komitmen dari top manajemen
b. Kurangnya pengetahuan mengenai konsep
kualitas itu sendiri dan total quality banking
c. Kurangnya prioritas dalam penerapan total
quality banking
d. Kurangnya partisipasi aktif dari seluruh
anggota organisasi perusahaan
e. Budaya perusahaan yang kurang mendukung
Dalam situasi persaingan antar bank yang ketat ini
seperti yang telah dikemukakan di atas maka perlu sekali kita lebih memahami
tentang pengertian kualitas yang mendalam karena dengan demikian pada saat
penerapan total quality banking pada seluruh operasi perusahaan dan
pelayanan pada konsumen khususnya dapat memberikan hasil yang optimal dan dapat
memenangkan persaingan diantara bank-bank yang ada. Dan pemahaman tentang total
quality banking tidak hanya mencakup produk ‘tangible’ dan ‘intangible’
saja tetapi lebih jauh kita harus melihat faktor-faktor pendukung lainnya
seperti quality, flexibility, delivery dan cost yang merupakan dasar
yang fundamental untuk keunggulan bersaing untuk suatu perusahaan (competitive
advantage).
Terkadang masih banyak pimpinan dan karyawan yang belum
memahami benar tentang kualitas umumnya dan kualitas pelayanan pada konsumen
khususnya dalam kaitannya dengan pemenunan keinginan dan kebutuhan konsumen
(nasabah) dan sebagian besar masih tertuju pada faktor input dan output dan
bukan pada prosesnya. Menurut HEIZER
dan RENDER , konsumen pada dasarnya melihat kualitas dari enam dimensi yaitu :
a. Operasi
Dimensi yang melihat kualitas dari cara
mengoperasikan (menggunakan) suatu produk.
b. Daya tahan
Dimensi yang membicarakan tentang
kekuatan atau keawetan suatu produk atau jasa
c. Kesesuaian
Dimensi yang melihat kualitas dari sudut
kecocokan dengan standar produk atau jasa yang ada.
d. Serviceability
Dimensi yang melihat dari apakah
perawatan suatu produk atau jasa mudah atau sulit?
e. Tampilan
Dimensi yang membicarakan kualitas dari
sudut tampilan, cara penyajian suatu produk atau jasa
f.
Kesan
Dimensi terakhir yang memperlihatkan
kualitas dari kesan atau image yang ditimbulkan akibat penggunaan produk atau
jasa tersebut.
Dengan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dalam penerapan konsep total
quality banking maka cara pandang yang salah pada kualitas dapat
diminimalisir dan perusahaan pun dapat menekan beberapa biaya yang berkaitan
dengan kualitas suatu produk atau jasa
sehingga pencapaian profit optimum perusahaan dapat tercapai.
Biaya-biaya yang dapat diefisienkan antara lain :
a. Biaya Inspeksi
Biaya yang ditimbulkan karena pengawasan
yang harus ekstra ketat agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas
b. Biaya Pencegahan
Biaya pengendalian proses dan pelatihan
yang dikeluarkan hanya untuk satu bidang saja sedangkan biaya pelatihan yang
ada dapat digunakan untuk pelatihan bidang yang lain agar kompetensi suatu
perusahaan dapat ditingkatkan.
c. Biaya kegagalan internal
Biaya yang disebabkan oleh karena adanya
pengerjaan ulang atau perbaikan untuk suatu produk atau jasa.
d. Biaya kegagalan eksternal
Biaya yang timbul karena adanya garansi,
penanganan keluhan nasabah
Beberapa pakar kualitas menyarankan langkah-langkah
yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan pencapaian kualitas yang prima
yaitu :
Menurut DEMING, kualitas hendaknya dilihat
dari segi proses untuk mencapainya dan terdapat 14 langkah untuk meningkatkan
kualitas seperti langkah-langkah berikut ini :
1. Melakukan perbaikan atas produk atau
jasa secara konsisten
2. Bersiap untuk melakukan
perubahan-perubahan baik dalam hal manajemen, manufaktur maupuh hal-hal yang
berkaitan dengan operasi lainnya.
3. Pencapaian kualitas berawal dari
kegiatan produksi dimulai
4. Harga murah pada bahan baku tidak
menjadi patokan dalam suatu proses yang optimal
5. Sistem produksi, kualitas, produktivitas,
dan biaya hendaknya diupayakan perbaikan secara terus menerus
6. Mengadakan pelatihan yang sesuai dengan
kebutuhan
7. Komitmen pimpinan yang lebih tinggi
terhadap pencapaian tingkat kualitas yang optimal
8. Jangan menyalahkan karyawan jika
masalahnya berasal dari sistemnya
9. Menghilangkan sekat antar bagian suatu
organisasi
10. Menggunakan slogan-slogan peningkatan
produktivitas dibarengi dengan cara
untuk mencapainya.
11. Menghilangkan standar-standar, cara
kerja yang menjadi kendala untuk pencapaian tingkat kualitas optimal
12. Membuat karyawan bangga atas apa yang
telah dilakukannya
13. Kembangkan keinginan untuk belajar dan
peningkatan diri dari seluruh pegawai
14. Mengajak setiap karyawan untuk melakukan
ke 14 saran ini
Sedangkan CROSBY menyarankan sebagai berikut :
1. Semua tingkatan pimpinan perlu terlibat
penuh
2. Bentuk kelompok kerja kualitas
3. Harus ada standar nilai tentang kualitas
4. Hitung biaya kualitas yang membebani
perusahaan
5. Kesadaran berkualitas harus ditumbuhkan
6. Tindakan korektif harus selalu dilakukan
7. Rencana tindakan ‘zero defect’
8. Melakukan pelatihan
9. ‘Zero defect day’ - menetapkan hari tanpa salah
10. Harus ada penetapan tujuan
11. Hilangkan penyebab kesalahan
12. Ada penghargaan untuk suatu keberhasilan
13. Harus ada panitia kualitas
14. Kembali ke no. 1 jika belum berhasil
Sedangkan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian
Bank sebagai suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa dalam menerapkan
konsep TOTAL QUALITY BANKING dalam menyambut era GLOBALISASI ini adalah :
1. Jaringan sistem informasi konsumen
Untuk membentuk suatu sistem informasi
konsumen yang baik maka dibutuhkan suatu bank data yang dapat menyajikan data
mengenai informasi tentang umur, pekerjaan, hobby yang kesemuanya menggambarkan
profil seorang konsumen secara lengkap dan dengan terbentuknya bank data yang
baik maka kita dapat mengelola data tersebut menjadi salah satu alat untuk
bersaing dengan kompetitor kita.
Dalam menyambut era globalisasi ini,
bank data merupakan salah satu faktor yang hendaknya menjadi perhatian utama
karena konsumen yang akan kita jaring tidak hanya berukuran nasional saja tetapi juga internasional dan dengan
demikian bank sebagai suatu perusahaan jasa harus memiliki empati terhadap
keinginan dan tuntutan dari konsumen yang relatif sudah lebih mengglobal ini.
Jika suatu bank terlambat dalam memenuhi keinginan konsumen maka ia akan
beralih pada bank yang dapat memenuhi atau memahami kebutuhan dan keinginannya.
2. Komitmen pimpinan perusahaan dan
partisipasi aktif pegawai
Pencapaian tingkat mutu yang akan
dicapai harus dilaksanakan dengan komitmen penuh antara pimpinan perusahaan dan
partisipasi aktif dari seluruh karyawan sehingga dapat membentuk budaya
perusahaan yang dapat mendukung perbaikan kualitas secara terus menerus.
3. Fasilitas penelitian dan pengembangan
Harus terus diadakan penelitian dan pengembangan atau ‘continuous
improvement strategy’. Jika suatu bank hanya mengagungkan pelayanan,
produk atau jasa yang ada sekarang ini saja tanpa perbaikan dan pengembangan kualitas
maka berarti bank tersebut sudah membiarkan dirinya untuk disaingi oleh pesaing
lainnya yang juga ingin memiliki posisi sebagai bank yang lebih berkualitas.
4. Pengembangan sumber daya manusia
Peranan departemen atau bagian ini
adalah mengembangkan sumber daya manusia yang bekerja di suatu bank agar sumber
daya manusia yang ada dapat menjadi lebih potensial dan dapat menghadapi
tantangan jaman dan perubahan-perubahan yang begitu cepat.
TOTAL QUALITY BANKING DALAM ERA
GLOBALISASI
Era globalisasi dapat dikatakan era ‘konsumen’ karena
konsumen lebih memiliki kekuatan untuk memilih produk dan jasa yang akan
dinikmati. Terdapat beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut di atas
yaitu ;
1. Munculnya suatu kelompok masyarakat yang
memiliki daya beli tinggi dengan jumlah populasi yang meningkat sehingga
merupakan suatu kelompok konsumen yang potensial. Oleh karena itu bank
hendaknya selalu harus memonitor dan melakukan tindakan proaktif terhadap
faktor demografi, psikografi, perilaku pembelian konsumen yang semuanya ini
akan mempengaruhi daya saing dalam kaitannya untuk menghimpun jumlah nasabah
suatu bank.
2. Membanjirnya atau semakin banyak jumlah
bank dalam pasar sebagai dampak dari pasar yang menguntungkan dan dengan jumlah
yang besar tersebut sehingga nasabah memiliki sejumlah alternatif pilihan yang
maksimum dan untuk kasus ini akan timbul istilah antara lain ‘customer
is the king’ dan ‘customer is always right’
3. Sistem komunikasi yang semakin baik
mengakibatkan konsumen dapat dengan cepat memiliki informasi lengkap tentang
produk dan pelayanan dari suatu produk atau jasa yang akan dibelinya dan dengan
informasi tersebut seorang konsumen dapat mengolah data sehingga dapat
memutuskan untuk membeli produk dengan manfaat yang paling optimal.
TOTAL QUALITY BANKING adalah suatu konsep yang hendaknya
diterapkan pada industri bank dalam rangka memenangkan persaingan antar bank.
Karena dalam era globalisasi ini atau era ‘konsumen’ seperti sekarang ini TOTAL
QUALITY BANKING merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian utama
dalam menghasilkan suatu produk maupun jasa yang bernilai tambah dan berkaitan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti quality (kualitas itu
sendiri), cost (berkaitan dengan efisiensi dalam hal biaya), delivery
(kecepatan dalam hal menyajikan produk atau jasa) & flexibility (kelenturan
dalam kaitannya dengan pemenuhan keinginan konsumen).
V. KESIMPULAN :
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dan dalam
mengantisipasi era globalisasi yang sering juga disebut era konsumen ini yang
mengandung perubahan cepat dalam segala hal maka perlulah bagi kita untuk
mengkaji beberapa hal yang krusial. Pasar yang cepat berubah, produk yang
berubah fungsinya, keinginan konsumen yang cepat berubah, didukung oleh
teknologi yang cepat pula berubah maka mau tidak mau kita pun perlu untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan itu sendiri sampai pada suatu situasi
keseimbangan. Faktor-faktor penting yang
perlu diantisipasi untuk menghadapi pasar yang chaos diera globalisasi ini
adalah :
1. Pentingnya penciptaan nilai bagi nasabah
2. Kualitas yang disajikan kepada nasabah
3. Mengkaji kembali siklus hidup Produk
Perbankan
4. Memberi Perhatian Khusus pada masalah STP
dan riset pemasaran
5. Mengamati perubahan yang terjadi baik
pada komponen-komponen perusahaan maupun pada perubahan ekstern
6. Memberikan penekanan pada keseimbangan
diantara komponen-komponen perusahaan dan pelaksanaan total quality banking.
7. Mengekspansi jaringan sistem informasi
konsumen
8. Komitmen pimpinan puncak perusahaan
& partisipasi aktif pegawai
9. Fasilitas penelitian & pengembangan
10. Pengembangan SUMBER DAYA MANUSIA
DAFTAR PUSTAKA
1. Riadi Mochtar DR, MENCARI PELUANG DI
TENGAH KRISIS
2. Artikel-artikel INFOBANK, BISNIS
INDONESIA
3. Kartajaya ,Hermawan, MARKETING 2000
4. Kasali , Renald, Phd., MENDAYUNG
DITENGAH BADAI (Artikel)
5. Cahyono, Bambang Tri,Ph. D., STRATEGI
BISNIS PERBANKAN
6. BANK INDONESIA, LAPORAN TAHUNAN
7.
Mankiw, Gregory,
“Macro Economics”, New York : Worth Publishers, fourth edition, 2000
8.
Branson, H. Williem
and Litvack, M. James,”Macro economics”, New York: Harper & Row, Publishers, second edition,
1981
9. Glahe, R. Fred, “Macroeconomics, theory and policy”,
Harcourt Brace Jovanovich, Ind.,1973