DAFTAR ISI

© 2001  FR. HARYANTO                                                Posted: 28 May 2001     [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)  

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

WAJAH PERBANKAN INDONESIA

MENUJU ERA GLOBALISASI

 

 

 

 

Oleh:

 

FR. HARYANTO

P01600014

 E-mail: sparkle@bdg.centrin.net.id

 

 

 

 

I. PENDAHULUAN

     Ditengah keterpurukan dunia perbankan di Indonesia saat ini dengan tingkat kepercayaan masyarakat yang belum pulih dan ditambah dengan tingkat persaingan yang tidak hanya regional saja tetapi sudah mengglobal, bank-bank yang masih hidup ini hendaknya secara cepat tanggap mengkaji ulang kembali tentang perubahan-perubahan yang ada serta dengan cepat mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut termasuk perubahan formasi peta pasar yang terjadi. Dari sudut marketing, bagi kalangan usaha dan bidang usaha manapun untuk dapat bertahan saja dalam situasi persaingan pasar yang mega kompetitif dan dinamis ini sangatlah perlu untuk mencermati perubahan-perubahan pada komponen marketing dan hal ini dimaksudkan agar penerapan strategi dan taktik perusahaan khususnya marketing dalam mengelola usahanya sesuai dengan perubahan yang terjadi. Untuk dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan dan persaingan yang amat dinamis ini maka salah satu prasyarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan adalah memahami pasar itu sendiri dengan cara memandang pasar yang benar dan kemudian menyesuaikan kapasitas internal perusahaan dengan pasar tujuan.

     Tugas ini dibuat dengan kajian dari sudut pandang epistemologi,ontologi dan aksiologi serta teleologi. Penjabaran dari sudut pandang tersebut di atas kami masukan kedalam tulisan berikut  sehingga tidak lagi menjelaskan tujuan khususnya satu persatu.

      Fungsi dasar dari keberadaan lembaga keuangan perbankan seperti yang tertera dalam Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang ‘Perbankan’ adalah sebagai lembaga yang melakukan mobilitas dana dan kemudian menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit dengan menerapkan konsep prudent banking yang menuntut setiap bankir untuk berhati-hati dalam menjalankan usahanya.

      Menurut DR MOCHTAR RIADY dalam bukunya MENCARI PELUANG DITENGAH KRISIS mengatakan bahwa MASA DEPAN PERBANKAN INDONESIA DENGAN EMPAT TANTANGAN yaitu :

 

¨      Sistem komunikasi yang serba canggih dan borderless akan memberi pengaruh perubahan third wave dan dunia luar akan menuntut perbankan Indonesia untuk mampu menyediakan berbagai layanan yang memadai dibandingkan dengan bank-bank di luar negeri

¨      Kebijakan penetapan suku bunga deposito yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman dan berdampak terhadap pembangunan ekonomi

¨      Fokus ruang lingkup Bank di bidang wholesale banking atau retail banking, sehingga jasa yang diberikan menjadi lebih optimal.

¨      Bisnis perbankan sifatnya service oriented dan lebih information intensive, karena itu perlu melakukan penyesuaian diri dalam office automation.

 

     Dalam kaitannya dengan globalisasi maka akan terjadi shifting dalam segala hal terutama untuk lingkungan dunia usaha dan yang perlu dianalisa lebih lanjut adalah bagaimana sebaiknya dunia perbankan Indonesia  menanggapi berbagai perubahan yang akan terjadi itu . Untuk mampu berkembang atau paling tidak untuk mempertahankan eksistensi perbankan di Indonesia perlu mencermati perubahan-perubahan itu dan kemudian berusaha memetik peluang dari setiap perubahan yang terjadi karena dunia perbankan sangatlah terkait erat dengan perputaran dunia usaha pada umumnya dan hal ini dapat diibaratkan dua sisi mata uang yang terdapat dalam satu mata uang. Fenomena globalisasi sebagai akibat perubahan teknologi yang begitu cepat akan menciptakan suatu keadaan yang baru dengan ciri khasnya semua serba cepat berubah sehingga  segala sesuatunya termasuk situasi ,kondisi dan peta pasar menjadi bersifat hanya sementara. Berdasarkan anggapan tersebut diatas maka DR. MOHTAR RIADY mencoba merumuskan yang disebut 5 wawasan strategi usaha yang perlu diperhatikan dunia perbankan terhadap pengelolaan perusahaan untuk menghadapi era globalisasi ini yaitu:

¨      Pertama, setiap organisasi, baik pemerintahan maupun swasta, akan cenderung berbentuk lebih sederhana dan bersifat terbuka. Struktur organisasi intern perusahaan dituntut lebih bersifat horisontal, dan   terdesentralisasi

¨      Kedua, konsep management yang diterapkan perlu didasarkan pada wawasan waktu, ruang atau jarak yang sangat dipengaruhi oleh teknologi.

¨      Ketiga, struktur pemilikan saham yang cenderung berbentuk holding company, untuk menguasai beberapa perusahaan secara bersusun (dari bentuk horisontal yang populer sebelumnya menjadi vertikal).

¨      Keempat, setiap menyusun strategi usaha kita harus menyadari bahwa abad ke 21 adalah abad perbandingan keunggulan teknologi serta kualitas sumber daya manusia.

¨      Kelima, penempatan sumber daya manusia dituntut untuk lebih menitikberatkan pada faktor ekonomis dan profesionalisme dibandingkan pada faktor politis atau keluarga

 

7 TATANAN BARU BIDANG KEUANGAN

     Proses globalisasi juga dengan sendirinya akan mengubah dunia perbankan itu sendiri dan telah mendorong terjadinya revolusi dalam fungsi mata uang, yang selanjutnya menghasilkan 7 macam dasar permainan perekonomian dan keuangan yang baru. Semuanya akan mempengaruhi kebijakan keuangan dan perekonomian dan strategi-strategi baru dari perusahaan-perusahaan diseluruh dunia. 7 tatanan baru itu terdiri dari :

a.    Liberalisasi informasi

b.    Komoditasi currency

c.     Sekuritas Assets

d.    Globalisasi sekuriti/ moneter

e.    Globalisasi market

f.      Propertisasi hal milik intelektual

g.    Fungsi pasar modal yang menggantikan sebagian besar fungsi commercial banking

 

     Pengaruh yang terjadi dari ke 7 tatanan tersebut akan melahirkan market driving force, yang dewasa ini menjadi semacam trend dalam perdagangan, keuangan, dan perekonomian dunia. Trend tersebut perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan pedoman dalam pengambilan keputusan strategi usaha bagi para pucuk pimpinan, baik dalam pemerintahan maupun sektor swasta. Situasi dan kondisi perekonomian yang serba bergejolak dengan terjadinya komoditisasi currency, asset securitization, dan globalisasi keuangan serta kemajuan teknologi dalam telekomunikasi, telah mengubah nilai dan konsep manajemen keuangan. Penemuan teknologi yang semakin cepat menyebabkan lifecycle of product yang semakin pendek, dan ini makin mempercepat lagi terjadinya perubahan dalam gaya hidup masyarakat, ideologi, politik dan struktur perekonomian yang semua itu akan membawa kita kedalam  keadaan yang sementara dan hal-hal yang sifatnya relatif, sehingga perusahaan perlu memiliki suatu strategi yang lebih fleksibel untuk menghadapinya.

 

II. KEPERCAYAAN DAN DANA MASYARAKAT

     Sebagian masyarakat berpendapat bahwa komoditi bank adalah uang dan usaha bank adalah jual beli uang. Dengan pengertian ini maka berarti suatu transaksi pinjaman itu ditentukan oleh tinggi rendahnya suku bunga. Timbul pertanyaan, sekiranya seorang calon debitur yang menyediakan barang jaminan yang cukup dan juga bersedia membayar bunga yang lebih tinggi namun memiliki reputasi yang kurang baik, apakah dia mendapatkan fasilitas yang dimintanya ?. Kami kira tidak , karena barang jaminan pun masih mempunyai kelemahan. Seringkali kita alami, baik didalam dan diluar negeri, untuk mengadakan suatu eksekusi atas barang jaminan, pihak bank harus menempuh berbagai prosedur dan proses hukum yang berbelit-belit disamping kemungkinan kesulitan mendapat pembeli yang layak. Apalagi jika debitur itu memang beritikad kurang baik dan telah memiliki reputasi yang tercela, prosedur untuk menguasai barang jaminan tersebut  tentu akan semakin sulit. Oleh karena itu unsur kejujuran dan reputasi seorang calon debitur mempunyai bobot paling besar dalam mempertimbangkan pemberian kredit.

     Sebaliknya, jasa perbankan yang akan dimanfaatkan oleh khalayak ramai selalu menyangkut soal keuangan. Uang diserahkan kepada bank hanya diganti dengan sehelai kertas tanda terima dari bank. Faktor kepercayaanlah yang menyebabkan nasabah bersedia menukarkan uangnya dengan kertas tanda terima tersebut. Kita dapat menarik kesimpulan bahwa kepercayaan merupakan komoditi inti yang diperjualbelikan oleh bank, dan uang hanya merupakan instrumen pembayaran dalam transaksi jual beli kepercayaan ini.

     Dalam jual beli kepercayaan, harus lebih diutamakan menjual dari pada membeli kepercayaan, untuk itu para bankir dituntut untuk mempelajari aspek psikologi dari sipembeli, yaitu orang yang memiliki uang yang akan mempercayakan uangnya kepada bank. Jika pedomannya adalah mengutamakan membeli kepercayaan, maka sasarannya adalah orang-orang yang membutuhkan uang (kredit). Perbedaan sasaran ini sangat mempengaruhi sikap dan tingkah laku bankir. Dan keduanya sangat bertolak belakang. Hal ini terkait dengan pemanfaatan dana bagi perbankan itu sendiri dan cara penggunaan dana dalam perbankan adalah sangat penting. Pemanfaatan dana dapat dilihat dari dua sudut yang berbeda. Pertama, apakah penggunaan dana bermanfaat bagi masyarakat luas, misalnya dengan membantu untuk membina usaha nasabah maka kita dapat menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, Kedua, bagaimana mengusahakan pemanfaatan dana semaksimal mungkin, agar dana tidak idle. Jenis usaha yang berbeda memiliki keperluan dana untuk waktu yang berbeda pula. Memang ini sangat erat kaitannya dengan kepandaian dan pengalaman seorang bankir dalam memilih proporsi nasabah-nasabahnya yang berasal dari berbagai jenis usaha, dan kemampuannya dalam menyusun perencanaan yang sempurna. Pemilihan nasabah dari berbagai jenis usaha yang berbeda itu adalah merupakan prinsip dari penyebaran resiko. Dan untuk hal tersebut perlu dikendalikan dan diawasi, pengendalian adalah bagaimana mengarahkan cabang-cabang untuk mencapai suatu tujuan atau target yang telah direncanakan. Sedangkan pengawasan yang efektif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan, atau hal-hal lain yang bertentangan dengan kebijakan perusahaan. Baik pengendalian dan pengawasan perlu adanya suatu tolok ukur berupa target dan sistem kerja (standar) dan tanpa adanya hal ini akan sulit untuk membuat suatu penilaian benar atau salahnya tindakan manajemen cabang.

 

PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT

      Pada dasarnya usaha bank dalam menghimpun dana masyarakat tidak akan pernah berhenti selama usaha masih bergulir. Dari waktu ke waktu, seiring dengan pertumbuhan suatu bank, dibutuhkan dana masyarakat dalam jumlah yang makin besar. Sumber dana lainnya untuk menunjang hidupnya perbankan adalah permodalan, pinjaman antarbank di dalam negeri atau pinjaman dari luar negeri bersifat terbatas dan tidak memadai serta cukup riskan bila harus dialokasikan untuk tujuan pemberian fasilitas kredit kepada nasabah, apalagi yang bersifat jangka panjang. Dengan demikian ketergantungan bank terhadap dana masyarakat masih besar dan akan selalu besar dan memang porsi pendanaan  perbankan sebagian besar memang berasal dari dana masyarakat dan hanya sebagian kecil saja yang beradal dari modal. Memang saat ini terdapat kesenjangan yang cukup besar antara dana masyarakat yang berhasil dihimpun dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan. Namun, hal ini tidak berarti bahwa bank-bank sedang mengalami kesulitan likuiditas. Bank-bank yang mengalami kelebihan dana berusaha bertahan agar masyarakat tidak memindahkan dananya kepada bank lain dan bahkan meningkatkan perolehan dana untuk kepentingan ekspansi kredit. Sedangkan bank yang masih kekurangan dana dengan sendirinya, berupaya keras untuk dapat memenuhi kebutuhan dananya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika bank-bank sangat agresif dalam menawarkan produk-produk dananya yang dikemas sedemikian rupa. Pada prinsipnya, orang menyimpan uang dibank untuk tujuan transaction and precautionary yaitu untuk kemudahan transaksi dan berjaga-jaga, tetapi dengan perkembangan lingkungan dunia bisnis yang begitu cepat maka untuk sebagian orang menyimpan uang ini dijadikan sebagai salah satu sumber untuk perolehan kelebihan pendapatan. Sepintas nasabah bank itu terdiri dari dua golongan yaitu nasabah penabung dan nasabah peminjam, dan menurut beberapa pakar perbankan akan timbul konsumen generasi ketiga yang menggunakan jasa perbankan untuk mempermudah transaksinya seperti pembayaran telepon, listrik, membayar pajak dan lain sebagainya. Transaksi ini ditangani karena merupakan suatu pangsa yang potensial dalam hal pengumpulan dana.

     Dibandingkan dengan deposito dan giro, produk tabungan lebih bersifat fleksibel. Setoran pertama relatif lebih ringan dan penarikan dapat dilakukan kapan saja dengan frekuensi yang tidak dibatasi. Sasaran pasarnya pun lebih luas, karena pada umumnya ditujukan untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah, termasuk eksekutif muda, pelajar dan mahasiswa. Disamping itu komposisi penduduk lebih besar ditengah dalam arti bahwa komposisi penduduk muda yang baru mulai memiliki pendapatan dan efek transaksionalnya lebih besar,  lebih dominan oleh karena itu produk tabungan lebih menarik dibandingkan dengan produk lainnya. Walaupun demikian keberhasilan perbankan dalam meningkatkan perolehan dana  tabungan akan sangat bergantung pada perkembangan pendapatan perkapita dan tingkat konsumerisme atau dapat kita sebut penggalangan dana perbankan tergantung pada perilaku konsumen itu sendiri dan bagaimana bank mengantisipasinya. Melalui produk tabungan dapat menciptakan customer base yang besar karena dana yang dihimpun bersifat lebih permanen dan tidak terlalu fluktuatif disamping itu secara bertahap produk tabungan dapat meningkatkan bank minded di masyarakat.

 

KEBUTUHAN DANA

     Pada saat ini bank masih sibuk mencari dana untuk menjaga likuiditasnya, bukan deposito, giro yang menjadi tumpuan harapan tetapi tabungan yang sebelumnya hanya dipandang sebelah mata oleh para Bankir karena hanya mengumpulkan uang ‘receh’ dari ratusan ribu nasabah. Sekarang banyak bank yang bersaing dipasar-pasar, sekolah ,universitas, dan pertokoan, bahkan dirumah sakit.

     Dan meskipun sukubunga mulai turun, gairah bank untuk mencari dana lewat tabungan banyak disebabkan karena banyak bank ingin mengubah struktur pendanaannya yang selama ini dibebani oleh deposito mahal dan kurang stabil. Produk tabungan memiliki potensi pasar yang sangat besar sejalan dengan perkembangan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia dan dana yang dihimpun lewat tabungan umumnya lebih permanen dan tidak terlalu fluktuatif. Selain punya fleksibilitas – bisa diambil semau nasabah dan berbunga lebih menarik , tabungan pun kini punya peluang untuk memenangkan hadiah miliaran rupiah dan sekarang masyarakat Indonesia makin menggemari tabungan karena fleksibilitas penggunaan dan keuntungan bunga yang diterima lebih baik.

Beberapa pengamat melihat bahwa lapisan masyarakat yang terdiri dari karyawan, ibu rumah tangga, ataupun mahasiswa yang merupakan pasar tabungan hanya bersifat transaksional – sebelum digunakan akan disimpan terlebih dahulu. Untuk mendukung hal ini maka kehadiran ATM ditambah dengan dukungan teknologi perbankan akan sangat pas dalam memenuhi kebutuhan nasabah generasi ketiga ini. Hal lain adalah kecepatan dalam membuka cabang dan jaringan teknologi yang digunakan, contoh : BII lebih dipercaya orang untuk mengelola Giro, sedangkan BCA tetap tak tergoyahkan sebagai bank yang dipercaya masyarakat untuk mengelola tabungan. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri lagi yaitu peran teknologi dan dukungan cabang untuk meningkatkan pelayanan menjadi sangat penting.

 

PELAYANAN  KONSUMEN

     Kualitas pelayanan, kemudahan dalam bertransaksi, dan kecepatan respon dalam menangani keluhan merupakan faktor-faktor yang sangat mempertimbangkan nasabah dalam memilih suatu bank. Sementara suku bunga atas suatu produk dana memang masih merupakan salah satu pertimbangan, tetapi tidak lagi merupakan faktor dominan.  Untuk itu perlu dikembangkan sistem dan teknologi serta kualitas sumber daya manusia. Dalam kaitannya dengan produk dana, tentunya harus dipahami terlebih dahulu jenis produk yang dibutuhkan masyarakat dan segmen pasar yang akan digarap. Kemudian dengan dukungan sistem dan teknologi dan sumber daya mansuia yang dimiliki hendaknya diupayakan untuk memenuhi tuntutan nasabah, baik yang menyangkut kemudahan dan kenyamanan bertransaksi maupun kualitas pelayanan. Dengan demikian teknologi sudah menjadi keharusan bagi bank untuk bersaing. Produk dana tertentu ada yang menawarkan bea siswa (tab. PALAPA bank Duta) yang dikhususkan untuk segmen pemuda, pelajar dan Pramuka, dan hal ini produk untuk orientasi jangka panjang dengan harapan pemuda, pelajar tersebut suatu saat akan menjadi profesional, pejabat atau pengusaha akan menjadi nasabah yang loyal. Kini dengan maraknya penggunaan teknologi canggih di sektor perbankan dipastikan bakal mengubah pola transaksi. Bank yang tadinya lebih banyak disibukan oleh transaksi yang berkaitan dengan uang tunai, penarikan dan atau penyetoran uang. Pada tahun 2000 mendatang akan berubah total. Saat itu, dengan dukungan teknologi canggih, bank akan berlomba-lomba memberikan jasa financial advisory kepada nasabahnya. Tahun 2000 mendatang diperlukan modal yang besar untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan yang bergerak di bidang jasa finansial. Ini diperlukan guna menangkis perang suku bunga. Keberanian untuk meninggalkan bisnis yang merugi, ketegaran untuk mendorong perubahan yang diperlukan, serta visi yang jelas tentang sasaran akhir. Tak hanya itu, para pimpinan puncak bank pun harus berubah dan menganggap manajemen penjualan sebagai ketrampilan yang baru dan perlu mendapat perhatian khusus. Ini penting guna mempertahankan dan merawat kekayaan (wealthcare) yang dimiliki oleh bank. Mereka dituntut dapat menghasilkan uang atas investasi yang telah mereka tanamkan scara besar-besaran. Sayangnya, sedikit sekali dari mereka yang melakukan refocusing untuk penjualan dengan cara pro aktif guna memperkuat reputasi mereka sebagai bank yang bonafide. Padahal, ini merupakan kunci sukses untuk mencapai transisi dari dunia transaksi masa kini ke dunia layanan lebih komprehensif di masa depan.

     Banyak bank yang mengotomasikan transaksi rutin di counter-counter mereka. Itu terjadi beberapa tahun belakangan ini dan diperkirakan bakal lebih marak lagi pada 10 tahun mendatang. Bahkan kecenderungan otomasi itu telah pula memasuki back office sebuah bank. Hal ini tentu saja akan membalikkan kegiatan yang terjadi pada sebuah bank yang dari semula lebih banyak menangani transaksi yang berhubungan dengan uang tunai ke transaksi yang lebih bersifat financial advisory.  Seperti BII, agar nasabah bisa lebih mudah menyampaikan keluhan ataupun mengemukakan pertanyaan. BII bukan hanya menawarkan SuperCall yang tetap on 24 jam tetapi juga memasuki dunia Cyberspace yaitu dengan menawarkan layanan komunikasi dan informasi melalui internet. Cara semacam ini memang harus dilakukan sebuah bank kalau ingin tetap sukses. Artinya meskipun BII mengincar penabung dengan menawari hadiah besar, tetapi tidak berarti mengabaikan masalah nilai yang akan didistribusikan kepada nasabah. Menurut Hermawan Kartajaya penciptaan nilai bersumber pada brand, process, dan services. Dan pada situasi persaingan yang ketat ini merk memiliki peran yang penting karena konsumen menghadapi pilihan yang sedemikian banyaknya. Oleh karena itu bank-bank di Indonesia memiliki tugas berat agar merknya dapat menembus benak calon konsumennya atau nasabahnya. Disisi lain masih menurut Hermawan, agar lebih mudah dipilih prospek adalah diharuskannya terdapat suatu arti yang melekat pada merk entah itu sebagai bank yang memiliki teknologi tinggi, bank yang memililki pelayanan prima, atau masih banyak lagi. Orang yang ingin uangnya aman tentu akan memilih bank yang memberikan rasa aman, dan orang yang ingin menikmati layanan baru yang berkaitan dengan kemudahan akan memilih bank yang inovatif. Memang benar, merk tidak hanya sekedar logo atau nama saja yang berkaitan dengan tangible dimension melainkan lebih kepada penciptaan nilai untuk kepuasan nasabah. Dengan kata lain untuk membuat suatu merk dapat bermakna dimata nasabah, bank harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pelanggannya, termasuk mengembangkan nilai yang diinginkan konsumen baik dari sudut content, context differentiation maupun infrastrukturnya. Hal lain yang tidak dapat diabaikan oleh dunia perbankan adalah sebagai perusahaan jasa, jelas tidak dapat mengabaikan lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu reliability (kemampuan untuk memberikan layanan sesuai dengan yang dijanjikan), assurance (Kredibilitasnya), empaty (sentuhan manusiawi dalam melayani nasabahnya), tangible (tidak berujud) dan responsiveness (kemauan membantu konsumen dan memberikan layanan secara cepat)

     Berkaitan pelayanan pada nasabah maka hal ini dapat kita kaji dari beberapa sudut yaitu Kualitas pelayanan itu sendiri dan SDM-nya, biaya penyelenggaraan pelayanan, kecepatan dari pelayanan itu sendiri. Karena saat ini sulit untuk memperoleh nasabah yang  memiliki tingkat loyalitas tinggi dan mereka semakin kritis dan semakin banyak alternatif yang tersedia, oleh karena itu layanan nasabah dan teknologi yang mendukung pada kemudahan nasabah menjadi bahan pertimbangan khusus. SDM memang merupakan unsur paling utama terutama dalam bisnis perbankan. Oleh karena produk perbankan cenderung lebih bersifat intangible maka produknya  lebih melekat pada karyawannya melalui pelayanan yang diberikan kepada nasabah. Bank di Indonesia umumnya menyisihkan 5 % dari anggaran biaya karyawan untuk keperluan pendidikan SDM-nya. Bagi bank-bank yang sudah mapan pengembangan manajemen seperti executive development program, management development program atau nama lainnya sudah merupakan program baku dalam bidang SDM. Program-program yang dijalankan secara berkesinambungan dan konsisten akan membuahkan hasil pada beberapa tahun kemudian.

 

SEGMENTASI, TARGETING & POSITIONING

     Globalisasi, pembangunan ekonomi, dan pembangunan dibidang lainnya telah membentuk kelompok-kelompok baru dalam masyarakat sehingga menuntut pihak perusahaan untuk mengubah pula pola untuk melayani kelompok-kelompok baru tersebut agar kelompok tersebut menjadi different dari satu kelompok dengan kelompok yang lain. Hal ini didasari oleh pemikiran yang didahului oleh konsep segmentasi, targeting kemudian baru positioning. Konsep ini sudah umum ditemui baik dikalangan akademisi maupun praktisi.  Segmentasi pada dasarnya adalah suatu cara pandang dalam melihat isi dunia ini (Rhenald Kasali) yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya pada masing-masing segmen dan memberikan kepuasan kepada orang-orang yang menghuni segmen-segmen tersebut. Dalam pandangan ini, masyarakat dipandang sebagai suatu pasar yang ada pada sejumlah segmen-segmen dan segmen ini akan terus berubah mengikuti perubahan itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemasar perlu mengamati lebih jeli perubahan-perubahan yang terjadi karena hal ini akan berpengaruh pada penetapan target pasar dan positioning-nya. Hanya dengan demikian maka pemasar dapat memperoleh kepuasan konsumen dan kelanggengan usaha yang didirikannya.  Jadi sebelum kegiatan pemasaran dilakukan maka memerlukan dulu siapa targetnya dan kalau hal ini sudah jelas maka baru kita bicarakan bagaimana melayani, menjangkau, mempertahankan dan menumbuhkan kesetiaan dari konsumen pada kita.

     Praktisi pemasaran umumnya sering terjebak pada cara memandang pasar yang cukup dengan itu-itu saja seperti segmentasi berdasarkan geografi, demografi, psikografi, dan perilaku sedangkan menurut buku yang ditulis oleh Rhenald Kasali adalah perlu adanya analisa Cohort.  Cohort umumnya muncul dalam ilmu kependudukan, yaitu cenderung lebih diartikan suatu generasi dan setiap generasi dipercaya dapat menunjukkan suatu klasifikasi yang dapat digunakan untuk meramalkan keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu produk tertentu. Berkaitan dengan hal ini adalah segmentasi apriori (Rhenald K.) yang dilakukan sebelum suatu survei dilakukan dengan cara memilah-milah pasar pada berdasarkan ciri-ciri yang sudah ada. Sedangkan pendekatan baru yang dikenalkan oleh Rhenald Kasali adalah post-hoc segmentation yaitu melakukan segmentasi setelah data dikumpulkan dan dianalisa sesuai atribut yang dianggap penting. Jadi pendekatan post-hoc adalah pendekatan yang berorientasi pada riset dan pendekatan yang dilakukan oleh pihak yang berbeda dapat menghasilkan segmen yang berbeda. Kekuatan dari pendekatan ini adalah tergantung dari pengetahuan pemasar terhadap produk dan pasarnya, dan pengetahuan ini akan membimbing pemasar pada atribut-atribut yang layak digunakan untuk  analisa segmentasi.

     Dengan perubahan yang terjadi begitu cepat maka strategi marketing yang didasarkan pada memilah-milah pasar, penetapan pasar sasaran dan menetapkan positioning perusahaan maupun produknya juga hendaknya mengikuti perubahan yaitu dengan melakukan resegmenting, retargeting dan repositioning. Misalkan pada saat 16 bank dilikuidasi beberapa tahun yang lalu, masyarakat menjadi was-was kalau uangnya bakal amblas hilang entah kemana kalau konsumen itu menyimpan uangnya di bank. Oleh karena itu maka pihak bank yang jeli akan melihat bahwa target market yang ada berubah dan dengan demikian menuntut bank untuk menjadi fleksibel dalam menyajikan jasa-jasanya dan hal ini akan juga mengubah positioning yang sudah ada. Kita sebagai pemasar tidak dapat memisahkan begitu saja dengan cara menjangkau pasar tetapi pemasar juga bertanggung jawab terhadap keselamatan pasar anda. Pemasar yang bertanggung jawab tidak hanya memperhatikan kepentingan laba, pertumbuhan dan perkembangan saja tetapi lebih menyeluruh yaitu kepentingan stake holder. Akibatnya adalah pemasar akan memperoleh imbal balik berupa satisfaction customer, kemudian konsumen yang ada dapat menjadi retention customer dan akhirnya memungkinkan untuk meng-acquisition customer.

 

MANAJEMEN PENJUALAN

     Berkaitan dengan hal diatas maka penekanan terhadap pentingnya manajemen penjualan tidaklah berlebihan. Dengan adanya teknologi server misalnya peran teller akan berubah menjadi seller mengingat data nasabah telah tersedia dengan memadai di monitor komputernya. Para pimpinan bank harus mengakui bahwa sales management merupakan suatu peran di masa depan. Untuk itu diperlukan perumusan yang lebih fleksibel terhadap manajemen penjualan ini serta menegakkan pendekatan sales management dalam operasionalisasi dibank-bank yang ada. Seringkali kalangan perbankan menganggap sales management tidak lazim di perbankan. Manajemen yang baik membuat organisasinya selalu mengerjakan hal yang tepat. Sedangkan manajemen penjualan mengawasi dan mengendalikan  kegiatan yang menyebabkan masuknya bisnis dan didasari oleh rencana operasional tahunan. Tapi umumnya sistem teknologi yang ada dan telah direncanakan yang lazimnya mendukung proses operasional dan pencapaian produksi, tapi bukan mendukung pada manajemen penjualan. Proyek front office lebih menyangkut pembaharuan kembali ketimbang mengenai staf dan pemasukan. Sedikit sekali orang yang memiliki tugas sales dalam spesifikasi peran atau tugas kerjanya. Manajemen penjualan sebagai frase boleh dikatakan tidak ada dalam kamus perbankan dan bagian audit jarang memeriksa bidang tersebut bahwa upaya itu sebetulnya mendatangkan pemasukan. Proyek-proyek sentralisasi back office bertujuan untuk menghapus pekerjaan di kantor cabang. Sedangkan, mereorganisasi karyawan untuk penjualan seringkali diluar jangkauan. Ini disebabkan sistem pengukuran kerja biasanya menganggap proses sebagai bisnis inti, sedangkan penjualan dianggap sekunder. Kegiatan penjualan itu seringkali tidak dapat dikuantifisir serta dianggap sebagai karya yang tidak dapat diukur. Resources pada umumnya didasarkan pada hasil transaksi yang tercatat (historis) tanpa peluang untuk potensi penjualan dimasa mendatang. Para manajer umumnya berpendapat jika kinerja penjualan tidak meningkat maka anggapannya terjadi under resourcing. Namun sebenarnya mereka umumnya kurang tahu bagaimana memanajemeni penjualan. Tak ada satupun proyek teknologi yang dapat memapankan manajemen penjualan dengan sendirinya. Sebaliknya, perubahan-perubahan cepat yang tepat pada cara-cara orang mengerjakan sesuatu dapat langsung membuahkan hasil. Dan juga menyiapkan karyawan menjadi sangat efektif jika diberi dukungan teknologi yang baik. Tentu saja hal itu memerlukan upaya intelektual yang terfokus. Tapi perubahan yang cepat untuk manajemen penjualan – berdasarkan praktek yang baik, dapat diukur dalam beberapa bulan. Manajemen penjualan adalah ujung tombak dan marketing harus menyediakan bahan bakar yang tepat, sehingga perlu restrukturisasi marketing. Tool kit untuk manajemen penjualan yang praktis membantu karyawan untuk memahami dan memerankan peran mereka yang baru.

 

PENGEMBANGAN  PRODUK

     Dalam mengembangkan suatu produk perbankan hendaknya dipertimbangkan kebutuhan masyarakat, segmen yang menjadi target, kemasan dan cara penyajian yang memadai dalam bentuk prosedur yang mudah, cepat dan kualitas pelayanan prima dan penanganan keluhan nasabah hendaknya ditangani secara cepat, tepat dan benar serta memuaskan nasabah. Untuk ini semua diperlukan aparat yang disiapkan secara optimal, produk itu sendiri maupun pola penanganan yang harus dilakukan. Agar produk perbankan dapat terserap pasar dengan baik maka pertama, produk yang ditawarkan berorientasi pada pasar serta kebutuhan dan kenyamanan nasabah yang memenuhi kriteria sebagai berikut : fitness to standard yang artinya tidak menyimpang dari peraturan dan kelaziman. Fitness to use yaitu produk harus disesuaikan dengan kebutuhan yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Fitness to cost yaitu menghindari penciptaan produk baru yang membutuhkan biaya diluar kemampuan sehingga biaya produk menjadi lebih tinggi dari produk kompetitor. Kedua, produk yang ditawarkan haruslah bermutu dalam arti memenuhi kriteria : kualitas yang terjamin melalui penerapan product life cycle. Ketiga, biaya produk yang dijual tidak membebani nasabah dan bank. Penggunaan teknologi tinggi harus diperhitungkan dalam pricingnya. Keempat, ketepatan dalam penyerahan yang diinginkan nasabah. Misalnya menghindari ATM tak berfungsi ataupun habisnya persediaan uang di ATM. Kelima Pelayanan kepada nasabah harus diberikan dengan pendekatan secara pribadi (personal approach) dan terakhir moral karyawan bank yang harus dapat menggalakkan semangat dan profesionalisme bank dapat terwakili, yang akhirnya mendorong timbulnya brand image.

 

III. PERSAINGAN BANK

     Persaingan yang terjadi antar bank dalam menawarkan produk yaitu dalam hal harga dan pelayanan dan hal ini akan mengakibatkan nasabahnya loyal atau akan hijrah ke tempat lain. Pelayanan private banking memang sangat bervariasi dalam hal harga dan pelayanan tapi pada umumnya berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asiaweek, banyak bank yang membebankan biaya dengan suatu rate tetap yang standar antara 0,75 % sampai 1 % per tahun untuk semua dana yang berada dibawah pengelolaannya. Tapi, ada sejumlah standar di industri private banking untuk pekerjaan yang sifatnya  penasehat, ditambah fee yang bervariasi untuk wilayah hukum yang berbeda,bahkan berbeda menurut besarnya rekening nasabah. Dalam kegiatan private banking itu sendiri tidak ada patokan untuk mengukur kinerja pelayanan yang ditawarkan suatu bank. Sebab, private banking memang berkaitan dengan ansabah individual dan mengatur portofolionya sesuai dengan permintaan dan kebutuhan nasabah tersebut. Yang jelas, bank-bank besar menawarkan jasa penasihat investasi dan jasa kredit yang beragunan. Bank-bank ini menawarkan manajemen dana dan aset. Sebagian besar melengkapinya dengan jasa kepialangan, perdagangan valuta asing, perencanaan pajak, dan reksa dana (mutual fund). Bahkan kalau bank-bank besar ini tidak menyediakan pelayanannya secara langsung kepada nasabah, mereka akan tetap melayani permintaan nasabah terebut, tapi melalui bantuan pihak luar (outsourcing). Tentu saja bank-bank kecil yang membantu bank-bank besar dalam private banking ini sudah mempunyai hubungan yang mantap sehingga bank-bank kecil ini bisa memberikan juga suatu jangkauan pelayanan yang menyeluh. Hal lain yang melingkupi kegiatan private banking, yaitu sikap tutup mulut industri tersebut dan kebutuhan untuk melindungi rahasia para nasabahnya. Para bankir yang melakukan kegiatan private banking tidak telalu bersemangat membicarakan perbedaan pelayanan dan fee yang dibayar nasabahnya tapi fokus mereka memang dipelayanan nasabah. Kegiatan private banking juga dilakukan oleh bank-bank asing seperti AMEX dan CITIBANK. Kedua bank ini tampak jelas dalam persaingannya di private banking.

     Pelayanan private banking, karena sifatnya memang sangat mahal. Persyaratan untuk pelayanan yang benar-benar bersifat individual menyebabkan biaya tinggi, tapi sebagian besar biaya ini muncul karena skala investasi. Maka tak heran kalau para nasabah yang merasa membutuhkan pelayanan private banking tampaknya tidak menjadikan harga yang harus dibayar sebagai pertimbangan utama. Menurut survei Asiamoney, masalah yang menentukan bagi bank dan nasabah mengenai private banking ini adalah kinerja (performance). Jadi, menarik dan mempertahankan nasabah private banking bukanlah pekerjaan mudah dalam suasana persaingan yang ketat ini.

 

PERILAKU NASABAH INDONESIA DAN TUNTUTANNYA

     Dunia usaha saat ini sedang mengalami transisi, dari era revolusi industri menuju era revolusi informasi dan komunikasi dan untuk ini akan mengakibatkan perubahan dalam hal teknologi yang akhirnya akan merubah pasar itu sendiri. Memang pada awalnya produk dihasilkan pertama kali sebagai customized products, kalau product tersebut menjadi makin populer maka produk tersebut menjadi mass product. Selain tuntutan konsumen yang makin beragam, satu sisi persaingan makin ketat di dunia usaha, juga merupakan salah satu pemicu bagi produsen untuk menciptakan produk yang berkualitas.

Kecenderungan sekarang nasabah makin kritis, baik dalam memilih bank maupun produk-produk dana. Gedung-gedung mewah dan iklan yang bertubi-tubi tidak secara langsung dapat menarik minat nasabah untuk bergabung dengan suatu bank. Kalaupun nasabah itu jadi bergabung maka tidak ada jaminan yang pasti bahwa nasabah itu akan berhubungan dengan bank tersebut dalam jangka waktu yang lama jika kita kurang memperhatikan kebutuhan nasabah.

     Dalam memuaskan kebutuhan pelanggan eksternal, harus pula diimbangi dengan proses saling memuaskan diantara pelanggan internal. Sehingga akan tercipta kepuasan secara berantai dari hilir hingga ke hulu sepanjang value chain. Selain itu, peningkatan keunggulan daya saing tidak hanya dilakukan untuk memperbaiki kesalahan dan mengejar keterbelakangan – melalui downsizing dan reengineering, tapi juga merupakan suatu usaha dalam melampaui para pesaing.

     Umumnya terdapat beberapa bahan pertimbangan yang perlu dicermati dalam hal perilaku nasabah : Pertama, menabung karena rasa aman, kedua, menabung karena melihat suku bunga yang tinggi, ketiga, nasabah yang percaya kepada salah satu pejabat bank., keempat lokasi bank yang dekat dengan aktivitas yang dilakukan oleh nasabah. Dan berdasarkan penelitian yang pernah  dilakukan oleh Surindo Utama dan Business Information Services, terdapat delapan variabel utama yang menjadi sumber masyarakat mengenal perbankan seperti teman (31%), Koran (21%), Televisi (12%), Billboard (11 %), Pamflet (10%), Papan nama Bank (8%), dari Kantor (2%), Majalah (2%). Dari hasil riset itu terlihat, bahwa variabel yang paling dominan dari masyarakt (Jakarta) dalam proses masyarakat mengenal perbankan adalah dari teman, sedangkan dari alasan nasabah dalam memilih bank atau membuka tabungan disuatu bank adalah :

a.    Aman dan terpercaya  (25 %)

b.    Pelayanan yang memuaskan (17%)

c.     Milik Pemerintah (13%)

d.    Dekat Kantor (12%)

e.    Bunga Tinggi (8%)

f.      Bonus & hadiah besar (8%)

g.    Produk atau jasanya banyak (7%)

h.    Banyak Cabang (5%)

i.       Manajemen yang baik (5%)

j.      Milik konglomerat (5%)

k.     Promosi gencar (1%)

l.       Citra baik (1%)

m.  Ada Asuransi (1%)

n.    Minggu Buka (1%)

 

IV. SISTEM MANAJEMEN MUTU PERBANKAN DALAM ERA GLOBALISASI

 Bank seperti yang telah dikemukakan dimuka adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa yang mana memiliki fungsi sebagai penghimpun dana yang diperoleh dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat. Pada saat ini persaingan yang terjadi antar bank di kota-kota besar dapat dikatakan amat ketat dan masing-masing bank ingin memperoleh pangsa yang terbesar dan paling banyak dari kue perbankan yang ada.

Untuk itu suatu bank yang masuk dalam suatu persaingan untuk memperoleh pangsa yang besar hendaknya mampu memberikan kualitas pelayanan yang baik dan bahkan yang paling baik dengan harapan akan dapat menjaring nasabah-nasabah lebih banyak.

 

Sasaran suatu perusahaan umumnya ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi untuk mencapai hal itu perlu kiranya kitapun mencapai 4 faktor yang mempengaruhi perolehan keuntungan yaitu QUALITY, COST, DELIVERY dan FLEXIBILITY.  Tanpa mencapai sasaran pendahuluan tersebut maka perusahaan akan tertinggal jauh dalam persaingan dalam industrinya, bukan tidak mungkin tanpa mencapai sasaran pendahuluan tersebut perusahaan tidak dapat beroperasi tetapi hal itu kurang optimal. Suatu bank melakukanoperasinya melalui 4 fungsi utama seperti MARKETING, OPERATION, ACCOUNTING & FINANCE, dan HUMAN RESOURCE dan keempat fungsi ini saling terkait antara satu fungsi dengan fungsi lainnya dan mau tidak mau harus memperhatikan empat faktor di atas dalam pelaksanaannya.  Hal tersebut diatas dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

 

 

Quality  sebagai faktor yang hendaknya dipertimbangkan dalam operasi perusahaan, karena jika kita menjual produk atau jasa kita memiliki kualitas yang kalah bersaing dengan kompetitor kita sepertinya percuma saja. Beberapa pakar tentang kualitas memberikan pengertian tentang hal itu seperti :

 

KAORU ISHIKAWA

A quality of product is the product which is most economical, most usefull and alwalys satisfactory to the customer “

 

JOSEPH  M  JURAN

Meeting the needs of customers and thereby provide product satisfaction and freedom from deficiencies “

 

 Sedangkan pakar lain memberikan pengertian kualitas dalam gaya yang lain seperti :

-         The meaning of excellence

-         Not only satisfying customers, but delighting them, innovating and creating

-         Providing our customer with products and service that consistently meet their needs and expectations

 

Dari pengertian tersebut di atas dapat kita lihat bahwa terdapat 3 hal besar yang perlu diperhatikan seperti : Pemuasan terhadap keinginan konsumen, kesesuaian terhadap suatu standart produk atau jasa dan biaya yang terjangkau. Oleh karena itu kita dapat melihat bahwa penerapan kualitas pada suatu perusahaan adalah sangat krusial bagi perusahaan yang ingin ‘going concern’ sehingga akan mempengaruhi pada pangsa pasar yang sudah diperoleh dapat dipertahankan atau bahkan dapat diperluas.

Karena suatu bank bergerak dalam bidang jasa maka faktor pelayanan merupakan hal yang krusial untuk  diperhatikan agar konsumen dapat merasa puas dan tingkat kualitas pelayanan pada konsumen dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut :

a.    Seluruh kegiatan difokuskan pada konsumen, baik konsumen internal (intern organisasi) maupun konsumen eksternal (konsumen yang sebenarnya).

b.    Memiliki tujuan yang jelas.

c.     Memiliki obsesi terhadap pencapaian kualitas pelayanan yang prima

d.    Memiliki komitmen terhadap pencapaian kualitas pelayanan dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

e.    Menumbuhkan budaya kerja ‘tim’.

f.      Melaksanakan ‘continuous improvement’

g.    Adanya partisipasi aktif dari setiap anggota organisasi perusahaan terhadap pencapaian kualitas pelayanan.

 

Hal-hal tersebut di atas dapat ditunjukkan dalam bagan sebagai berikut :

 

Dalam konteks perbankan dalam kaitannya dengan persaingan antar bank yang kompetitif beberapa pakar memberikan sudut pandangnya dalam rangka memenangkan persaingan yang sangat ketat tersebut melalui pencapaian tingkat kualitas pelayanan yang prima adalah perlu bagi pihak perbankan untuk memperhatikan beberapa faktor seperti tersebut di  bawah ini :

a.      Realibility

Hendaknya perbankan memberikan kualitas pelayanan sesuai dengan komitmen perusahaan dengan demikian image perusahaan pun dapat ditingkatkan.

b.     Assurance

Tingkat kepercayaan atau jaminan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen adalah maksimal atau optimal.

c.      Emphaty

Dalam hal ini pihak  perbankan pun hendaknya tanggap terhadap apa yang sebenarnya diinginkan oleh konsumen.

d.      Responsiveness

Bersikap tanggap dalam memberikan pelayaan pada konsumen (baik dalam melakukan awal transaksi, sesudah melakukan transaksi maupun dalam menghadapi keluhan dari konsumen)

Pada dewasa ini konsumen semakin memperhatikan KUALITAS PELAYANAN untuk produk atau jasa yang dibelinya, oleh karena itu suatu Bank yang ingin mempertahankan atau bahkan memperluas pangsa pasarnya hendaknya tetap mempertahankan mutu pelayanan yang diberikan dan juga secara terus menerus dikembangkan dan disempurnakan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik pada konsumen, dan jika hal ini dicapai maka konsumen (nasabah) relatif akan lebih loyal terhadap perusahaan karena perusahaan tanpa konsumen tidak akan berarti apa-apa. Untuk itu bank sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa mau tidak mau  harus menerapkan konsep TOTAL QUALITY BANKING dalam operasinya sehari-hari, dimana hal tersebut akan menghasilkan kualitas pelayanan yang prima maka dapat diharapkan efek multiplier dari pelayanan prima tersebut atau efek ‘getok tular’ (mouth to mouth advertising) dari konsumen yang telah merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan.

Kualitas adalah salah satu syarat bagi perusahaan untuk ‘going concern’ dan hal tersebut akan membedakan suatu bank dengan bank yang lain sebagai perusahaan yang memiliki peringkat perusahaan kelas tradisional, perusahaan menengah atau malahan perusahaan yang telah memiliki tingkatan ‘World Class’. Disamping itu faktor kualitas juga merupakan kunci agar suatu bank dapat  memenangkan persaingan yang terdapat dalam industri perbankan yang dapat dikatakan ‘superkompetitif’ ini, dimana dewasa ini faktor kualitas ini sudah berkembang lebih luas yang tidak hanya berkisar pada produk dan pelayanan saja tetapi berkembang juga pada kreativitas dan inovasi (seperti munculnya produk-produk baru dari bank, sistem dan prosedur pelayanan, dan lain-lain). Terkadang kualitas yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan kurang dapat memuaskan konsumen karena disebabkan antara lain :

a.      Kurangnya komitmen dari top manajemen

b.      Kurangnya pengetahuan mengenai konsep kualitas itu sendiri dan total quality banking

c.      Kurangnya prioritas dalam penerapan total quality banking

d.      Kurangnya partisipasi aktif dari seluruh anggota organisasi perusahaan

e.      Budaya perusahaan yang kurang mendukung

 

Dalam situasi persaingan antar bank yang ketat ini seperti yang telah dikemukakan di atas maka perlu sekali kita lebih memahami tentang pengertian kualitas yang mendalam karena dengan demikian pada saat penerapan total quality banking pada seluruh operasi perusahaan dan pelayanan pada konsumen khususnya dapat memberikan hasil yang optimal dan dapat memenangkan persaingan diantara bank-bank yang ada. Dan pemahaman tentang total quality banking tidak hanya mencakup produk ‘tangible’ dan ‘intangible’ saja tetapi lebih jauh kita harus melihat faktor-faktor pendukung lainnya seperti quality, flexibility, delivery dan cost yang merupakan dasar yang fundamental untuk keunggulan bersaing untuk suatu perusahaan (competitive advantage).

Terkadang masih banyak pimpinan dan karyawan yang belum memahami benar tentang kualitas umumnya dan kualitas pelayanan pada konsumen khususnya dalam kaitannya dengan pemenunan keinginan dan kebutuhan konsumen (nasabah) dan sebagian besar masih tertuju pada faktor input dan output dan bukan pada prosesnya. Menurut HEIZER  dan RENDER , konsumen pada dasarnya melihat kualitas dari  enam dimensi yaitu :

a.      Operasi

Dimensi yang melihat kualitas dari cara mengoperasikan (menggunakan) suatu produk.

b.     Daya tahan

Dimensi yang membicarakan tentang kekuatan atau keawetan suatu produk atau jasa

c.      Kesesuaian

Dimensi yang melihat kualitas dari sudut kecocokan dengan standar produk atau jasa yang ada.

d.      Serviceability

Dimensi yang melihat dari apakah perawatan suatu produk atau jasa mudah atau sulit?

e.      Tampilan

Dimensi yang membicarakan kualitas dari sudut tampilan, cara penyajian suatu produk atau jasa

f.        Kesan

Dimensi terakhir yang memperlihatkan kualitas dari kesan atau image yang ditimbulkan akibat penggunaan produk atau jasa tersebut.

 

Dengan perbaikan yang dilakukan  secara terus menerus dalam penerapan konsep total quality banking maka cara pandang yang salah pada kualitas dapat diminimalisir dan perusahaan pun dapat menekan beberapa biaya yang berkaitan dengan kualitas  suatu produk atau jasa sehingga pencapaian profit optimum perusahaan dapat tercapai. Biaya-biaya yang dapat diefisienkan antara lain :

a.      Biaya Inspeksi

Biaya yang ditimbulkan karena pengawasan yang harus ekstra ketat agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas

b.      Biaya Pencegahan

Biaya pengendalian proses dan pelatihan yang dikeluarkan hanya untuk satu bidang saja sedangkan biaya pelatihan yang ada dapat digunakan untuk pelatihan bidang yang lain agar kompetensi suatu perusahaan dapat ditingkatkan.

c.      Biaya kegagalan internal

Biaya yang disebabkan oleh karena adanya pengerjaan ulang atau perbaikan untuk suatu produk atau jasa.

d.      Biaya kegagalan eksternal

Biaya yang timbul karena adanya garansi, penanganan keluhan nasabah

 

Beberapa pakar kualitas menyarankan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam kaitannya dengan pencapaian kualitas yang prima yaitu :

 

Menurut DEMING, kualitas hendaknya dilihat dari segi proses untuk mencapainya dan terdapat 14 langkah untuk meningkatkan kualitas seperti langkah-langkah berikut ini :

1.      Melakukan perbaikan atas produk atau jasa secara konsisten

2.      Bersiap untuk melakukan perubahan-perubahan baik dalam hal manajemen, manufaktur maupuh hal-hal yang berkaitan dengan operasi lainnya.

3.      Pencapaian kualitas berawal dari kegiatan produksi dimulai

4.      Harga murah pada bahan baku tidak menjadi patokan dalam suatu proses yang optimal

5.      Sistem produksi, kualitas, produktivitas, dan biaya hendaknya diupayakan perbaikan secara terus menerus

6.      Mengadakan pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan

7.      Komitmen pimpinan yang lebih tinggi terhadap pencapaian tingkat kualitas yang optimal

8.      Jangan menyalahkan karyawan jika masalahnya berasal dari sistemnya

9.      Menghilangkan sekat antar bagian suatu organisasi

10. Menggunakan slogan-slogan peningkatan produktivitas dibarengi dengan cara  untuk mencapainya.

11. Menghilangkan standar-standar, cara kerja yang menjadi kendala untuk pencapaian tingkat kualitas optimal

12. Membuat karyawan bangga atas apa yang telah dilakukannya

13. Kembangkan keinginan untuk belajar dan peningkatan diri dari seluruh pegawai

14. Mengajak setiap karyawan untuk melakukan ke 14 saran ini

 

Sedangkan CROSBY menyarankan sebagai berikut :

1.      Semua tingkatan pimpinan perlu terlibat penuh

2.      Bentuk kelompok kerja kualitas

3.      Harus ada standar nilai tentang kualitas

4.      Hitung biaya kualitas yang membebani perusahaan

5.      Kesadaran berkualitas harus ditumbuhkan

6.      Tindakan korektif harus selalu dilakukan

7.      Rencana tindakan ‘zero defect

8.      Melakukan pelatihan

9.      Zero defect day’ -  menetapkan hari tanpa salah

10. Harus ada penetapan tujuan

11. Hilangkan penyebab kesalahan

12. Ada penghargaan untuk suatu keberhasilan

13. Harus ada panitia kualitas

14. Kembali ke no. 1 jika belum berhasil

 

Sedangkan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian Bank sebagai suatu perusahaan yang bergerak di bidang jasa dalam menerapkan konsep TOTAL QUALITY BANKING dalam menyambut era GLOBALISASI ini adalah :

1.      Jaringan sistem informasi konsumen

Untuk membentuk suatu sistem informasi konsumen yang baik maka dibutuhkan suatu bank data yang dapat menyajikan data mengenai informasi tentang umur, pekerjaan, hobby yang kesemuanya menggambarkan profil seorang konsumen secara lengkap dan dengan terbentuknya bank data yang baik maka kita dapat mengelola data tersebut menjadi salah satu alat untuk bersaing dengan kompetitor kita.

Dalam menyambut era globalisasi ini, bank data merupakan salah satu faktor yang hendaknya menjadi perhatian utama karena konsumen yang akan kita jaring tidak hanya berukuran nasional  saja tetapi juga internasional dan dengan demikian bank sebagai suatu perusahaan jasa harus memiliki empati terhadap keinginan dan tuntutan dari konsumen yang relatif sudah lebih mengglobal ini. Jika suatu bank terlambat dalam memenuhi keinginan konsumen maka ia akan beralih pada bank yang dapat memenuhi atau memahami kebutuhan dan keinginannya.

2.      Komitmen pimpinan perusahaan dan partisipasi aktif pegawai

Pencapaian tingkat mutu yang akan dicapai harus dilaksanakan dengan komitmen penuh antara pimpinan perusahaan dan partisipasi aktif dari seluruh karyawan sehingga dapat membentuk budaya perusahaan yang dapat mendukung perbaikan kualitas secara terus menerus.

3.      Fasilitas penelitian dan pengembangan

Harus terus  diadakan penelitian dan pengembangan atau ‘continuous improvement strategy’. Jika suatu bank hanya mengagungkan pelayanan, produk atau jasa yang ada sekarang ini saja tanpa perbaikan dan pengembangan kualitas maka berarti bank tersebut sudah membiarkan dirinya untuk disaingi oleh pesaing lainnya yang juga ingin memiliki posisi sebagai bank yang lebih berkualitas.

4.      Pengembangan sumber daya manusia

Peranan departemen atau bagian ini adalah mengembangkan sumber daya manusia yang bekerja di suatu bank agar sumber daya manusia yang ada dapat menjadi lebih potensial dan dapat menghadapi tantangan jaman dan perubahan-perubahan yang begitu cepat.

 

TOTAL QUALITY BANKING DALAM ERA GLOBALISASI

Era globalisasi dapat dikatakan era ‘konsumen’ karena konsumen lebih memiliki kekuatan untuk memilih produk dan jasa yang akan dinikmati. Terdapat beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut di atas yaitu ;

1.      Munculnya suatu kelompok masyarakat yang memiliki daya beli tinggi dengan jumlah populasi yang meningkat sehingga merupakan suatu kelompok konsumen yang potensial. Oleh karena itu bank hendaknya selalu harus memonitor dan melakukan tindakan proaktif terhadap faktor demografi, psikografi, perilaku pembelian konsumen yang semuanya ini akan mempengaruhi daya saing dalam kaitannya untuk menghimpun jumlah nasabah suatu bank.

2.      Membanjirnya atau semakin banyak jumlah bank dalam pasar sebagai dampak dari pasar yang menguntungkan dan dengan jumlah yang besar tersebut sehingga nasabah memiliki sejumlah alternatif pilihan yang maksimum dan untuk kasus ini akan timbul istilah antara lain ‘customer is the king’ dan ‘customer is always right

3.      Sistem komunikasi yang semakin baik mengakibatkan konsumen dapat dengan cepat memiliki informasi lengkap tentang produk dan pelayanan dari suatu produk atau jasa yang akan dibelinya dan dengan informasi tersebut seorang konsumen dapat mengolah data sehingga dapat memutuskan untuk membeli produk dengan manfaat yang paling optimal.

 

TOTAL QUALITY BANKING adalah suatu konsep yang hendaknya diterapkan pada industri bank dalam rangka memenangkan persaingan antar bank. Karena dalam era globalisasi ini atau era ‘konsumen’ seperti sekarang ini TOTAL QUALITY BANKING merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian utama dalam menghasilkan suatu produk maupun jasa yang bernilai tambah dan berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti quality (kualitas itu sendiri), cost (berkaitan dengan efisiensi dalam hal biaya), delivery (kecepatan dalam hal menyajikan produk atau jasa) & flexibility (kelenturan dalam kaitannya dengan pemenuhan keinginan konsumen).

 

V. KESIMPULAN  :

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dan dalam mengantisipasi era globalisasi yang sering juga disebut era konsumen ini yang mengandung perubahan cepat dalam segala hal maka perlulah bagi kita untuk mengkaji beberapa hal yang krusial. Pasar yang cepat berubah, produk yang berubah fungsinya, keinginan konsumen yang cepat berubah, didukung oleh teknologi yang cepat pula berubah maka mau tidak mau kita pun perlu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan itu sendiri sampai pada suatu situasi keseimbangan.  Faktor-faktor penting yang perlu diantisipasi untuk menghadapi pasar yang chaos diera globalisasi ini adalah :

1.      Pentingnya penciptaan nilai bagi nasabah

2.      Kualitas yang disajikan kepada nasabah

3.      Mengkaji kembali siklus hidup Produk Perbankan

4.      Memberi Perhatian Khusus pada masalah STP dan riset pemasaran

5.      Mengamati perubahan yang terjadi baik pada komponen-komponen perusahaan maupun pada perubahan ekstern

6.      Memberikan penekanan pada keseimbangan diantara komponen-komponen perusahaan dan pelaksanaan total quality banking.

7.      Mengekspansi jaringan sistem informasi konsumen

8.      Komitmen pimpinan puncak perusahaan & partisipasi aktif pegawai

9.      Fasilitas penelitian & pengembangan

10. Pengembangan SUMBER DAYA MANUSIA

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

1.      Riadi Mochtar DR, MENCARI PELUANG DI TENGAH KRISIS

2.      Artikel-artikel INFOBANK, BISNIS INDONESIA

3.      Kartajaya ,Hermawan, MARKETING 2000

4.      Kasali , Renald, Phd., MENDAYUNG DITENGAH BADAI (Artikel)

5.      Cahyono, Bambang Tri,Ph. D., STRATEGI BISNIS PERBANKAN

6.      BANK INDONESIA, LAPORAN TAHUNAN

7.    Mankiw, Gregory, “Macro Economics”, New York : Worth Publishers, fourth edition, 2000

8.    Branson, H. Williem and Litvack, M. James,”Macro economics”, New York:  Harper & Row, Publishers, second edition, 1981

9.     Glahe, R. Fred, “Macroeconomics, theory and policy”, Harcourt Brace Jovanovich, Ind.,1973