PERAN SERAT
MAKANAN (DIETARY FIBER)
UNTUK MEMPERTAHANKAN TUBUH SEHAT
Oleh:
E-mail: winarsi@yahoo.com
Pada zaman dahulu, serat makanan dianggap sebagai
sumber energi yang tidak tersedia dan hanya dikenal memiliki efek pencahar perut. Mulai tahun 1970-an para
peneliti Inggris melaporkan bahwa terdapat hubungan erat antara konsumsi serat
makanan dan insiden timbulnya berbagai penyakit degeneratif. Berdasar hasil
pengamatan bahwa penduduk pedalaman
Afrika mempunyai sedikit insiden berbagai penyakit, karena mengkonsumsi lebih
banyak serat makanan bila dibandingkan
dengan populasi di negara-negara maju . Burkitt (1973) menyimpulkan bahwa
konsumsi serat makanan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan terhadap
timbulnya berbagai penyakit, misalnya kanker colon (usus besar), penyakit
divertikular, penyakit kardiovaskuler, dan kegemukan (obesitas). Hal ini diduga
ada komponen tertentu dalam makanan dapat bersifat karsinogenik, atau terdapat
mikroba yang dapat bereaksi pada reisdu makanan yang sampai ke usus dan
mengubahnya menjadi senyawa karsinogenik. Senyawa tersebut apabila kontak
dengan sel-sel pada mukosa usus selama periode tertentu, maka akan menimbulkan
kanker.
TINJAUAN TENTANG SERAT MAKANAN
Yang dimaksud serat makanan adalah
komponen dinding sel tanaman terutama tersusun atas selulosa, pektin, dan
hemiselulosa, serta bahan non karbohidrat seperti lignin. Serat makanan juga
ada yang berasal dari food additives berupa gum arabic, guar gum, alginate,
caragenan, dan carboxymetil selulosa (Burkit, 1973). Serat makanan juga merupakan senyawa “inert” secara gizi,
didasarkan atas asumsi bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat
digunakan oleh tubuh. Ternyata senyawa yang tidak tercerna tersebut tidak hanya
terdiri dari serat (selulosa), tetapi juga lignin, hemiselulosa, pentosan, gum
dan senyawa pektik.
Aebi
et al., (1981) menyatakan bahwa
dietary fiber (serat makanan) merupakan bahan makanan residu sel tanaman yang
tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana keasaman
lambung. Serat makanan banyak terdapat pada buah-buahan , sayuran dan serealia.
Hubungan antara serat makanan dengan timbulnya penyakit kanker colon telah
mendapat perhatian besar, terutama di negara-negara maju. Di Amerika Serikat,
konsumsi daging, unggas dan ikan telah
meningkat pesat, tetapi sebaliknya konsumsi kaya bahan pangan kaya serat
seperti kentang dan serealia menurun drastis. Konsumsi serealia secara utuh
menurun tajam, karena yang dikonsumsi biasanya
adalah tepungnya yang telah dimurnikan dari seratnya Konsumsi serat
diketahui mempengaruhi mikroflora usus, demikian juga akan mengurangi waktu transit makanan dalam
usus. Karsinogenesis adalah sebagai akibat kontak antara sel yang mudah
terserang karsinogen yang terdapat dalam
konsentrasi tinggi serta waktu yang cukup.
Berikut ini diuraikan peran serat makanan pada
sistem pencernaan, pencegahan penyakit
jantung koroner, dan obesitas.
PERAN SERAT
MAKANAN PADA SISTEM PENCERNAAN
Serat makanan termasuk dalam kelompok
senyawa anti gizi. Senyawa tersebut dapat menghambat penggunaan unsur gizi di
dalam tubuh, dan bahkan dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut sangat
merugikan, karena dapat berikatan dengan protein, karbohidrat, lemak, dan
beberapa mineral membentuk
senyawa
komplek yang tidak dapat diserap oleh usus halus. Namun demikian para ahli gizi
justru menyarankan agar masyarakat meningkatkan intake makanan yang kaya
kandungan karbohidrat komplek seperti serat makanan tersebut, karena senyawa
tersebut sangat baik mengontrol berbagai penyakit kronis seperti diabetes,
cardiovaskuler dan kanker (Thomsom, 1988).
Serat makanan setelah masuk ke usus
memiliki sifat dapat mengikat air,
sehingga menyebabkan sisa-sisa makanan
yang tidak tercerna oleh usus
menjadi lebih berat, lebih besar/meruah atau bulky, dan lebih lunak, sehingga memungkinkan untuk bergerak
(peristaltik) melewati usus (saluran pencernaan) lebih cepat dan lebih teratur.
Dengan makin pendeknya waktu transit
sisa-sisa pencernaan di usus besar, maka komponen-komponen sisa
pencernaan tersebut tidak sempat difermentasikan oleh bakteri usus, dan akibat
lebih lanjut dapat menghindarkan adanya zat karsinogenik. Peranan lain serat
makanan dapat menghindarkan obesitas (kegemukan) karena kandungan kalorinya
rendah, dan dapat mengikat lemak dan protein untuk dikeluarkan bersama-sama
feses (Aebi et al., 1981).
Dengan meningkatkan konsumsi makanan
berserat, sangat baik dan bermanfaat untuk mencegah diabetes pada saat makanan
banyak mengandung karbohidrat. Toma and Curtis
(1986) menyatakan bahwa makanan yang mengandung karbohidrat 20-61%,
ditambah dietary fiber (suplemen gum), menunjukkan kadar glukosa dalam urine
berkurang sebesar 64%. Dalam makanan yang mengandung karbohidrat tinggi dan
dietary fiber rendah, secara kuantitatif
tidak
menunjukkan kontrol perbaikan dalam respon glisemik pada penderita diabetes,
tetapi sebaliknya komposisi makanan dengan dietary fiber tinggi, sangat baik
mengontrol respons glisemik.
Dengan masuknya makanan berkadar serat
rendah, menyebabkan gerakan sisa makanan hasil pencernaan dalam usus besar
menjadi sangat lambat. Tekanan dari sisa pencernaan yang terakumulasi pada
dinding colon dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit misalnya terjadinya
kantung-kantung kecil pada tempat-tempat yang susunan ototnya lemah, yang disebut divertikulosis. Apabila dalam kantung
ini terjadi infeksi maka akan berakibat divertikulitis. Sisa-sisa makanan yang
mengeras juga akan menstimulir terjadinya appendisitis dan haemorroid, serta
problem pencernaan lainnya.
Penggunaan makanan berkadar serat
rendah akan mengakibatkan sisa pencernaan konsentrasinya lebih tinggi, dan
berada dalam colon lebih lama. Dengan makin lama waktu transit sisa pencernaan
di colon, mengakibatkan tersedianya
cukup waktu bagi bakteri-bakteri pembusuk yang terdapat dalam usus untuk merombak bahan makanan dan asam empedu untuk menghasilkan
senyawa-senyawa yang sifatnya karsinogenik yang dapat merusak colon tersebut.
Kurangnya serat dalam makanan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner, diabetes, kanker colon, divertikulosis,
rasa sakit pada saat mengeluarkan feses
(deficasi), hiatus hemia dan berbagai penyakit lain pada sistem pencernaan.
Diverticulosis colon adalah suatu
keadaan terjadinya kantung-kantung pada dinding usus besar. Bila diet rendah serat makanan berlangsung
lama dan terlalu sering maka dinding colon akan makin menipis dan
peristaltiknya melemah, lama kelamaan pada dinding tersebut akan terbentuk
kantung-kantung yang disebut diverticulosis colon. Painter et al. (1972) menunjukkan gejala-gejala pada diverticulosis colon
adalah lambung mual, rasa panas, kembung dan masuk angin. Disamping itu juga terdapat rasa painful
diverticular disease (mbesesek), rasa
sakit pada fosca iliaca kanan dan kiri, rasa sakit perut bagian bawah atau
secara keseluruhan terjadi colic berat. Bagian rectum terasa tegang, terasa
selalu ada sisa meskipun baru saja dibuang, dan terjadi sembelit (konstipasi).
Sebanyak 15.7% penderita diverticulosis colon bebas dari penyakit lain,
sedangkan selebihnya menderita penyakit
lain seperti jantung iskemic, hipertensi, appendicitis, ulcus pada duodenal,
hernia, haemorroid, polip pada rectum, varices, infeksi atau terjadi batu pada
saluran kencing dan diabetes.
PERAN SERAT MAKANAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER
Penyebab
utama penyakit jantung koroner (PJK) adalah hiperlipidemia atau
hiperproteinemia, yang merupakan akibat gangguan transportasi lipid atau lemak
tubuh. PJK diawali dengan terjadinya atherosclerosis yaitu suatu kondisi
penyakit yang disebabkan oleh adanya penyumbatan karena terjadi penebalan pada
dinding arteri bagian dalam. Aterosclerosis ini juga merupakan gabungan dari
berbagai proses yang bersifat fisis, biologis dan kemis yang sangat kompleks,
baik dalam hal urutan kejadiannya maupun interaksi selulernya,
Terdapat beberapa jenis lipid di dalam darah, tetapi yang
dikenal secara umum adalah kolesterol dan trigliserida. Sebenarnya lipid
penting untuk berfungsinya sel dan digunakan sebagai energi, pelindung organ
penting, pembentuk sel, sintesis berbagai hormon, dll., tetapi bila kadar lipid
melampaui batas yaitu pada keadaan hiperlipidemia, hal-hal yang tidak
diinginkan akan timbul, diantaranya Penyakit Jantung Koroner. Lipid bersifat
tidak larut dalam air, oleh sebab itu memerlukan pengangkut khusus untuk dapat
mengalir bersama serum darah ke seluruh tubuh. Lipid akan diikatkan pada
protein agar dapat larut dan dapat diangkut dari tempat yang satu ke tempat
yang lain di dalam tubuh. Ikatan tersebut disebut lipoprotein (Suitor and
Crowley, 1984).
Ada beberapa jenis lipoprotein yaitu:
a.
LDL (Low Density Lipoprotein)
b.
HDL (High Density Lipoprotein)
c.
VLDL (Very Low Density Lipoprotein)
d.
Kilomikron.
Adapun
fungsi lipoprotein adalah membawa trigliserida dan kolesterol ke seluruh
sel-sel tubuh yang memerlukannya. Kilomikron membawa trigliserida atau lemak makanan ke seluruh
tubuh. VLDL membawa trigliserida yang dibentuk hati, kemudian bersirkulasi
dalam aliran darah ke seluruh tubuh, lalu melepaskan trigliserida tersebut
untuk memenuhi kebutuhan energi. Fungsi HDL secara tepat belum jelas, tetapi
berperan sebagai scavenger (pengangkut sampah). Kadar HDL yang tinggi dalam
darah tanpa memperhatikan kandungan
total kolesterol dapat mengurangi faktor risiko PJK (Hunter, 1989).The American
Heart Association (2001) menyatakan bahwa Dislipidemia merupakan kelainan
metabolisme lipid, yang merupakan penyebab terjadinya atherosclerosis. Dengan terjadinya dislipidemia ini terjadi kenaikan kadar kolesterol darah
total (>200 mg/dl), kolesterol LDL
(130 mg/dl), trigliserida (>200 mg/dl), dan terjadi penurunan kadar
kolesterol HDL (<35 mg/dl).
Lipoprotein VLDL bertugas untuk memberikan trigliserid ke sel-sel
jaringan, sedangkan lipoprotein LDL bertugas untuk mengedarkan kolesterol ke
sel-sel jaringan. Dengan semakin tingginya kadar LDL, semakin
banyak tumpukan kolesterol dalam
dinding pembuluh darah, sehingga
kemungkinan terjadi atherosclerosis semakin besar. Kolesterol LDL
disebut juga “bad cholesterol” Sebaliknya lipoprotein HDL yang disebut sebagai
“good cholestrol”, bertugas mengangkut
kolesterol dari jaringan dan dinding pembuluh darah ke hati untuk di
metabolisme, sehingga makin tinggi kadar HDL semakin baik, oleh sebab itu
disebut juga antiarterosclerosis (Miller, 1987; Gordon dan Rifkin, 1989). Gurr
(1996) juga berpendapat bahwa HDL kolesterol merupakan lipoprotein yang
berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah teroksidasinya LDL kolesterol.
Oleh sebab itu kadar HDL kolesterol darah yang cukup dapat membantu mencegah
terjadinya penyakit jantung koroner. LDL mengandung 43% kolesterol yang akan
dikirim ke seluruh tubuh.
LDL tetap berada dalam darah apabila aktivitas
reseptor menurun, namun apabila sisi reseptor adalah saturated fats, maka LDL dalam darah meningkat, yang akibatnya
kolesterol yang dibawa LDL mengendap dalam pembuluh darah yang menyebabkan
atherosklerosis (Suitor and Crowley, 1984).
Penderita hipertrigliseridemik
mengkonsumsi makanan yang kaya karbohidrat kompleks (serat kasar) dari
leguminose yang dikeringkan dapat menurunkan trigliserida dan total
LDL-kolesterol serum. Hal ini karena adanya serat kasar sebagai senyawa
antigizi mengakibatkan karbohidrat dicerna secara perlahan, dengan demikian
dapat mengendalikan pengaruh hiperlipidemia (Thompsom, 1988). Dilaporkan pula bahwa dietary fiber yang diberikan pada pria dan
wanita dewasa berusia 50-79 tahun dapat mencegah risiko PJK. Leveille (1977) juga melaporkan bahwa serat pangan
mampu mengikat asam empedu, dengan demikian dapat mencegah penyerapannya
kembali dari usus, disamping itu juga dapat meningkatkan ekskresinya melalui
feses, sehingga akan meningkatkan konversi kolesterol dari serum darah menjadi
asam empedu. Telah dibuktikan pula bahwa komponen serat makanan yang larut
dalam air seperti pektin, gum, dan hemiselulosa berhubungan dengan daya
penurunan kadar kolesterol dan pengontrolan kadar gula darah, sedangkan
komponen yang tidak larut air seperti selulosa dan lignin, berperan mempercepat
laju pengeluaran kotoran (feses) sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit
kanker usus besar. Sekitar 30% serat makanan yang terkandung dalam kedelai
berupa komponen larut air (Slavin, 1991). Hasil penelitian pada manusia
menunjukkan bahwa pemberian serat kedelai dapat memperbaiki metabolisme lipid
dan karbohidrat pada penderita hiperkolesterolemia (Lo et al., 1983). Beberapa penelitian menggunakan hewan percobaan dan
manusia, dilaporkan bahwa ada hubungan langsung beberapa komponen serat makanan
dalam menurunkan kadar kolesterol serum (Story and Kristchevsky, 1976).
Produk akhir pencernaan lemak dalam
usus halus adalah monogliserida, asam-asam lemak, kolesterol, fosfolipid,
trigliserida berantai pendek dan medium. Dalam lumen usus halus senyawa
tersebut bergabung dengan cairan empedu membentuk agregat yang disebut misel.
Lignin dan pektin sebagai penyusun serat makanan, mempunyai gugus penukar
kation yang mampu mengikat asam empedu
dan berfungsi sebagai emulsifier. Dengan demikian kolesterol yang berikatan
dengan asam empedu dan lignin/pektin tidak dapat diserap usus, tetapi akan
keluar bersama feses (Aebi et al.,
1981).
Usaha-usaha memodifikasi susunan
makanan seperti protein, serat makanan dan lemak untuk mengurangi kadar
kolesterol darah sbb:
a.
Mengurangi konsumsi lemak. Konsumsi
maksimum 30% dari total energi yang dikonsumsi. Jumlah ini terdiri dari 10%
saturated fats, 10% monounsaturated fats dan 10% poliunsaturated fats. Hal ini
dapat mengurangi kolesterol dari makanan
sebesar 360 mg/hr atau 20 mg/dl (Aebi et al., 1981; Hunter, 1989).
b.
Mengurangi konsumsi kolesterol sebesar
200 mg/hari. Kolesterol dalam darah dapat berkurang 8 mg/dl.
c.
Menambah jumlah makanan yang banyak
mengandung serat makanan. Misalnya dari 6 g menjadi 46 g/hari. Hal ini dapat
mengurangi kolesterol darah 15 mg/dl.
d.
Meningkatkan konsumsi protein tanaman.
Hal ini dapat mengurangi kolesterol darah 8 mg/dl.
Modifikasi
komposisi seperti tersebut di atas dapat
mengurangi 51 mg/dl. Makanan yang banyak
mengandung karbohidrat kompleks (serat), kadar lemak rendah, sangat baik untuk mengurangi faktor risiko
atherosklerosis.
PERAN SERAT MAKANAN PADA KEGEMUKAN
(OBESITAS)
Kegemukan (obesitas) banyak
terdapat pada individu-individu di
negara maju. Timbulnya kegemukan dapat dihubungkan dengan meningkatnya kemakmuran. Dari beberapa
peneliti melaporkan bahwa kegemukan
berhubungan langsung dengan rasio serat makanan terhadap energi. Serat
makanan tidak diserap oleh usus, oleh sebab itu tidak memberikan kalori bagi
tubuh. Dengan demikian pada individu
yang melakukan diet tinggi serat makanan, akan menurunkan berat badan, dan
dapat menghindarkan kegemukan (Muchtadi, 1989).
KESIMPULAN
Serat makanan adalah komponen dinding sel
tanaman terutama tersusun atas selulosa, pektin, dan hemiselulosa, serta bahan
non karbohidrat seperti lignin. Serat makanan juga ada yang berasal dari food
additives berupa gum arabic, guar gum, alginate, caragenan, dan carboxymetil
selulosa. Komponen serat yang larut air seperti pektin, gum dan hemiselulosanya
berkaitan erat dengan daya penurunan kadar kolesterol dan kadar pengontrolan
kadar gula darah, sedangkan komponen serat yang tidak terlarut seperti selulosa
dan lignin, berperan mempercepaat laju pengeluaran feses, lebih jauh dapat
mencegah timbulnya penyakit kanker colon.
Dari uraian diatas jelas bahwa untuk
menjaga agar tubuh tetap sehat, maka perlu memperhatikan pola makan
kesehariannya. Kandungan serat makanan yang tinggi sangat dianjurkan, disamping
itu perlu mengurangi asam lemak jenuh, agar terhindar dari penyakit-penyakit
degeneratif, ataupun obesitas yang sering memacu munculnya berbagai penyakit.
DAFTAR
PUSTAKA
Aebi, H.E.,
G.B. Brubacher and M.R. Turner. 1981. Problems in Nutritions Research Today.
Academic Press. London.
Burkitt, D.P.
1973. Some Diseases Characteristic of Modern Western Civilization. Br. Med. J.
1: 274-278.
Gordon,
D.J. and B.M. Rifkind. 1989. High
Density Lipoprotein The Clinical Implications of Recent studies. N.
Engl. J. Med. 321: 1311-1316.
Gurr, M.I. 1996. The Oxydation Hypothesis
of Coronary Heart Disease. Nutrition News Letter. No. 145: 5-15.
Hunter, J.E.
1989. National Conference Eyes Cholesterol. J.of The American Oil Chemistry Society.
Vol. 64. No. 12: 1567-1574.
Leveille, G.A.
1977. The Role Dietary Fiber in Nutrition and Health. In L.F. Hood, E.K. Wardrip dan G.N. Bollenback (eds). Carbohydrates
and Health. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut.
Lo,G.S., A.P.
Goldberg, A. Lim, J.J. Grundhausser, C. Anderson and G. Schonfeld. 1983. Soy
Fiber Improves Lipid and Carbohydrate Metabolim
in Primary Hiperlipidemic Subjects. Atherosclerosis 62:239-248.
Miller,
N.E. 1987. Association of High Density Lipoprotein Subclasses and Apoprotein
with Ischemic heart Disease and Coronary Atherosclerosis. Am. Heart. J. 113:
589-597.
Muchtadi, D.
1989. Petunjuk Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor.
Painter, N.S.,
A.Z. Almeida, K.W. Colebourne. 1972. Unprocessed bran in The treatment of
Diverticular Diseases of The Colon. Br. Med. J. 2: 137-140.
Slavin, J.
1991. Nutritional Benefits of Soy Protein and Soy Fiber. JADA. 91:816-819.
Story, J.A.
and D. Kritchevsky. 1976. Dietary Fiber and Lipid Metabplism. Di dalam G.A.
Spiller and R.J. Amen (eds). Fiber in Human Nutrition. C.C. Thomas.
Springfield. Illinois.
Suitor, C.J.W.
and M.F. Crowley. 1984. Nutrition, Priciple and Application in Health Promotion. J.P. Lippincott Co.
Philadelphia.
The
American Heart Association. 2001. About Cholesterol. What are healthy levels of Cholesterol?
http://www.americanheart.org/2001.
Atherosclerosis. http://www.americanheart.org/
Thompson, L.U.
1988. Antinutrients and Blood Glucose. Food Tech. Vol. 42. No. 4: 123-129.
Toma, R.B. and
D.J. Curtis. 1986. Dietary Fiber: Its Role For Diabetics. Food Technology. Vol.
40. No. 2: 118-120.