Posted 3 June, 2001 [RCT]

© 2001   Hery Winarsi                                                      Posted: 3 June 2001   [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)  

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto  Posted 3 June, 2001 [RCT]

 

 

 

PERAN SERAT MAKANAN (DIETARY FIBER)

 UNTUK MEMPERTAHANKAN TUBUH  SEHAT

 

 

Oleh:

 

Hery Winarsi

P09600008/ IPN

E-mail: winarsi@yahoo.com

 

 

PENDAHULUAN

 

 

             Pada  zaman dahulu, serat makanan dianggap sebagai sumber energi yang tidak tersedia dan hanya dikenal memiliki  efek pencahar perut. Mulai tahun 1970-an para peneliti Inggris melaporkan bahwa terdapat hubungan erat antara konsumsi serat makanan dan insiden timbulnya berbagai penyakit degeneratif. Berdasar hasil pengamatan  bahwa penduduk pedalaman Afrika mempunyai sedikit insiden berbagai penyakit, karena mengkonsumsi lebih banyak serat makanan  bila dibandingkan dengan populasi di negara-negara maju . Burkitt (1973) menyimpulkan bahwa konsumsi serat makanan dalam jumlah tinggi akan memberi pertahanan terhadap timbulnya berbagai penyakit, misalnya kanker colon (usus besar), penyakit divertikular, penyakit kardiovaskuler, dan kegemukan (obesitas). Hal ini diduga ada komponen tertentu dalam makanan dapat bersifat karsinogenik, atau terdapat mikroba yang dapat bereaksi pada reisdu makanan yang sampai ke usus dan mengubahnya menjadi senyawa karsinogenik. Senyawa tersebut apabila kontak dengan sel-sel pada mukosa usus selama periode tertentu, maka akan menimbulkan kanker.

 

TINJAUAN TENTANG SERAT MAKANAN

 

          Yang dimaksud serat makanan adalah komponen dinding sel tanaman terutama tersusun atas selulosa, pektin, dan hemiselulosa, serta bahan non karbohidrat seperti lignin. Serat makanan juga ada yang berasal dari food additives berupa gum arabic, guar gum, alginate, caragenan, dan carboxymetil selulosa (Burkit, 1973). Serat makanan  juga merupakan senyawa “inert” secara gizi, didasarkan atas asumsi bahwa senyawa tersebut tidak dapat dicerna  serta hasil-hasil fermentasinya tidak dapat digunakan oleh tubuh. Ternyata senyawa yang tidak tercerna tersebut tidak hanya terdiri dari serat (selulosa), tetapi juga lignin, hemiselulosa, pentosan, gum dan senyawa pektik.

             Aebi et al., (1981) menyatakan bahwa dietary fiber (serat makanan) merupakan bahan makanan residu sel tanaman yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan manusia dalam suasana keasaman lambung. Serat makanan banyak terdapat pada buah-buahan , sayuran dan serealia. Hubungan antara serat makanan dengan timbulnya penyakit kanker colon telah mendapat perhatian besar, terutama di negara-negara maju. Di Amerika Serikat, konsumsi daging, unggas dan ikan  telah meningkat pesat, tetapi sebaliknya konsumsi kaya bahan pangan kaya serat seperti kentang dan serealia menurun drastis. Konsumsi serealia secara utuh menurun tajam, karena yang dikonsumsi biasanya  adalah tepungnya yang telah dimurnikan dari seratnya Konsumsi serat diketahui mempengaruhi mikroflora usus, demikian juga  akan mengurangi waktu transit makanan dalam usus. Karsinogenesis adalah sebagai akibat kontak antara sel yang mudah terserang  karsinogen yang terdapat dalam konsentrasi tinggi serta waktu yang cukup.

Berikut ini diuraikan peran serat makanan pada sistem pencernaan,  pencegahan penyakit jantung koroner, dan  obesitas.

 

PERAN SERAT  MAKANAN  PADA SISTEM PENCERNAAN

          Serat makanan termasuk dalam kelompok senyawa anti gizi. Senyawa tersebut dapat menghambat penggunaan unsur gizi di dalam tubuh, dan bahkan dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut sangat merugikan, karena dapat berikatan dengan protein, karbohidrat, lemak, dan beberapa mineral membentuk

senyawa komplek yang tidak dapat diserap oleh usus halus. Namun demikian para ahli gizi justru menyarankan agar masyarakat meningkatkan intake makanan yang kaya kandungan karbohidrat komplek seperti serat makanan tersebut, karena senyawa tersebut sangat baik mengontrol berbagai penyakit kronis seperti diabetes, cardiovaskuler dan kanker (Thomsom, 1988).

          Serat makanan setelah masuk ke usus memiliki sifat  dapat mengikat air, sehingga menyebabkan sisa-sisa makanan  yang tidak tercerna  oleh usus menjadi lebih berat, lebih besar/meruah atau bulky, dan lebih lunak, sehingga memungkinkan untuk bergerak (peristaltik) melewati usus (saluran pencernaan) lebih cepat dan lebih teratur. Dengan makin pendeknya waktu transit  sisa-sisa pencernaan di usus besar, maka komponen-komponen sisa pencernaan tersebut tidak sempat difermentasikan oleh bakteri usus, dan akibat lebih lanjut dapat menghindarkan adanya zat karsinogenik. Peranan lain serat makanan dapat menghindarkan obesitas (kegemukan) karena kandungan kalorinya rendah, dan dapat mengikat lemak dan protein untuk dikeluarkan bersama-sama feses (Aebi et al., 1981).

          Dengan meningkatkan konsumsi makanan berserat, sangat baik dan bermanfaat untuk mencegah diabetes pada saat makanan banyak mengandung karbohidrat. Toma and Curtis  (1986) menyatakan bahwa makanan yang mengandung karbohidrat 20-61%, ditambah dietary fiber (suplemen gum), menunjukkan kadar glukosa dalam urine berkurang sebesar 64%. Dalam makanan yang mengandung karbohidrat tinggi dan dietary fiber rendah, secara kuantitatif

tidak menunjukkan kontrol perbaikan dalam respon glisemik pada penderita diabetes, tetapi sebaliknya komposisi makanan dengan dietary fiber tinggi, sangat baik mengontrol respons glisemik.

          Dengan masuknya makanan berkadar serat rendah, menyebabkan gerakan sisa makanan hasil pencernaan dalam usus besar menjadi sangat lambat. Tekanan dari sisa pencernaan yang terakumulasi pada dinding colon dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit misalnya terjadinya kantung-kantung kecil pada tempat-tempat yang susunan  ototnya lemah, yang disebut divertikulosis. Apabila dalam kantung ini terjadi infeksi maka akan berakibat divertikulitis. Sisa-sisa makanan yang mengeras juga akan menstimulir terjadinya appendisitis dan haemorroid, serta problem pencernaan lainnya.

          Penggunaan makanan berkadar serat rendah akan mengakibatkan sisa pencernaan konsentrasinya lebih tinggi, dan berada dalam colon lebih lama. Dengan makin lama waktu transit sisa pencernaan di colon, mengakibatkan  tersedianya cukup waktu bagi bakteri-bakteri pembusuk yang terdapat dalam usus  untuk merombak bahan makanan  dan asam empedu untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang sifatnya karsinogenik yang dapat merusak colon tersebut.

          Kurangnya serat dalam makanan juga menyebabkan penyakit jantung koroner, diabetes, kanker colon, divertikulosis, rasa sakit  pada saat mengeluarkan feses (deficasi), hiatus hemia dan berbagai penyakit lain pada sistem pencernaan.

          Diverticulosis colon adalah suatu keadaan terjadinya kantung-kantung pada dinding usus besar.  Bila diet rendah serat makanan berlangsung lama dan terlalu sering maka dinding colon akan makin menipis dan peristaltiknya melemah, lama kelamaan pada dinding tersebut akan terbentuk kantung-kantung yang disebut diverticulosis colon. Painter et al. (1972) menunjukkan gejala-gejala pada diverticulosis colon adalah lambung mual, rasa panas, kembung dan masuk angin.  Disamping itu juga terdapat rasa painful diverticular disease (mbesesek), rasa sakit pada fosca iliaca kanan dan kiri, rasa sakit perut bagian bawah atau secara keseluruhan terjadi colic berat. Bagian rectum terasa tegang, terasa selalu ada sisa meskipun baru saja dibuang, dan terjadi sembelit (konstipasi). Sebanyak 15.7% penderita diverticulosis colon bebas dari penyakit lain, sedangkan  selebihnya menderita penyakit lain seperti jantung iskemic, hipertensi, appendicitis, ulcus pada duodenal, hernia, haemorroid, polip pada rectum, varices, infeksi atau terjadi batu pada saluran kencing dan diabetes.

 

PERAN SERAT MAKANAN PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER

Penyebab utama penyakit jantung koroner (PJK) adalah hiperlipidemia atau hiperproteinemia, yang merupakan akibat gangguan transportasi lipid atau lemak tubuh. PJK diawali dengan terjadinya atherosclerosis yaitu suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh adanya penyumbatan karena terjadi penebalan pada dinding arteri bagian dalam. Aterosclerosis ini juga merupakan gabungan dari berbagai proses yang bersifat fisis, biologis dan kemis yang sangat kompleks, baik dalam hal urutan kejadiannya maupun interaksi selulernya,

Terdapat beberapa jenis lipid di dalam darah, tetapi yang dikenal secara umum adalah kolesterol dan trigliserida. Sebenarnya lipid penting untuk berfungsinya sel dan digunakan sebagai energi, pelindung organ penting, pembentuk sel, sintesis berbagai hormon, dll., tetapi bila kadar lipid melampaui batas yaitu pada keadaan hiperlipidemia, hal-hal yang tidak diinginkan akan timbul, diantaranya Penyakit Jantung Koroner. Lipid bersifat tidak larut dalam air, oleh sebab itu memerlukan pengangkut khusus untuk dapat mengalir bersama serum darah ke seluruh tubuh. Lipid akan diikatkan pada protein agar dapat larut dan dapat diangkut dari tempat yang satu ke tempat yang lain di dalam tubuh. Ikatan tersebut disebut lipoprotein (Suitor and Crowley, 1984).

Ada beberapa jenis lipoprotein yaitu:

a.                               LDL (Low Density Lipoprotein)

b.                              HDL (High Density Lipoprotein)

c.                               VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

d.                              Kilomikron.

Adapun fungsi lipoprotein adalah membawa trigliserida dan kolesterol ke seluruh sel-sel tubuh yang memerlukannya. Kilomikron membawa  trigliserida atau lemak makanan ke seluruh tubuh. VLDL membawa trigliserida yang dibentuk hati, kemudian bersirkulasi dalam aliran darah ke seluruh tubuh, lalu melepaskan trigliserida tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi. Fungsi HDL secara tepat belum jelas, tetapi berperan sebagai scavenger (pengangkut sampah). Kadar HDL yang tinggi dalam darah tanpa memperhatikan  kandungan total kolesterol dapat mengurangi faktor risiko PJK (Hunter, 1989).The American Heart Association (2001) menyatakan bahwa Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid, yang merupakan penyebab terjadinya atherosclerosis.  Dengan terjadinya dislipidemia  ini terjadi kenaikan kadar kolesterol darah total  (>200 mg/dl), kolesterol LDL (130 mg/dl), trigliserida (>200 mg/dl), dan terjadi penurunan kadar kolesterol HDL (<35 mg/dl).  Lipoprotein VLDL bertugas untuk memberikan trigliserid ke sel-sel jaringan, sedangkan lipoprotein LDL bertugas untuk mengedarkan kolesterol ke sel-sel jaringan. Dengan semakin tingginya kadar LDL,  semakin  banyak tumpukan kolesterol  dalam dinding pembuluh darah, sehingga  kemungkinan terjadi atherosclerosis semakin besar. Kolesterol LDL disebut juga “bad cholesterol” Sebaliknya lipoprotein HDL yang disebut sebagai “good  cholestrol”, bertugas mengangkut kolesterol dari jaringan dan dinding pembuluh darah ke hati untuk di metabolisme, sehingga makin tinggi kadar HDL semakin baik, oleh sebab itu disebut juga antiarterosclerosis (Miller, 1987; Gordon dan Rifkin, 1989). Gurr (1996) juga berpendapat bahwa HDL kolesterol merupakan lipoprotein yang berperan sebagai antioksidan yang dapat mencegah teroksidasinya LDL kolesterol. Oleh sebab itu kadar HDL kolesterol darah yang cukup dapat membantu mencegah terjadinya penyakit jantung koroner. LDL mengandung 43% kolesterol yang akan dikirim ke seluruh tubuh.

 LDL tetap berada dalam darah apabila aktivitas reseptor menurun, namun apabila sisi reseptor adalah saturated fats, maka  LDL dalam darah meningkat, yang akibatnya kolesterol yang dibawa LDL mengendap dalam pembuluh darah yang menyebabkan atherosklerosis (Suitor and Crowley, 1984).

          Penderita hipertrigliseridemik mengkonsumsi makanan yang kaya karbohidrat kompleks (serat kasar) dari leguminose yang dikeringkan dapat menurunkan trigliserida dan total LDL-kolesterol serum. Hal ini karena adanya serat kasar sebagai senyawa antigizi mengakibatkan karbohidrat dicerna secara perlahan, dengan demikian dapat mengendalikan pengaruh hiperlipidemia (Thompsom, 1988).  Dilaporkan pula bahwa  dietary fiber yang diberikan pada pria dan wanita dewasa berusia 50-79 tahun dapat mencegah risiko PJK. Leveille  (1977) juga melaporkan bahwa serat pangan mampu mengikat asam empedu, dengan demikian dapat mencegah penyerapannya kembali dari usus, disamping itu juga dapat meningkatkan ekskresinya melalui feses, sehingga akan meningkatkan konversi kolesterol dari serum darah menjadi asam empedu. Telah dibuktikan pula bahwa komponen serat makanan yang larut dalam air seperti pektin, gum, dan hemiselulosa berhubungan dengan daya penurunan kadar kolesterol dan pengontrolan kadar gula darah, sedangkan komponen yang tidak larut air seperti selulosa dan lignin, berperan mempercepat laju pengeluaran kotoran (feses) sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit kanker usus besar. Sekitar 30% serat makanan yang terkandung dalam kedelai berupa komponen larut air (Slavin, 1991). Hasil penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pemberian serat kedelai dapat memperbaiki metabolisme lipid dan karbohidrat pada penderita hiperkolesterolemia (Lo et al., 1983). Beberapa penelitian menggunakan hewan percobaan dan manusia, dilaporkan bahwa ada hubungan langsung beberapa komponen serat makanan dalam menurunkan kadar kolesterol serum (Story and Kristchevsky, 1976).

          Produk akhir pencernaan lemak dalam usus halus adalah monogliserida, asam-asam lemak, kolesterol, fosfolipid, trigliserida berantai pendek dan medium. Dalam lumen usus halus senyawa tersebut bergabung dengan cairan empedu membentuk agregat yang disebut misel. Lignin dan pektin sebagai penyusun serat makanan, mempunyai gugus penukar kation  yang mampu mengikat asam empedu dan berfungsi sebagai emulsifier. Dengan demikian kolesterol yang berikatan dengan asam empedu dan lignin/pektin tidak dapat diserap usus, tetapi akan keluar bersama feses (Aebi et al., 1981).

          Usaha-usaha memodifikasi susunan makanan seperti protein, serat makanan dan lemak untuk mengurangi kadar kolesterol darah sbb:

a.       Mengurangi konsumsi lemak. Konsumsi maksimum 30% dari total energi yang dikonsumsi. Jumlah ini terdiri dari 10% saturated fats, 10% monounsaturated fats dan 10% poliunsaturated fats. Hal ini dapat mengurangi kolesterol dari makanan  sebesar 360 mg/hr atau 20 mg/dl (Aebi et al., 1981; Hunter, 1989).

b.      Mengurangi konsumsi kolesterol sebesar 200 mg/hari. Kolesterol dalam darah dapat berkurang 8 mg/dl.

c.       Menambah jumlah makanan yang banyak mengandung serat makanan. Misalnya dari 6 g menjadi 46 g/hari. Hal ini dapat mengurangi kolesterol darah 15 mg/dl.

d.      Meningkatkan konsumsi protein tanaman. Hal ini dapat mengurangi kolesterol darah 8 mg/dl.

 

Modifikasi komposisi  seperti tersebut di atas dapat mengurangi 51 mg/dl. Makanan  yang banyak mengandung karbohidrat kompleks (serat), kadar lemak rendah,  sangat baik untuk mengurangi faktor risiko atherosklerosis.

 

PERAN SERAT MAKANAN PADA KEGEMUKAN (OBESITAS)

          Kegemukan (obesitas) banyak terdapat  pada individu-individu di negara maju. Timbulnya kegemukan dapat dihubungkan  dengan meningkatnya kemakmuran. Dari beberapa peneliti melaporkan bahwa kegemukan  berhubungan langsung dengan rasio serat makanan terhadap energi. Serat makanan tidak diserap oleh usus, oleh sebab itu tidak memberikan kalori bagi tubuh. Dengan demikian pada  individu yang melakukan diet tinggi serat makanan, akan menurunkan berat badan, dan dapat menghindarkan kegemukan (Muchtadi, 1989).

 

KESIMPULAN

 

Serat makanan adalah komponen dinding sel tanaman terutama tersusun atas selulosa, pektin, dan hemiselulosa, serta bahan non karbohidrat seperti lignin. Serat makanan juga ada yang berasal dari food additives berupa gum arabic, guar gum, alginate, caragenan, dan carboxymetil selulosa. Komponen serat yang larut air seperti pektin, gum dan hemiselulosanya berkaitan erat dengan daya penurunan kadar kolesterol dan kadar pengontrolan kadar gula darah, sedangkan komponen serat yang tidak terlarut seperti selulosa dan lignin, berperan mempercepaat laju pengeluaran feses, lebih jauh dapat mencegah timbulnya penyakit kanker colon.

          Dari uraian diatas jelas bahwa untuk menjaga agar tubuh tetap sehat, maka perlu memperhatikan pola makan kesehariannya. Kandungan serat makanan yang tinggi sangat dianjurkan, disamping itu perlu mengurangi asam lemak jenuh, agar terhindar dari penyakit-penyakit degeneratif, ataupun obesitas yang sering memacu munculnya berbagai penyakit.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aebi, H.E., G.B. Brubacher and M.R. Turner. 1981. Problems in Nutritions Research Today. Academic Press. London.

 

Burkitt, D.P. 1973. Some Diseases Characteristic of Modern Western Civilization. Br. Med. J. 1: 274-278.

 

Gordon, D.J. and B.M. Rifkind. 1989. High  Density Lipoprotein The Clinical Implications of Recent studies. N. Engl. J. Med. 321: 1311-1316.

 

Gurr, M.I. 1996. The Oxydation Hypothesis of Coronary Heart Disease. Nutrition News Letter. No. 145: 5-15.

 

Hunter, J.E. 1989. National Conference Eyes Cholesterol. J.of The American Oil Chemistry Society. Vol. 64. No. 12: 1567-1574.

 

Leveille, G.A. 1977. The Role Dietary Fiber in Nutrition and Health. In L.F. Hood, E.K. Wardrip dan G.N. Bollenback (eds). Carbohydrates and Health. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut.

 

Lo,G.S., A.P. Goldberg, A. Lim, J.J. Grundhausser, C. Anderson and G. Schonfeld. 1983. Soy Fiber Improves Lipid and Carbohydrate Metabolim  in Primary Hiperlipidemic Subjects. Atherosclerosis 62:239-248.

 

Miller, N.E. 1987. Association of High Density Lipoprotein Subclasses and Apoprotein with Ischemic heart Disease and Coronary Atherosclerosis. Am. Heart. J. 113: 589-597.

 

Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Praktikum Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

 

Painter, N.S., A.Z. Almeida, K.W. Colebourne. 1972. Unprocessed bran in The treatment of Diverticular Diseases of The Colon. Br. Med. J. 2: 137-140.

 

Slavin, J. 1991. Nutritional Benefits of Soy Protein and Soy Fiber. JADA. 91:816-819.

 

Story, J.A. and D. Kritchevsky. 1976. Dietary Fiber and Lipid Metabplism. Di dalam G.A. Spiller and R.J. Amen (eds). Fiber in Human Nutrition. C.C. Thomas. Springfield. Illinois.

 

Suitor, C.J.W. and M.F. Crowley. 1984. Nutrition, Priciple and Application in  Health Promotion. J.P. Lippincott Co. Philadelphia.

 

The American Heart Association. 2001. About Cholesterol. What are healthy levels of Cholesterol? http://www.americanheart.org/2001.    Atherosclerosis. http://www.americanheart.org/

 

Thompson, L.U. 1988. Antinutrients and Blood Glucose. Food Tech. Vol. 42. No. 4: 123-129.

 

Toma, R.B. and D.J. Curtis. 1986. Dietary Fiber: Its Role For Diabetics. Food Technology. Vol. 40. No. 2: 118-120.