Makalah M Isman Tumiwa
© 2001  M. Isman Tumiwa                                                                                    Posted 15 May 2001  [rudyct]

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)                                    

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

APLIKASI INDERAJA DALAM PENGELOLAAN

WILAYAH PESISIR DAN LAUT

 

 

 

 

Oleh :

 

M. ISMAN TUMIWA

P31600012

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

 

Dengan mengucap puji syukur ke ALLAH S.W.T akhirnya penulisan ilmiah  ini dapat diselesaikan. Penulisan Aplikasi Inderaja Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut merupakan tugas perorangan mata kuliah PPS 702  Falsafah Sains.

Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih  kepada pengasuh mata kuliah PPS 702  Prof. Rudy C.Tarumingkeng, PhD yang telah memberikan pemahaman filsafat sains bagi penulis dan secara khusus memberikan kesempatan untuk mengaplikasikan pemahaman tersebut dalam tulisan Aplikasi  Inderaja Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut.

Tentunya tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga secara terbuka akan diterima saran dan kritik untuk kesempurnaannya.

 

 

 

1. PENDAHULUAN

 

Alam semesta diciptakan oleh Tuhan untuk kepentingan umat manusia . Begitu pula tanah air Indonesia diciptakan Tuhan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi selanjutnya. Untuk dapat memanfaatkan karunia Tuhan tersebut manusia diperlengkapi dengan akal, dan dari akal inilah mulai berkembang berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek ). Perkembangan iptek dapat dilakukan dengan proses rasional (Al-Kindi, Al-Farabi) maupun empiris (Francis Bacon). Epistemologi, atau teori pengetahuan, membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Atau dengan perkataan lain,ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu merupakan sebahagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk itu kita mempergunakan istilah ilmu untuk ilmu pengetahuan ( Suriasumantri, 1989).

Carl Mitcham seorang ahli filsafat  (ontologi , epistemologi ) mengemukakan pengertian teknologi, yaitu :

1.      Teknologi sebagai barang; meliputi alat, perlengkapan dan mesin.

2.      Teknologi sebagai proses; pembikinan, penggunaan,penciptaan dan perancangan.

3.      Teknologi sebagai pengetahuan; pengetahuan disini berupa keterampilan, aturan (prosedur),teori.

4.      Teknologi sebagai keinginan; keinginan itu berwujud keinginan pada kekuasaan, kebebasan, kebutuhan dan dorongan bathin.

 Pengertian teknologi sebagai keinginan merupakan pengertian metafisis yang sangat abstrak dan paling sukar dirumuskan (Gie, 1996 ). Selanjutnya menurut Gie ( 1996 ) salah satu kelemahan manusia mungkin adalah suatu kegagalan umum untuk menghargai pesona dari teknologi.  Seorang pemikir tentang teknologi Joseph Pitt dalam Gie (1996) menegaskan bahwa mereka yang takut kepada teknologi sesungguhnya takut kepada manusia. Bukan mesin yang menakutkan , melainkan apa yang manusia akan lakukan dengan mesin. Joseph Pitt selanjutnya menyatakan demikian : “Senapan tidak membunuh, oranglah yang melakukan . Tiada persoalan tentang otonomi dari teknologi. Persoalannya ialah manusia. Alat-alat itu pada dirinya tidak berbuat apa-apa. Itulah makna penting satu satunya tentang otonomi yang anda dapat temukan untuk teknologi “

 Penguasaan iptek merupakan prasyarat untuk meraih kemakmuran bagi bangsa dalam kancah persaingan regional dan global. Menurut Thurow (1999) untuk terbentuknya masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan minimal ada lima elemen dasar  yaitu penataan masyarakat, kewiraswastaan, pembentukan iptek , keterampilan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Pendapat Thurow ini penulis jadikan paradigma dalam mendudukkan  aplikasi  inderaja  dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam konteks membentuk masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan. Hal ini menjadi tantangan dan perlu dikaji secara holistik  karena penulis berasumsi bahwa pada hakekatnya iptek itu hanya sebagai alat saja dalam mewujudkan visi dan misi suatu bangsa dan negara. Definisi dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut sebagai bagian dari pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan implementasi dari model pembangunan yang berkelanjutan. Keberhasilan penerapan model pembangunan sangat tergantung pada terbentuknya pembagian tanggung jawab dan wewenang antara masyarakat dan pemerintah ( co-manajemen ), hal ini bisa tercapai bila otonomi daerah diterapkan dengan sungguh-sunguh. Evaluasi prinsip pengelolaan wilayah pesisir dan lautan terpadu (PWPLT) dalam pelaksanaan otda memberikan gambaran peluang co-manajemen diuraikan pada bab2. Tata ruang menjadi titik utama (focal point) sehingga memberikan peluang penerapan inderaja baik dalam keperluan teknis penyusunan tata ruang maupun untuk materi pelatihan dalam pemberdayaan masyarakat dalam proses pembentukan masyarakat berbasis iptek. Ruang lingkup dan aplikasi inderaja sebagai aksiologi diuraikan  pada bab 3. Pengembangan aplikasi Ideraja  berasal dari dinamika  kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan efisiensi , keadilan sosial dan lestarinya  ekosistem disintesakan pada bab penutup.   

2. PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN

 

Bangsa Indonesia yang ditakdirkan hidup di negara kepulauan , laut  dan angkasa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan wilayah darat. Dengan menyadari kondisi ini dan berdasarkan Pancasila maka lahirlah konsepsi Geo-Politik  yang khas Indonesia yang disebut Wawasan Nusantara. Dengan disetujui suatu konvensi tentang hukum laut di Jamaika pada tahun 1982 dapat dikatakan bahwa implementasi Wawasan Nusantara dibidang hukum sudah mencapai puncaknya untuk mendapatkan pengakuan dunia Internasional dan bertambah luasnya wilayah laut yang dapat dimanfaatkan dan menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia ( Tumiwa,1986 ).

Pembangunan merupakan sarana mensejahterakan manusia melalui proses pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan memanfaatkan iptek . Proses tersebut dilaksanakan secara bertahap dan sistematis berlandaskan suatu kebijaksanaan pembangunan. Kebijakan pembangunan pada kenyataannya mengalami perubahan mengikuti permasalahan yang sedang dihadapi. Sedangkan tantangan dan permasalahan muncul sebagai akibat diterapkannya suatu model  pembangunan (Tumiwa,1996).

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuahn manusia/generasi saat ini,tanpa mengurangi/menghancurkan kemampuan manusia/generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya(WCED,1987). Dalam pembangunan berkelanjutan unsur lingkungan melarut dalam pembangunan. Unsur lingkungan tidak dilihat terpisah dari pembangunan. Lingkungan bukan saja terkena dampak pembangunan tetapi dapat memberikan dampak kepada pembangunan. Dimensi lingkungan dalam hal ini daya dukung lingkungan menjadi pertimbangan penting dalam melaksanakan proses pembangunan, sehingga konservasi tidak dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi tetapi konservasi justru untuk memperthankan/menopang pertumbuhan ekonomi.

Pembangunan Berkelanjutan (PB) merupakan koreksi terhadap pola-pola pembangunan konvensional (mobilisasi modal, pembangunan yang berimbang, memenuhi kebutuhan pokok, pemerataan dan kualitas hidup). Semakin banyak orang merasa bahwa pola pembangunan konvensional telah melampaui  batas kegunaannya dan beralih sekarang ke jurusan yang merugikan kesejahteraan manusia (Salim, 1994). Lebih lanjut Salim (1994) menjelaskan bahwa perbedaan pola pembangunan berkelanjutan  dengan pola pembagunan yang konvensional sebagai berikut:

  1. Dalam PB sumberdaya alam yang dipakai dijaga keutuhan fungsi ekosistemnya. Sedangkan dalam pembangunan konevensional sumberdaya alam dikelola terlepas dari fungsi ekosistemnya. Dan sumberdaya alam yang dioalh dilihat terlepas dari kaitanya dengan ekosistem.
  2. Dalam PB dampak pembangunan terhadap lingkungan aktif diperhitungkan dengan menerapklan sistem Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ), sehingga dampak negatif dikendalikan dan dampak positif dikembangkan. Dalam pembangunan konvensional tidak diterapkan sistem AMDAL, sehingga dampak kerusakan lingkungan terutama di luar perusahaan tidak diperhitungkan.
  3. Dalam PB   diperhitungkan kepentingan generasi masa depan. Bahkan ingin diusahakan tercaainya “transgenrational equiti” sehingga kualitas dan kuantitas sumberdaya alam dijaga keutuhannya untuk generasi masa depan. Dalam pembangunan konvensional tidak terdapat secara eksplisit orientasi perhatian pada nasib generasi masa depan. Bagaimana keberlanjutan sumberdaya alam untuk generasi masa depan tidak digubris.
  4. Dalam PB wawasan menjangkau jangka panjang karena perubahan lingkungan berlangsung dalam kurun waktu yang panjang . Dalam pembangunan konvensional berlaku jangkauan waktu jangka pendek yang belum tentu sesuai dengan kepentingan pengembangan jangka panjang.
  5. Dalam PB maka hasil pengelolaan sumberdaya alam perlu memperhitungkan menciutnya sumberdaya  alam akibat proses pembangunan. Karena nilai penciutan sumberdaya alam tidak masuk pasar , maka perhitungannya harus dilakukan secara eksplisit oleh pemerintah dan kehadirannya diakui untuk diperhitungkan dalam biaya riil proses pembangunan. Dalam pembangunan konvensional tidak diperhitungkan penciutan sumberdaya alam akibat penggunaan sehingga produk domestik bruto (PDB) hasil ekspoitasi sumber daya alam diperhitungkan tetapi depletion stok sumberdaya alam yang ditimbulkan tidak masuk dalam PDB.
  6. Dalam PB secara sadar turut diperhitungkan komponen lingkungan yang tidak dapat dipasarkan  seperti nilai sumberdaya alam hayati yang bebas polusi ,bebas dari kebisingan dan hal-hal lain yang meningkatkan kualiats lingkungan sehingga proses  ekonomi secara integral memperhitungkan kualitas lingkungan. Dalam pembangunan konvensional komponen lingkungan yang tidak bisa dipasarkan tidak masuk perhitungan sehingga udara , sungai,laut dan kompenen media lingkungan secara garatis bisa dicemari tanpa kenaikan biaya.

 

Seperti telah diutarakan di atas, PB memberikan pemahaman kita bersama bahwa pembangunan dan pelestarian tidak perlu dipertentangkan lagi, tetapi merupakan bagian-bagian yang penting dalam sebuah proses kehidupan yang tidak terpisahkan. PB mensyaratkan suatu proses pembangunan yang selalu menjaga keseimbangan antara penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya dalam lingkungan hidup, sehingga dalam proses pembangunan tersebut memenuhi beberapa prinsip, yaitu :

  1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan.
  2. Memperbaiki kualitas hidup manusia
  3. Melestarikan daya hidup dan keragaman bumi
  4. Menghindari pemborosan sumberdaya yang tak terbarukan
  5. Berusaha tidak melampaui kapasitas daya dukung
  6. Mengubah sikap  dan gaya hidup  orang per orang
  7. Mendukung kreativitas masyarakat , untuk memelihara lingkungan sendiri

(WWF,IUCN,UNEP,1993)

Dalam penerapan PB diperlukan suatu mekanisme keseimbangan antara penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya dalam lingkungan hidup. Untuk itu pemerintah bertanggung jawab sebagai  mekanisme penyeimbang dengan cara langsung intervensi atau tidak langsung  dengan mengembangkan mekanisme pasar melalui instrumen ekonomi. Apabila pemerintah tidak efisien, maka akan terjadi pemborosan dalam penggunaan sumberdaya alam dan faktor-faktor produksi lainnya. Jika pemerintah terlalu berkuasa  dan banyak menjalankan fungsi ekonomi dalam perekonomian, maka peranan swasta akan terjadi semakin kecil, para individu dam juga badan-badan usaha swasta tidak dapat lagi melatih diri dalam berinisiatif secara tepat untuk mencapai keputusan yang berguna bagi pencapaian kepuasan ataupun keuntungan yang maksimal. Sebaliknya apabila pemerintah terlalu sedikit tanggung jawabnya dalam perekonomian , swasta akan menggangu kehidupan masyarakat, yaitu terjadi kegiatan monopoli, distribusi pendapatan yang tidak merata, serta tidak usaha yang berguna untuk kepentingan umum. Secara mendasar upaya-upaya untuk menerapkan prinsip ekonomi dalam kerangka pembangunan berkelanjutan diperlukan beberapa syarat, yaitu :

  1. Sumberdaya alam dan lingkungan dinilai atau diberi harga secara tepat
  2. Prinsip pasar diterapkan pada pengelolaan penawaran dan permintaan
  3. Pencemar membayar untuk pengendalian pencemaran
  4. Kegagalan pemerintah pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan diperbaiki
  5. Kegagalan institusi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan penyusunan kebijaksanaan lingkungan dikoreksi
  6. Regulasi harus dilandaskan efisiensi
  7. Kebijaksanaan lingkungan dan pembangunan diterapkan secara terpadu

( Djajadiningrat,1992)

Dari uraian di atas dapat disusun suatu tolok ukur pembangunan yang berhasil berdasarkan PB. Secara singkat tingkat produktifitas ekonomi suatu negara pada kesempatan ini dinyatakan dalam efisiensi ekonomi. Dua tolok ukur yang lainnya adalah keadilan sosial ( pemerataan ) dan kelestarian ekosistem ( lingkungan). Kata berkelanjutan dalam PB mencerminkan tidak terjadi kerusakan sosial yang disebabkan oleh kesenjangan sosial dan tidak terjadi kerusakan lingkungan akibat daya dukung yang terlampaui, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan disebabkan efisiensi ekonomi pada setiap skala ekonomi. Pada tabel 1  dapat dilihat model-model pembangunan dengan indikator/tolok ukur pembangunannya.

Secara epistemologi, PB merupakan suatu solusi dari permasalahan yang diakibatkan oleh penerapan model-model sebelumnya. Atas dasar itulah perspektif yang terbentuk pada dasarnya merupakan koreksi yang diperlukan agar tujuan  suatu model pembangunan dapat tercapai dan dapat berkelanjutan. Pada tabel 1, kolom keterangan pada dasarnya merupakan fokus dan locus dari setiap kondisi yang harus diperbaiki maupun ditingkatkan dari setiap model pembangunan. Sebagai contoh   model Pembangunan Berkelanjutan (PB) akan dinilai berdasarkan tiga indikator pembangunan (efisiensi ekonomi , keadilan sosisal dan kelestarian ekosistem) dengan pendekatan manusia sebagai faktor utama dan untuk mencapainya perlu melakukan strategi yang telah di utarakan di atas (AMDAL). Model neoklasik dengan efisiensi ekonominya bisa berlangsung bila penyesusaian upah tenaga kerja  dilakukan secara berkala untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Model Keynesian dengan efisiensi ekonominya bisa tercapai bila secara akurat mampu menamkan investasinya secara tepat, tidak hanya melihat sisi keuntungannya saja. Konsep ruang dan waktu perlu diterapkan dalam model Keynesian ini. Untuk Srukturalis dan Neostrukturalis perlu reformasi sosial dan birokrasi agar efisiensi ekonomi dan keadilan sosial terwujud. Model-model pembangunan Neoklasik, Neoklasik kuno, Keynesian, Strukturalis dan NeoStrukturalis secara singkat diuraikan di bawah ini dan  mengacu pada buku Teori Dan Kebijaksanaan Pembangunan ( Arief, 1998).

 

 

TABEL 1. MODEL & INDIKATOR PEMBANGUNAN

 

                Indikator

 

 

Model Pembangunan

Efisiensi

Ekonomi

Keadilan Sosial

Kelestarian

Ekosistem

Keterangan     (Fokus dan Locus )

BERKELANJUTAN

Utamakan Manusia & AMDAL

NEOKLASIK

Gaji Disesuaikan

NEOKLASIK KUNO

Pemberdayan Tenaga Kerja

KEYNESIAN

Investasi harus akurat

STRUKTURALIS

Reformasi Sosial

NEOSTRUKTURALIS

Reformasi Birokrasi

 

 

KETERANGAN : ▲= SUDAH MENJADI TUJUAN

 

                             ☼= BELUM MENJADI TUJUAN

 

 

Indonesia sebagai negara ke empat yang mempunyai penduduk terbesar di dunia, harus berupaya keras menyelesaikan masalah - masalah yang muncul akibat tekanan penduduk. Wilayah pesisir dan laut harus dikelola secara terpadu mengingat wilayah ini sedang dan terus akan mendapat tekanan terbesar akibat penduduk Indonesia yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sudah mencapai 267 juta jiwa. Saat ini menurut pakar dan praktisi kelautan , pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir dan laut yang telah dan sedang dilaksanakan masih berjalan sektoral. Dengan demikian dalam menghadapi pengembangan wilayah pesisir dan laut setiap sektor melakukan perencanaan  masing-masing. Pendekatan dengan secara sektoral  mungkin paling praktis tetapi mempunyai banyak kelemahan dan menyebabkan terjadinya konflik dalam pemanfaatan ruang. Pendekatan secara sektoral ini merupakan produk dari pendekatan manajemen yang sentralistik. Pada otonomi daerah saat ini perlu pendekatan yang terpadu. Momentum otonomi daerah (otda) dapat dilaksanakan secara baik bila ada suatu komitmen dari bangsa ini  dalam menjalankan suatu pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu (PWPLT). Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis model yang akan diterapkan agar keberhasilannya bisa di dapat secara optimal. Perubahan pengelolaan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik tentunya mempunyai implikasi terhadap PWPLT. Pada uraian berikut ini akan diberikan evaluasi prinsip PWPLT dengan komponen-komponen strategis otda. Adapun  komponen  strategis otda menurut Rasyid (2000) adalah sebagai berikut  :

1.      Self Regulating Power(SRP),

2.       Self Modifying Power(SMP),

3.       Creating Local Political Support(CLPS),

4.       Managing Financial Resources(MFR),

5.       Developing Brain Power(DBP).

 Untuk pendekatan evaluasi  diasumsikan bahwa CLPS dan DBP menjadi komponen utama baru diikuti dengan SRP dan SMP. Bila keempat komponen tersebut telah dirumuskan secara baik barulah MFR diformulasikan. CLPS dan DBP menjadi yang utama karena hal ini menjadi dasar dari mengerakkan  roda pemerintahan .

 

Wilayah pesisir adalah  suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan (Dahuri, et al.,1996) . Dalam definisi ini terkandung dua  batas yaitu :

            1.batas yang sejajar garis pantai

            2.batas yang tegak lurus garis pantai (ke arah darat dan ke arah laut)

Untuk keperluan praktis (pengelolaan) maupun untuk keperluan ilmiah batas yang sejajar garis pantai lebih mudah ditentukan /disepakati dibanding batas yang tegak lurus garis pantai, sehingga yang menjadi kajian lebih lanjut adalah batas yang tegak lurus garis pantai. Batas ke arah laut adalah dari garis pasang terendah sampai batas paparan benua sedangkan batas ke arah daratan adalah dari garis pasang tertinggi sampai daratan yang dipengaruhi iklim laut. Batas ke arah daratan inilah yang menjadi lebih sulit ditentukan dibanding ke arah laut.

Kesepakatan internasional terakhir, Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan , ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (Dahuri, et al.,1996)

 Menurut  Dahuri, et al (1996) ada  lima belas  prinsip dasar dalam PWPLT , yaitu :

1.       Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumber daya yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya.

2.      Air merupakan faktor kekuatan penyatu utama dalam ekosistem wilayah pesisir.

3.      Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu

4.      Daerah perbatasan antar laut dan darat hendaknya dijadikan fokus utama dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir.

5.      Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif.

6.      Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumber daya milik bersama.

7.      Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumber daya alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPLT.

8.      Semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.

9.      Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir.

10.  Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partispasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir.

11.  Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumber daya wilayah pesisir.

12.  Pengelolaan multiguna  sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumber daya wilayah pesisir

13.  Pemanfaatan multiguna merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.

14.  Pengelolaan sumber daya pesisir secara tradisional harus dihargai.

15.  Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif.

Pada tabel 2 dapat dilihat hmatrik evaluasi OTDA & PWPLT. Evaluasi  dilakukan dengan pendekatan konsep pengembangan wilayah dimana rencana tata ruang wilayah pesisir (lihat gambar 1) menjadi kebutuhan mendesak, sehingga  prinsip 3,4, 8,9,10,11,13,15 untuk 5 komponen otda tersebut semua diberikan penilaian P(penting sekali dan segera dilakukan riset aksi). Hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa dari 15 prinsip PWPLT hampir seluruhnya tidak bisa ditunda agar pelaksanaan otda dan PWPLT bisa berjalan sesuai dengan rencana. Hal yang menjadi pertimbangan utama adalah dengan kebutuhan yang mendesak  dalam otda dan PWPLT adalah suatu pedoman yang disusun berdasarkan prinsip 3,4, 8,9,10,11,13 dan 15 (Tumiwa,2001). Untuk itu diperlukan suatu kebijakan pemerintah pusat agar setiap daerah membuat pedoman PWPLT dan disosialiasiskan kepada masyarakat agar partisipasi masyarakat muncul dengan kesadaran kritisnya. Pada prinsip 1,2,5,6,14 penilaian N (penting tetapi perlu suatu kondisi agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi konflik) muncul pada komponen otda MFR.

 

 

Gambar 1. Algoritma Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir (Dahuri,et al.,1996

 

Tabel 2. Evaluasi  PWLPT dan OTDA

          OTDA

PWPLT

 

SRP

 

SMP

 

CLPS

 

MFR

 

DBP

PRINSIP 1

P

P

P

N

P

PRINSIP 2

P

P

P

N

P

PRINSIP 3

P

P

P

P

P

PRINSIP 4

P

P

P

P

P

PRINSIP 5

P

P

P

N

P

PRINSIP 6

P

P

P

N

P

PRINSIP 7

P

P

P

P

P

PRINSIP 8

P

P

P

P

P

PRINSIP 9

P

P

P

P

P

PRINSIP 10

P

P

P

P

P

PRINSIP 11

P

P

P

P

P

PRINSIP 12

P

P

P

P

P

PRINSIP 13

P

P

P

P

P

PRINSIP 14

P

P

P

N

P

PRINSIP 15

P

P

P

P

P

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. RUANG LINGKUP DAN APLIKASI INDERAJA

 

Inderaja didefinisikan sebagai ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek , atau feonomena melalui  analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji ( Lillesand & Keifer,1990). Dalam  Inderaja sistem satelit, informasi keadaan permukaan bumi direkam oleh sensor yang dapat menangkap sinyal gelombang elektromagnetik yang dipantulkan oleh kenampakan atau gejala yang terdapat dipermukaan bumi. Sensor yang dipasang pada satelit harus peka terhadap beberapa panjang gelombang elektromagnetik. Setiap sinyal dapat memberikan data dan informasi tentang keadaan permukaan bumi. Sinyal tersebut ditangkap dan kemudian dikirim ke stasiun bumi atau direkam terlebih dahulu bila stasiun bumi yang ada tidak dapat dijangkau.

Satelit dapat meliput daerah yang luas dan dengan orbit tertentu dapat memonitor seluruh permukaan bumi . Satelit-satelit yang digunakan dalam pengeinderaan jauh terdiri dari :

1.      Satelit cuaca : NOAA(USA)

2.      Satelit sumberdaya : Landasat (USA), SPOT(Perancis)

 Teknologi Inderaja sistem satelit saat ini terus dikembangkan oleh negara maju untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam memperoleh informasi yang akurat  mengenai sumber daya alam dan lingkungan. Data Inderaja diintegrasikan  Sistem Informasi Geografik akan membentuk data base yang dapat menujang kebutuhan pengeloaaan wilayah pesisir dan lautan , khususnya untuk penyusunanan tata ruang wilayah pesisir. Menurut Hartanto (1995) kebutuhan informasi keruangan dalam proses perencanaan tata ruang  dapat diakomodasi oleh citra Inderaja (SPOT MSS dan Landsat TM ), khususnya dalam pembuatan Peta Administarsi dan Peta Penggunaan Lahan. Pada gambar 2 dapat dilihat model Integrasi Sistem Informasi Geografik dan Inderaja. Perkembangan satelit SPOT ( milik  Perancis ) sudah memasuki generasi ke 5 yang mempunyai resolusi sangat tinggi yaitu 2,5 meter dan dapat diaplikasikan  untuk pemetaan  dengan skala 1:5000. Pemerintah Kanada dengan  Satelit RadarSat 2 mampu mengatasi masalah liputan awan dengan resolusi 3 meter ( Nababan, 2000). Satelit NOAA  milik Amerika yang beredar pada ketinggian 850 kilometer dan mengitari Indonesia setiap harinya 8 kali dan dilengkapi dengan sensor gelombang tampak dan infrared advanced high resolution radiometer (AVHHR) mampu merekam kondisi kebakaran hutan, kehijauan tumbuhan, tempratur permukaan laut. Informasi dari satelit NOAA didapat secara gratis dengan mengarahkan antena stasiun bumi pada satelit NOAA. Aplikasi Inderaja dengan satelit NOAA bisa untuk meningkatkan penangkapan ikan di laut. Kapal-kapal asing secara illegal menagkap ikan di perairan kita umumnya menggunakan satelit inderaja untuk mengetahui posisi lokasi ikan yang paling banyak.  Indikasi keberadaan ikan bisa diperoleh berdasarkan suhu permukaan laut dan data naiknya massa air bawah yang membawa fitoplanton sebagai bahan pakan ikan. Hasil data yang dikumpulkan dari tahun 1991 oleh para peneliti BPPT dapat dipantau bahwa ikan lemuru di Banyuwangi Selatan dan ikan sarden di selatan pulau Bali  terbanyak berkumpul pada bulan Agustus dan Sepetember. Menurut Soesilo ( 2000 ) berkat data satelit maka waktu berlayar jadi pendek , nelayan bisa dapat segera berkumpul dengan keluarga dan bahan bakar dapat di hemat sampai 60 %. Lebih lanjut menurut Soesilo (2000) aplikasi Ideraja satelit radar dapat memantau pelanggaran kapal tangker yang membuang limbahnya ke laut dan dapat dijadikan bukti  untuk dikenakan denda.  Inderaja satelit mampu menentukan posisi dari kapal laut yang tenggelam, sehingga penyelamatan penumpang dapat dilakukan.

Pada tabel 3 di bawah ini akan diberikan beberapa aplikasi Inderaja untuk wilayah pesisir dan lautan. Penyusunan informasi yang tertuang pada tabel 3 disusun berdasarkan beberapa  penelitian yang diambil dalam jurnal,tesis,majalah, dimana sumbernya dapat dilihat pada daftar acuan.

 

Tabel 3. Aplikasi Inderaja Untuk Wilayah Pesisir dan lautan

 

Aplikasi

Keterangan

Tata ruang wilayah pesisir untuk kegiatan pembangunan ( Hartanto,1995)

SPOT, Multi temporal dan Multistage Informasi Atribut, keruangan, zonasi didapat dengan integrasi Sistem Informasi Geografik (SIG)

Tata guna lahan dan analisa sedimen (Dewanti & Hasyim, 1992)

Landast-MSS & MOS 1-MESSR, Multemporal  pada estuaria cimandiri, Bodri, Comal untuk mengehitung nilai ekonomi perlu diintegrasikan dengan SIG

Penditeksian Upwelling ( Suprato, et al., 1992 )

NOAA/AVHRR, lokasi Pelabuhan Ratu

Pengamatan khlorofil , suhu permukaan laut  dan biota laut ( Soesilo, 2000)

NOAA/AVHRR

Perubahan sebaran Mangrove dan Laguna     (Dewanti, et al.,1996)

Landsat –MSS & TM, Multemporal, lokasi Segara Anakan.

Dampak  Perubahan tata guna lahan terhadap Mangrove ( Pramudji, et al.,1996)

Landsat-5 MSS & TM, lokasi Pesisir Passo Ambon

Pendeteksian perubahan garis Pantai (Bintoro & Sukojo,1998)

Landsat TM, Multi tingkat Lokasi pantai Gresik Surbaya

Perilaku spekral Obyek-obyek geografis di wilayah pesisir ( Hanggono,1998)

Landsat TM, lokasi pantai timur Sumatra.

 

 

 

 

4. PENUTUP

 

Inderaja diintegrasikan dengan SIG akan membentuk data base yang dapat digunakan untuk keperluan penyususunan rencana tata ruang wilayah pesisir, Amdal maupun untuk memonitor perubahan fisik dari pantai,air laut, mangrove maupun terumbu karang. Dengan menggunakan citra  SPOT yang mempunyai resolusi tinggi, nilai aset fisik  sumber daya alam maupun buatan dapat diukur. Secara singkat teknologi Inderaja bila digunakan secara tepat akan meningkatkan efisiensi (data digunakan oleh semua sektor yang ingin mengembangkan wilayah pesisir dan lautan ; perhubungan, parawisata, pemukiman dan konservasi), keadilan sosial terwujud (hak-hak masyarakat terpenuhi, akses informasi untuk semua sama), dengan begitu ekosistem akan lestari. Pada penyususunan tata ruang dimana diperlukan masukan dari masyarakat,data Inderaja dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan potensi dan masalah wilayah yang akan direncanakan kepada masyarakat.

Penerapan model  co-manajemen memungkinkan data Inderaja dapat dimanfaatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayan diawali pelatihan – pelatihan yang terstruktur bagi masyarakat dalam memahami potensi wilayah pesisir dan laut dan memahami perubahan – perubahan fisik melalui citra Inderaja. Setelah itu pemberdayaan dilanjutkan dengan proses produksi  serta pemasaran sumberdaya pesisir dan laut. Bila proses pemberdayaan ini secara berkesinambungan dilakukan maka akan terbentuk masyarakat produktif yang berbasis iptek. Lingkungan pisisir akan menerima input modal yang besar dan mengeluarkan output barang dan jasa yang besar juga( efisiensi ekonomi ). Hal ini dapat terbentuk karena pada dasarnya setiap individu akan berkembang apabila diberi akses. Dengan melihat pengalaman masyarakat desa menggunakan telepon dan masyarakat kota menggunakan internet, teknologi Inderaja mempunyai prospek yang baik. Bila basis teknologi Inderaja terbentuk pada masyarakat nelayan maka pembangunan ekonomi yang berbasis laut akan terwujud dan Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur menjadi kenyataan .

 

 

DAFTAR ACUAN

 

  1. Arief,S.1998.Teori Dan Kebijaksanaan Pembangunan.CIDES.Jakarta. Indonesia.
  2.  Bintoro, R.S. dan B.M.Sukojo.1998. Analisis Perubahan Garis Pantai Menggunakan Pendekatan Multitingkat Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. Warta Inderaja 11(2): 3-7.
  3. Dahuri, R., J, Rais, S.P.Ginting dan M.J.Sitepu.1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia.
  4.  Djajadiningrat,T.S.1992. Ekonomi Pembangunan Berkelanjutan. Journal Ekonomi Lingkungan. 1(11). KLH.Jakarta.Indonesia.
  5. Dewanti,R. and B.Hasyim.1992. Coastal Landuse and Sedimentation Analysis In Pelabuhan Ratu. Dalam : Application of Remote Sensing Techniques for Marine Resouces and Coastal Environment. Uno,S. Eds. Nihon Shinko,Nagasaki, Japan.pp 73-75.
  6. Dewanti,R., Munyati, N.Suwargana dan A.Subagyo.1996. Perubahan Fisik Lingkungan Di Wilayah Pesisir Segara Anakan, Jawa tengah Menggunakan Data Inderaja Satelit. Kumpulan Makalah Seminar Maritim Indonesia 1996.Badan Pengakajian dan Penerapan Teknologi dan Sekretariat Jenderal Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Makasar, Indonesia. hal.71-87.
  7. Gie,T.L.1996. Pengantar Filsafat teknologi. Andi. Yogyakarta.Indonesia.
  8. Hanggono, A.1998. Perilaku Spektral Obyek-Obyek Geografis Di Pantai Timur Sumatra. Warta Inderaja 11(2): 64-73.
  9. Hartanto,J.1995. Penggunaan Teknologi Inderaja Sebagai Masukan Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang. M.S Geodesi. Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia.
  10.  Lillesand,T.M. and R.W.Kiefer. Sutanto.Ed.1990. Penginderaan Jauh Dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press. Yogyakarta, Indonesia.
  11. Nababan, V.J.2000. Mengintip Kekayaan Alam dari Angkasa. Media Indonesia. 20 April, No.7146, Tahun  ke- 31. Jakarta, hal. 20.
  12. Pramudji, E.Yusron dan Z.Tarigan. 1996.Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Hutan Mangrove Di Pesisir Passo, Ambon. Kumpulan Makalah Seminar Maritim Indonesia 1996.BBP Teknologi dan Sekretariat Jenderal Dewan Pertahanan Keamanan Nasional, Makasar, Indonesia, hal. 41-56.
  13.  Salim, E.1994. Pola Pembangunan Berkelanjutan Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia Jangka Panjang Kedua.JURNAL EKONOMI LINGKUNGAN. 3(5). KLH.Jakarta.Indonesia.
  14.  Soesilo, I.2000. Dari Antariksa Meneropong Ikan, dengan Satelit Menuai Laba. Kompas. 28 Juni, No.358, Tahun ke-35. Jakarta, hal.57.
  15. Suriasumantri,J.S.1989. Ilmu dalam Perspektif. Yayasan Obor dan Leknas-LIPI. Jakarta.Indonesia.
  16. Suprato,T., D.G.Gandadikusumah, N.Suwargana, H.Sidik dan S.U. Nugroho. 1992. Coastal Landuse and Sedimentation Analysis In Pelabuhan Ratu. Dalam : Application of Remote Sensing Techniques for Marine Resouces and Coastal Environment. Uno,S.Eds. Nihon Shinko,Nagasaki, Japan.pp 59-61.
  17. Thurow,L.C.1999. Building Wealth. Harpers Busines. New York, USA.
  18. Tumiwa,M.I.1986. Ruang Lingkup Dan Aplikasi Pemetaan Laut. Laporan Penelitian No.Iut-01/1986. Institut Teknologi Indonesia, Jakarta, Indonesia.
  19.  Tumiwa,M.I.1996.Evaluasi Sistem Penyediaan Jalan Raya Di Indonesia.M.S.Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
  20. Tumiwa, M.I.2001.Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Laut. Laporan Penelitian. In Press.
  21. Rasyid,R.2000. Persepektif Otonomi Luas. Dalam: Otonomi atau Federalisme Dampaknya Terhadap Perekonomian. Simorangkir,B.Eds. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Indonesia.
  22. WCED. 1988. Hari Depan Kita Bersama.PT Gramedia. Jakarta. Indonesia.
  23. WWF,UNEP,IUCN.1993.Bumi Wahana.T Gramedia. Jakarta.Indonesia.