Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
APLIKASI INDERAJA DALAM PENGELOLAAN
WILAYAH PESISIR DAN LAUT
Oleh :
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur ke ALLAH S.W.T
akhirnya penulisan ilmiah ini dapat
diselesaikan. Penulisan Aplikasi Inderaja Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Laut merupakan tugas perorangan mata kuliah PPS 702 Falsafah Sains.
Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih kepada pengasuh mata kuliah PPS 702 Prof. Rudy C.Tarumingkeng, PhD yang telah
memberikan pemahaman filsafat sains bagi penulis dan secara khusus memberikan
kesempatan untuk mengaplikasikan pemahaman tersebut dalam tulisan Aplikasi Inderaja Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Laut.
Tentunya tulisan ini masih jauh dari sempurna sehingga secara
terbuka akan diterima saran dan kritik untuk kesempurnaannya.
1. PENDAHULUAN
Alam semesta diciptakan oleh Tuhan untuk
kepentingan umat manusia . Begitu pula tanah air Indonesia diciptakan Tuhan
untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi selanjutnya. Untuk dapat
memanfaatkan karunia Tuhan tersebut manusia diperlengkapi dengan akal, dan dari
akal inilah mulai berkembang berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek ).
Perkembangan iptek dapat dilakukan dengan proses rasional (Al-Kindi, Al-Farabi)
maupun empiris (Francis Bacon). Epistemologi, atau teori pengetahuan,
membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk
memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui
proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan
ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Atau dengan perkataan lain,ilmu adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan metode keilmuan. Karena ilmu
merupakan sebahagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki
sifat-sifat tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk
itu kita mempergunakan istilah ilmu untuk ilmu pengetahuan ( Suriasumantri,
1989).
Carl Mitcham seorang ahli filsafat (ontologi , epistemologi )
mengemukakan pengertian teknologi, yaitu :
1.
Teknologi sebagai barang; meliputi alat, perlengkapan dan mesin.
2.
Teknologi sebagai proses; pembikinan, penggunaan,penciptaan dan
perancangan.
3.
Teknologi sebagai pengetahuan; pengetahuan disini berupa keterampilan,
aturan (prosedur),teori.
4.
Teknologi sebagai keinginan; keinginan itu berwujud keinginan
pada kekuasaan, kebebasan, kebutuhan dan dorongan bathin.
Pengertian teknologi sebagai keinginan
merupakan pengertian metafisis yang sangat abstrak dan paling sukar
dirumuskan (Gie, 1996 ). Selanjutnya menurut Gie ( 1996 ) salah satu kelemahan
manusia mungkin adalah suatu kegagalan umum untuk menghargai pesona dari
teknologi. Seorang pemikir tentang
teknologi Joseph Pitt dalam Gie (1996) menegaskan bahwa mereka yang takut
kepada teknologi sesungguhnya takut kepada manusia. Bukan mesin yang
menakutkan , melainkan apa yang manusia akan lakukan dengan mesin. Joseph Pitt
selanjutnya menyatakan demikian : “Senapan tidak membunuh, oranglah yang
melakukan . Tiada persoalan tentang otonomi dari teknologi. Persoalannya
ialah manusia. Alat-alat itu pada dirinya tidak berbuat apa-apa. Itulah
makna penting satu satunya tentang otonomi yang anda dapat temukan untuk
teknologi “
Penguasaan iptek merupakan prasyarat untuk
meraih kemakmuran bagi bangsa dalam kancah persaingan regional dan global.
Menurut Thurow (1999) untuk terbentuknya masyarakat yang berbasis ilmu
pengetahuan minimal ada lima elemen dasar
yaitu penataan masyarakat, kewiraswastaan, pembentukan iptek ,
keterampilan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Pendapat Thurow ini penulis jadikan paradigma dalam mendudukkan aplikasi
inderaja dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan laut dalam konteks membentuk masyarakat yang berbasis ilmu
pengetahuan. Hal ini menjadi tantangan dan perlu dikaji secara holistik karena penulis berasumsi bahwa pada
hakekatnya iptek itu hanya sebagai alat saja dalam mewujudkan visi dan misi
suatu bangsa dan negara. Definisi dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut
sebagai bagian dari pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan implementasi
dari model pembangunan yang berkelanjutan. Keberhasilan penerapan model
pembangunan sangat tergantung pada terbentuknya pembagian tanggung jawab dan
wewenang antara masyarakat dan pemerintah ( co-manajemen ), hal
ini bisa tercapai bila otonomi daerah diterapkan dengan sungguh-sunguh.
Evaluasi prinsip pengelolaan wilayah pesisir dan lautan terpadu (PWPLT) dalam
pelaksanaan otda memberikan gambaran peluang co-manajemen diuraikan pada bab2.
Tata ruang menjadi titik utama (focal point) sehingga memberikan peluang
penerapan inderaja baik dalam keperluan teknis penyusunan tata ruang maupun
untuk materi pelatihan dalam pemberdayaan masyarakat dalam proses pembentukan
masyarakat berbasis iptek. Ruang lingkup dan aplikasi inderaja sebagai aksiologi
diuraikan pada bab 3. Pengembangan
aplikasi Ideraja berasal dari
dinamika kebutuhan masyarakat dalam
meningkatkan efisiensi , keadilan sosial dan lestarinya ekosistem disintesakan pada bab
penutup.
2. PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN
Bangsa Indonesia yang ditakdirkan hidup di negara
kepulauan , laut dan angkasa merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan wilayah darat. Dengan menyadari kondisi
ini dan berdasarkan Pancasila maka lahirlah konsepsi Geo-Politik yang khas Indonesia yang disebut Wawasan
Nusantara. Dengan disetujui suatu konvensi tentang hukum laut di Jamaika
pada tahun 1982 dapat dikatakan bahwa implementasi Wawasan Nusantara dibidang
hukum sudah mencapai puncaknya untuk mendapatkan pengakuan dunia Internasional
dan bertambah luasnya wilayah laut yang dapat dimanfaatkan dan menjadi tanggung
jawab bangsa Indonesia ( Tumiwa,1986 ).
Pembangunan merupakan sarana mensejahterakan manusia
melalui proses pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan
memanfaatkan iptek . Proses tersebut dilaksanakan secara bertahap dan
sistematis berlandaskan suatu kebijaksanaan pembangunan. Kebijakan pembangunan
pada kenyataannya mengalami perubahan mengikuti permasalahan yang sedang
dihadapi. Sedangkan tantangan dan permasalahan muncul sebagai akibat
diterapkannya suatu model pembangunan
(Tumiwa,1996).
Pembangunan berkelanjutan (Sustainable development)
adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuahn manusia/generasi saat ini,tanpa mengurangi/menghancurkan kemampuan
manusia/generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya(WCED,1987). Dalam
pembangunan berkelanjutan unsur lingkungan melarut dalam pembangunan. Unsur
lingkungan tidak dilihat terpisah dari pembangunan. Lingkungan bukan saja
terkena dampak pembangunan tetapi dapat memberikan dampak kepada pembangunan.
Dimensi lingkungan dalam hal ini daya dukung lingkungan menjadi pertimbangan
penting dalam melaksanakan proses pembangunan, sehingga konservasi tidak
dihadapkan dengan pertumbuhan ekonomi tetapi konservasi justru untuk
memperthankan/menopang pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan Berkelanjutan (PB) merupakan koreksi terhadap pola-pola pembangunan konvensional
(mobilisasi modal, pembangunan yang berimbang, memenuhi kebutuhan pokok,
pemerataan dan kualitas hidup). Semakin banyak orang merasa bahwa pola
pembangunan konvensional telah melampaui
batas kegunaannya dan beralih sekarang ke jurusan yang merugikan
kesejahteraan manusia (Salim, 1994). Lebih lanjut Salim (1994) menjelaskan
bahwa perbedaan pola pembangunan berkelanjutan
dengan pola pembagunan yang konvensional sebagai berikut:
Seperti telah diutarakan di atas, PB
memberikan pemahaman kita bersama bahwa pembangunan dan pelestarian tidak perlu
dipertentangkan lagi, tetapi merupakan bagian-bagian yang penting dalam sebuah
proses kehidupan yang tidak terpisahkan. PB mensyaratkan suatu proses
pembangunan yang selalu menjaga keseimbangan antara penyediaan dan pemanfaatan
sumberdaya dalam lingkungan hidup, sehingga dalam proses pembangunan
tersebut memenuhi beberapa prinsip, yaitu :
(WWF,IUCN,UNEP,1993)
Dalam penerapan PB diperlukan suatu mekanisme
keseimbangan antara penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya dalam lingkungan
hidup. Untuk itu pemerintah bertanggung jawab sebagai mekanisme penyeimbang dengan cara
langsung intervensi atau tidak langsung
dengan mengembangkan mekanisme pasar melalui instrumen ekonomi. Apabila
pemerintah tidak efisien, maka akan terjadi pemborosan dalam penggunaan
sumberdaya alam dan faktor-faktor produksi lainnya. Jika pemerintah terlalu
berkuasa dan banyak menjalankan fungsi ekonomi
dalam perekonomian, maka peranan swasta akan terjadi semakin kecil, para
individu dam juga badan-badan usaha swasta tidak dapat lagi melatih diri dalam
berinisiatif secara tepat untuk mencapai keputusan yang berguna bagi pencapaian
kepuasan ataupun keuntungan yang maksimal. Sebaliknya apabila pemerintah
terlalu sedikit tanggung jawabnya dalam perekonomian , swasta akan menggangu
kehidupan masyarakat, yaitu terjadi kegiatan monopoli, distribusi pendapatan
yang tidak merata, serta tidak usaha yang berguna untuk kepentingan umum.
Secara mendasar upaya-upaya untuk menerapkan prinsip ekonomi dalam kerangka
pembangunan berkelanjutan diperlukan beberapa syarat, yaitu :
( Djajadiningrat,1992)
Dari uraian di atas dapat disusun suatu tolok ukur
pembangunan yang berhasil berdasarkan PB. Secara singkat tingkat produktifitas
ekonomi suatu negara pada kesempatan ini dinyatakan dalam efisiensi ekonomi.
Dua tolok ukur yang lainnya adalah keadilan sosial ( pemerataan ) dan
kelestarian ekosistem ( lingkungan). Kata berkelanjutan dalam PB
mencerminkan tidak terjadi kerusakan sosial yang disebabkan oleh kesenjangan
sosial dan tidak terjadi kerusakan lingkungan akibat daya dukung yang
terlampaui, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan disebabkan efisiensi ekonomi
pada setiap skala ekonomi. Pada tabel 1
dapat dilihat model-model pembangunan dengan indikator/tolok ukur
pembangunannya.
Secara epistemologi, PB merupakan suatu solusi dari
permasalahan yang diakibatkan oleh penerapan model-model sebelumnya. Atas dasar
itulah perspektif yang terbentuk pada dasarnya merupakan koreksi yang
diperlukan agar tujuan suatu model
pembangunan dapat tercapai dan dapat berkelanjutan. Pada tabel 1, kolom
keterangan pada dasarnya merupakan fokus dan locus dari setiap kondisi yang
harus diperbaiki maupun ditingkatkan dari setiap model pembangunan. Sebagai
contoh model Pembangunan
Berkelanjutan (PB) akan dinilai berdasarkan tiga indikator pembangunan
(efisiensi ekonomi , keadilan sosisal dan kelestarian ekosistem) dengan
pendekatan manusia sebagai faktor utama dan untuk mencapainya perlu melakukan
strategi yang telah di utarakan di atas (AMDAL). Model neoklasik dengan
efisiensi ekonominya bisa berlangsung bila penyesusaian upah tenaga kerja dilakukan secara berkala untuk meningkatkan
daya beli masyarakat. Model Keynesian dengan efisiensi ekonominya bisa tercapai
bila secara akurat mampu menamkan investasinya secara tepat, tidak hanya
melihat sisi keuntungannya saja. Konsep ruang dan waktu perlu diterapkan dalam
model Keynesian ini. Untuk Srukturalis dan Neostrukturalis perlu reformasi
sosial dan birokrasi agar efisiensi ekonomi dan keadilan sosial terwujud.
Model-model pembangunan Neoklasik, Neoklasik kuno, Keynesian, Strukturalis dan
NeoStrukturalis secara singkat diuraikan di bawah ini dan mengacu pada buku Teori Dan Kebijaksanaan
Pembangunan ( Arief, 1998).
TABEL 1. MODEL & INDIKATOR PEMBANGUNAN
Indikator Model Pembangunan |
Efisiensi Ekonomi |
Keadilan Sosial |
Kelestarian Ekosistem |
Keterangan (Fokus dan Locus )
|
BERKELANJUTAN
|
▲ |
▲ |
▲ |
Utamakan Manusia &
AMDAL |
NEOKLASIK |
▲ |
☼ |
☼ |
Gaji Disesuaikan |
NEOKLASIK KUNO |
▲ |
☼ |
☼ |
Pemberdayan Tenaga Kerja |
KEYNESIAN |
▲ |
☼ |
☼ |
Investasi harus akurat |
STRUKTURALIS |
▲ |
▲ |
☼ |
Reformasi Sosial |
NEOSTRUKTURALIS |
▲ |
▲ |
☼ |
Reformasi Birokrasi |
KETERANGAN
: ▲= SUDAH MENJADI TUJUAN
☼= BELUM
MENJADI TUJUAN
Indonesia
sebagai negara ke empat yang mempunyai penduduk terbesar di dunia, harus berupaya
keras menyelesaikan masalah - masalah yang muncul akibat tekanan penduduk.
Wilayah pesisir dan laut harus dikelola secara terpadu mengingat wilayah ini
sedang dan terus akan mendapat tekanan terbesar akibat penduduk Indonesia yang
terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sudah mencapai 267 juta jiwa.
Saat ini menurut pakar dan praktisi kelautan , pengelolaan dan pengembangan
wilayah pesisir dan laut yang telah dan sedang dilaksanakan masih berjalan
sektoral. Dengan demikian dalam menghadapi pengembangan wilayah pesisir dan
laut setiap sektor melakukan perencanaan
masing-masing. Pendekatan dengan secara sektoral mungkin paling praktis tetapi mempunyai
banyak kelemahan dan menyebabkan terjadinya konflik dalam pemanfaatan ruang.
Pendekatan secara sektoral ini merupakan produk dari pendekatan manajemen yang
sentralistik. Pada otonomi daerah saat ini perlu pendekatan yang terpadu.
Momentum otonomi daerah (otda) dapat dilaksanakan secara baik bila ada suatu
komitmen dari bangsa ini dalam
menjalankan suatu pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu (PWPLT).
Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis model yang akan diterapkan agar
keberhasilannya bisa di dapat secara optimal. Perubahan pengelolaan
pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik tentunya mempunyai implikasi
terhadap PWPLT. Pada uraian berikut ini akan diberikan evaluasi prinsip PWPLT
dengan komponen-komponen strategis otda. Adapun
komponen strategis otda menurut
Rasyid (2000) adalah sebagai berikut :
1. Self Regulating Power(SRP),
2. Self
Modifying Power(SMP),
3. Creating Local Political Support(CLPS),
4. Managing Financial Resources(MFR),
5. Developing Brain Power(DBP).
Untuk pendekatan evaluasi diasumsikan bahwa CLPS dan DBP menjadi
komponen utama baru diikuti dengan SRP dan SMP. Bila keempat komponen tersebut
telah dirumuskan secara baik barulah MFR diformulasikan. CLPS dan DBP menjadi
yang utama karena hal ini menjadi dasar dari mengerakkan roda pemerintahan .
Wilayah pesisir
adalah suatu wilayah peralihan antara
daratan dan lautan (Dahuri, et al.,1996) . Dalam definisi ini
terkandung dua batas yaitu :
1.batas
yang sejajar garis pantai
2.batas
yang tegak lurus garis pantai (ke arah darat dan ke arah laut)
Untuk keperluan praktis (pengelolaan) maupun untuk
keperluan ilmiah batas yang sejajar garis pantai lebih mudah ditentukan
/disepakati dibanding batas yang tegak lurus garis pantai, sehingga yang
menjadi kajian lebih lanjut adalah batas yang tegak lurus garis pantai. Batas
ke arah laut adalah dari garis pasang terendah sampai batas paparan benua
sedangkan batas ke arah daratan adalah dari garis pasang tertinggi sampai
daratan yang dipengaruhi iklim laut. Batas ke arah daratan inilah yang menjadi
lebih sulit ditentukan dibanding ke arah laut.
Kesepakatan internasional terakhir, Wilayah pesisir
didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan , ke arah darat
mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang
surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua (Dahuri, et al.,1996)
Menurut
Dahuri, et al (1996) ada
lima belas prinsip dasar dalam
PWPLT , yaitu :
1. Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumber
daya yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan
mengelola pembangunannya.
2. Air merupakan faktor kekuatan penyatu utama
dalam ekosistem wilayah pesisir.
3. Tata ruang daratan dan lautan harus
direncanakan serta dikelola secara terpadu
4. Daerah perbatasan antar laut dan darat
hendaknya dijadikan fokus utama dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir.
5. Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan
berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat
adaptif.
6. Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir
adalah untuk mengkonservasi sumber daya milik bersama.
7. Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan
konservasi sumber daya alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPLT.
8. Semua tingkat pemerintahan dalam suatu negara
harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir.
9. Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan
sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir.
10. Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari
ekosistem pesisir serta partispasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah
pesisir.
11. Konservasi untuk pemanfaatan yang
berkelanjutan adalah tujuan utama dari pengelolaan sumber daya wilayah pesisir.
12. Pengelolaan multiguna sangat tepat digunakan untuk semua sistem
sumber daya wilayah pesisir
13. Pemanfaatan multiguna merupakan kunci keberhasilan
dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
14. Pengelolaan sumber daya pesisir secara
tradisional harus dihargai.
15. Analisis dampak lingkungan sangat
penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara efektif.
Pada tabel
2 dapat dilihat hmatrik evaluasi OTDA & PWPLT. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan konsep
pengembangan wilayah dimana rencana tata ruang wilayah pesisir (lihat gambar
1) menjadi kebutuhan mendesak, sehingga
prinsip 3,4, 8,9,10,11,13,15 untuk 5 komponen otda tersebut semua
diberikan penilaian P(penting sekali dan segera dilakukan riset aksi). Hasil
evaluasi ini menunjukkan bahwa dari 15 prinsip PWPLT hampir seluruhnya tidak
bisa ditunda agar pelaksanaan otda dan PWPLT bisa berjalan sesuai dengan
rencana. Hal yang menjadi pertimbangan utama adalah dengan kebutuhan yang
mendesak dalam otda dan PWPLT adalah
suatu pedoman yang disusun berdasarkan prinsip 3,4, 8,9,10,11,13 dan 15
(Tumiwa,2001). Untuk itu diperlukan suatu kebijakan pemerintah pusat agar
setiap daerah membuat pedoman PWPLT dan disosialiasiskan kepada masyarakat agar
partisipasi masyarakat muncul dengan kesadaran kritisnya. Pada prinsip
1,2,5,6,14 penilaian N (penting tetapi perlu suatu kondisi agar dalam
pelaksanaannya tidak terjadi konflik) muncul pada komponen otda MFR.
Gambar
1. Algoritma Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir (Dahuri,et al.,1996
Tabel 2. Evaluasi PWLPT dan OTDA
OTDA PWPLT |
SRP |
SMP |
CLPS |
MFR |
DBP |
PRINSIP 1 |
P |
P |
P |
N |
P |
PRINSIP 2 |
P |
P |
P |
N |
P |
PRINSIP 3 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 4 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 5 |
P |
P |
P |
N |
P |
PRINSIP 6 |
P |
P |
P |
N |
P |
PRINSIP 7 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 8 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 9 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 10 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 11 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 12 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 13 |
P |
P |
P |
P |
P |
PRINSIP 14 |
P |
P |
P |
N |
P |
PRINSIP 15 |
P |
P |
P |
P |
P |
3. RUANG LINGKUP DAN APLIKASI INDERAJA
Inderaja didefinisikan sebagai ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang objek , atau feonomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu
alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (
Lillesand & Keifer,1990). Dalam
Inderaja sistem satelit, informasi keadaan permukaan bumi direkam oleh
sensor yang dapat menangkap sinyal gelombang elektromagnetik yang dipantulkan
oleh kenampakan atau gejala yang terdapat dipermukaan bumi. Sensor yang
dipasang pada satelit harus peka terhadap beberapa panjang gelombang
elektromagnetik. Setiap sinyal dapat memberikan data dan informasi tentang
keadaan permukaan bumi. Sinyal tersebut ditangkap dan kemudian dikirim ke
stasiun bumi atau direkam terlebih dahulu bila stasiun bumi yang ada tidak
dapat dijangkau.
Satelit dapat meliput daerah yang luas dan
dengan orbit tertentu dapat memonitor seluruh permukaan bumi . Satelit-satelit
yang digunakan dalam pengeinderaan jauh terdiri dari :
1.
Satelit cuaca : NOAA(USA)
2.
Satelit sumberdaya : Landasat (USA), SPOT(Perancis)
Teknologi Inderaja sistem satelit saat ini
terus dikembangkan oleh negara maju untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam
memperoleh informasi yang akurat
mengenai sumber daya alam dan lingkungan. Data Inderaja
diintegrasikan Sistem Informasi
Geografik akan membentuk data base yang dapat menujang kebutuhan pengeloaaan
wilayah pesisir dan lautan , khususnya untuk penyusunanan tata ruang wilayah
pesisir. Menurut Hartanto (1995) kebutuhan informasi keruangan dalam proses
perencanaan tata ruang dapat diakomodasi
oleh citra Inderaja (SPOT MSS dan Landsat TM ), khususnya dalam pembuatan Peta
Administarsi dan Peta Penggunaan Lahan. Pada gambar 2 dapat dilihat model
Integrasi Sistem Informasi Geografik dan Inderaja. Perkembangan satelit SPOT (
milik Perancis ) sudah memasuki generasi
ke 5 yang mempunyai resolusi sangat tinggi yaitu 2,5 meter dan dapat
diaplikasikan untuk pemetaan dengan skala 1:5000. Pemerintah Kanada
dengan Satelit RadarSat 2 mampu
mengatasi masalah liputan awan dengan resolusi 3 meter ( Nababan, 2000).
Satelit NOAA milik Amerika yang beredar
pada ketinggian 850 kilometer dan mengitari Indonesia setiap harinya 8 kali dan
dilengkapi dengan sensor gelombang tampak dan infrared advanced high resolution
radiometer (AVHHR) mampu merekam kondisi kebakaran hutan, kehijauan tumbuhan,
tempratur permukaan laut. Informasi dari satelit NOAA didapat secara gratis
dengan mengarahkan antena stasiun bumi pada satelit NOAA. Aplikasi Inderaja
dengan satelit NOAA bisa untuk meningkatkan penangkapan ikan di laut.
Kapal-kapal asing secara illegal menagkap ikan di perairan kita umumnya
menggunakan satelit inderaja untuk mengetahui posisi lokasi ikan yang paling
banyak. Indikasi keberadaan ikan bisa
diperoleh berdasarkan suhu permukaan laut dan data naiknya massa air bawah yang
membawa fitoplanton sebagai bahan pakan ikan. Hasil data yang dikumpulkan dari
tahun 1991 oleh para peneliti BPPT dapat dipantau bahwa ikan lemuru di
Banyuwangi Selatan dan ikan sarden di selatan pulau Bali terbanyak berkumpul pada bulan Agustus dan
Sepetember. Menurut Soesilo ( 2000 ) berkat data satelit maka waktu berlayar
jadi pendek , nelayan bisa dapat segera berkumpul dengan keluarga dan bahan
bakar dapat di hemat sampai 60 %. Lebih lanjut menurut Soesilo (2000) aplikasi
Ideraja satelit radar dapat memantau pelanggaran kapal tangker yang membuang
limbahnya ke laut dan dapat dijadikan bukti
untuk dikenakan denda. Inderaja
satelit mampu menentukan posisi dari kapal laut yang tenggelam, sehingga
penyelamatan penumpang dapat dilakukan.
Pada tabel 3 di bawah ini akan diberikan
beberapa aplikasi Inderaja untuk wilayah pesisir dan lautan. Penyusunan
informasi yang tertuang pada tabel 3 disusun berdasarkan beberapa penelitian yang diambil dalam jurnal,tesis,majalah,
dimana sumbernya dapat dilihat pada daftar acuan.
Tabel 3. Aplikasi Inderaja Untuk Wilayah Pesisir dan lautan
Aplikasi |
Keterangan |
Tata ruang wilayah pesisir untuk kegiatan
pembangunan ( Hartanto,1995) |
SPOT, Multi temporal dan Multistage Informasi
Atribut, keruangan, zonasi didapat dengan integrasi Sistem Informasi
Geografik (SIG) |
Tata guna lahan dan analisa sedimen (Dewanti
& Hasyim, 1992) |
Landast-MSS & MOS 1-MESSR,
Multemporal pada estuaria cimandiri,
Bodri, Comal untuk mengehitung nilai ekonomi perlu diintegrasikan dengan SIG |
Penditeksian Upwelling ( Suprato, et al.,
1992 ) |
NOAA/AVHRR, lokasi Pelabuhan Ratu |
Pengamatan khlorofil
, suhu permukaan laut dan biota laut (
Soesilo, 2000) |
NOAA/AVHRR |
Perubahan sebaran Mangrove dan Laguna (Dewanti, et al.,1996) |
Landsat –MSS & TM, Multemporal, lokasi
Segara Anakan. |
Dampak
Perubahan tata guna lahan terhadap Mangrove ( Pramudji, et
al.,1996) |
Landsat-5 MSS & TM, lokasi Pesisir Passo
Ambon |
Pendeteksian perubahan garis Pantai (Bintoro
& Sukojo,1998) |
Landsat TM, Multi tingkat Lokasi pantai
Gresik Surbaya |
Perilaku spekral Obyek-obyek geografis di
wilayah pesisir ( Hanggono,1998) |
Landsat TM, lokasi pantai timur Sumatra. |
4. PENUTUP
Inderaja
diintegrasikan dengan SIG akan membentuk data base yang dapat digunakan untuk
keperluan penyususunan rencana tata ruang wilayah pesisir, Amdal maupun untuk memonitor
perubahan fisik dari pantai,air laut, mangrove maupun terumbu karang. Dengan
menggunakan citra SPOT yang mempunyai
resolusi tinggi, nilai aset fisik sumber
daya alam maupun buatan dapat diukur. Secara singkat teknologi Inderaja bila
digunakan secara tepat akan meningkatkan efisiensi (data digunakan oleh semua
sektor yang ingin mengembangkan wilayah pesisir dan lautan ; perhubungan,
parawisata, pemukiman dan konservasi), keadilan sosial terwujud (hak-hak
masyarakat terpenuhi, akses informasi untuk semua sama), dengan begitu
ekosistem akan lestari. Pada penyususunan tata ruang dimana diperlukan masukan
dari masyarakat,data Inderaja dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan potensi dan
masalah wilayah yang akan direncanakan kepada masyarakat.
Penerapan
model co-manajemen memungkinkan data
Inderaja dapat dimanfaatkan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Pemberdayan
diawali pelatihan – pelatihan yang terstruktur bagi masyarakat dalam memahami
potensi wilayah pesisir dan laut dan memahami perubahan – perubahan fisik
melalui citra Inderaja. Setelah itu pemberdayaan dilanjutkan dengan proses
produksi serta pemasaran sumberdaya
pesisir dan laut. Bila proses pemberdayaan ini secara berkesinambungan
dilakukan maka akan terbentuk masyarakat produktif yang berbasis iptek.
Lingkungan pisisir akan menerima input modal yang besar dan mengeluarkan output
barang dan jasa yang besar juga( efisiensi ekonomi ). Hal ini dapat terbentuk
karena pada dasarnya setiap individu akan berkembang apabila diberi akses.
Dengan melihat pengalaman masyarakat desa menggunakan telepon dan masyarakat
kota menggunakan internet, teknologi Inderaja mempunyai prospek yang baik.
Bila basis teknologi Inderaja terbentuk pada masyarakat nelayan maka
pembangunan ekonomi yang berbasis laut akan terwujud dan Wawasan Nusantara
sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan
makmur menjadi kenyataan .
DAFTAR ACUAN