REFERENSI

© 2001. Nursamran Subandi                                                             Posted 10  June 2001  (rudyct)

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

SIDIK JARI  DNA  FORENSIK:  

Teknologi, Penerapan, dan Implikasinya 

 

Oleh:

Nursamran Subandi 
P26600007/TKL  
E-mail: sandiforensic@yahoo.com

 

 

 

.".. Masih memerlukan waktu yang  panjang  sebelum para Hakim di Inggeris  setuju untuk menghukum seseorang berdasarkan bukti sidik-jarinya. Namun demikian, penyempurnaan teori identifikasi masih dapat dilakukan, karena tidak mudah untuk mengajukannnya dalam suatu bentuk yang akan menjadi suatu bukti yang sah di pengadilan. ..."

 Sir Francis Galton, 1892

 

I .  P E N D A H U L U A N
(Tinjauan  Ontologi)

Usulan untuk menggunakan sidik jari manusia sebagai suatu alat untuk identifikasi  dan sebagai barang bukti dalam kasus-kasus kriminil merupakan suatu yang revolusioner pada masanya. Masa Sir Francis Galton telah lama berlalu, namun demikian, penggunaan sidik jari sebagai barang bukti telah lama ditetapkan sebagai suatu alat yang tak ternilai manfaatnya dalam penentuan pelaku kriminil, demikian pula untuk identifikasi orang hilang, dan jejak-jejak manusia. Namun demikian, sejalan dengan makin meningkatnya populasi, aktifitas, dan interaksi antar-manusia yang memunculkan berbagai masalah-masalah baru. Demikian pula halnya dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan  identifikasi manusia, telah muncul permasalahan-permasalahan baru yang tidak dapat disolusi hanya dengan cara-cara konvensional, seperti penggunaan sidik jari biasa. Persoalan-persoalan dimaksud, meliputi penentuan status orang tua ( paternity dan maternity ), masalah kewarganegaraan/ keimmigrasian, serta pembuktian kasus-kasus kriminil tertentu. Selama beberapa dekade yang lalu suatu teknologi forensik dengan konsep yang lebih revolusioner dari pada sidik jari telah diperkenalkan, dan kini telah digunakan secara umum. Pemetaan atau pencetakan sidik jari DNA forensik pertama kali digunakan pada tahun 1986 di Inggeris, yaitu pada kasus Colin Pitchfork  ( yang akhirnya dihukum karena kasus perkosaan dan pembunuhan dua anak perempuan belasan tahun ), dan setelah itu metode ini telah sukses mendukung pembuktian berbagai  kasus kriminal dengan barang bukti DNA, di seluruh belahan bumi ini.

Pengacara Publik Janet Reno menyebut metode pemetaan sidik jari DNA sebagai suaru penelitian untuk kebenaran. Penggunaan Teknologi DNA untuk tujuan forensik merupakan sesuatu yang sangat penting dalam hal ini.” Pencetakan sidik jari DNA”           ( DNA - fingerprinting ) yang dalam dunia ilmiah lebih dikenal sebagai “ Pemetaan Sidik Jari DNA “ ( DNA- Profiling ) telah memberikan cara untuk mengidentifikasi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan dengan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi. Namun demikian,  setelah kurang lebih 15 tahun dikenal, penggunaan metode ini masih tetap dalam skala yang selektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah tidak tersedianya metode ini untuk kalangan pengguna lokal, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan metode ini, serta biaya pengujian yang masih relatif tinggi ( khususnya bila menggunakan laboratorium-laboratorium swasta ).

Beberapa tahun berselang, analisis sidik jari DNA menjadi tofik utama di media massa berkaitan dengan pemberitaan kasus pembunuhan dengan tersangka  O.J. Simpson yang cukup menghebohkan (pengujian DNA memainkan peranan penting dalam kasus ini). Walaupun pemetaan sidik jari DNA telah banyak kali digunakan untuk membantu dalam   “ menghukum “ atau “ membebaskan dari tuduhan “ para tersangka dalam kasus-kasus kriminil, para hakim masih mempertanyakan penerimaan metode pembuktian tersebut dalam sistem hukum. Percabangan yang luas dari pemetaan sidik jari DNA ini, khususnya berkaitan dengan penyalahgunaannya, telah menimbulkan dilemma etika dan moral yang serius.

 

II.   PROSES  PENCETAKAN SIDIK JARI  DNA 
|
  
   (Suatu tinjauan  epistemologi)

 

Untuk dapat mengerti mengapa dan bagaimana pencetakan sidik jari DNA dilakuan, maka beberapa pengertian harus dipahami terlebih dahulu. 

I . 1.  Apa itu  DNA  ?

Asam deoksi-ribonukleat  ( Deoxyribonucleic Acid = DNA ) adalah suatu senyawa kimiawi yang membentuk “ kromosom “. Bagian dari suatu kromosom yang  mendikte suatu sifat khusus disebut “ gen “. Struktur DNA adalah “ untaian ganda” (double helix), yaitu dua untai bahan genetik yang membentuk spiral satu sama lain. Setiap untaian terdiri dari satu deretan basa ( juga disebut nukleotida ) . Basa dimaksud adalah salah satu dari keempat senyawa kimiawi berikut : Adenin, Guanin, Cytosine dan thymine.

Kedua untai DNA berhubungan pada setiap basa. Setiap basa hanya akan berikatan dengan satu basa lainnya, dengan aturan sebagai berikut : Adenin  (A) hanya akan berikatan dengan thymine (T), dan guanine (G) hanya akan berikatan dengan Cytosine (C) .

Contoh dari satu untaian DNA terlihat seperti ini :

A - A - C - T - G - A - T - A - G - G - T - C - T - A - G

Untaian  DNA yang dapat terikat pada untaian DNA di atas adalah

T - T - G - A - C - T - A - T - C - C - A - G - A - T - C

dan gabungan dari keduanya menjadi :

A - A - C - T - G - A - T - A - G - G - T - C - T - A - G

T - T - G - A - C - T - A - T - C - C - A - G - A - T - C

Untaian DNA dibaca dari arah yang khusus, dari puncak atas  ( disebut 5’ atau ujung “ lima utama “ ) atau dari dasar  ( disebut  ujung  3’ atau ujung “ tiga utama ). Pada suatu untaian ganda, untaian diurut dari arah yang berlawanan :

5’ A - A - C - T - G - A - T - A - G - G - T - C - T - A - G 

3’ T - T - G - A - C - T - A - T - C - C - A - G - A - T - C  

Struktur kimia dari DNA adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Pasangan basa  DNA.

I. 2.  Apa itu sidik jari DNA  ?

Struktur kimiawi DNA dari setiap orang adalah sama, yang berbeda hanyalah urutan/susunan dari pasangan basa yang membentuk DNA tersebut. Ada jutaan pasangan basa yang  yang terkandung dalam DNA setiap orang, di mana urutan/susunan basa-basa tersebut berbeda untuk setiap orang.

Berdasarkan perbedaan urutan/susunan basa-basa dalam DNA tersebut, setiap orang dapat diidentifikasi. Namun demikian, karena ada jutaan pasangan basa, pekerjaan tersebut akan membutuhkan waktu yang lama. Sebagai penggantinya, para ahli dapat menggunakan metode yang lebih pendek, yaitu berdasarkan adanya pola pengulangan urutan/deretan basa dalam DNA setiap orang.

Namun demikian, pola ini tidak dapat memberikan suatu “ sidik jari “ secara individu, tetapi dapat digunakan untuk menentukan apakah dua contoh DNA yang dianalisis berasal dari orang yang sama, atau orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga satu satu sama lain, atau mereka sama sekali tidak mempunyai hubungan keluarga. Para ahli menggunakan sejumlah kecil deretan DNA yang diketahui bervariasi di antara sekian banyak individu, dan menganalisisnya untuk memperoleh tingkat kemungkinan kecocokan tertentu.

I.  3.  Bagaimana Melakukan Pemetaan Sidik Jari DNA  ?

“ Southern Blot “ adalah salah satu cara untuk menganalisis pola-pola genetik yang muncul dalam DNA seseorang. Tahapan-tahapan pekerjaan “ Southern Blot “, meliputi :

(1). Isolasi DNA yang dipermaslahkan yang berasal dari sisa-sisa bahan sel di dalam inti sel. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan detergent khusus untuk mencuci bahan ekstra dari DNA, atau secara mekanis, dengan menerapkan tekanan tinggi untuk melepaskan DNA dari bahan-bahan sel lainnya.

(2).  Pemotongan DNA menjadi beberapa potongan dengan ukuran yang berbeda. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan satu atau lebih “ enzim pemotong “ ( restriction enzymes ).

(3). Penyortiran potongan DNA berdasarkan ukurannnya. Suatu proses di mana dilakukan pemisahan berdasarkan ukuran atau “ fraksinasi ukuran “ dengan menggunakan cara yang disebut “ elektroforesis gel “ ( gel electrophoresis ). DNA dimasukkan ke dalam gel ( seperti agarose ), dan muatan listrik diterapkan pada gel tersebut, dengan muatan positif pada dasar wadah gel, dan muatan negatif pada puncak wadah. Karena DNA bermuatan negatif, maka potongan DNA akan tertarik ke arah dasar gel. Namun demikian, potongan-potongan kecil dari  DNA akan dapat bergerak lebih cepat, dan karenanya berada lebih jauh dari dasar dibandingkan dengan potongan-potongan yang lebih besar. Berdasarkan prinsip di atas, potongan DNA dengan ukuran yang berbeda akan terpisah, potongan yang lebih kecil lebih dekat ke dasar, dan potongan yang lebih besar lebih dekat ke puncak.  

(4).  Denaturasi DNA, agar semua DNA berubah menjadi untai tunggal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan atau dengan perlakukan kimiawi terhadap DNA yang terdapat di dalam gel  (lihat poin 4 ).

(5).  Blotting DNA. Gel dengan DNA yang sudah terfraksinasi berdasarkan ukurannya diterapkan pada lembaran kertas nitrosellulosa sehingga DNA tersebut dapat melekat secara tetap pada lembaran tersebut. Lembaran ini disebut “ Southern blot ). Sekarang “ southern blot “ sudah siap dianalisis. Untuk menganalisis suatu “ southern blot “ digunakan suatu “ probe “ genetik radioaktif  yang akan melakukan reaksi hibridisasi dengan DNA yang dipertanyakan. Jika suatu sinar-X dikenakan pada “ southern blot” setelah  “ probe-radioaktif “ dibiarkan berikatan dengan DNA yang telah terdenaturasi pada kertas, hanya area di mana “ probe radioaktif “ berikatan yang terlihat pada film. Keadaan ini yang memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi DNA seseorang dari kejadian dan frekwensi pemunculan pola genetik khusus yang terkandung pada probe.  

I. 4.  Apa itu  VNTRs  ?

Setiap untaian DNA mempunyai bagian yang membawa informasi genetik yang menginformasikan pertumbuhan suatu organisme, bagian ini disebut  “ exons “, dan bagian yang tidak membawa informasi genetik, yang disebut “ introns “. Namun demikian, introns bukanlah sesuatu yang tidak berguna, telah ditemukan bahwa introns mengandung            ” deretan pasangan basa  terulang “. Deretan ini disebut  “ Variable Number Tandem Repeats “ ( VNTRs ) yang dapat tersusun dari dua-puluh hingga seratus pasangan basa. 

Setiap manusia mempunyai beberapa VNTRs. Untuk menentukan apakah seseorang mempunyai VNTR khusus, dibuat suatu  “ southern blot “, kemudian southern blot tersebut di-probe-kan, selanjutnya melalui reaksi hibridisasi dengan suatu versi radioaktif dari VNTR yang dipertanyakan. Pola yang dihasilkan dari proses ini dianggap sebagai sidik jari DNA.

VNTRs seseorang berasal dari informasi genetik yang diwariskan oleh kedua orang tuanya ( ibu dan bapak ). Dia dapat memiliki VNTRs yang diwariskan dari bapaknya atau dari ibunya, atau kombinasi dari keduanya, tetapi mustahil tidak ada dari keduanya.

Gambar di bawah ini adalah pola VNTR dari Pak Amat ( biru ), Ibu Amat    (merah ), dan keempat anaknya : P1 ( Ani = anak kandung perempuan dari keluarga Amat ), P2 ( Siti = anak tiri perempuan  Pak Amat, anak kandung Ibu Amat dengan suaminya yang terdahulu ( hijau ), L1 ( Budi = anak kandung laki-laki keluarga Amat ), L2 ( Amir = Anak pungut keluarga Amat, tidak ada hubungan darah dengan keluarga Amat, (ungu dan biru tua ).


                         Ibu         Bapak             P1             P2              L1               L2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                        Gambar  2. Illustrasi  VNTRs dari keluarga  Amat

 

III. PENGGUNAAN  PRAKTIS  DARI  PENCETAKAN SIDIK JARI  DNA
( Suatu Tinjauan  Aksiologi )

Penggunaan praktis dari pencetakan sidik jari DNA meliputi :

III. 1.  Penentuan  Ke-bapak-an dan Ke-ibu-an  ( Paternity and Maternity )

Karena seseorang mewarisi VNTRS dari orang tuanya, maka pola VNTRs dapat digunakan untuk menentukan ke-bapak-an dan ke-ibu-an.  Begitu khas-nya pola VNTR tersebut, sehingga pola VNTR yang diwarisi dari orang tua hanya dapat direkontruksi jika pola VNTR dari si anak diketahui ( lebih banyak anak yang diuji, maka rekonstruksi akan lebih benar ). Analisis pola VNTR dari orang tua-anak telah digunakan sebagai standar penyelesaian kasus identifikasi-ayah, demikian pula untuk kasus-kasus yang lebih kompleks, seperti penegasan kewarganegaraan, dalam hal adopsi, kedudukan sebagai orang tua kandung. Pada tahun 1988, Kantor Keimmigrasian Inggeris ( United Kingdom Home Office and Foreign Commonwealth ) meratifikasi penggunaan pencetakan sidik jari DNA untuk pemecahan perdebatan keimmigrasian yang bergantung pada hubungan keluarga.

III. 2.  Identifikasi  Penjahat dan  Forensik

DNA yang diisolasi dari darah, air mani ( semen ), rambut, sel-sel kulit, atau barang bukti genetik lainnya yang ditemukan di tempat kejadian perkara dapat dibandingkan ( melalui pola VNTR ) dengan DNA dari tersangka pelaku kejahatan, untuk menentukan bersalah atau tidaknya si tersangka tersebut. Pola VNTR juga berguna dalam menetapkan identitas dari korban pembunuhan, juga dari DNA yang ditemukan sebagai barang bukti atau dari mayat itu sendiri. Banyaknya penerapan dari pencetakan sidik jari DNA dalam bidang ini telah menjadikan metode pembuktian ini sebagai metode yang tak terhingga nilainya di dalam lapangan forensik. 

 

III. 3.  Identifikasi Perorangan

Gagasan untuk menggunakan sidik jari DNA sebagai suatu jenis “ bar-code” genetik untuk mengidentifikasi individu telah dibahas, tetapi hal ini kurang disukai. Teknologi yang dibutuhkan untuk mengisolasi, menyimpan di dalam file, kemudian menganalisis jutaan pola VNTR yang sangat khas merupakan hal yang mahal dan tidak praktis.

III. 4.  Bidang Kesehatan

Sidik jari DNA telah digunakan pada beberapa bidang penelitian perawatan kesehatan, demikian pula pada sistem peradilan. Sidik jari DNA digunakan untuk mendiagnosa penyakit keturunan, baik pada bayi-bayi yang belum lahir, maupun yang sudah lahir. Penyakit keturunan dimaksud, meliputi : cystic fibrosis, hemophilia, Hutington’s disease, familial Alzheimer’s, sickle cell anemia, dan banyak lagi yang lain. Deteksi awal dari dari penyakit-penyakit semacam ini memungkinkan dokter dan orang tua si anak untuk mempersiapkan diri terhadap pengobatan yang cocok untuk sang bayi. Pada beberapa program, penasehat genetik menggunakan informasi sidik jari DNA untuk membantu calon orang tua untuk memahami resiko mempunyai anak yang cacat. Sidik jari DNA juga penting dalam pengembangan metode pengobatan terhadap penyakit keturunan. Program penelitian untuk menemukan gen-gen penyebab penyakit keturunan sangat tergantung pada informasi yang tergantung pada informasi yang terkandung di dalam  kenampakan (profile ) DNA.

 

IV.  MASALAH-MASALAH  SEPUTAR  PENCETAKAN  SIDIK JARI  DNA
( Suatu tinjauan teleologi )

           

Sama halnya dengan topik-topik lain dalam dunia ilmu pengetahuan, pencetakan sidik jari DNA tidak dapat dijamin 100 %. Istilah “ sidik jari DNA” kurang tepat karena menyiratkan pengertian  bahwa  pola VNTR dari seseorang mempunyai sifat  khas yang sempurna untuk orang tersebut. Sebenarnya semua pola VNTR dapat menyajikan peluang bahwa seseorang yang dipersoalkan adalah sungguh-sungguh pemilik pola VNTR tersebut ( dari anak, bukti-bukti kriminil, atau dari sumber lainnya ), dengan peluang 1 dalam 20 milyar. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan hasil analisis sidik jari DNA sangat ditentukan oleh besar kecilnya peluang kecocokan (matches) dari sidik jari DNA yang dipersoalkan dengan sidik jari DNA pembanding. Hal ini menimbulkan keraguan yang besar mengenai identitas khas dari pemilik pola VNTR. 

IV. 1.  Mengupayakan  Peluang yang Tinggi

Diperlukan  peluang kesamaan yang tinggi yang dapat mendukung bahwa suatu sidik jari DNA betul-betul adalah milik seseorang, khususnya dalam pembuktian kasus-kasus kriminil. Hal ini dimaksudkan untuk membantu dalam menetapkan apakah seorang tersangka bersalah atau tidak bersalah. Dengan menggunakan VNTRs yang langka atau kombinasi VNTRs untuk memperoleh pola VNTR yang dapat meningkatkan peluang kecocokan  ( agar terhindar dari penafsiran yang keliru di mana pola-pola VNTR yang dibandingkan kelihatannya sama  padahal pola-pola VNTR tersebut berasal dari orang yang berbeda, atau dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah, seperti orang tua dan anak ).  

IV. 2.  Permasalahan dalam Penentuan Peluang

IV. 2. 1.  Genetika Populasi

Karena VNTRs merupakan faktor genetik yang diwariskan, sehingga VNTR tidak terdistribusi secara merata pada semua populasi manusia. Oleh karena itu, suatu VNTR tertentu tidak mempunyai peluang kemunculan yang stabil. Peluang kemunculan tersebut tergantung pada latar belakang genetik individu. Perbedaan peluang ini khususnya tampak pada kelompok ras yang berbeda. Beberapa VNTRs yang paling sering muncul (ditemukan) pada ras Hispanic akan jarang muncul pada ras Caucasian atau ras African-American. Hingga saat ini, tidak ada pengetahuan yang cukup tentang distribusi frekwensi VNTR di antara kelompok-kelompok etnis yang dapat digunakan dalam penentuan peluang secara tepat terhadap individu-individu dalam kelompok tersebut. Komposisi genetik yang heterogen dari individu-individu antar-rasial (ras paduan), yang jumlahnya semakin meningkat, justru menyajikan serangkaian pertanyaan baru. Penelitian lanjutan dalam bidang ini yang dikenal sebagai “ genetika populasi “ telah terhalang oleh banyaknya pertentangan (kontroversi), karena ide-ide untuk mengidentifikasi orang melalui anomali-anomali genetik sepanjang garis rasial dikhawatirkan berhubungan dengan “ gerakan pemurnian etnis “ yang baru saja terjadi , serta argumen lain yang menyatakan bahwa upaya tersebut dapat memberikan dasar ilmiah untuk membangkitkan diskriminasi rasial.

 IV. 2. 2.  Kesulitan-kesulitan Teknis

Kesalahan dalam proses “ hibridisasi “ dan “ probing “ juga harus dihitung dalam bentuk peluang, dan seringkali gagasan tentang kesalahan  tidak dapat diterima secara sederhana. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa kesalahan yang timbul akibat kurang telitiya teknisi laboratorium dalam melaksanakan tugasnya ( dalam pencetakan sidik jari DNA ) dapat menyebabkan dipenjaranya orang-orang yang tidak bersalah, dibebaskannya orang-orang yang bersalah, dan hilangnya hak-hak sah seorang ibu untuk memelihara anaknya, serta akibat-akibat fatal lainnya. Suatu perhatian khusus juga harus diberikan terhadap contoh DNA dalam jumlah yang sangat sedikit, khususya jika analisis DNA harus melibatkan proses “ pelipat-gandaan”  (amplifikasi )( memperbanyak contoh DNA dengan cara melipatgandakan contoh DNA yang ada dengan metode Polimerase Chain Reactions = PCR ). Jika yang diaplifikasi adalah DNA yang salah  (misalnya DNA dari sel-sel kulit teknisi laboratorium), maka akibatnya akan sangat merusak hasil analisis. Hingga sekarang ini, belum ada standar yang bersifat universal untuk penentukan kecocokan sidik jari DNA dan untuk keamanan dan ketepatan laboratorium yang adapat meminimalkan kesalahan, hal ini menyebabkan banyaknya protes keras dari masyarakat.       

 

 V.  KASUS   O.J. SIMPSON : 
Implikasi sains, hukum, moral, dan etika

V. 1.  Kasus O.J. Simpson

 Majalah Time  memberitakan mengenai putusan bersalah dalam pengadilan kasus pembunuhan dengan tersangka O.J. Simpson, pada tanggal  2 Oktober 1995. Belum ada dalam sejarah seseorang yang seterkenal O.J.Simpson didakwa melakukan kejahatan yang sangat keji, yaitu  menggorok bekas isterinya ( Nicole Brown Simpson ), mencekik dan menikam hingga mati temannya ( Ronald Goldman ). Kasus Simpson merupakan pertunjukan yang menakjubkan bagi publik Amerika yang tergoda oleh kemasyhuran seseorang ( celebrity ).

Sebagai bagian dari kegilaan media massa, pemetaan sidik jari DNA yang memberikan bukti penting dalam kasus tersebut mendapat perhatian yang sangat besar.Namun demikian, sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada akhirnya barang bukti sidik jari DNA dalam kasus ini tidak dapat mengarahkan kepada penghukuman tersangka. Keadaan dari kasus tersebut merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan bersalah tidaknya tersangka tanpa memperhatikan bukti-bukti sidik jari DNA. Akibat dari kegemparan yang ditimbulkan oleh media massa, pandangan masyarakat adalah bahwa penuntutan dalam kasus Simpson mempunyai banyak bukti yang didasarkan pada sidik jari DNA, namun pada kenyataanya bukti-bukti tersebut tidak bermanfaat.

V. 2.  Barang Bukti yang Ditemukan

Penuntutan kasus Simpson ini secara esensial didasarkan pada barang bukti DNA.Salah satu bagian terpenting dari barang bukti adalah sarung tangan yang berlumuran darah yang ditemukan di perkebunan milik Simpson di Rockingham. Sarung tangan ini sesuai dengan ukuran Simpson, modelnya sama dengan model sarung tangan yang biasa dia pakai, dan ditemukan juga pasangan dari sarung tangan tersebut di tempat kejadian perkara. Pada sarung tangan itu ditemukan juga serat yang serupa dengan serat bahan baju Goldman, rambut Brown dan Goldman, dan bulu badan laki-laki kulit hitam. Darah pada sarung tangan tersebut cocok cocok dengan darah Goldman, Brown, dan Simpson. Potongan barang bukti penting lainnya adalah kaos kaki yang mengandung noda darah yang ditemukan pada lantai kamar tidur Simpson. DNA dari noda darah pada kaos kaki tersebut cocok dengan DNA Simpson dan Brown, dan darah yang ditemukan pada pintu belakang di tempat kejadian perkara DNA-nya cocok dengan DNA Simpson, serta darah yang ditemukan di mobil Ford-Bronco milik Simpson DNA-nya cocok dengan DNA Simpson, Brown, dan Goldman. Selain itu, pengujian DNA dan serologi-konvensional menghubungkan Simpson dengan tetesan darah di dekat korban pada tempat kejadian perkara.

V. 3.  Kesalahan Pada Penanganan Barang Bukti

Ini adalah suatu kasus dengan dukungan barang bukti yang sangat kuat. Jika semua bukti di atas telah diterima oleh hakim sebagai sesuatu yang otentik (asli), maka sudah cukup kuat dalam mengarahkan hakim untuk menghukum Simpson. Namun demikian, bagian lain dari cerita ini  menjadi lebih penting dari bukti-bukti DNA, yaitu tentang cara pengumpulan barang bukti tersebut. Penyelidikan yang lebih mendalam menunjukkan bahwa  pihak penuntuk tidak mungkin dapat mengumpulkan barang bukti sebanyak itu tanpa adanya kesalahan dan kekurangan. Akhirnya ketahuan bahwa penuntut dan Departemen Kepolisian Los Angeles  ( Los Angeles Police Department = LAPD ) telah membuat kekeliruan serius dalam penanganan barang bukti DNA selama tahap awal penyelidikan. Kesalahan itu meliputi :

·     Penugasan peserta latihan (siswa) untuk mengumpulkan barang bukti darah, di mana yang bersangkutan sebelumnya belum pernah diberi tanggungjawab melakukan pengumpulan barang bukti darah di tempat kejadian perkara.

·     Hal yang lebih memberatkan lagi adalah kenyataan bahwa  Vannatter  ( seorang detektif LAPD ) membawa berkeliling  barang bukti darah O.J. Simpson di dalam vial yang disimpan dalam amplop terbuka selama tiga jam, dan pergi minum kopi sebelum membawa barang bukti tersebut ke laboratorium pemeriksaan.

Pemeriksaan barang bukti di pengadilan memungkinkan pembela untuk membantah bahwa barang bukti darah 1,5 cc tersebut  tidak dapat diperhitungkan dalam penuntutan. Pembela mengasumsikan bahwa darah tersebut telah dimasukkan oleh  Vannetter, karena darah yang ditemukan pada pintu di TKP tidak ditemukan selama tahap awal penyelidikan. Hal ini menciptakan keraguan yang kuat pada para hakim. Selain itu, pada pengujian silang, ahli kriminil  Dennis Fung menyerah terhadap kesalahan prosedural tersebut. Akibat dari kesalahan besar dalam penanganan barang bukti DNA oleh pihak penuntut maka pembela dapat memenangkan perdebatan. Pihak pembela juga membawa hasil uji tahun 1987 yang dilakukan oleh Cellmark dan  Forensic Science Associate yang melaporkan hasil-hasil laboratorium yang salah . Mereka menyatakan bahwa tingkat kesalahan hasil laboratorium mencapai 2%  ( 1 kesalahan dalam 50 pengujian ). Sebenarnya pengujian yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut di atas tidak relevan karena mengubah protokol pengujian yang digunakan untuk memperoleh hasil-hasil pengujian yang dipersoalkan , dimana ribuan pengujian telah sukses dilakukan dengan protokol itu.

 V. 4.  Implikasi  Etika dan Moral

Tuntutan pembela pada kasus O. J. Simpson mengabaikan perasaan banyak orang yang curiga terhadap kekeliruan laboratorium yang mempersalahkan hasil-hasil uji DNA. O. J. Simpson bukan satu-satunya orang yang diadili, sehingga tindakan mempersalahkan hasil-hasil uji DNA sangat merugikan bagi masa depan diterimanya uji sidik jari DNA di pengadilan. Banyak orang berharap bahwa penghukuman pembunuh-pembunuh orang-orang terkenal (selebrity) yang didasarkan pada pemetaan sidik jari DNA akan membuka pintu untuk diterimanya pengujian tersebut sebagai alat pembuktian di pengadilan. Sebaliknya, meskipun bukti-bukti DNA yang sangat banyak melawan Simpson, pembela tetap memenangkan perdebatan dan Sipson dibebaskan, akibatnya masa depan dari pengujian DNA dalam sistem peradilan menjadi tidak menentu.

Salah satu efek yang muncul kemudian dari kasus Simpson adalah bahwa para pembela dari kasus-kasus kriminil yang melibatkan bukti-bukti DNA akan melakukan penelitian yang lebih cermat terhadap hasil-hasil uji  DNA yang diajukan pihak penuntut. Dalam kasus Simpson, pembela pada dasarnya meletakkan Laboratorium Kriminil sebagai obyek yang diadili. Laporan dari National Research Council (NRC) dengan judul “ Teknologi dalam Ilmu Pengetahuan Forensik “, menyatakan tidak ada perselisihan penting tentang prinsip-prinsip ilmu yang mendasari uji-DNA-forensik. Namun demikian, kecukupan prosedur-prosedur laboratorium dan kemampuan/wewenang dari ahli-ahli yang melaksanakan pengujian tersebut harus terbuka untuk diperiksa.

Kualitas dan keandalan dari laboratorium-laboratorium forensik hanyalah salah satu dari banyak hal yang terkait dengan pencetakan sidik jari DNA. Hal lainnya adalah  tentang penerimaan uji tersebut oleh pengadilan,  banyak issue moral dan etika yang terlibat dalam hal ini. Pertama, issue apakah bukti-bukti DNA menghalangi terdakwa untuk memperoleh pengadilan yang adil. Pengacara Robert Brower sangat yakin bahwa bukti-bukti DNA mengancam hak-hak konstitusional untuk suatu peradilan yang adil  Dia menyatakan bahwa “ dalam kasus pemerkosaan, bila barang bukti air mani (semen) yang ditemukan cocok dengan kepunyaan terdakwa , dan peluang bahwa barang bukti tersebut berasal dari orang lain adalah 33 milyar  berbanding  1 , maka anda tidak membutuhkan hakim lagi “. Tentu saja sisi lain dari issu ini adalah bahwa DNA dapat memberikan   bukti yang menyakinkan bahwa seseorang tersangka melakukan suatu tindak kriminil, dan orang lain  mengatakan bahwa ini adalah suatu halangan terhadap peradilan dan merupakan hal yang tidak konstitusional  bila tidak menghadirkan bukti-bukti  tersebut di  pengadilan . 

Pengujian DNA bukan hanya terkait dengan persoalan etika, legal, atau kebijakan publik, pengujian ini juga berkaitan dengan permasalahan wanita. Sembilan puluh persen (90 %) dari korban kriminil yang melibatkan identifikasi DNA adalah perempuan. Pengujian ini sangat bermanfaat dalam mengungkapkan kasus-kasus kejahatan seksual, yang secara tradisional paling sulit diungkapkan dan kebanyakan tidak dilaporkan. Hanya sekitar separuh dari kasus pemerkosaan yang dilaporkan yang menghasilkan penahanan, dan kurang dari separuh pelaku yang ditahan yang dijatuhi hukuman di pengadilan. Uji DNA telah membuat banyak kemajuan yang berarti dalam penghukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan seksual terhadap wanita. 

 

VI .    KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1.   Teknologi pencetakan sidik jari DNA ( DNA - Fingerprinting ) merupakan metoda yang bersifat revolusioner dalam identifikasi manusia, dan merupakan metode identifikasi dengan tingkat kepastian yang sangat tinggi. Metode ini telah banyak membantu penegak hukum dalam menghukum orang yang bersalah dan membebaskan orang yang tidak bersalah.

2.   Sidik jari DNA telah digunakan dalam bidang forensik untuk membantu dalam pembuktian kasus-kasus dengan barang bukti yang terkait dengan DNA, seperti : darah, air-mani, jaringan tubuh, rambut, dan barang bukti genetik lainnya. Selain itu, sidik jari DNA juga bermanfaat dalam penyelesaian masalah-masalah ke-bapak-an (paternity) dan ke-ibu-an (maternity), masalah keimmigrasian, masalah pengobatan terhadap penyakit keturunan, dll.

3.  Terdapat beberapa kendala dalam penerapan sidik jari DNA forensik , khususnya di  indonesia, seperti : belum tersedianya pengujian ini untuk kalangan pengguna lokal, lamanya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan pengujian, mahalnya biaya pengujian, dll.

4.  Selain itu, masih terdapat kendala teknis dan kendala politik, moral, dan lain-lain, yang masih membatasi pengembangan dan penyempurnaan metode ini.

5.   Kasus O.J. Simpson merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi mereka yang terlibat dalam pengujian DNA untuk tujuan-tujuan pembuktian tindak pidana (forensik), bahwa faktor ketelitian, kecermatan, dan ketepatan tindakan sangat menentukan keberhasilan metode ini memerankan fungsinya sebagai alat bukti di pengadilan.

 

REFERENSI

1.  Brinton, K.and An Liberman,K.,Basic of DNA Fingerprint, www.biology.washington.edu/fingerprint/dnaintro.html   Dikunjungi : 25 Maret 2001.

2.  Currant,T., Forensic DNA Analysis : Technology and Application, Science and Technology Division, September 1997,    www.parl.gc.ca/information/library/PRBpubs/bp443-e.htm    Dikunjungi  : 12 Mei 2001

3.  Lachter, K., Science and Law : the Implication of DNA-Profilingwww.dartmouth.edu/~cbbc/courses/bio4/bio4-1997/KatieLachter.html   Dikunjungi : 12 Mei 2001