EFEKTIFITAS BAURAN KEBIJAKAN DALAM STABILISASI EKONOMI INDONESIA

© 2001. Suparmin                                                                                       Posted  23 May  2001  (rudyct)

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

 

 

 

 

EFEKTIFITAS BAURAN KEBIJAKAN DALAM STABILISASI EKONOMI INDONESIA

 

 

Oleh:

 

Suparmin

EPN P01600001

e-mail: suparmin2000@yahoo.com

 

 

I.     PENDAHULUAN

Dalam sejarah perekonomian negara-negara di dunia, masalah stabilisasi ekonomi menjadi hal penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Stabilisasi ekonomi menjadi bahan perdebatan di kalangan ekonom di banyak negara di  dunia, karena masalah ini setiap tahun muncul di belahan dunia. Perekonomian suatu negara tidak pernah luput dari masalah fluktuasi ekonomi atau ketidakstabilan ekonomi termasuk juga di Indonesia. Jika ketidakstabilan ekonomi ini terus berlanjut, maka akan timbul masalah-masalah seperti pengangguran yang tinggi, inflasi yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan masalah neraca pembayaran.

Situasi perekonomian Indonesia sampai saat ini mengalami pasang surut, hal ini ditandai dengan perubahan Gross Domestic Product (GDP) riil, tingkat pengangguran, jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia, sebagai contoh, pada awal tahun 1998 GDP riilnya turun  13,01 %  dan jumlah orang dewasa yang bekerja menurun dari  95,3 % ke 94,5 % dan tingkat pengangguran meningkat dari  4,7 %  ke 5,5  %. Satu tahun kemudian (1999) GDP riil tumbuh sebesar 0,31 % dan jumlah penduduk dewasa yang bekerja menurun sebesar 93,7 % dan tingkat pengangguran meningkat  kembali ke 6,3 % (BPS, 2000).

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, maka perlu suatu langkah-langkah kebijakan ekonomi yang tepat dan terarah, misalnya melalui bauran kebijakan yaitu suatu kombinasi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, atau melalui bauran kebijakan lainnya seperti  kebijakan perdagangan, dan kebijakan sosial politik serta keamanan.

Walaupun kebijakan fiskal dan kebijakan moneter tidak sepenuhnya dapat mengatasi masalah makroekonomi, akan tetapi kedua kebijakan   tetap penting dalam mengatasi masalah stabilisasi ekonomi dan dapat dikombinasikan dengan kebijakan- kebijakan lainnya.

 

II.  TUJUAN BAURAN KEBIJAKAN

Tujuan bauran kebijakan adalah untuk menstabilkan perekonomian Indonesia, melalui empat target yang akan dicapai yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, inflasi yang rendah, mengatasi pengangguran (unemployment), dan masalah neraca pembayaran (Balance of Payment).

 

III.   TINJAUAN TEORITIS BAURAN KEBIJAKAN

Bauran kebijakan (The Policy Mix) dalam pengertian ekonomi adalah suatu penerapan dua kebijakan secara bersama-sama (yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter ) dalam suatu kondisi perekonomian (Dornbusch, R., dan Fischer, S., 1987).

Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter secara umum dinyatakan sebagai kebijakan bagaimana mengelola permintaan (Branson, 1972). Dalam pengertian ini yang dimaksud kebijakan fiskal sendiri adalah kebijakan fiskal yang murni, dimana kebijakan ini mempengaruhi pengeluaran pemerintah (G) atau pajak (T), dan yang dimaksud kebijakan moneter disini adalah kebijakan yang mempengaruhi supply uang (MS). Jadi dalam kebijakan fiskal akan terjadi pergeseran kurva IS dan pada kebijakan moneter akan menggeser kurva LM bila dilakukan ekspansi. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut.

 

Pergeseran Kurva IS

Dengan menggunakan perpotongan Keynesian untuk melihat bagaimana perubahan-perubahan lain dalam kebijakan fiskal menggeser kurva IS. Karena kenaikan pengeluran pemerintah atau menurunkan pajak akan memperbesar pendapatan dan menggeser kurva IS keluar atau kekanan. Menurut Mankiw (2000), dan Glahe, Fred R. (1977), besarnya perubahan pendapatan (Y) sebagai akibat perubahan pengeluaran pemerintah atau penurunan pajak adalah sebesar multipliernya, dalam persamaan matematik besaran tersebut dapat dilihat pada persamaan (1) dan (2)

 

Y = C(Y – T) + I + G                           Y = C(Y – T) + I + G

dY = C’dY + dG                                   dY = C’(dY – dT)

dY/dG = 1 / (1 – C’)                             dY/dT = - C’/ (1 – C’)

dY/dG = 1 / (1 – MPC)                        dY =[ - MPC/(1 – MPC)] . dT       ....….. (2)

dY = dG / (1 – MPC)       ……… (1)

Keterangan: Y adalah pendapatan nasional, C adalah konsusmi,T adalah pajak, I adalah investasi, G adalah pengeluaran pemerintah, MPC adalah marginal propensity to consume, AE adalah aggregate expenditure, dan r adalah tingkat suku bunga.

 

 

 

Kenaikan dalam pengeluaran pemerintah (G) menggeser kurva IS dari IS0 ke IS1. Kenaikan pengeluaran pemerintah meningkatkan pengeluaran yang direncanakan. Pada tingkat bunga tertentu, pergeseran dalam pengeluaran yang direncanakan  sebesar dG menyebabkan kenaikan dalam pendapatan nasional Y sebesar dG / (1 – MPC)  sehingga kurva IS bergeser ke IS1 (lihat gambar 1)

Jika investasi dan pajak pada persamaan (1) tidak konstan, maka persaman multiplier akan menjadi (Branson, 1972):

y = c[y – t(y)] + i(r) + g

dy = c’ (dy – t’ dy) + i’ dr + dg

dy/dg = i’ dr / (1 – c’) (1 – t’)                 …………  (3)

dr/dy = (1 – c’) (1 – t’) / I’ dG   <  0

 

Pergeseran Kurva LM:

Pergeseran kurva LM dapat dilihat pada gambar 2 berikut (Hall, Robert E., dan Taylor, John B, 1988):

 

Keterangan: r adalah tingkat suku bunga, Y adalah pendapatan nasional, M/P adalah money supply, L(r, Y)  adalah permintaan uang.

Penurunan dalam penawaran uang akan menggeser kurva LM dari LM0 ke LM1 yang berakibat terhadap kenaikan tingkat suku bunga dalam tingkat pendapatan nasional tertentu.

Dalam menganalisis perekonomian terbuka ( Open economy ) ada dua aspek yang perlu diperhatikan yaitu pertama, masalah kegiatan ekspor-impor. Ekspor akan menambah suntikan dalam perekonomian yang meliputi investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor barang dan jasa (I + G + X). Sedangkan impor akan menyebabkan bocoran yang meliputi tabungan, pajak, dan impor barang dan jasa (S + T + M). Kedua, masalah kurs valuta asing (Exchange rate).  Ada dua sistem yang menentukan kurs valuta asing yaitu sistem kurs valuta asing tetap (Fixed exchange rate) yang ditentukan oleh pemerintah, dan kurs valuta asing berubah bebas (Flexible exchange rate) yang ditentukan oleh perubahan permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas (Sukirno, Sadono, 2000).

Ekspor menyebabkan suatu negara mendapat mata uang asing, dan sebaliknya impor harus dibayar dengan menggunakan mata uang asing. Disamping itu, dari waktu ke waktu akan berlaku aliran valuta asing sebagai akibat investasi dari luar negeri dan sebaliknya apabila penduduk negara itu ingin melakukan investasi ke luar negeri mereka akan memerlukan valuta asing. Transaksi-transaksi tersebut akan dicatat oleh bank sentral dan nilainya ditunjukkan dalam neraca pembayaran.

 

Pendekatan Mundell-Flemming Model

Ada 2 target yang ingin dicapai dalam pendekatan Mundell-Flemming Model yaitu: keseimbangan internal dimana pendapatan nasional riil (YR) sama dengan pendapatan full employment (YFE), dan keseimbangan eksternal yaitu Balance of Payment (BOP) sama dengan nol (Dornbusch, R., dan Fischer, S., 1987).

BOP = CA + KA                                            …………………….. (4)

CA = X – M

X = f (YF, RER)

M = f (Y, RER)

Jadi, CA = f (Y, Yf, RER)                   ………….………….. (5)

KA = CIF – COF = NCIF

CIF = f (rD , rF)

COF = f (rD , rF)

Jadi, KA = NCIF = f (rD , rF)                          ………..……………. (6)

Dari persamaan fungsi CA dan KA, maka diperoleh fungsi BOP:

BOP = f (YF, Y, RER, rD, rF)           …………………….. (7)

Keterangan:

CA = current account                         KA = capital account

X = export                                          M = import

YF = foreingn income                         Y  = national income

RER = real exchange rate                 CIF = capital inflow

COF = capital outflow                         NCIF = net capital inflow

                     rD = domentic interest rate                 rF = foreingn interest rate                 

 

 

Target Mundell adalah bagaimana BOP = 0, artinya jika BOP tidak seimbang, maka dia harus diseimbangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mempengaruhi carrent account (CA).

Ada 3 kondisi BOP yaitu:

1.    Perfect BOP

a.    Capital mobility

·      (X – M) + NCIF = 0

·      Ada pengaruh tingkat suku bunga (r), Jika rD > rF, maka terjadi surplus, sebaliknya jika rD < rF, maka tejadi defisit.

b.    No capital mobility

·      (X – M) = 0, karena NCIF = 0

·      Jika X > M, maka terjadi surplus, dan jika X < M, maka terjadi defisit

·      Tidak ada pengaruh tingkat suku bunga (r)

2.         Imperfect BOP

·      (X – M) + NCIF = 0

·      Ada pengaruh tingkat suku bunga (r), Jika rD > rF, maka terjadi surplus, sebaliknya jika rD < rF, maka tejadi defisit

Ketiga kondisi BOP ini dapat digambarkan dalam grafik berikut (Sukirno, Sukirno, 2000):

 

Ada 2 sistem yang digunakan dalam pendekatan Mundell-Flemming Model yaitu:

1.    Sistem nilai tukar, terdiri dari:

a.    Fixed exchange rate

b.    Flexible exchange rate

2.    Sistem harga, terdiri dari:

a.    Fixed price

b.    Flexible price

 

Keseimbangan Internal dan Eksternal

Secara umum setiap negara menginginkan agar neraca pembayaran mereka  berimbang. Jika tidak, maka Bank Sentral akan kehilangan cadangannya atau memperoleh cadangan yang tidak bisa dipertahankan terus menerus. Tujuan dari  keseimbangan neraca pembayaran disebut keseimbangan eksternal (external balance). Disamping itu , setiap negara menginginkan mempertahankan keseimbangan internal (internal balance) atau penggunaan tenaga kerja penuh (full-employment) (Dornbusch, R., dan Fischer, S., 1987).

 

Keterangan : (1) ekspansi kebijakan Fiskal dan ekspansi kebijakan moneter

(2) kontraksi kebijakan fiskal dan ekspansi kebijakan moneter

(3) kontraksi kebijakan fiskal dan kontraksi kebijakan moneter

(4) ekspansi kebijakan fiskal dan kontraksi kebijakan moneter

 

Pada gambar 4 tersebut kondisi keseimbangan internal dan eksternal dibagi dalam 4 kuadran dimana pada kuadran I terjadi surplus neraca pembayaran dan unemployment karena berada diatas kurva external balance (EB) dan disebelah kiri kurva internal balance, pada kuadran II terjadi surplus neraca pembayaran dan inflasi, pada kuadran III terjadi defisit neraca pembayaran dan inflasi, dan kudran IV terjadi defisit neraca pembayaran dan unemployment. Kondisi ini sering disebut “Necessary Condition”. Selain necessary condition juga diperlukan “sufficient Condition” yang dapat dilihat pada gambar 5.

 

IV.    APLIKASI BAURAN KEBIJAKAN PADA PEREKONOMIAN INDONESIA

 

Jika gambar 4 dan gambar 5 digabungkan, maka didapat kondisi keseimbangan eksternal dan internal dan keseimbangan IS-LM dalam 8 kondisi.

Dalam penerapan bauran kebijakan ini diasumsikan dilakukan pada perekonomian terbuka (Open Economy), dan menggunakan model Mundell-Fleming. Kondisi perekonomian Indonesia pada saat ini menurut laporan BPS (2000) adalah terjadi pengangguran yang semakin meningkat (uneployment) dimana tingkat pengangguran meningkat dari 4,3 juta orang (1997) menjadi 6,0 juta orang (1999) dan defisit neraca pembayaran (kondisi pada kuadran IV-4 gambar 6).

Dengan melihat kondisi tersebut, maka resep yang perlu dilakukan dalam mengatasi hal tersebut adalah dengan bauran kebijakan yaitu perlu ekpansi kebijakan fiskal dan kontraksi kebijakan moneter. Kontraksi kebijakan moneter dengan mengurangi money supply (jumlah uang beredar) yang kemudian akan meningkatkan suku bunga domestik dari r0 ke r1. Untuk mengimbangi efek dari kenaikan suku bunga yang tinggi terhadap pendapatan, maka perlu dilakukan ekpansi kebijakan fiskal untuk menjaga agar pendapatan tetap konstan dan akan diperoleh keseimbangan neraca pembayaran dan membawa pada kondisi kesempatan kerja penuh artinya dapat menekan tingkat pengangguran dan penggunaan uang ketat pada tingkat suku bunga yang tinggi. Jadi dalam kondisi kesimbangan akan tercapai keseimbangan internal dan eksternal. Bauran kebijakan tersebut masih dalam penilaian kurs tetap. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar 7 berikut.

Pada gambar 7 dapat dijelaskan bahwa keseimbangan awal perekonomian berada pada titik E0 dengan pendapatan nasional Y0 dan tingkat bunga r0. Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal pada kurs tetap melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G) atau penurunan pajak (T). Maka kurva IS akan bergeser dari IS0 ke IS1, dan keseimbangan baru berada pada titik A. Defisit BOP ini akan mengurangi penawaran uang dan tingkat bunga akan naik ke r1 sehingga menngeser kurva LM dari LM0 ke LM1 dan terjadi keseimbangan baru di E1 yang menggambarkan peningkatan pendapatan nasional.  Berarti ekspansi kebijakan fiskal dan kontraksi kebijakan moneter secara bersama-sama akan meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan suku bunga.

 

 

Dari gambar 8 dapat dijelaskan bahwa keseimbangan awal perekonomian berada pada titik E0 dengan pendapatan nasional Y0 dan tingkat bunga r0. Pemerintah menerapkan kebijakan fiskal pada kurs fleksibel (flexible exchange rate) melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G) atau penurunan pajak (T). Maka kurva IS akan bergeser dari IS0 ke IS1, dan keseimbangan berada pada titik A. Nilai mata uang domestik mengalami depresiasi dan menyebabkan harga barang ekspor relatif lebih murah dan harga barang impor relatif lebih mahal. Sehingga ekspor meningkat dan impor menurun, dan menyebabkan kurva BOP0 bergeser ke BOP1 dan juga IS bergeser dari IS1 ke IS2.

Jadi dengan ekspansi kebijakan fiskal dan kontraksi kebijakan moneter secara bersama-sama akan terjadi peningkatan pendapatan nasional dan peningkatan tingkat bunga. Akan tetapi bauran kebijakan yang lebih efektif adalah pada nilai tukar tetap.

Kebijakan pemerintah yang pernah dilakukan pada saat yang lalu adalah melalui kebijakan pengketatan supply uang oleh Bank Indonesia, sementara ekspansi fiskal melalui peningkatan pengeluaran pemerintah atau penurunan pajak belum dilakukan. Bahkan pemerintah menerapkan kebijakan peningkatan pajak dan meningkatkan harga jual BBM. Hal ini akan memperpanjang instabilitas ekonomi yaitu memicu terjadinya inflasi dan bahkan akan meningkatkan jumlah pengangguran.

Ketidakstabilan sosial politik turut mendukung terjadinya instabilitas ekonomi. Hal ini ditandai dengan belum sepenuhnya penegakan supremasi hukum, keamanan yang belum membaik. Sehingga hal ini berakibat pada kurangnya peminat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dan ini juga yang menyebabkan bantuan dari luar negeri seperti IMF tidak bisa terlaksana. Oleh karena itu faktor sosial politik dan keamanan juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam membantu pemulihan ekonomi bersama-sama dengan kebijakan fiskal dan moneter.

 

V.  KESIMPULAN

1.      Kebijakan fiskal yang ekspansif dan kebijakan moneter yang kontraktif lebih efektif pada kondisi Indonesia saat ini, karena akan dapat dicapai 4 target yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi (meningkatkan pendapatan nasional), inflasi yang rendah atau mengurangi tingkat inflasi, mengatasi pengangguran (unemployment) atau mengurangi pengangguran dan masalah neraca pembayaran (Balance of Payment) atau memperbaiki neraca pembayaran, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2.      Kebijakan sosial politik dan keamanan sebagai pendukung kebijakan fiskal dan moneter perlu dilakukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian berusaha bagi investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga pemulihan ekonomi dapat dipercepat.

 

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

 

Badan Pusat Statistik, 2000. Laporan Perekonomian Indonesia 2000. Angkatan Kerja, Konsumsi, dan Kemiskinan Penduduk.

 

Branson, William H., 1972. Macroeconomic Theory and Policy. Harper and Row Publisher, New York.

 

Dornbusch, R., dan Fischer, S., 1987. Macroeconomics, Fourth Edition.  Departement of Economics Massachusetts Institute Technology.

 

Glahe, Fred R., 1977. Macroeconomics Theory and Policy. Second Edition. Harcourt Brace Jovanovicch, Inc. Printed in the United States of America.

 

Hall, Robert E., dan Taylor, John B, 1988. Macro Economics, Theory, Performance, and Policy. Second Edition. W.W. Norton and Company – New York – London.

 

Mankiw, N.G., 2000.  Macro Economics, Fourth Edition.  Worth Publishers.

 

Sukirno, Sadono, 2000. Makroekonomi Modern. Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

 

Posted:  23 May 2001  RCT