© 2001 Asmika Harnalin Simarmata                                                                                                Posted:  24  Nov. 2001   [rudyct] 

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November 2001

 

Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

 

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEREDUPAN INTENSITAS CAHAYA MATAHARI

PADA KOLOM AIR DI DAERAH PASIR KOLE, WADUK IR. H. JUANDA PURWAKARTA,

JAWA BARAT

 

 

Oleh:

 

Asmika Harnalin Simarmata

C016 01 0011

E-mail : asmikasg@yahoo.com

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

 

1.1.  Latar Belakang

Cahaya yang berasal dari matahari penting untuk kehidupan makhluk hidup karena hampir semua energi yang menggerakkan dan mengontrol metabolisme di perairan berasal dari energi matahari yang dikonversi secara biokimia melalui proses fotosintesis menjadi energi kimia potensial. Fotosintesis menggunakan bahan anorganik yang berasal dari perairan atau atau dari aliran teresterial yang diangkut ke ekositem perairan dalam berbagai bentuk terlarut dan partikel organik.

Fotosintesis oleh fitoplankton bergantung pada cahaya.  Laju fotosintesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya berkurang.  Sebaliknya laju respirasi bisa dikatakan konstan dalam semua kedalaman (Nybakken, 1988).

Nastiti (1989) menemukan pada konsentrasi nitrat dan fosfat yang tinggi, kelimpahan fitoplankton lebih rendah dibandingkan pada konsentrasi nitrat dan fosfat yang rendah.  Pada konsentrasi nutrien tinggi dan intensitas cahaya tinggi, tidak semua nutrien yang ada dapat dimanfaatkan sedangkan pada konsentrasi nutrien yang rendah  dan intensitas cahaya redup, semua nutrien yang ada dapat dimanfaatkan, karena intensitas cahaya pada ssat itu adalah intensitas cahaya yang masih toleran.

Selanjutnya Wetzel (1975) menyatakan bahwa kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh intensitas cahaya.  Intensitas cahaya yang terlalu kuat akan merusak enzym fito-oksidatif fitoplankton akibatnya fitoplankton yang tidak tahan akan mati.

Intensitas cahaya di perairan akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman.  Kehilangan cahaya ditandai dengan koefisien peredupan cahaya. 

 

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melihat mengapa intensitas cahaya bervariasi di dalam kolom air.  Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan intensitas cahaya berkurang dalam kolom air.  Hal ini penting karena cahaya berperan sebagai faktor pembatas utama dalam fotosintesis atau produktifitas primer (Kirk, 1977).

 

1.2. Tinjauan ontologis

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

-                     -                     variabel penentu peredupan cahaya pada kolom air di waduk

-                     -                     besaran dan dinamika peredupan cahaya pada kolom air.

Sedangkan tinjauan aksiologi atau manfaat penelitian ini adalah dapat diketahui kedalaman perairan yang potensial untuk budidaya perikanan sehingga pengelolaan perairan dapat optimal.

 

1.3.1.3. Hipotesa

Adapun hipotesa yang digunakan adalah :

-                     -                     jumlah, jenis, individu dan biomassa setiap kolom air adalah tidak sama

-                     -                     penyebab tingkat peredupan cahaya berbeda pada setiap kolom air.

 

 

II.  METODOLOGI

 

 

2.1  Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk penelitian ini dipilih suatu lokasi di Waduk Ir. H. Juanda yang kondisinya paling tenang, yaitu genangan utama.  Dalam penelitian ini daerah itu adalah pertengahan antara ujung Cileundi ke Dam Utama.  Berdasarkan peta lokasi tersebut berada disekitar Pasir Kole.  Daerah ini dipilih karena jauh dari pemasukan air atau muara sungai (Krismono, 1988; Nastiti, 1989).

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 1998.  Waktu pengambilan sampel dilakukan pagi hari pukul 08.00WIB sampai pukul 13.00 WIB.

 

2.2    2.2    Teknik Pengambilan Contoh

 

2.2.1  Penentuan Titik Sampling

        Contoh air diambil dari stasiun yang telah ditentukan yaitu Pasir Kole dengan 5 kali ulangan.  Penentuan titik sampling secara vertikal didasarkan kepada intensitas cahaya yang sampai pada kolom air.  Titik pertama yakni di permukaan (0 cm) dimana intensitas cahaya 100%.  Titik kedua dan ketiga yang mana cahaya antara 100% sampai 1% dari cahaya permukaan; yaitu titik kedua pada kedalaman 70 cm dan titik ketiga pada kedalaman 180 cm.  Titik terakhir yaitu pada kedalaman 360 cm, dimana cahaya tinggal 1% dari cahaya permukaan.

 

 

2.2.2  Pengukuran Intensitas Cahaya

        Pengukuran intensitas cahaya dengan alat Rigo Submarine Illuminometer tipe 5241.  Alat ini dapat digunakan untuk mengukur intensitas cahaya di perairan tawar, laut, rawa dan lain-lain.  Illuminometer ini mampu mengukur intensitas cahaya mulai dari 0 sampai 500000 luks.  Prinsip kerjanya adalah perubahan energi cahaya menjadi energi listrik yang kemudian ditangkap oleh photoelectric cell dan nilainya dibaca pada lux selector.

 

2.2.3  Pengambilan Contoh Air

Sampel air diambil dengan menggunakan Van Dorn Water Sampler berukuran 1.2 liter sebanyak 2 kali.  Contoh air dibagi sesuai dengan kebutuhan.  Untuk identifikasi dan penghitungan fitoplankton dibutuhkan 500 ml, analisis total padatan tersuspensi 100 ml, bahan organik terlarut (DOM) 500 ml, dan sisanya untuk parameter lain seperti kekeruhan, nitrat dan fosfat.  Penyimpanan dan pengawetan contoh air sebahagian dilakukan dengan menyimpan sampel pada suhu 4oC, sebahagian lagi dengan penambahan H2SO4.

 

2.2.4  Parameter Kualitas Air

Parameter yang diamati dan diukur selama penelitian beserta alat yang digunakan disajikan dalam Tabel 1.

 

Tabel 1.  Parameter Kualitas Air Selama Pengamatan

 

Parameter

Unit

Metode

Alat

Tempat Analisis

A. Utama

 

 

 

 

1.  Cahaya

Luks

-

Illuminometer

In situ

2.  TSS

mg/l

Gravimetrik

Timbangan

Laboratorium

3.  DOM

mg/l

Titrimetrik

Buret

Laboratorium

4.  Kelimpahan

sel/l

Mikrotransek

Mikroskop

Laboratorium

5.  Biomassa

mg/m3

Volumetrik

Mikroskop

Laboratorium

 

 

 

 

 

B. Penunjang

 

 

 

 

1. Suhu

OC

Pemuaian

Thermometer Hg

In situ

2.  pH

-

Kolorimetrik

Kertas pH

In situ

3.  Kecerahan

cm

Pemantulan

Secchi disc

In situ

4.  Nitrat (NO3-N)

mg/l

Brucine

Spektrofotometer

Laboratorium

5.  Orthofosfat (PO4-P)

mg/l

Stanous Chloride

Spektrofotometer

Laboratorium

 

 

2.3  Penghitungan Koefisien Peredupan

Penghitungan koefisien peredupan cahaya sesuai dengan hukum Lambert (Boyd, 1990) yaitu :

K= lnIo-lnIz

            z

 

Keterangan :

ln  : fungsi logaritmik alami

Io  :  intensitas cahaya pada kedalaman awal

Iz   :   intensitas cahaya pada kedalaman z

z   :  kedalaman

 

2.4  Penghitungan Kelimpahan Fitoplankton

Identifikasi fitoplankton berdasarkan Presscott (197)), Davis (1955).  Mizuno (1979). Selanjutnya kelimpahan sel fitoplankton dihitung dengan metode Lackey Drop Microtransect Counting (APHA, 1976), yang rumusnya adalah :

 

N = n x A/B x C/D x 1/E

 

Keterangan :

N = jumlah total fitoplankton

n  = jumlah rata-rata total individu plankton per lapangan pandang

A = luas gelas penutup (mm2)

B =  luas satu lapangan pandang (mm2)

C =  volume air yang terkonsentrasi (ml)

D =  volume satu tetes air (ml)

E  =  volume air yang disentrifuse (l)

 

2.5  Penghitungan Biomassa Fitoplankton

Dari kelimpahan fitoplankton diperoleh data jumlah sel/l.  Dengan mengukur volume sel fitoplankton secara geometrik dan mengasumsikan bobot jenis fitoplankton sama dengan 1 (Schroeder, 1975 dalam Nastiti, 1989) maka bobot basah fitoplankton dapat diperoleh dengan rumus:

B = BJ x V

Keterangan :

B    = bobot basah fitoplankton (µg)

BJ  = bobot jenis fitoplankton dianggap 1

V    = volume fitoplankton

Dari hasil penghitungan kelimpahan dan biomassa fitoplankton tersebut dapat ditentukan kelimpahan dan biomassa fitoplanktondi kolom air.  Penghitungannya adalah sebagai berikut (Gambar 2.):

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.  Kelimpahan dan biomassa fitoplankton dalam setiap kolom air

 

a = n x 0.35, yang mana nilai 0.35 ini di dapat dari 0.70-0.35

b = n x 0.90, yang mana nilai 0.90 ini diperoleh dari 1.25-0.35

c = n x 1.45, yang mana nilai 1.45 ini diperoleh dari 2.70-1.25

d = n x 0.90, yang mana nilai 0.90 ini diperoleh dari 3.60-2.70

 

Keterangan :

a,b,c, d  : kelimpahan (sel/l) atau biomassa (mg/l)

n           : data kelimpahan dan biomassa fitoplankton pada masing-masing kedalaman

 

2.6  Analisis Data

Untuk mengetahui hubungan fungsional antara koefisien peredupan intensitas cahaya matahari dengan biomassa, total padatan tersuspensi, dan bahan organik terlarut dilakukan analisis korelasi dan model regresi linear berganda (Drapper dan Smith, 1981).  Agar data per kolom air dapat dibandingkan, maka kedalaman kolom air dibuat sama yaitu 70 cm; sehingga data yang akan dianalisa dalam regresi berganda adalah data pada kolom air (0-70) cm, (71-140) cm dan (180-250) cm.   Model hubungan fungsional tersebut disajikan sebagai :

 

Y(K) = ƒ (Biomassa, TSS, DOM) atau dengan persamaan regresi berganda :

Y(K) = βo  + β1x1  +  β2x2 +  β3x3

dengan  :

Y  : Nilai koefisien peredupan

x1   : Biomassa (mg/m3)

x2   :  TSS (mg/m3)

x3   :  DOM (mg/m3)

 

Nilai F dari uji Anova terhadap hasil perhitungan regresi berganda tersebut digunakan untuk menguji kepastian dari persamaan regresi secara keseluruhan.  Hipotesis yang diajukan adalah :

Ho : tidak ada hubungan antara koefisien peredupan cahaya dengan biomassa , total padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut.

H1 : ada hubungan antara koefisien peredupan cahaya dengan biomassa, total padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut.

Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel pada tingkat kepercayaan ≥ 70%, maka  Ho ditolak dan H1 diterima.  Sebaliknya apabila nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel maka Ho diterima H1 ditolak.

        Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya peranan dari peubah x terhadap Y.  Nilai R2 berkisar antara 0-1.  Apabila nilainya lebih besar dari 0.9 atau mendekati 1 maka dapat diartikan bahwa x memiliki peranan yang besar terhadap Y.

        Besarnya pengaruh dari peubah bebas dapat dilihat dari nilai koefisien regresi (β) dari masing-masing parameter peubah bebas tersebut.  Koefisien itu digunakan untuk mengukur kenaikan atau penurunan peubah tak bebas (Y) sebagai akibat perubahan nilai peubah bebas (x).  Untuk melihat apakah pengaruh tiap peubah bebas tersebut nyata terhadap peubah tak bebas dilakukan uji t untuk tiap koefisien regresi tersebut.

        Nilai kepekaan koefisien peredupan terhadap biomassa, total padatan tersuspensi, dan bahan organik terlarut ditentukan melalui koefisien regresi (βi)  dari tiap peubah bebas yang terpilih dalam persamaan.  Nilai koefisien yang menyatakan kemiringan garis hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas tersebut dapat menunjukkan sifat dari hubungan yang ada.  Nilai positif menunjukkan hubungan yang setara, sedangkn nilai negatif menunjukkan hubungan yang berkebalikan.

        Uji Anova dan regresi berganda dengan menggunakan program Minitab for Window Release 9.2.

 

 

 

III.  HASIL DAN PEMBAHASAN

 

 

3.1  Intensitas Cahaya

Dari nilai intensitas cahaya yang diukur selama pengamatan (Tabel 2.), umumnya intensitas cahaya di permukaan waduk jauh lebih besar dari pada intensitas cahaya di lapisan dibawahnya.  Intensitas cahaya antara ulangan satu dan ulangan lainnya terlihat sangat berbeda.  Hal ini karena waktu sampling yang berbeda sehingga menyebabkan intensitas cahaya yang sampai di permukaan perairan juga berbeda. 

 

Tabel 2.  Intensitas Cahaya Matahari Selama Pengamataan

Kedalaman

(cm)

Intensitas cahaya (lux)

Ulangan1

Ulangan 2

Ulangan3

Ulangan4

Ulangan5

0

90000

53700

190000

55000

70000

70

28000

19100

70000

20000

26000

180

8000

4600

15000

5000

5000

360

1000

700

2000

1000

800

 

 

Tabel 3.  Persentase Intensitas Cahaya Matahari Selama Pengamatan

Kedalaman

(cm)

Persentase Intensitas cahaya

Ulangan1

Ulangan 2

Ulangan3

Ulangan4

Ulangan5

0

100

100

100

100

100

70

31.1

35.5

37.0

36.0

37.0

180

9.0

8.5

7.9

9.0

7.0

360

1.1

1.3

1.0

1.8

1.1

 

        Intensitas cahaya di permukan selama penelitian berkisar antara 53700 sampai 190000 luks (Tabel 2.).  Apabila dilihat persentase intensitas cahaya (Tabel 3.) pada kedalaman 70 cm terlihat intensitas cahaya yang sampai berkisar anatara 31%-37%.  Sedangkan pada kedalaman 180 cm berkisar antara 7%-9% dan pada kedalaman 360 cm intensitas cahaya tinggal 1%-1.8% dari cahaya permukaan.

        Kedalaman perairan di daerah Pasir Kole kurang lebih 20 meter.  Dilihat dari persen intensitas cahaya pada Tabel 3, dapat dikatakan meskipun perairan ini cukup dalam (20 meter) tetapi kedalaman kompensasinya kurang lebih 3.6 meter.  Selanjutnya juga terlihat bahwa makin kedalam cahaya makin redup atau berkurang.

 

3.2  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peredupan Cahaya

Berdasarkan nilai koefisien peredupan cahaya pada kolom air secara vertikal cenderung menurun (Tabel 4.).  Dari nilai koefisien peredupan rata-rata per cm terlihat pada kedalaman 0-70cm nilai koefisien peredupan 0.0212 cm-1 , pada kedalaman 71-180 cm : 0.0119  cm-1,  dan pada kedalaman 181-360 cm : 0.0058  cm-1

 

Tabel 4.  Nilai koefisien peredupan cahaya per cm kolom air

 

Kedalaman (cm)

Ulangan

K (m-1)

K (cm-1)

Rataan K

Kisaran

(0-70)

1

1.67

0.0238

 

 

 

2

1.48

0.0211

 

 

 

3

1.41

0.0201

0.0212

(0.0201-0.0238 )

 

4

1.44

0.0205

 

 

 

5

1.43

0.0204

 

 

(71-180)

1

1.14

0.0103

 

 

 

2

1.41

0.0128

 

 

 

3

1.30

0.0118

0.0119

(0.0103-0.0135)

 

4

1.25

0.0113

 

 

 

5

1.49

0.0135

 

 

(181-360)

1

1.04

0.0058

 

 

 

2

1.12

0.0062

 

 

 

3

1.15

0.0064

0.0058

(0.0058-0.0064)

 

4

0.89

0.0049

 

 

 

5

1.02

0.0057

 

 

 

 

Penurunan nilai koefisien peredupan cahaya ini disebabkan oleh intensitas cahaya yang masuk ke kolom air secara alami akan mengalami pengurangan (Kirk, 1977).  Disamping itu bahan-bahan yang terdapat di dalam air termasuk air sendiri juga akan mengurangi penetrasi cahaya matahari yang sampai ke dalam air. 

Selanjutnya dari nilai koefisien peredupan cahaya per cm , terlihat bahwa nilai koefisien peredupan pada kolom air yang pertama antara 0.0201-0.0238 cm-1 lebih tinggi dari kolom air dibawahnya yaitu 0.0103-0.0135 cm-1 dan semakin kecil pada kolom air yang ketiga  yaitu 0.0057-0.0064 cm-1.   Hal ini  sesuai dengan pendapat  Kirk (1977) dan Moss (1993) yang menyatakan bahwa koefisien peredupan lebih tinggi di lapisan atas karena lebih banyak cahaya yang diabsorpsi oleh air dan lebih rendah dengan bertambahnya kedalaman karena lebih banyak penetrasi cahaya yang hilang.

Apabila koefisien peredupan cahaya  dihubungkan dengan biomassa, total padatan tersuspensi (TSS) dan bahan organik terlarut (DOM) pada masing-masing kolom air diperoleh persamaan (Tabel 5.).

 

 

Tabel 5.  Regresi liniear berganda antara koefisien peredupan cahaya dengan biomassa, total padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut

 

K

Nilai koefisien regresi

βo

R2

Nilai F

p

Biomassa

TSS

DOM

K (0-70)

-0.322

-0.021

0.150

2.100

0.979

15.250

0.186

K (71-140)

0.971

0.398

-0.443

-1.810

0.952

6.540

0.278

K (180-250)

-0.151

0.232

0.204

-0.780

0.999

276.120

0.044

 

 

           Pada kolom air yang pertama (0-70) cm terlihat persamaan tersebut nyata pada α=20% dengan R2=0.979.  Secara keseluruhan ketiga parameter tersebut nyata mempengaruhi keofisien peredupan cahaya.  Apabila dilihat pengaruh masing-masing parameter terhadap nilai koefisien peredupan berdasarkan uji t (Lampiran 3.) terlihat bahwa biomassa berpengaruh paling nyata terhadap koefisien peredupan cahaya (α =10%),tetapi pengaruhnya negatif, kemudian bahan organik terlarut.  Sedangkan total padatan tersuspensi pengaruhnya tidak nyata.   Nilai negatif pada koefisien biomassa berarti dengan meningkatnya biomassa tidak menyebabkan peredupan cahaya.  Hal ini diduga ada kaitannya dengan komposisi jenis fitoplankton yang ditemukan pada kolom air pertama ini, dimana jenis cyanophyceae yang dominan.  Kyle, Osmond, Arntzen (1987) menyatakan tidak ada kelompok fitoplankton yang kebal terhadap photoinhibition.  Jenis yang paling sensitif adalah dinoflagellata kemudian cyanophyceae.  Disamping itu beberapa jenis cyanophyceae memiliki gel yang justru menyebabkan cahaya dipantulkan.  Diduga penyebab peredupan cahaya pada kolom air ini adalah air itu sendiri.  Hal ini sesuai dengan Moss (1993) menyatakan air dengan sangat cepat mengabsorpsi cahaya merah (λ=700nm) dan infra merah (λ>700 nm) di permukaan sampai pada kedalaman 1 meter.  Selanjutnya Cole (1983) menyatakan kira-kira 65% cahaya merah dengan sangat cepat diabsorpsi oleh air, sedangkan infra merah dengan cepat berubah menjadi panas pada kedalaman 1 meter.

        Pada kolom air yang kedua (71-140) persamaan regresi antara koefisien peredupan dengan biomassa, total padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut nyata pada α =30% dengan koefisien determinasi R2=0.952.  Biomassa dan total padatan tersuspensi berpengaruh positif terhadap koefisien peredupan.  Hal ini berarti peningkatan bimassa dan total padatan tersuspensi akan menyebabkan koefisien peredupan makin meningkat.  Pengaruh biomassa yang positif ini diduga karena intensitas cahaya yang sampai adalah intensitas cahaya yang cocok untuk kebanyakan jenis fitoplankton yang ada pada kolom air tersebut sehingga sejumlah besar cahaya yang sampai diabsorpsi oleh fitoplankton.

        Berdasarkan uji t (Lampiran 3.), yang paling nyata menyebabkan peredupan adalah total padatan tersuspensi (α=17%).  Peranan total padatan tersuspensi dalam peredupan cahaya karena konsentrasi total padatan tersuspensi yang cukup akan mempengaruhi nilai kekeruhan.  Kekeruhan merupakan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap atau dipencarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam kolom air.  Akibatnya konsentrasi total padatan tersuspensi yang relatif besar akan memepngaruhi transmisi cahaya di dalam air; yang akhirnya mempengaruhi koefisien peredupan cahaya.  Sedangkan bahan organik tidak menyebabkan peredupan diduga karena konsentrasinya yang relatif kecil 0.6635-1.3272 mg/m3 dengan rata-rata 0.9954 mg/m3 dibanding kolom air yang lain. (Lampiran 1).

        Persamaan regresi pada kolom air yang ketiga (180-250) cm nyata pada α 5% dengan koefisien determinasi R2=0.999.  Hal ini berarti ketiga parameter tersebut nyata mempengaruhi peredupan cahaya, tetapi koefisien regresi biomassa negatif. Dengan kata lain biomassa tidak menyebabkan peredupan pada kolom air ini.  Sedangkan peningkatan total padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut akan menyebabkan peredupan.  Hal ini diduga karena konsentrasi total padatan tersuspensi dan bahan organik terlarut cukup besar, berturut-turut rata-rata 4.550 mg/m3 dan 1.216 mg/m3.  Sedangkan untuk biomassa dapat dijelaskan melalui proses penguraian bahan organik menjadi nutrien (Tebbut, 1990) yang mana tidak semua bahan organik yang telah diuraikan menjadi nutrien (CO2, H2O, PO4, NO3, SO4) dimanfaatkan untuk fotosintesis oleh fitoplankton karena intensitas cahaya yang sampai pada kolom air ini sudah sangat berkurang, akibatnya bobot biomassa pada kolom air ini juga menjadi sangat berkurang, sehingga biomassa belum menyebabkan peredupan cahaya. 

        Selanjutnya uji t (Lampiran 3.) diperoleh parameter yang paling berperan dalam peredupan cahaya pada kolom air ini adalah total padatan tersuspensi.  Hal ini sesuai dengan pendapat Kirk (1977) bahwa yang paling berperan dalam peredupan cahaya adalah padatan tersuspensi dalam berbagai bentuk.

          

3.3  Parameter Fisika-Kimia Penunjang  

        Hasil pengukuran suhu di perairan Pasir Kole berkisar antara 29.0-31.0oC dengan kisaran rataan 29.5-30.0 oC (lihat Tabel 6.).  Penurunan suhu secara vertikal relatif kecil yaitu 0.5 oC, kecuali pada ulangan ketiga 1.5 oC.  Hal ini menunjukkan bahwa sampai pada kedalaman 360 cm perairan tersebut mengalami stratifikasi tetapi tidak terjadi termoklin.  Berdasarkan suhu, perairan tersebut masih cukup layak untuk menunjang kehidupan biota air.

        Derajat keasaman (pH) perairan cenderung turun dengan bertambahnya kedalaman.  Kisaran pH selama pengamatan 7.1-7.6 adalah netral.  Dari nilai pH, kondisi perairan Pasir Kole masih baik.

        Kekeruhan umumnya menunjukkan pola yang meningkat dengan bertambahnya kedalaman (Tabel 6.).  Secara umum nilai kekeruhan   termasuk kecil dengan rataan 3.6-4.8 NTU.  Berdasarkan nilai kekeruhan dapat disebutkan kekeruhan perairan belum memberikan  pengaruh yang negatif terhadap biota perairan.

        Nilai kecerahan selama pengamatan berkisar 115-150 cm.  Kecerahan terendah pada ulangan kedua dan tertinggi pada ulangan ketiga.  Diduga kecerahan yang rendah pada ulangan kedua disebabkan rata-rata kelimpahan fitoplankton pada saat ini jauh lebih besar dibanding ulangan lain.

        Kandungan oksigen terlarut selama pengamatan berkisar antara 3.58-7.15 mg/l dengan kisaran rataan 5.27-6.44 mg/l.  Porfil vertikal oksigen terlarut menunjukkan penurunan dengan bertambahnya kedalaman.  Hal ini sesuai dengan intensitas cahaya yang juga berkurang dengan bertambahnya kedalaman.  Dengan berkurangnya intensitas cahaya maka aktifitas fotosintesis akan berkurang akibatnya konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil samping fotosintesis juga akan berkurang.  Secara keseluruhan konsentrasi oksigen terlarut ini masih layak unutk mendukung kehidupan organisme akuatik di perairan tersebut (Boyd, 1990).

        Konsentrasi rataan nitrat berkisar antara 0.2207-0.3609 mg/l sedangkan ortofosfat mulai dari tidak terdeteksi sampai 0.0108 mg/l.  Konsentrasi orthofosfat ini termasuk kecil.  Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990) bahwa konsentrasi orthofosfat biasanya tidak lebih besar dari 0.005-0.02 mg/l dan jarang melebihi 0.1 mg/l.  

 

Tabel 6.  Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Pengamatan

 

Ul.

Ked.

(cm)

Suhu

(oC)

Keruh

(NTU)

SD

(cm)

pH

DO

(mg/l)

NO3-N

(mg/l)

PO4-P

(mg/l)

I

0

31.0

4.2

 

7.2

6.76

0.1844

0.0036

 

70

31.0

4.8

 

7.2

6.36

0.2405

0.0103

 

180

31.0

5.0

 

7.2

5.96

0.2032

0.0105

 

360

29.5

5.2

 

7.2

5.17

0.2546

0.0038

 

Rataan

30.6

4.8

136

7.2

6.06

0.2207

0.0071

II

0

29.5

3.3

 

7.5

5.96

0.2267

0.0011

 

70

29.5

4.0

 

7.2

5.96

0.2077

ttd

 

180

29.5

4.3

 

7.2

4.77

0.2262

ttd

 

360

29.5

4.5

 

7.1

4.37

0.2674

ttd

 

Rataan

29.5

4.0

115

7.3

5.27

0.2320

0.0003

III

0

31.0

4.2

 

7.2

7.08

0.2518

ttd

 

70

31.0

4.8

 

7.2

6.36

0.2448

0.0107

 

180

30.0

5.0

 

7.1

6.36

0.2877

ttd

 

360

30.0

5.2

 

7.1

5.96

0.2948

ttd

 

Rataan

30.5

4.8

150

7.2

6.44

0.2689

0.0003

IV

0

29.5

3.5

 

7.6

7.15

0.2886

0.0108

 

70

29.5

3.7

 

7.4

6.76

0.2356

0.0070

 

180

29.0

3.7

 

7.1

4.77

0.6787

ttd

 

360

29.0

3.5

 

7.1

3.58

0.2408

0.0051

 

Rataan

29.3

3.6

136

7.3

5.57

0.3609

0.0057

V

0

30.0

3.7

 

7.4

6.76

0.2377

0.0063

 

70

30.0

4.2

 

7.2

6.36

0.2322

0.0069

 

180

29.5

4.5

 

7.2

5.96

0.3489

0.0026

 

360

29.5

4.5

 

7.1

4.77

0.2645

0.0022

 

Rataan

29.8

4.2

135

7.2

5.96

0.2708

0.0045

 

Keterangan :

Ul     : Ulangan                             

Ked  :  Kedalaman

DO   : Oksigen terlarut

SD    : Kecerahan                

 

 

 

 

 

IV.  KESIMPULAN DAN SARAN

 

4.1    4.1    Kesimpulan

Penyebab peredupan cahaya pada masing-masing kolom air Waduk Ir. H. Juanda ternyata tidak sama.  Pada kolom air yang pertama (0-70) cm penyebab peredupan adalah bahan organik terlarut.  Pada kolom air kedua (71-140)cm yang menyebabkan peredupan cahaya adalah total padatan tersuspensi demikian juga pada kolom air ketiga (180-250).

Perbedaan penyebab peredupan cahaya pada masing-masing kolom air ini adalah kelimpahan fitoplankton yang berbeda di masing-masing kolom air.  Pada kolom air yang pertama kelimpahan fitoplankton lebih sedikit dibandingkan dengan kolom air kedua, selanjutnya pada kolom air ketiga kelimpahan semakin berkurang.  Disamping itu juga biomassa fitoplankton juga cenderung berkurang pada kolom air ketiga.

Dari hasil penelitian ini dapat disebut bahwa kedalaman kompensasi di daerah Pasir Kole kurang lebih 3.6 meter.

   

4.2  Saran

Mengingat cahaya Photosynthetically Active Radiation (PAR) memiliki panjang gelombang antara 300-700 nm, dimana setiap panjang gelombang tersebut berbeda daya tembusnya pada kolom air, maka untuk mengetahui penetrasi masing-masing panjang gelombang itu sebaiknya dilakukan pengukuran intensitas cahaya biru (λ=400 nm), kuning (λ=460) dan hijau  (λ=510nm) di perairan Pasir Kole. 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

APHA.  1976.  Standard Method for the Examination of Water and Waste Water Fouteenth edition .  APHA.  AWWA.  WPCF.  Port Press. Washington DC.

Boy, C. E.  1990.  Water Quality in Ponds for Aquaculture.  Allabama Experiment Station Auburn University.  Birmingham Publishing Co.  Alabama.

Cole, G. A.  1983.  Text Book of Limnology third edition.  Wave Land Press Inc.  Illionis.

Davis, C. C.  1955.  The Marine and Freshwater Palnkton.  Michigan State University Press.  USA.

Drapper, N dan N. Smith.  1981.  Analisis Regresi Terapan Edisi kedua (terjemahan).  PT Gramedia.  Jakarta

 Kirk, J. T. O.  1977.  Attenuation of Light in Natural Waters.  Aust. J. Mar. Freshwater Res. 28 :497-508.

Kyle, D. J; C.B Osmond; C.J Arntzen.  1987.  Photoinhibition.  Elsevier.  Amsterdam.

Krismono.  1988.  Dinamika Populasi Daphnia Carinata (King) di Perairan Genangan Utama Waduk Jatiluhur, Jawa Barat.  (Tesis Magister Sains). Program Pasca sarjana.   Institut Pertanian Bogor.  Bogor.

Moss, F.  1993.  Ecology of Freshwater Man and Medium second edition.  Blackwell Scientific Publication.  London.

Mizuno, T.  1979.  Illustration of the Freshwater Plankton of Japan.  Hoikusha Publishing, Co. Ltd.  Japan.

Prescott, G. W.  1970.  How to Know the Frehwater Algae.  W. M. C Brown Company Publ.  Dubuque.

Nastiti, A.  1989.  Suatu Pendugaan Status Perairan Waduk Juanda di Daerah Pasir Kole Pada Bulan Juni 1988 Ditinjau dari Aspek Sifat Fisika-Kimia Air dan Fitoplankton (Tesis Magister Sains).  Program Pascasarjana.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor.

Nybakken, J.W.  1988.  Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis (terjemahan).  PT Gramedia.  Jakarta .          

Tebbut, T.H.Y  .1990.  Basic Water and Waste Water Treatment.  Butterworth and Co. Publisher Ltd.

Wetzel, R. G .  1975.  Limnology.  W. B Saunders Company.  London.

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

Lampiran 1.  Nilai Koefisien Peredupan Cahaya dan Faktor Yang Mempengaruhinya

 

Kolom

K (m-1)

Biomassa

(mg/m3)

TSS

(mg/m3)

DOM

(mg/m3)

I

1.67

1.5424

3.5001

0.8848

 

1.48

2.1491

3.8501

1.2166

 

1.41

2.3322

3.5001

0.8848

 

1.44

2.4667

4.9001

1.5484

 

1.43

2.5888

3.5001

1.5484

Rataan

1.48

2.2158

3.8501

1.2166

II

0.72

1.1969

4.1999

0.6635

 

0.90

1.3820

4.8999

1.3272

 

0.83

1.1999

4.7249

0.9953

 

0.79

1.1992

4.8999

1.1060

 

0.95

1.2326

4.8999

0.8848

Rataan

0.84

1.2421

4.7289

0.9954

III

0.40

0.7561

4.5500

1.2166

 

0.43

1.5541

4.9000

1.5484

 

0.45

0.2851

4.9000

0.6636

 

0.34

0.5959

3.5000

1.9908

 

0.40

0.6186

4.9000

0.6636

Rataan

0.41

0.7620

4.5500

0.2166

 

 

Lampiran 2. Kelimpahan Total Fitoplankton Selama Pengamatan

 

Ked. (cm)

Kelimpahan (sel/L)

Rataan

Ulangan I

Ulangan II

Ulangan III

Ulangan IV

Ulangan V

0

31803966

129452864

115146695

179118190

113631739

113830694

70

84514253

100340531

  64627995

  51478184

752058834

  75233370

180

  7998970

  46185940

  19755024

  28571067

  25552263

  25612853

360

19492430

  12383430

  50195519

  27511593

  55134268

  55233248

Rataan

35952405

  99952942

  62431309

  71670009

  67381039

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 3.  Uji t Analisis Regresi Linear Berganda antara Koefisien Peredupan Cahaya dengan Biomassa, TSS dan DOM

 

Pada kolom air (0-70) cm, persamaannya :

 K = 2.100 - 0.322 BIO - 0.021  TSS  +   0.150  DOM

 

Penduga

Koefisien

Standar deviasi

t

p

Konstanta

2.097

0.124

16.870

0.038

BIO

-0.322

0.055

-5.850

0.108

TSS

-0.021

0.032

-0.660

0.628

DOM

0.150

0.079

1.910

0.307

                                                                        R2 = 0.979        S= 0.031          

 

Pada kedalaman (71-140) cm, persamaannya :

K= -1.810 + 0.971  BIO +  0.398 TSS – 0.443 DOM

 

Penduga

Koefisien

Standar deviasi

t

p

Konstanta

-1.810

0.663

-2.730

0.224

BIO

0.971

0.381

2.550

0.236

TSS

0.398

0.108

3.690

0.169

DOM

-0.443

0.178

-2.490

0.243

                                                                        R2=0.953          S= 0.038

 

Pada kedalaman (180-250) cm, persamaannya :

K= -0.780 – 0.151 BIO +  0.232 TSS  + 0.204 DOM

 

Penduga

Koefisien

Standar deviasi

t

p

Konstanta

-2.008

0. 069

-11.330

0.056

BIO

-0.151

0.012

-12.990

0.049

TSS

0.232

0.013

17.750

0.036

DOM

0.204

0.015

13.590

0.047

                                                                        R2= 0.999         S= 0.003