© 2002 Eko Wahyu Nugrahadi                                                                          Posted 13 May 2002

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Mei  2002

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

PERTANIAN ORGANIK SEBAGAI ALTERNATIF TEKNOLOGI DALAM UPAYA MENGHASILKAN PRODUK HIJAU

 

Oleh :

 

 Eko Wahyu Nugrahadi  

EPN - A546010031

E-mail: ewahyunugrahadi@yahoo.com

 

I. PENDAHULUAN

         Permasalahan lingkungan dewasa ini mendapat perhatian yang sangat besar dari masyarakat dunia. Masalah tersebut timbul karena perubahan lingkungan menyebabkan lingkungan itu tidak sesuai lagi untuk mendukung kehidupan manusia (degradasi lingkungan). Sebagaimana diketahui bahwa masalah lingkungan yang kita hadapi diantaranya berkaitan dengan persoalan produksi barang dan jasa yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Dalam memproduksi barang dan jasa kurang memperhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap kerusakan lingkungan, terlihat masih banyak dalam memproduksi barang dan jasa hanya mempertimbangkan faktor ekonomi.

         Adanya degradasi lingkungan sebagai  efek sampingan dari kegiatan produksi barang dan jasa, menyebabkan menurunnya nilai ekonomi lingkungan. Hasil penelitian di Pakistan tahun 1995 menunjukkan kehilangan ekonomis per tahun akibat penurunan kualitas lingkungan mencapai 1.7 milyar dollar AS atau 3.3% dari PDB.  Perhitungan ini belum memperhitungkan  biaya kerusakan non ekonomis seperti dampak jangka panjang kesehatan akibat limbah industri.  Perbaikan lingkungan di Cina pada tahun 1996 bisa meningkatkan produktivitas dari keuntungan kesehatan senilai 20-35  milyar dollar AS (Kompas, 12 Mei 1999). Di Indonesia terdapat indikasi kerugian pada masyarakat di Pulau Jawa sebagai akibat perkembangan industri pengolahan yang pesat. Proses pembilasan (flushing) dengan melibatkan sungai-sungai penting menimbulkan oppportunity cost yang besar jika dibandingkan dengan produksi pertanian yang dikorbankan.  Selain itu limbah beracun industri menimbulkan resiko yang serius kepada kesehatan manusia dan menambah ancaman bagi ekspor udang  yang berkembang cepat (senilai 900 juta dollar AS tahun 1992).  Pencemaran yang tidak terkendali dari limbah padat manusia pada beberapa tempat daerah tujuan wisata yang terkenal juga menimbulkan ancaman berat bagi pertumbuhan penerimaan sektor pariwisata yang besarnya 3.2 milyar dollar AS tahun 1993.  Konversi hutan bakau (mangrove) dan punahnya terumbu karang sebagai akibat dari pencemaran industri dan limbah perkotaan serta pengendapan pasir/lumpur sebagai akibat kegiatan penebangan hutan di hulu sungai, telah menunjukkan berkurangnya hasil penangkapan ikan di beberapa bagian Indonesia, dan masih banyak contoh lain.

         Masyarakat kini makin meningkat kesadarannya tentang kelestarian lingkungan, sehingga mereka yang merupakan konsumen menuntut terhadap produk barang dan jasa yang sesuai dengan mutu produk yang ramah lingkungan, atau dengan kata lain konsumen menghendaki produk yang tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan. Kenyataan tersebut  membuat kesadaran masyarakat yang bertindak sebagai produsen yaitu dapat mengubah orientasinya dalam menghasilkan produk yang tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi semata, melainkan turut juga mempertimbangkan masalah lingkungan sebagaimana yang dituntut konsumen. Oleh karena itu produsen harus dapat melakukan langkah atau upaya yang seyogyanya dapat dilakukan dalam kepentingan tersebut. Sehubugan dengan itu maka dalam makalah ini akan dikemukakan suatu alternatif teknologi yang dapat diterapkan dalam bidang pertanian sehingga dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan.

II.  KONSEP LINGKUNGAN HIJAU    

         Saat kini masyarakat semakin meningkat kesadarannya tentang kelestarian lingkungan, sehingga mereka yang merupakan konsumen menuntut terhadap produk barang dan jasa yang sesuai dengan mutu produk yang ramah lingkungan, atau dengan kata lain konsumen menghendaki produk yang tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan.

         Berkaitan dengan tuntutan konsumen tersebut, maka hal itu  berimplikasi bahwa pada saat sekarang mereka adalah tidaklah  hanya membutuhkan produk barang yang akan dikonsumsi semata, melainkan mereka juga mepertanyakan bagaimana produk itu dibuat atau diproses. Beberapa pertanyaan utama yang mereka kemukakan adalah apakah produksi barang itu merusak lingkungan?, apakah barang itu dihasilkan dengan banyak menguras persediaan sumberdaya?, dan apakah barang itu menimbulkan pencemaran?.

         Tuntutan konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan tersebut konsekuensinya adalah membuat para produsen terus berupaya melakukan terobosan-terobosan dalam memproduksi barang-barang yang peduli terhadap lingkungan.  Dengan demikian mereka sudah mulai memperhitungksan instrumen-instrumen ekonomi yang peka lingkungan dalam proses produksi, misalnya melalui penerapan audit lingkungan. Sebagaimana manfaat yang dihasilkan dari audit lingkungan yaitu dapat mencegah resiko lingkungan (Coutrier, 1994), maka Penerapan audit lingkungan merupakan strategi baru dalam perdagangan dunia untuk merebut dan mempertahankan pasar yang bernuansa produk ramah lingkungan (environmentally friendly product).  Dengan demikian produk tersebut  akan mendapat tempat di hati para konsumen, dan sebaliknya produk-produk yang tidak ramah lingkungan kemungkinan besar tidak akan mampu bersaing di pasaran bebas. 

         Berdasarkan pola hubungan antara konsumen, produsen dan produk yang ramah lingkungan sebagaimana dikemukakan di atas, hal tersebut membawa perubahan baru terhadap pemikiran tentang konsep lingkungan hijau. Dalam konsep ini maka pola hubungan yang merupakan suatu sistem dipandang tidak saja hanya mengkaitkan hubungan antara konsumen-produsen, teknologi, dan produk, melainkan juga memasukkan masalah lingkungan ke dalam pola hubungan tersebut. Aluran pemikiran mengenai konsep lingkungan hijau selanjutnya dapat di lihat pada Gambar 1 di bawah ini.

         Berdasarkan Gambar 1 dapat dikemukan  dua konsep penting sebagai   berikut  :

1.   Green Product, adalah produk yang berwawasan lingkungan.  Suatu produk yang dirancang dan diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang  dapat  mencemari  lingkungan, baik dalam  produksi,   pendistribusian dan   pengkonsumsiannya.    Hal   ini   dapat dikaitkan dengan pemakaian bahan    baku yang dapat di daur ulang. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

         Gambar 1. Alur Pemikiran Konsep Lingkungan  Hijau (Green Product)

2.   Green consumer, adalah konsumen yang peduli lingkungan hidup.  Konsumen hijau mempunyai pandangan terhadap prinsip-prinsip green consumerism (konsumerisme hijau).  Konsumerisme hijau adalah sebuah fenomena baru yang saat ini telah berkembang terutama di negara-negara maju, seperti Jerman, Inggris, Amerika, Jepang dan lain-lain.  Gerakan konsumen hijau merupakan suatu bentuk aksi sebagai implementasi dari kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.  Sebagai contoh, konsumen hijau akan lebih menyukai pembelian minyak yang bebas campuran timah. Tekanan-tekanan dari kelompok seperti Friend of the earth atau  Greenpeace  telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk melakukan metode produksi yang lebih baik guna mengurangi tingkat pencemaran.  

         Berdasarkan konsep lingkungan hijau maka ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan sebagai berikut :

1.      Memperhatikan mutu, penampilan, harga, garansi, dan pelayanan.

2.      Mempertimbangkan masalah-masalah antara lain :

      (a)  Masalah ekologi. Ada tidaknya unsur perusakan lingkungan, mulai dari pengadaan bahan bakunya, proses produksi, serta akibat yang ditimbulkan dari penggunaan barang menjadi pertimbangan utama dari konsumen. Contoh penolakan terhadap hamburger yang dagingnya diimpor dari Brazil, dimana usaha peternakan sapi di Brazil dilakukan dengan membabat habis hutan tropis mereka  dan penekanan konsumen Barat terhadap Scoot Paper yang akan mendirikan pabrik di Irian yang karena diantisipasi akan merusak hutan di Irian.

      (b)  Masalah etika. Konsumen akan memutuskan untuk membeli dengan mempertimbangkan etika produsennya, apakah produsen menjalankan usahanya dengan benar, tidak memanfaatkan kelemahan peraturan yang ada di suatu negara.

      (c)  Masalah keadilan. Konsumen juga mempertimbangkan masalah  apakah produksi tersebut mengeksploitasi sumberdaya alam dan ekonomi masyarakat lokal, dan apakah pengusaha mengupayakan pelestarian dengan penghitungan yang tepat atas eksploitasi yang mereka lakukan sehingga ada kontinuitas.  Contoh,  pada penggunaan plastik untuk alat-alat dapur yang biasa dipenuhi oleh pengrajin kayu, bambu dan rotan tradisional, mengandung dua masalah besar bagi pandangan green consumer, yaitu disamping perusakan lingkungan karena plastik yang sulit terurai, juga menciptakan ketidakseimbangan atau ketidakadilan ekonomi karena mematikan pengrajin kecil. Keadilan dalam sistem penggajian telah  menjadi pertimbangan  konsumen.  Pengeksplotasian tenaga buruh dengan gaji murah, menggunakan tenaga kerja anak-anak, yang akhirnya menciptakan ketidakadilan mulai menjadi isu global yang saat ini ramai diperbincangkan. Contoh lain adalah pemboikotan yang dilakukan konsumen negara maju terhadap produk berlian Dee Beer beberapa tahun lalu, adalah karena pertimbangan etika dan keadilan.

III. PENGERTIAN DAN MACAM PERTANIAN ORGANIK

         Di bagian muka telah dikemukakan bagaimana hubungan antara meningkatnya kesadaran masyarakat akan lingkungan dan tuntutan untuk mengkonsumsi produk yang lebih sehat. Hal ini merupakan tantangan besar bagi bidang pertanian, karena sektor ini terkait langsung dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan, yang beberapa di antaranya adalah produk  yang langsung dimakan. Selain itu sektor ini juga termasuk sebagai salah satu sumber polusi, terutama tanah dan air selain sektor industri dan lainnya, serta dalam pemanfaatan dua sumberdaya tersebut sering disertai dengan degradasi kualitas lingkungan.  Diskusi mengenai hal ini biasanya dikaitkan dengan bagaimana menerapkan pertanian yang ramah terhadap lingkungan.  Salah satu yang hangat dibicarakan akhir-akhir ini adalah sistem pertanian organik.

         Pertanian organik dapat diartikan sebagai praktek bertani secara alami, tanpa pupuk buatan dan pestisida, sesedikit mungkin mengolah tanah, namun hasilnya sama besar jika dibandingkan dengan pemakaian zat-zat kimia sintetik (Fukuoka dalam Sitanggang, 1993). Pengertian tersebut sebenarnya mengandung misconception, bahwa pertanian organik adalah sistem pertanian tanpa bahan kimiawi.

         IFOAM (1989) mendefenisikan pertanian organik sebagai : (1) memproduksi pangan dalam jumlah yang mencukupi, (2) mengupayakan sistem budidaya yang alami, (3) mempertahankan siklus biologis tanaman, (4) mengupayakan penggunaan sumberdaya yang dapat diperbaharui, dan (5) memungkinkan produsen memperoleh pengembalian yang cukup dalam jangka panjang. Dengan demikian sistem pertanian organik menerapkan teknik-teknik seperti penggunaan kompos, rotasi tanaman, menghindari penggunaan pupuk dan bahan kimia lainnya yang terurai, menghindari penggunaan zat perangsang tumbuh dan antibiotik serta penggunaan tenaga kerja ekstra sebagai kontribusi positif bagi pertanian dan masyarakat pedesaan.

         Terdapat beberapa macam pertanian organik, antara lain biodinamik, regeneratif dan natural.  Biodinamik adalah sistem pertanian yang cara penanamannya berdasarkan peredaran waktu. Regeneratif adalah sistem pertanian dengan prinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan-bahan organik.          Natural adalah sistem pertanian organik dengan menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut : “No Cultivation (tanah tidak diolah), No Chemical Fertilizer (tidak ada penggunaan pupuk kimiawi), No Weeding by Tillage or Herbicide (tidak dilakukan pengendalian gulma dengan penggunaan herbisida) serta No Dependence on Chemical (tidak ada perlakuan pemberian zat-zat kimia sebagai zat pengatur tumbuh).”   

IV. KEUNTUNGAN DAN KELEMAHAN PERTANIAN ORGANIK

         Keuntungan dari penerapan pertanian organik, terutama bagi petani adalah :

1.   Dengan menerapkan pertanian organik maka keseimbangan tanah terjaga karena tidak adanya penggunaan pupuk buatan pabrik dan pestisida  maupun bahan kimia lainnya.  Misalnya dengan penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan sisa tanaman.

2.   Tanpa penggunaan pupuk dan pestisida sintetik akan dapat menghemat biaya operasional.  Selain itu misalnya pengolahan tanah secara organik, semisal pengolahan tanah secara minimum (minimum tillage) akan mengurangi biaya opersional pula.

3.   Dengan menghindari pemakaian pestisida secara berlebihan akan dapat mengurangi resiko keracunan zat pembasmi hama penyakit serta masyarakat dapat mengkonsumsi makanan yang lebih sehat.

4.   Meningkatnya kesadaran masyarakat akan jaminan kesehatan produk pertanian akan menaikkan jumlah yang ingin di bayar terhadap komoditi tersebut. Hal ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

         Di sisi lain ada kelemahan dalam penerapan pertanian organik. Antara lain membutuhkan pengelolaan yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat melihat hasilnya, biasanya pada awalnya pengolahan dengan sistem ini membutuhkan biaya yang cukup besar dan tidak dapat dihindari kerusakan pada saat awal penerapan sistem ini.

V.     PROSPEK PENERAPAN PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA

         Kegiatan pertanian di Indonesia didominasi oleh kegiatan usaha kecil.  Usaha tani ini menghadapi banyak masalah seperti keterbatasan modal, lahan, keterampilan, aksesibilitas terhadap pasar dan sebagainya.  Selain itu usaha tani di Indonesia umumnya berciri land-base, di mana sumber daya lahan menjadi faktor yang sangat penting.  Masalah krusial yang dihadapi sehubungan dengan pengembangan pertanian organik adalah kurangnya kualitas sumber daya manusia petani sebagai kunci bagi keberhasilan pembangunan pertanian tersebut. 

         Dalam pengembangan pertanian di Indonesia, salah satu yang menjadi komponen yang utama adalah pengembangan kegiatan budi daya yang dapat mengikuti peluang dan perubahan pasar, di samping perubahan lingkungan bio fisik.  Namun kenyataan menunjukkan bahwa pada beberapa produk pertanian telah terjadi kondisi levelling off.  Di sisi lain dengan adanya program swa sembada pangan maka petani dituntut untuk melakukan intensifikasi dengan pemakaian input-input buatan dan jumlah yang lebih besar.  Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan input ini telah melebihi batas yang dianjurkan.  Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan petani dan orientasi meningkatkan pengembalian dalam jangka pendek. 

         Pertanian organik merupakan alternatif yang baik untuk mengatasi keterbatasan skala usaha dan dapat membuka peluang baru dalam produksi.  Bahkan dalam jangka panjang teknologi inilah yang dianggap sangat sesuai untuk pengembangan dan perluasan skala usaha pertanian.  Bila dihubungkan dengan permintaan akan produk pertanian yang selalu meningkat baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, maka pada dekade terakhir telah terjadi peningkatan yang cukup tajam terhadap produk pertanian segar Indonesia, baik di pasar domestik maupun  pasar  internasional. Dalam perdagangannya, salah satu yang ditonjolkan adalah  adanya spesifikasi bahwa produk tersebut bebas dari kontaminasi zat-zat kimia.  Untuk menghasilkan produk ini maka sistem pertanian yang dikembangkan haruslah sistem pertanian yang organik.  Dengan alasan ini maka pengembangan teknologi tersebut merupakan suatu alternatif yang potensial bagi pengembangan kegiatan agribisnis.  Namun bila diban-dingkan jumlah unit usaha tani dan jumlah produk yang organik, hal tersebut relatif masih sangat terbatas.  Sehingga merupakan tantangan yang sangat besar untuk mengembangkan produk pertanian organik di Indonesia  (Krisnamukti dan Saragih, 1994).

         Dalam kaitan dengan pengembangan pertanian organik terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

1.   Perlu dipertimbangkan secara mendalam aspek biaya dan manfaat dalam pengembangan teknologi ini.  Secara teoritis memang dengan pengem-bangan pertanian yang meniadakan input buatan, biaya produksi semakin murah.  Namun untuk  mengubah proses produksi yang selama ini telah berlangsung diperlukan pengorbanan yang tidak sedikit, khususnya  pada awal penerapannya.  Hal ini menyebabkan pengembangan teknologi ini bagi kegiatan usaha tani rakyat sebagai bagian pertanian Indonesia masih dipertanyakan.

2.   Penerapan teknologi pertanian organik sebagain besar masih ditingkat laboratorium.  Dengan demikian, masih diperlukan penelitian-penelitian secara mendalam sehingga dapat menjadi teknologi yang dapat dipasarkan.  Pada tahap awal tentunya memerlukan dukungan dari pemerintah, untuk berikutnya dalam jangka panjang dapat dalam bentuk riset bisnis.

3.   Pengembangan pertanian organik terkait dengan orientasi pada permintaan pasar, sehingga diperlukan kemampuan enterpreneurship.  Dengan demi-kian kualitas sumber daya manusia menjadi pra syarat bagi pengembangan kegistan ini.  Pada hal sebagai mana dikemukakan di atas hal ini belum sepenuhnya didukunng oleh sumber daya manusia Indonesia. 

4.   Dengan konsep agribisnis maka kegiatan pertanian merupakan suatu sistem yang di dalamnya saling terkait.  Pengembangan pertanian organik pada dasarnya adalah pengem-bangan teknik budi daya.  Keberhasilan subsis-tem ini terkait dengan kemampuan subsistem lain dalam mendukungnya, seperti penyediaan sarana produksi yang lebih baik, pemasaran yang lebih terpadu dan kelembagaan yang lebih mendukung merupakan rangkaian yang saling terkait satu sama lainnya.

5.   Produksi pertanian Indonesia sebagaian besar  masih tetap berorientasi pada pemenuhan pasar domestik.  Dalam pasar ini belum ada perbedaan yang tegas dari selera konsumen terhadap produk pertanian yang organik dan yang non organik.  Hal ini sebenarnya karena ketersediaaan yang masih rendah dari produk pertanian organik.  Untuk meningkatkan permin-taan tersebut perlu dilakukan promosi dan penyebaran informasi kepada masyarakat luas.  Namun tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan permintaan tersebut baru akan terjadi pada masyarakat kelas pendapatan atas.  Dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk menyesuaikan perbedaan harga antara kedua jenis produk tersebut, sehingga produk pertanian organik dapat dijangkau semua lapisan masyarakat.

         Dengan tantangan-tantangan tersebut, terlihat bahwa sistem pertanian organik bukanlah suatu hal yang mudah untuk diterapkan secara luas.  Namun demikian kita perlu optimis bahwa dalam jangka panjang hal ini bukanlah suatu impian lagi.  Beberapa hasil penelitian berikut menunjukkan bahwa pertanian yang mencoba menerapkan prinsip-prinsip pertanian organik dapat dilakukan dan mempunyai manfaat dari aspek ekonomi dan lingkungan.

         Hasil penelitian Maskina, et.al. (1993) tentang pengaruhnya penggunaan bahan organik, yaitu meninggalkan sisa hasil tanaman di permukaan lahan dapat meningkatkan hasil tanaman jagung. Kemudian penerapan pertanian organik lainnya adalah di Silang,  seluas 5 - 7 ha yang dikelola oleh seorang veteran Amerika yang bermukim kemudian di Philipina. Pertanian ini menggunakan sisa-sisa tanaman dan kotoran hewan sebagai pupuk, pengendalian hama tanaman dengan mulsa plastik serta sebagian di dalam rumah kaca.  Pertanian ini mendapatkan penghargaan dari perkumpulan ahli tanaman di Philipina (Mamicpic, 1994).

VI.    PENUTUP

         Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.   Degradasi lingkungan menyebabkan dampak negatif yang besar terhadap kondisi sosial ekonomi. Hal ini menyebabkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi barang dan jasa akan pentingnya produk-produk yang ramah lingkungan. Dengan demikan maka mau tidak mau produsen dalam menghasilkan produknya harus memperhatikan masalah lingkungan.

2.   Perkembangan dunia pada abad ke-21 ini mengharuskan banyak industri memperhatikan lingkungan, karena masalah ini dapat menjadi ancaman pemboikotan negara maju terhadap produk yang harus ramah lingkungan, yang berarti pula akan meningkat daya saingnya. Oleh karena itu, sudah saatnya produk-produk Indonesia memenuhi standardisasi mutu lingkungan. Hal ini dapat dicapai dengan pengembangan sistem pertanian yang ramah lingkungan, pertanian dengan sistem yang lebih organik. Secara konseptual sistem ini mendatangkan manfaat sosial dan ekonomi yang besar, namun untuk pengaplikasiannya tentunya memerlukan proses dan keinginan yang kuat dari seluruh pihak yang terlibat.

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Anggito, 1994. Isu Perdagangan Bebas dan Lingkungan dalam Perekonomian Global, Makalah Latihan Kepemimpinan Mahasiswa UII-ISMEI-UGM, Yogyakarta 27-30 Oktober.

Anwar, A.  1995.  Kebijaksanaan Ekonomi untuk Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup dalam Rangka Pembangunan Wilayah.  Seminar Temu Pendapat tentang Pengembangan Kebijaksaan Ekonomi Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup.  Jakarta.

Arias, O. 1993. Green Markets-The Economics of Sustainable Development. Harvard Institute for International Development..

Bunasor, 1995. Economic and Environmental Impact Assesment of The Implementation of Integrated Pests Management in West Java, A Case of Vegetable Farms. Bogor.

Coutrier, P.L. 1994. Audit Lingkungan dan Prosedur Operasi Standar dalam Kebijaksanaan Amdal. BAPEDAL, Jakarta.

Djadiningrat, S dkk. 1995.  Elabelling dan Kecenderungan Lingkungan Hidup Global. PT. Bina Rena Pariwara.

Krisnamurti, B dan Saragih, B. 1994. Teknologi Pertanian Organik dalam Perspektif Agribisnis. Makalah pada Seminar “Pengembangan sistem Pertanian Organik dalm menunjang Pertanian Berkelanjutan”. Bogor. 

Mamicpic, N.G. 1994. Impression of Development in Organic Farming in The Philipines. Paper presented  on Seminar “Pengembangan sistem Pertanian Organik dalm menunjang Pertanian Berkelanjutan”. Bogor.

Maskina, M. S., J. F. Power, J. W. Doran and W. W. Wilhelm. 1993. Residul Effects of No-Till Crop Residus on Corn Yield and Nitrogen Uptake. Soil Sci. Soc. Am. J.

Sakurai, K. 1995. Cleaner Production for Green Productivity. Asian Productivity Organization.

Sitanggang, A. 1993. Analisis Keragaan Usahatani Pertanian Organik. Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor. 

Soemarmoto, Otto. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.