© 2002 Umi Pudji Astuti                                                                                                  Posted:  3 April 2002

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Maret 2002

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

KESEMPATAN KERJA DAN  PERTUMBUHAN  EKONOMI

 

Oleh:

 

Umi Pudji Astuti

EPN  A.546010111

E-mail: umyfs@yahoo.com

 

 

 

Pendahuluan

            Bertitik tolak dari krisis ekonomi, nampak jelas  bahwa sektor pertanian dan pedesaan perlu diarahkan menjadi penggerak utama dan sektor andalan pembangunan nasional. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian diyakini mampu menggerakkan pertumbuhan perekonomian nasional dan sekaligus mengatasi masalah pemerataan dan pengentasan kemiskinan dan menjaga kelestarian lingkungan (Sudaryanto.T, dkk, 2000).

 Selama krisis ekonomi, secara keseluruhan ekonomi nasional selama tahun 1998 mengalami kontraksi sebesar 13,68 %. Namun  di tengah krisis ekonomi ini sektor pertanian tetap mengalami pertumbuhan 0,22 % (BPS. 1999).  Pada tahun  1968 – 1990, PDB sektor pertanian tumbuh dengan laju 4% per tahun dan pada tahun 1990 – 1997 turun menjadi 2% .

Tolok ukur kemajuan ekonomi, meliputi pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja , tingkat harga dan posisi pembayaran luar negri (Branson, WN,1989). Perkembangan terakhir pembangunan pertanian dan pedesaan menunjukkan bahwa sektor pertanian tetap merupakan sumber penting pertumbuhan ekonomi nasional. Kenyataan ini menjadi semakin besar urgensinya mengingat krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia yang disebabkan oleh lumpuhnya pembangunan  sektor formal di perkotaan. Pada saat ini sektor pertanian menjadi andalan penting sebagai sumber kesempatan kerja dan bahkan sumber devisa negara. Pada tahun 1995 sektor pertanian menyumbang 16 % GDP nasional menampung 48 % angkatan kerja dan menyumbang seperempat eksport bukan menyak dan gas. Dengan adanya krisis ekonomi ini sektor pertanian dan pedesaan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam kegiatan sektor riil melalui kegiatan peningkatan produksi dan penciptaan lapangan kerja, oleh karena itu tulisan ini akan membahas tentang kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat.

 

Kesempatan Kerja

            Sampai pada tahun ini sektor pertanian masih merupakan tumpuan penyediaan kesempatan kerja secara nasional. Pada periode 1990 – 1996 proporsi kesempatan kerja sektor pertanian mengalami penurunan, tetapi tetap merupakan penyumbang kesempatan kerja yang dominan (tabel 1).

 

Tabel.1 Proporsi dan Pertumbuhan Kesempatan Kerja Menurut Sektor Utama di Indonesia , 1990 - 1996

 

           

Seketor utama

1990

1996

Pertumbuhan

(%/tahun)

Pertanian

Indistri

Perdagangan

Jasa

Lainnya (1)

55.87

10.14

14.59

11.96

7.44

44.01

12.57

18.79

13.68

10.95

 

-1.83

6.67

7.58

4.88

11.05

Total kesempatan kerja  (1000 orang)

75.850

85.702

2.16

       

            Sumber: Statistik Indonesia 1992 dan 1997 dalam prosiding,2000,PSE

 Keterangan  : (1)  termasuk pertambangan dan penggalian, angkutan, listrik, gas dan air, bangunan, pergudangan, komunikasi, keuangan (asuransi, usaha persewaan bangunan dan jasa perusahaan)

 

Dari tabel 1 terlihat bahwa pada tahun 1996 sektor pertanian menampung 44,01% kesempatan kerja nasional sebesar 85,7 juta orang. Sektor pembangunan lainnya yang memegang peranan penting adalah sektor perdagangan , jasa dan industri. Secara absolut  kesempatan agregat meningkat 2,16 %/ tahun, sementara itu laju penyerapan tenaga sektor pertanian turun 1,83 %/tahun. Adanya krisis ekonomi saat ini, kinerja penyerapan tenaga kerja sektor utama non pertanian mengalami penurunan dan sektor pertanian diharapkan mampu sebagai penyangga dan bahkan menyediakan kesempatan kerja secara permanen melalui pengembangan agribisnis dan agroindustri (Anonim,2000).

Kehilangan pekerja, khususnya bagi pekerja golongan bawah memaksa mereka kembali ke desa. Kondisi ini juga berakibat menurunkan daya adopsi teknologi dan menurunkan pendapatan masyarakat. Sumber pendapatan utama rumah tangga untuk wilayah kota adalah buruh dan pedagang, sedangkan untuk wilayah desa adalah buruh tani, berusahatani, dan peternakan. Hasil penelitian Mewa, dkk pada tahun 1999 tentang Analisis Kebijaksanaan Ketahanan Rumah Tangga Berpendapatan Rendah di Pedesaan mengemukakan bahwa sebagian besar rumah tangga merasa jumlah pendapatan yang diperoleh menurun, karena kesempatan kerja terbatas dan PHK. Khusus untuk rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian terutama yang usaha sendiri, penurunan pendapatan juga sebagai akibat penurunan produksi beras karena adopsi teknologi (pupuk dan pestisida) menururn, seperti disajikan pada tabel.2.

 

Tabel.2 Pendapatan Rumah Tangga dan Perubahannya di Daerah Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Bengkulu tahun 1999

 

 

Uraian

Jawa tengah

NTB

Bengkulu

kota

desa

Kota

Desa

kota

desa

1.Rata-rata pendapat-

   an (Rp/kap/bulan)

2. Sumber pendapatan

-  pertanian (%)

-  Non pertanian(%)

3. Proporsi penurunan

    pendapatan (%)

4. Penyebab dominan

    penurunan  penda-

    patan (%)

- kesempatan kerja

      terbatas

   - kegagalan panen

39.493

 

 

1.4

98.8

 

88.0

 

 

 

50

 

40.9

24.392

 

 

74.4

25.7

 

77.4

 

 

 

70.7

 

24.4

50.62

 

 

30.4

69.5

 

80.9

 

 

 

58.8

 

29.4

25.45

 

 

49.4

55.8

 

63.2

 

 

 

25

 

75

64.78

 

 

2.9

97.0

 

63.2

 

 

 

25

 

75

49.97

 

 

89.7

10.4

 

81.6

 

 

 

43.3

 

56.7

                 Sumber : data terolah, buletin Agroekonomi,2001.

 

Dari tabel 2. Diketahui bahwa, rata-rata pendapatan masyarakat pedesaan di tiga daerah penelitian mengalami penurunan dibandingkan di perkotaan, proporsi penurunan di Jawa Tengah sebesar 77,4%, di NTB sebesar 80,9% dan di Bengkulu sebesar 81,6%. Penyebab penurunan ini disebabkan kesempatan kerja di pedesaan terbatas dan adanya kegagalan panen akibat menurunnya penggunaan pupuk dan pestisida.(Anonim, 2001)

            Lumpuhnya ekonomi wilayah industri di perkotaan menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah pedesaan dan meningkatnya pengangguran sebagai akibat meningkatnya migran pulang ke desa. Menurunnya laju perekonomian di desa dan bertambahnya jumlah tenaga kerja di desa serta meningkatnya harga konsumsi dan biaya produksi di bidang pertanian jelas akan mengurangi kapasitas produksi pertanian yang dihasilkan. Langkah-langkah  yang diperlukan untuk mengatasi penurunan produktivitas dapat ditempuh dengan cara mempertahankan agar sektor riil (sektor produksi) tetap berjalan misalnya dengan adanya Program Padat Karya  dan  Kemudahan investasi untuk Pengembangan Agroindustri dan Agribisnis di pedesaan. 

Adanya program padat karya, akan mampu memberikan kesempatan kerja bagi pekerja yang sudah kehilangan kesempatan kerja sehingga masyarakat akan tetap dapat mengkonsumsi suatu barang. Kondisi ini akan mendorong pabrik-pabrik / perusahaan serta produsen tetap berjalan sehingga para pekerja di perusahaan akan tetap bekerja kembali, permintaan tenaga kerja akan meningkat kembali.

            Pemberian kemudahan modal pemerintah untuk pengembangan Agribisnis dan Agroindustri, akan mampu mengatasi levelling off  dan meningkatkan keuntungan. Hasil penelitian Suryana,A. dan Kariyasa,K.  tentang pengembangan Sistem Usaha Tani Padi dengan Wawasan Agribisnis (SUTPA ) di Propinsi Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Barat menunjukkan bahwa pengenalan teknologi baru usahatani padi dengan sistem tanam beih langsung mampu berproduksi 40,26% - 43,74% lebih tinggi dibanding teknologi petani. Secara finansial, menunjukkan bahwa dengan teknologi ini mampu memberikan keuntungan kepada petani sebesar 14,1% - 24,1% lebih tinggi dari pada teknologi petani.  Pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan  juga akan m,ampu meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesempatan kerja penduduk sehingga akan meningkatkan Agregat Suply.  Pergeseran  Agregat Suply, secara teoritis dapat diturunkan dari fungsi produksi agregat dan keseimbangan pasar tenaga kerja, yang secara matematis ditulis:

Y  =  f  ( N,  T, K, SDM, INF)

            Adanya pengembangan agribisnis dan agroindustri di pedesaan secara tidak langsung akan meningkatkan teknologi, peningkatan sumberdaya manusia dan peningkatan infra struktur produksi. Komponen-komponen tersebut akan menyebabkan fungsi produksi meningkat sehingga agregat supply juga meningkat, yang ditunjukkan pada gambar 1.

 

   Gambar.1. Peningkatan  Agregat Suplay akaibat peningakatan Kurva produksi 

 

Keterangan    :            Y         = produksi

                                                N         = tenaga kerja

                                                K         = teknologi

                                                SDM   = sumber daya manusia

                                                INF      = infrastruktur

                                                NS       = Penawaran tenaga kerja

                                                W        = tingkat upah

                                                ND      = permintaan tenaga kerja

                                           NS-ND     = L ( W/P )

            Y/N  >  0 ,  Y/NT  >  0  ,  Y/SDM  > 0   , Y/INF > 0

 

 

Kesimpulan

               

Langkah utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan proses pembangunan adalah peningkatan total tabungan nasional dan investasi.

            Secara umum dapat dikatakan bahwa arus balik tenaga kerja dari kota ke desa akibat krisis ekonomi tidak seluruhnya mampu diserap dengan baik dalam kegiatan sektor pertanian, karena kesempatan kerja terbatas.  Untuk menciptakan kemajuan ekonomi di Indonesia pada saat pasca krisis ekonomi adalah peningkatan teknologi yang berbasis pertanian, pemberian kesempataan kerja melalui program padat karya dan sejenisnya.

 

Daftar Pustaka

1. Anonim, 2000, Agroekonomi, Buletin,  Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian

2. Anonim, 2001, Agroekonomi, Buletin,  Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian

3. Anonm, 2000, Prespektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah ,Prosiding,  Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian

4. Branshon,WN, 1989, Macroeconomic Theory and Policy, Third edition, Harper dan Row, Publishers, New York.

5.David Romer, 1996, Advanced Macroeconomic, University of California, Berkely.

6. Michael.P. Todaro, 2000, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta.

7. Suryana.A, 1997, Efisiensi Usahatani Padi Melalui Pengembangan SUTPA, dalam Forum Penelitian Agroekonomi , Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian

8. Sudaryanto,T. , 2000, Strategi Umum Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, dalam Prosiding  Prespektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah ,Prosiding,  Pusat Penelitian Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian