© 2003  Aef permadi                                                                              Posted: 30 January, 2003

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

January  2003

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

ANALISIS PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN

MIKROENKAPSULASI MINYAK IKAN

 

 

 

Oleh:

 

AEF PERMADI

C561020044

E-mail: aefpermadi@eudoramail.com

 

 

 

 

1.      Pendahuluan

1.1  Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat pada berbagai tingkat umur akan pentingnya kesehatan, meningkat pula kebutuhan akan asupan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat, dan asam lemak.

Sebagai refleksi dari kecenderungan tersebut, meningkat pula di dipasaran jenis produk baru dan produk-produk hasil pengembangan maupun produk-produk suplemen nutrisi.  Produk-produk ini mengandung bahan-bahan tambahan yang memiliki pengaruh terhadap peningkatan kesehatan, sebagai contoh; produk sereal yang ditambahkan dengan vitamin dan  mineral, roti dengan tambahan serat dan susu bayi dengan bahan tambahan asam amino dan asam linoleat.

Jenis nutrien baru yang terbukti mempunyai manfaat  tinggi bagi manusia adalah asam lemak tak jenuh ganda berantai panjang omega-3 yang berasal dari ikan laut.  Telah dipasaran produk-produk yang diperkaya dengan minyak ikan yang didukung dengan hasil penelitian mengenai kegunaan asam lemak bagi kesehatan.

Minyak ikan sangat mudah teroksidasi oleh karena banyaknya ikatan rangkap pada gugus rantai asam lemaknya.  Hal ini berarti bahwa harus diberikan perhatian yang lebih apabila minyak ikan ditambahkan pada produk makanan, jika tidak akan menyebabkan timbulnya bau atau rasa yang tidak enak dan senyawa-senyawa hasil oksidasi yang berpengaruh buruk bagi kesehatan.  Mikroenkapsulasi terhadap minyak ikan akan menghilangkan kendala-kendala tersebut yang memungkinkan para produsen makanan memasukkan minyak ikan bagi peningkatan nilai tambah produk tampak adanya perubahan penampakkan dan usia simpan produk.

1.2  Tujuan

 Penulisan paper ini bertujuan untuk mempelajari peluang, tantangan, dan strategi pengembangan industri pengolahan mikroenkapsulasi minyak ikan di Indonesia.

 

2.  Pengertian Minyak Ikan dan Mikroenkapsulasi

2.1   Minyak Ikan

Minyak ikan sangat berbeda dengan minyak lainnya, yang dicirikan dengan (1) variasi asam lemaknya lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atau lemak lainnya, (2) jumlah asam lemaknya lebih banyak; (a) panjang rantai karbon mencapai 20 atau 22, (b) lebih banyak mengandung jenis asam lemak tak jenuh jamak (ikatan rangkap sampai dengan 5 dan 6), dan (c) lebih banyak mengandung jenis omega-3 dibandingkan dengan omega-6 (Stansby, 1982). Asam lemak yang berasal dari ikan pada prinsipnya ada 3 jenis yaitu jenuh, tidak jenuh tunggal dan tidak jenuh jamak. Asam lemak tak jenuh tunggal mengandung satu ikatan rangkap dan asam lemak tak jenuh jamak mengandung banyak ikatan rangkap per molekul.

Menurut Kayama (1990), asam lemak tidak jenuh pada minyak ikan umumnya mempunyai panjang rantai karbon antara C12 (lauric acid) sampai C24 (lignoceric acid) dan pada beberapa minyak ikan didapat sedikit C8 dan C10. Panjang rantai karbon asam lemak tak jenuh umumnya berkisar antara C14 sampai C22.

Secara keseluruhan, komposisi utama minyak ikan adalah trigliserida, sedangkan komposisi lainnya adalah fosfolipida, lemak dengan group eter dan wax ester (Singh dan Chandra, 1988). Senyawa lain yang terdapat pada minyak ikan adalah sterol, vitamin dan pigmen (Standsby, 1982).

 

2.2   Mikroenkapsulasi

 

Menurut Thies (1996) mikrokapsul adalah partikel kecil yang mengandung suatu zat aktif atau bahan inti yang dikelilingi suatu pelapis atau sel. Menurut Risch (1995) mikroenkapsulasi memberikan sarana untuk mengubah komponen dalam bentuk cairan menjadi partikel padat dan melindungi materi dari pengaruh lingkungan. Perlindungan yang diberikan oleh mikroenkapsulasi dapat mencegah degradasi karena radiasi cahaya atau oksigen, dan juga memperlambat terjadinya evaporasi.

Teknologi mikroenkapsulasi telah digunakan pada berbagai bahan aktif termasuk obat-obatan, pestisida, pupuk, insektisida biologis, dan bahan tambahan makanan (Anonymous, 1996). Menurut Risch (1995) terdapat beberapa teknik enkapsulasi yang dapat digunakan yaitu pengeringan semprot (spray-drying), pendinginan semprot (spray-chilling), ekstruksi, dan koaservasi. Menurut Thies (1996) kelebihan dari metode pengeringan semprot adalah teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah didapat, mampu memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, bahan pelapis yang cocok untuk pengeringan semprot juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pelapis yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti  tanpa adanya bahan pelapis yang mengendap. Menurut Heath (1981) dalam Sidauruk (1989) metode pengeringan semprot juga cocok untuk bahan yang mudah teroksidasi seperti minyak.

Menurut Magdassi dan Vinetsky (1996), mikroenkapsulasi dengan metode pengeringan semprot meliputi dua tahapan yaitu emulsifikasi minyak dengan larutan polimer dan penghilangan pelarut dengan udara panas. Bahan polimer yang biasa digunakan pada proses ini adalah berbagai jenis polisakarida dan protein seperti pati, gum arab, gelatin, albumin, dan kasein.

 

 

3. Peluang Pengembangan Mikroenkapsulasi Minyak Ikan

 

3.1    Peluang pasar

 

 

            Untuk memperkirakan jumlah permintaan pasar maka perlu ditentukan dan diketahui potensi pasar produk mikrokapsul minyak ikan.  Penentuan permintaan pasar ini dimaksudkan untuk melihat seberapa besar pangsa pasar yang bisa diambil oleh industri mikrokapsul.

            Pasar produk mikrokapsul minyak ikan adalah industri makanan seperti : susu bubuk bayi, biskuit, permen, dan lainnya.  Untuk menentukan jumlah permintaan pasar harus diperhitungkan jumlah industri makanan tersebut dan juga jumlah pemakaiannya dari setiap industri tersebut.  Jumlah produksi susu bubuk, biskuit, dan permen di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.  Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa jumlah total ke tiga jenis makanan tersebutadalah 239.347 ton pada tahun 1998/1999. Jika penggunaan mikrokapsul minyak ikan sebanyak 1 % nya saja pada ketiga jenis makanan tersebut maka perkiraan jumlah permintaan produk mikroenkapsulasi sebesar   2.393.5 ton per tahun atau  7 ton per hari. Dikarenakan penggunaan produk mikrokapsul belum secara meluas di industri makanan dalam negeri maka perlu pula dilakukan perhitungan peluang pasar di luar negeri terutama regional.

 

 

 

 

Tabel  1. Produksi produk susu bubuk, biskuit, dan permen pada tahun 1998/1999 di Indonesia (ton)

 

No.

Jenis produk

Produksi (ton)

1.

Susu bubuk

76.600

2.

Biskuit

103.446

3.

Permen

59.301

 

Jumlah

239.347

 

 

3.2     Peluang Ketersediaan Bahan Baku

 

            Bahan baku industri mikrokapsul minyak ikan adalah minyak ikan dari ikan-ikan pelagis dengan kadar lemak yang tinggi, seperti: lemuru dan lainnya. Sumber minyak ikan tersebut dapat dari:

§         Hasil ekstraksi yang khusus untuk diambil minyaknya

§         Hasil ekstraksi dari pengolahan tepung ikan

§         Hasil samping dari pengolahan ikan kaleng

Ketiga sumber pasokan tersebut dapat digunakan namun akan mempengaruhi kepada mutu minyak, harga bahan baku, dan jumlah ketersediaan pasokan. Untuk menanggulangi kemungkinan kekurangan pasokan bahan baku maka perhitungan jumlah ketersediaan pasokan tidak hanya berasal dari domestik tetapi juga berasal dari luar negeri (import).      

Berdasarkan data statistik FAO (2001) dalam Barlow (2001), produksi rata-rata minyak ikan dunia sebanyak 1,3 juta MT per tahun.  Peru merupakan negara produsen terbesar, diikuti oleh Scandinavia dan Chili.  Berdasarkan data statistik Propinsi Jawa Timur tahun 1992 sampai 1996, jumlah rata-rata minyak ikan lemuru yang di eksport sebanyak 71,5 ton per tahun atau sekitar 0,2 ton per hari (Tabel 2).

 

 

Tabel 2. Ekspor minyak ikan lemuru Prop. Jawa Timur

No.

T a h u n

Jumlah (kg)

1.

1992

97.908

2.

1993

36.720

3.

1994

135.802

4.

1995

71.045

5.

1996

16.000

 

Rata-rata

71.495

 

Jika ikan lemuru merupakan sumber utama minyak ikan di Indonesia maka perkiraan jumlah pasokan minyak ikan lemuru dapat dihitung dengan mengalikan produksi ikan lemuru per tahun dengan kadar rata-rata minyak yang terdapat pada ikan sebesar 15 %, sehingga jumlah perkiraan pasokan sebesar  16.708 ton per tahun atau 46 ton per hari. Data produksi ikan lemuru dari tahun  1989  sampai tahun 1998   disajikan pada Tabel 3.  Daerah produksi utama ikan lemuru adalah Banyuwangi, Jawa Timur. 

Data jumlah minyak ikan lemuru dari limbah pengolahan tepung ikan dan pengalengan ikan tidak tersedia.  Namun berdasarkan konversi rasio hasil olahan tepung ikan maupun ikan kaleng terhadap minyak ikan diperkirakan jumlah minyak ikan yang dihasilkan sebanyak 4.300 ton (FAO, 2000).

            Selain minyak ikan sebagai bahan baku utama, digunakan bahan penolong terutama bahan pelapis biopolimer, antioksidan, dan bahan penstabil.  Kesemua bahan penolong tersebut merupakan bahan kimia yang di import.  Sehigga harus dipertimbangkan ketersediaan, harga, dan kontinuitasnya.

 

 

 

Tabel  3  : Produksi ikan lemuru (Sardinella lemuru) tahun  1989 – 1998

No.

T a h u n

J u m l a h   ( t o n )

1.

1989

99.387

2.

1990

113.515

3.

1991

145.055

4.

1992

137.022

5.

1993

122.039

6.

1994

128.202

7.

1995

98.905

8.

1996

88.589

9.

1997

138.636

10.

1998

153.965

 

Rata – rata

111.392

 

 

3.3  Peluang Infrastruktur

            Tersedianya infrastruktur seperti jalan, komunikasi, listrik dan lainnya yang memadai merupakan suatu alternatif pilihan dalam menentukan lokasi. Hal ini karena akan menunjang kelancaran kegiatan pra-produksi, produksi, maupun pasca produksi.  Infrastruktur  di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur sudah sangat memadai sehingga dapat dijadikan sebagai lokasi alternatif yang menjanjikan bagi pendirian industri minyak ikan.

 

3.4  Peluang Tenaga Kerja

            Tersedianya tenaga kerja mutlak dalam industri mikroenkapsulasi minyak ikan. Tenaga kerja yang diperlukan berupa tenaga ahli dalam proses mikroenkapsulasi, administrasi, maupun karyawan atau buruh biasa.  Tersedianya tenaga kerja yang cukup merupakan pilihan utama dalam penentuan lokasi perusahaan.  Tenaga ahli pengolahan ikan di Indoensia sudah cukup tersedia baik tingkat sarjana, diploma, maupun tingkat sekolah menengah kejuruan.  Sehingga sumberdaya manusia ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan industri minyak ikan di Indonesia.

 

3.5  Peluang Teknologi

            Jenis teknologi yang digunakan adalah teknologi pemurnian minyak ikan dan teknologi mikroenkapsulasi.  Teknologinya dapat dikategorikan menengah keatas sehingga cukup rumit.  Sedangkan mesin dan peralatan yang digunakan adalah peralatan untuk pemurnian minyak ikan seperti peralatan untuk degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta peralatan untuk proses mikroenkapsulasi yaitu spray drier.

            Mesin dan peralatan pemurnian minyak ikan dan spray drier sebagian besar belum tersedia di Indonesia sehingga harus import dari luar negeri. Sehingga dalam industri ini akan banyak menggunakan komponen-komponen import yang akan mempengaruhi nilai investasi.

 

4. Tantangan

            Tantangan yang dihadapi dalam pengembangan industri minyak ikan di Indonesia adalah kompetitor, mutu, dan efisiensi. Penjelasan masing-masing tantangan tersebut disampai berikut ini:

 

4.1 Kompetitor

            Perdagangan bebas dalam era globalisasi memungkinkan terjadinya arus bahan baku maupun produk akhir dari dan keseluruh bagian dunia.  Arus tersebut sulit dibendung dan akan menimbulkan kompetisi dalam produksi ataupun pemasaran.  Oleh karena itu kompetitor dalam industri perikanan perlu diperhatikan baik untuk yang sama jenisnya maupun yang menyerupai.

            Produk mikroenkapsulasi merupakan produk yang spesifik sehingga persaingan tidak sangat ketat.  Saat ini berdasarkan data yang ada produsen produk mikroenkapsulasi baru terdapat di Denmark dengan nama perusahaan DanoChemo A/S.  Di Indonesia bahkan di Asia belum terdapat produsen produk mikroenkapsulasi minyak ikan. Dengan demikian pengembangan industri minyak ikan di Indonesia masih sangat terbuka dan sangat memungkinkan.

 

4.2      Mutu

Dengan terbukanya peluang berusaha dan pemasaran dalam perdagangan bebas maka beberapa produk baik yang sejenis atau substitusi akan dijumpai dengan mudah dipasar baik nasional maupun internasional.  Dalam situasi yang demikian maka konsumen akan mempunyai peluang yang sangat luas dan bebas memilih barang yang diinginkan..  Oleh sebab itu nisbah antara harga dan mutu akan sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan agroindustri perikanan.  Rendahnya harga yang dipengaruhi oleh tingginya efisiensi akan memberikan peluang konsumen untuk dapat membelinya.  Sedangkan tingginya mutu suatu produk akan memberikan jaminan dan keyakinan kepada konsumen untuk mempoleh kepuasan.

Mutu produk mikroenkapsulasi minyak ikan akan sangat dipengaruhi mutu bahan mentah minyak ikan, penguasaan teknologi emulsifikasi dan enkapsulasi, serta mesin dan peralatan yang digunakan.  Ketiga faktor tersebut merupakan tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan industri minyak ikan guna menghasilkan mutu produk yang dapat bersaing dan diterima konsumen.  Disamping itu juga seiring dengan pemenuhan akan food safety dimana produsen dituntut untuk dapat memberikan jaminan mutu (quality assurance) terhadap produk yang diproduksi dan dipasarkan maka industri enkapsulasi minyak ikan harus pula menerapkan konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan suatu teknik operasional pengawasan mutu yang bertumpu pada upaya pencegahan sejak dini mulai dari produksi bahan baku, transportasi, pengolahan sampai pada distribusi dan pemasarannya.

 

4.3      Efisiensi

Efisiensi dalam suatu usaha akan sangat berpengaruh pada biaya produksi.  Tingginya biaya produksi akan mempengaruhi harga jual yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kesempatan penggunaan peluang pasar bebas.  Efisiensi dalam usaha enkapsulasi minyak ikan juga akan sangat berpengaruh didalam memperoleh bahan baku.  Suatu usaha enkapsulasi minyak ikan yang efisien akan mampu mengadakan bahan baku minyak ikan dengan harga yang relatif lebih tinggi dan akan mempermudah  dalam memperoleh bahan baku.

Efisien dalam proses produksi enkapsulasi minyak ikan akan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pengadaan bahan baku, birokrasi, teknologi, sumberdaya manusia.  Meningkatkan efisiensi merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi guna menghadapi persaingan usaha dan pemanfaatan peluang pasar baik domestik maupun internasional.

 

5.      Strategi Pengembangan

 

5.1  Pendekatan  sistem

5.1  .1  Analisa Kebutuhan

 

            Dalam pengembangan industri minyak ikan dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak yang terkait, diantaranya yang digolongkan dalam kelompok:

§         Nelayan, yang kehidupannya bersumber dari perikanan

§         Pengusaha/investor, merupakan pemilik modal dan pengelola usaha

§         Pedagang, yang meneruskan produk kepada konsumen

§         Konsumen, yang merupakan mata rantai terakhir yang memanfaatkan produk hasil perikanan

§         Lembaga-lembaga yang terkait dengan usaha minyak ikan, seperti: Departemen Kelautan dan Perikanan, Deperindag, Depkes, Pemda, dan lembaga keuangan.

Dalam analisa kebutuhan dari masing-masing kelompok tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

q       Nelayan

§    Harga ikan stabil dan tinggi

§    Pemasaran hasil perikanan baik

q       Investor/pengusaha

§       Ketersediaan bahan baku yang kontinyu

§       Ketersediaan bahan pembantu yang kontinyu

§       Keuntungan usaha yang besar

§       Mutu ikan baik

§       Pemasaran produk baik

q       Konsumen

§       Harga produk terjangkau

§       Mutu produk terjamin

§       Tersedianya produk yang kontinyu

 

q       Tenaga kerja

§       Upah yang memadai

§       Produksi yang kontinyu

§       Keselamatan dan kesehatan kerja

q       Pemerintah

§       Kelestarian sumberdaya alam terjaga

§       Peningkatan gizi masyarakat

§       Peningkatan devisa negara

§       Upah karyawan tinggi

q       Lembaga keuangan

§       Menguntungkan

§       Lancarnya pengembalian kredit

 

5.1.2          Identifikasi Sistem

 

            Identifikasi terhadap sistem pengembangan industri minyak ikan dilakukan untuk mengidentifikasi keterkaitan dari masing-masing komponen yang terlibat dalam suatu diagram. 

            Sistem input dalam diagram terdiri dari tiga macam yaitu input lingkungan, input terkontrol, dan input tak terkontrol, sedangkan output yang dihasilkan dapat berupa output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki.  Manajemen pengendalian berusaha untuk meminimumkan output yang tidak dikehendaki dengan mengatur input terkontrol.

 

5.2   Konsep Pola Produksi

 

Secara garis besar pola produksi enkapsulasi minyak ikan adalah pemurnian minyak dan proses enkapsulasi.  Untuk bahan mentah yang masuk ke pabrik masih dalam keadaan utuh ikan maka perlu dilakukan perlakuan ekstraksi minyak kasar terlebih dahulu.  Sedangkan bahan mentah berupa minyak ikan hasil samping pengalengan ikan dapat dilakukan langsung pemurnian minyak ikan.  Tahapan dalam pemurnian minyak ikan adalah pemisahan gum (degumming), netralisasi (refining), pemucatan (bleaching), dan deodorisasi (deodorization). Selanjutnya minyak ikan murni dilakukan proses enkapsulasi dengan menggunakan peralatan spray drier.  Produk mikrokapsul minyak ikan berbentuk tepung (bubuk) yang dapat di pasarkan secara domestik dan juga eksport. 


6. Kesimpulan

 

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

§         Berdasarkan potensi pasokan bahan baku minyak ikan, industri mikroenkapsulasi memungkinkan dikembangkan di Indonesia dengan pasar produknya tidak terbatas hanya di dalam negeri.

§         Lokasi yang tepat adalah wilayah Banyuwangi karena sebagai  daerah penghasil ikan lemuru terbesar di Indonesia.

§         Bahan mentah dapat berupa minyak ikan kasar hasil samping pengalengan ikan, tetapi juga dalam bentuk utuh ikan yang masih memerlukan ekstraksi lebih lanjut menjadi minyak kasar.

§         Dalam proses produksi perlu dilakukan pemurnian minyak ikan murni sebelum dilakukan proses enkapsulasi minyak ikan.

 

 

 

PUSTAKA:

Andersen, S., 1995. Microencapsulation Omega-3 Fatty Acids from Marine Sources. Lipid Technology, July 1995.

 

Dewi, E.N., 1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah Penepungan dan Pengalengan Ikan Lemuru. Skripsi, Fateta, IPB-Bogor.

 

Kayama, M., 1990. Chemistry and Utilization of Fish Oils. Di Dalam T. Motohiro (Ed.). Science of Processing Marine Food Products Vol.1. JICA, Hyogo International Centre.

Pigot, G.M. dan B.W. Tucker, 1987. Science Open New Horizon for Marine Lipids in Human Nutrition. Food Review International. 3 (1&2).

Risch, S.J., 1995. Encapsulation: Overview of Uses and Techniques. Di Dalam S.J. Risch and G.A. Reineccius (Eds.). Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredients. American Chemical Society, Washington, DC.

Sidauruk, H.H., 1989. Pembuatan Konsentrat Dari Hasil Samping Perasan Jamur Merang. Skripsi, Fateta, IPB Bogor.

Stansby, M.E., 1982. Properties of Fish Oil and Their Application to Handling of Fish and to Nutrinional and Industrial Use. Di Dalam R E. Martin, G.J. Flick, C.E. Hebord and D.R Ward (Eds.). Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products. AVI Publishing Company, Connecticut.

 

Thies, C., 1996. A Survey of Microencapsulation Processes. Di Dalam S. Benita (Ed.). Microencapsulation. Methods and Industrial Applications. Marcel Dekker, Inc., New York.

 

Winning, M, 1989. Application of Dry Omega-3 in The Food Industry. Di Dalam V.K.S. Shukia dan G. Holmer (Eds.). 15th Scandinavian Symposium on Lipids. Denmark.