©  2002  Program Pasca Sarjana IPB                                              Posted  15 October, 2002

Group 5 Presentation                                                                                         

Science Philosophy (PPs 702)

Graduate Program

Institut Pertanian Bogor

October 2002

 

Instructor:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng                                                                                                             

 

 

 

MENJADIKAN PERTANIAN SEBAGAI PRIMADONA

DI NEGERI SENDIRI

 

Oleh :

Kelompok 5

Meuthia Rachmaniah, F161020011, tita@ilkom.fmipa.ipb.ac.id  
Dianta Mustofa Kamal, F161020091, dianta_mk@yahoo.com
Yogi Sirodz Gaos, F161020071, yogisirodz@yahoo.com  
Satrio Dewanto, F126014031, satrio_d@hotmail.com
Arief RM Akbar, F126014021, ariefrma@yahoo.com
Lisyanto, F161020041, lisyantocd@yahoo.com
Adrizal, F161020021, adrizal_am@yahoo.com
Sandra, F16102008,1 chan_sandra@plasa.com 
Belyamin, F161020051, belyamin@yahoo.com

 

1. Latar Belakang

          Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sumber pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Dengan demikian sebagian besar penduduk di republik ini menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Indonesia sebagai negara agraris juga dapat dicirikan melalui komposisi pemanfaatan lahannya (land utilization), di mana sebagian besar lahan tersebut dipergunakan untuk pertanian, yaitu lebih dari 77.04% (lihat Gambar 1). Termasuk dalam kategori pertanian diantaranya adalah hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan.

 


Sumber: http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table10.shtml

Gambar 1. Komposisi pemanfaatan lahan di Indonesia.

          Meskipun lahan pertanian mempunyai porsi yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya, namun dari segi sumbangannya terhadap gross domestic product (GDP) ternyata tidak sebesar yang diharapkan.  Sektor pertanian justru hanya memberikan sumbangan sebesar 16.92% atau lebih kecil dari sektor industri manufaktur yang mampu memberikan konstribusi sebesar 26.04% (lihat Gambar 2). Hal ini diduga disebabkan oleh ketidak-berpihakannya kebijakan pemerintah terhadap sektor pertanian ketika itu.

 


Diolah dari: http://www.bps.go.id/sector/nra/gdp/table1.shtml

Gambar 2. Komposisi dari gross domestic product (GDP) tahun 2000.

          Pertambahan penduduk Indonesia yang cenderung meningkat dari 206 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 220 juta pada tahun 2002, dapat menimbulkan beberapa permasalahan pokok seperti ketersediaan pangan, papan, jaminan kesehatan, dan kelestarian sumberdaya alam. Khusus dalam bidang pertanian dan pangan masalah yang dihadapi adalah masalah produksi pangan/pertanian yang belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga masih dilakukan impor, masalah daya saing produk pangan yang lemah baik di pasar lokal maupun internasional, dan masalah tingkat kesejahteraan petani yang jauh dari memadai. Pada tahun 2000 Indonesia melakukan impor pangan senilai 1.36 milyar dolar AS, yang terdiri atas impor beras berjumlah 0.5 juta ton, gandum 3.6 juta ton, jagung 1.2 juta ton, dan kedelai sebesar 1.3 juta ton (Rajasa, 2002).

          Uraian di atas mengindikasikan bahwa potensi sektor pertanian kita belum menjadi primadona atau andalan dalam proses pembangunan bangsa demi kesejahteraan rakyat banyak. Maksudnya adalah bahwa sektor pertanian kita belum memiliki sinergi untuk mengembangkan atau mendayagunakan keunggulan komparatif yang dimilikinya (kekuatan sumberdaya lahan) menjadi  keunggulan kompetitifnya (kekuatan IPTEK), serta keunggulan kooperatifnya (unsur budaya lokal yang kondusif dan spiritualitas). Untuk ini, makalah ini akan mencoba mengkaji beberapa kebijakan, masalah, tantangan, dan peluang dari sektor pertanian yang kemudian diformulasikan mengenai strategi pemecahannya.

2. Kebijakan Pertanian

          Departemen-departemen teknis yang berkaitan dengan bidang pertanian sebenarnya cukup banyak, namun yang paling banyak perannya ialah Departemen Pertanian dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Adapun Biro Pusat Statistik, lebih difokuskan untuk sink data dari berbagai kegiatan pemerintahan di Indonesia. Dalam implementasinya, kebijakan seringkali dinyatakan dalam bentuk Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres), Instruksi Presiden (Inpres), Keputusan Menteri (Kepmen), Instruksi Menteri (Inmen), serta Surat Keputusan Direktorat Jenderal terkait. Pada dasarnya, semakin rendah hirarki organisasi pembuat kebijakan, maka semakin teknis isi dari kebijakan tersebut. Kebijakan teknis inilah yang dijadikan patokan/acuan oleh para pelaksana kegiatan di lapangan.

          Dalam implementasinya berbagai Keputusan Menteri yang dihasilkan belum dijabarkan secara lebih mendetail dalam SK Dirjen terkait (lihat Gambar 3). Hal ini kemungkinan karena SK Dirjen yang diproduksi belum dikomunikasikan secara meluas, baik kepada pengguna maupun di media elektronik (Internet). Satu hal lagi yang menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah  sinergi antara departemen terkait. Dalam artian bahwa setiap produk kebijaksanaan antar departemen terkait seyogyanya saling mendukung (tidak bertentangan). Sebagai contoh, kasus impor ayam utuh dan ‘paha’ ayam, ternyata kedua kebijakan tersebut tidak memberikan sinergi yang positif bagi para pelaku pasar.

 


Sumber: Diolah dari Website Deptan dan Deperindag

Gambar 3. Distribusi berbagai kebijakan pertanian dari Deptan dan Deperindag.

3. Masalah, Peluang, dan Tantangan

          Selama kurun waktu 10 tahun terakhir perkembangan SDM yang dicerminkan salah satunya oleh keragaan rumah tangga pertanian menunjukkan kondisi yang kurang menggembirakan. Hal ini dicirikan oleh (a) masih terjadi kenaikan rumah tangga pertanian yang diikuti bertambahnya rumah tangga pertanian pengguna lahan, (b) kenaikan tersebut tidak diimbangi oleh meningkatnya luas lahan yang dikuasai rumah tangga pertanian, bahkan terjadi penurunan, (c) adanya peningkatan jumlah petani gurem sebesar 1.4% per tahun, (d) terjadinya peningkatan jumlah rumah tangga buruh pertanian yang sangat mencolok sebesar 19.5% per tahun.  Kondisi ini sangat melemahkan bagi upaya pengembangan SDM (petani) terutama untuk dilakukan terobosan-terobosan baru dalam bidang pertanian.

          Terlepas dari berbagai permasalahan yang ada, Indonesia sebenarnya memiliki berbagai peluang yang sifatnya dapat berupa keunggulan kompetitif maupun komparatif. Keunggulan komparatif ditandai oleh adanya keanekaragaman hayati dan komoditi spesifik khas Indonesia. Sedangkan keunggulan kompetitif dicapai dengan pengembangan teknologi dan pembangunan sistem agribisnis untuk pasar domestik dan regional.

          Beberapa tantangan yang perlu dihadapi dalam pembangunan pertanian pada masa mendatang antara lain adalah :

-         Tingkat konsumsi beras yang terus meningkat.

-         Di beberapa lokasi terjadi konversi lahan.

-         Potensi sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan yang didominasi oleh lahan bermasalah (marjinal).

-         Hasil-hasil penelitian terbaru yang belum dan tidak dapat dimanfaatkan secara luas. Adanya jenis tanaman dan bidang usaha  yang justru menunggu ketersediaan teknologi baru.

          Dengan memperhatikan permasalahan, peluang dan tantangan di atas, maka produksi berbagai komoditas pertanian pada masa mendatang diperkirakan masih akan dapat ditingkatkan.

4. Strategi

a.       Pembangunan pertanian menurut komoditas

          Melihat karakteristik permasalahan, peluang, dan tantangan yang ada pada setiap subsektor dari sektor pertanian, maka strategi pembangunan pertanian disusun berdasarkan karakteristik masing-masing subsektor yang meliputi sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Secara umum pencapaian pembangunan pertanian yang berkebudayaan industri dapat dicapai melalui dua terobosan yaitu peningkatan sumberdaya manusia dan pembenahan sistem agribisnis-agroindustri

          Strategi pengembangan hortikultura berkebudayaan industrial adalah: peningkatan pemakaian teknologi maju bagi sentra hortikultura tradisional, bantuan prasarana produksi, pengembangan sentra hortikultura baru dengan luas lahan maksimal 500 ha berpola kemitraan partisipatif antara pengusaha besar dengan kelompok tani, dan pengembangan kawasan agroindustri terpadu untuk komoditas unggulan hortikultura.

          Strategi pengembangan perkebunan perlu dilakukan diantaranya: peningkatan efisiensi,  peningkatan manajemen mutu, menggiatkan sektor terkait pada pengembangan industri perkebunan, menumbuhkan gairah berkebun dikalangan petani dengan meningkatkan keamanan usaha melalui sertifikasi tanah, dan  mendorong kegiatan investasi melalui penciptaan iklim yang mendorong investor dan rakyat untuk mengembangkan komoditi perkebunan, peningkatan orientasi bisnis usaha tani melalui pembenahan kelembagaan dan penguatan lembaga perekonomian, dan peningkatan produksi dan efisiensi baik pada tingkat nasional(makro) maupun level petani(mikro)

          Strategi pengembangan peternakan berkebudayaan industrial. Sumberdaya alam meliputi sumberdaya pakan, ternak, penanganan penyakit, sumber daya manusia. Sumberdaya teknologi dari yang sederhana yang dapat diterapkan ditingkat petani/peternak dan secara bertahap dikembangkan ke arah teknologi maju.

          Strategi pembangunan perikanan meliputi aspek manusia yaitu dengan menempatkan manusia sebagai pusat pembangunan, aspek pengolahan, aspek produksi, aspek teknologi.

b.      Political will pemerintah.

          Dalam rangka mewujudkan pertanian sebagai primadona di negeri sendiri, diharapkan kemauan politik dari pemerintah untuk melaksanakan 4(empat) aksi yaitu :

-         Peningkatan mutu dan  volume produksi.

-         Peningkatan ekspor dan substitusi impor.

-         Rekayasa sosial dan kelembagaan yang dapat melindungi kepentingan petani dengan tetap memperhatikan aspek economic of scale

-         Penyedian infra struktur dan sarana serta sumberdaya manusia yang handal untuk menopang tercapainya misi pembangunan hortikultura berkebudayaan industrial.

c.       Sistem pertanian.

          Melihat perkembangan dunia pertanian secara menyeluruh, sistem yang ingin diterapkan di Indonesia adalah sistem pembangunan pertanian yang berkebudayaan industri dicirikan dengan adanya keterpaduan program untuk mengoptimalkan keunggulan komparatif, keunggulan kompetitif dan keunggulan kooperatif, yang harus dilandasi dengan usaha memperkuat sumberdaya manusia, sumberdaya kelembagaan, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta memelihara kelestarian fungsi-fungsi daya dukung lingkungan.

Sumberdaya manusia

          Sumberdaya manusia (SDM pertanian) adalah unsur utama dalam pembangunan pertanian yang berkebudayaan industri. Untuk itu diperlukan program-program pelatihan yang dititikberatkan kepada usaha peningkatan motivasi, gairah kerja dan keinginan untuk mencapai hasil yang memuaskan.

Sumberdaya kelembagaan

          Sumberdaya kelembagaan menyangkut berbagai aspek yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial, kebudayaan, perundangan, sistem informasi dan lain sebagainya.

Sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi

          Sumberdaya iptek dapat berkembang baik bila ada dukungan untuk melakukan penelitian secara kontinyu dalam menjawab permasalahan pertanian saat ini dan masa depan, sehingga sumber daya ini tidak dapat dipisahkan dari sistem ( sumberdaya kelembagaan ) dan pelaku ( SDM ) yang kondusif.

d.      Aspek budaya.

          Secara umum kondisi saat ini usaha pertanian dilakukan sebagai pertanian keluarga yang hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Pola ini tidak menjadikan petani menghitung usaha yang dilakukannya terutama tenaga kerja. Untuk menjadikan sektor pertanian sebagai usaha yang menjanjikan terutama pada tingkat petani, perlu dilakukan perubahan paradigma dari pertanian tradisional (keluarga) ke  pertanian yang berkebudayaan industri (profit oriented). Untuk itu diperlukan peranan pemerintah dalam hal pemberian insentif ditingkat petani sebagai langkah awal yang sangat diperlukan.

e.       Introduksi teknologi tepat guna.

          Dalam mengaplikasikan teknologi di tingkat petani yang selama ini banyak mengalami kegagalan, harus dimulai dengan program yang diinginkan oleh pelaku/petani (bottom up). Dari hasil studi dan kajian yang telah banyak dilakukan dapat diketahui bahwa kegagalan introduksi teknologi selama ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian dengan karakteristik petani Indonesia yang memeliki lahan kecil, tingkat pendidikan rendah dll. Aplikasi teknologi yang diinginkan adalah sederhana, murah, awet, dapat dibuat atau dilakukan sendiri dan memberikan nilai tambah yang nyata bagi mereka.

f.        Pemasaran.

          Dalam kaitannya untuk meningkatkan volume pemasaran, dilakukan pemantapan pada setiap kelembagaan yang berkaitan dengan pemasaran melalui program-program: inventarisasi lembaga dan asosiasi, mendirikan dan mengembangkan lembaga pemasaran hortikultura yang bersifat bisnis, meningkatkan koordinasi antar lembaga pemasaran serta mengembangkan usaha kemitraan.

5. Penutup

          Sebagai negara berkembang, Indonesia masih dihadapkan pada beberapa masalah pokok seperti ketersediaan pangan, papan, jaminan kesehatan, dan kelestarian sumberdaya alam yang diakibatkan terutama oleh tekanan pertambahan penduduk. Besarnya nilai impor pangan (1.36 milyar dolar AS pada tahun 2000) tanpa dibarengi dengan langkah yang sistematis dan terencana maka hal ini dapat membahayakan ketahanan nasional.

          Tantangan dan peluang dalam pengembangan pertanian di masa mendatang menjadi semakin komplek. Indonesia dengan penduduk sekitar 220 juta merupakan pasar konsumen terbesar di dunia dan merupakan target utama pemasaran negara-negara produsen dan persuhaan multinasional. Di samping itu, kesepakatan internasional seperti GATT yang memberikan peluang pemasaran berbagai produk dalam negeri ke pasar dunia, juga harus memberikan konsekuensi untuk membuka kesempatan bagi pemasaran produk asing di dalam negeri.

          Relevansinya dengan hal di atas perlu adanya suatu pemikiran atau langkah-langkah strategis untuk menjadikan pertanian sebagai primadona atau sektor andalan dalam pembangunan di republik tercinta ini. Strategi pembagunan pertanian melalui pendekatan sistem agribisnis atau agroindustri dapat dicapai melalui sinergi beberapa aspek yakni kebijakan yang sangat memihak pada pertanian, kualitas SDM, budaya, dan introduksi teknologi, serta beberapa aspek penunjang seperti manajemen dan pemasaran.

Daftar Pustaka

Biro Pusat Statistik. Gross Domestic Product at Current Market Prices by Industrial Origin, 1996-2000 (Billion Rupiahs) http://www.bps.go.id/sector/nra/gdp/table1.shtml [27 September 2002]

Biro Pusat Statistitik. Land Utilization by Province 2000 (Ha) http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table10.shtml [27 September 2002]

Dahuri, R, A. Saefuddin, dkk. 1997. Konsep Paradigma Pembangunan Pertanian yang Berkebudayaan Industri. Kebijakan dan Strategi. LP IPB dan LIPI. Bogor.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. Regulasi. http://www.dprin.go.id/regulasi1/inat2002.asp [4 Oktober 2002]

Departemen Pertanian RI. Basisdata Dokumen. http://www.deptan.go.id/bdd2001/peraturan/bdd.htm [4 Oktober 2004]

Rajasa H. 2002. Sambutan Menteri Riset dan Teknologi pada seminar nasional perhimpunan teknik pertanian Indonesia. Malang 3-4 Mei 2002.

Saragih, B. 2000. Agribisnis Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Dalam Era Milenium Baru. Agrimedia 6: 4-7.

Saragih, B. 2001. Agribisnis. Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia & PT Surveyor Indonesia, Jakarta.