©  2002  Program Pasca Sarjana IPB                                      

Makalah Kelompok A /TKL-Khusus                                                                        Posted 29 November, 2002                                                                 

Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November  2002

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

 

SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) MASYARAKAT NELAYAN

 

 

 

Oleh:

Kelompok A

 

ADRIAN P PANGEMANAN,  C. 561020014

 

 

NANIEK SOELISTIYANI,  C. 561020184

S Y I S F E R I,   C. 561020204

M. Y A F I Z,  C. 561020214

CORNELIUS SUYADI,   C. 561020174

S U P A R T O N O,  C. 561020

 

 

 

I . PENDAHULUAN.

 

Nelayan identik dengan kemiskinan. Ada banyak penyebab terjadinya kemiskinan pada masyarakat  nelayan, seperti kurangnya akses kepada sumber-sumber modal, akses terhadap  teknologi, akses terhadap pasar  maupun rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam. Alasan lain dan yang akan banyak dibahas dalam draf ini adalah disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya tingkat kesehatan  serta alasan-alasan lainnya seperti kurangnya prasarana umum di willayah pesisir, lemahnya perencanaan spasial yang mengakibatkan tumpang tindihnya beberapa sektor pada satu kawasan, polusi dan kerusakan lingkungan.

 

    Selama ini, baik pada masa orde baru maupun masa sesudahnya telah banyak intervensi yang dilakukan oleh Pemerintah , namun tetap saja keluarga nelayan masih belum dapat diberdayakan menjadi lebih mandiri.

 

     Pertanyaan besar yang perlu mendapat jawaban atau setidak tidaknya menginventarisir jalan keluar yang paling mungkin ditempuh adalah : Masih adakah jalan keluar untuk mengatasi persoalan kehidupan nelayan ? Apakah dengan penerapan IPTEK terpadu untuk keluarga nelayan dapat menimbulkan aktivitas baru, berupa perluasan kesempatan kerja terkait, seperti misalnya penerapan teknologi pengeringan, kemasan, klinik usaha, manajemen pemasaran, keterkaitan institusi bisnis antara nelayan dengan pengusaha, serta memperbaiki sumber daya manusia ( SDM ) keluarga nelayan dapat merubah  kemiskinan yang selama ini menyelimuti nelayan ?.

 

   Persoalan Kemiskinan yang menimpa nelayan diharapkan akan dapat terjawab dengan serangkaian kegiatan yang terintegrasi sedemikian rupa sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah yang dialami oleh masyarakat nelayan.

 

    Untuk menemukan model pemberdayaan masyarakat nelayan, maka study base line diperlukan, meskipun telah banyak studi atau kajian yang telah dilakukan untuk memahami kehidupan nelayan, akan tetapi beberapa pertanyaan  perlu dielaborasi secara lebih mendalam seperti : bagaimanakah  karakteristik nelayan sebagai target group muncul dan karakteristik nelayan terhadap kemungkinan nelayan untuk secara perlahan dapat mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari sekarang, bagaimana kehidupan sehari hari nelayan serta bagaimana peranan kelompok masyarakat beserta peranan tiap tokoh yang natinya dapat dijadikan sebagai dasar mendesain proses sosialisasi IPTEK tepat guna.

 

     Selanjutnya perlu dipelajari bagaimana kemungkinan kebutuhan kredit untuk perluasan investasi, khususnya yang ditujukan kapada nelayan baik sebagai individu rumah tangga maupun kelompok. Kesemua pertanyaan ini diperlukan untuk merumuskan bagaimana intervensi yang diperlukan guna memperbaiki keadaan sosisal ekonomi masyarakat nelayan.  

 

II. KONDISI UMUM MASYARAKAT NELAYAN.

 

      Sensus penduduk tahun 2000 menujukkan jumlah penduduk Indonesia sekitar 210 juta jiwa. Pada saat ini setidaknya terdapat 2 juta rumah tangga yang menggantungkan hidupnya pada sector perikanan. Dengan asumsi tiap rumah tangga nelayan memiliki 6 jiwa maka sekurang-kurangnya terdapat 12 juta jiwa yang menggantungkan hidupnya sehari-hari pada sumber daya laut termasuk pesisir tentunya.

     Mereka pada umumnya mendiami daerah kepulauan, sepanjang pesisir termasuk danau dan sepanjang aliran sungai. Penduduk tersebut tidak seluruhnya menggantungkan hidupnya dari kegiatan menangkap ikan akan tetapi masih ada bidang bidang lain seperti usaha pariwisata bahari, pengangkutan antar pulau danau dan penyeberangan, pedagang perantara/ eceran hasil tangkapan nelayan,penjaga keamanan laut , penambangan lepas pantai dan usaha-usaha lainnya yang berhubungan dengan laut dan pesisir.

 

     Sudah sejak dari dahulu sampai sekarang nelayan telah hidup dalam suatu oreganisasi kerja secara turun temurun tidak mengalami perubahan yang berarti. Kelas pemilik sebagai juragan relatif kesejahteraannya lebih baik karena menguasai factor produksi seperti kapal, mesin alat tangkap maupun factor pendukungnya seperti es , garam dan lainnya.

 

    Kelas lainnya yang merupakan mayoritas adalah pekerja atau penerima upah dari pemilik factor produksi dan kalaupun mereka mengusahakan sendiri factor/ alat produksinya masih sangat konvensional, sehingga produktivitasnya tidak berkembang, kelompok inilah yang terus berhadapan dan digeluti oleh kemiskinan.

 

     Rumah tangga nelayan pada umumnya memiliki persoalan yang lebih komplek dibandingkan dengan rumah tangga pertanian. Rumah tangga nelayan memiliki ciri-ciri khusus seperti pengunaan wilayah pesisir dan lautan ( common property ) sebagai factor produksi, jam kerja yang harus mengikuti siklus bulan yaitu dalam 30 hari satu bulan yang dapat dimanfaatkan untuk melaut hanya 20 hari sisanya mereka relatif menganggur. Selain daripada itu pekerjaan menangkap ikan adalah merupakan pekerjaan yang penuh resiko dan umumnya  karena itu hanya dapat dikerjakan oleh lelaki, hal ini mengandung arti keluarga yang lain tidak dapat mebantu secara penuh.

 

    Dengan persoalan yang demikian tentunya kita harus memahami bahwa rumah tanga nelayan memerlukan perhatian yang multi dimensi. Tantangan yang terbesar adalah bagaimana membangun sector ini agar dapat mengangkat harkat dan martabat kehidupan masyarakat nelayan maupun masyarakat lainnya yang terkait dengan sumber daya kelautan  dan pesisir.

 

    Masalah pembangunan nelayan adalah masalah manajemen pengembangan masyarakat pesisir yang meliputi tiga masalah yaiyu : masalah sosial ekonomi rumah tangga nelayan,  masalah kenapa mereka miskin dan selanjutnya bentuk intervensi yang bagimana diperlukan. Selanjutnya jika didasarkan pada dimensi waktu, maka kebijakan pembangunan rumah tangga nelayan dibagi menjadi tiga dimensi waktu yaitu; kebijakan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

 

III. MEMBANGUN SUMBER DAYA MANUSIA ( SDM ) .

 

      Dari beberapa literature ditemukan bahwa dari aspek demografi rumah tangga nelayan memiliki beban ketergantungan yang relatif tinggi dengan indikasi dapat dijelaskan dari tingginya tingkat angka kelahiran dibandingkan dengan rumah tangga lainnya. Kecendrungan ini sekaligus tentunya  menunjukkan bahwa laju pertumbuhan rumah tangga nelayan lebih tingi dari pada laju pertumbuhan rumah tanga bukan nelayan.

 

      Fenomena keseharian masyarakat nelayan yaitu anak anak lelaki maupun wanita secara lebih dini terlibat dalam proses pekerjaan nelayan dari mulai persiapan orang tua mereka ntuk kelaut sampai dengan menjual hasil tangkapan. Hal ini tentunya berimplikasi kepada kelangsungan pendidikan anak-anak nelayan. Disamping itu pada aspek kesehatan, nelayan relatif lebih beresiko terhadap munculnya masalah kesehatan seperti kekurangan gizi, diarre dan    infeksi saluran   pernafasan   atas

(ISPA), yang disebabkan karena persoalan lingkunan seperti sanitasi, air bersih, indoor pollution, serta minimnya prasaran kesehatan seperti Puskesmas ataupun pos yandu yang tidak digunakan secara optimal. 

 

    Data dari beberapa referensi menunjukkan bahwa pada saat ini ( tahun 2002 ) angka partisipasi sekolah anak-anak nelayan untuk pendidikan tingkat SLTP baru merncapai 60 %, dan  SLTA baru mencapai 30 % ( Elfindri :2002 ). Dengan kondisi yang demikian maka dalam jangka panjang pendidikan untuk masyarakat nelayan perlu menjamin agar angka partisipasi sekolah  khususnya SLTA dapat dicapai menjadi sekurang-kurangnya 80 %, hal ini berarti 50 % dari anak SLTP saat ini dan 30 % anak usia SLTP menjadi target group dalam pengembangan pelayanan pendidikan.

 

    Pendekatan pendidikan untuk masyarakat nelayan perlu mempertimbangkan aspek spek social ekonomi rumah angga nelayan dengan lebih memfokuskan sasaran target pelayanan pendidikan kepada mayoritas rumah tangga nelayan yang miskin. Selanjutnya intervensi pendidikan untuk nelayan harus memberikan prioritas kepada anak laik-laki usia 13 tahun keatas. Disamping itu dalam pendekatan pelayan kesehatan perlu dilakukan perbaikan dengan menata kembali fungsi kader atau volunteer pengerak pos yandu, serta kebijakan pengendalian kelahiran melalui program keluarga berencana.

 

    Dalam membangun SDM masyarakat nelayan maka aspek demografi  hendaknya menjadi prioritas utama. Tinginya angka kelahiran ( Fertilitas ) memerlukan program untuk mengendalikannya. Pengendalian kelahiran pada masyarakat nelayan memang sangat mendesak agar dalam jangka panjang besarnya angota rumah tangga nelayan dapat dikendalikan secara berangsur-angsur, oleh karena itu pendidikan keluarga berencana yang di disain untuk masyarakat nelayan pada masa yang akan datang perlu dirancang.

 

    Pada bidang pendidikan selanjutnya perlu dipertahankan tingkat daftaran anak usia sekolah baik pria maupun wanita sebagai target kebijakan pendidikan untuk masyarakat nelayan. Dalam hal ini setidaknya ditetapkan bahwa anak nelayan diharuskan menyelesaikan pendidikan setingkat SMU baik umum maupun kejuruan. Pembangunan pendidikan pada masyarakat dalam jangka panjang harus dapat menjamin kemampuan generasi mendatang dapat memilih tindakan – tindakan alternatif sehingga dapat ditentukan pilihan yang rasional.

 

     Bagi pengelola pendidikan, program pendidikan pada komunitas nelayan memang memerlukan pendekatan pendekatan tersendiri, agar selain terlaksananya pelayanan pendidikan, sekali gus dapat mengembangkan kreasi dan kualitas pendidikan yang diperoleh oleh anak-anak  nelayan. 

 

    Sementara itu pada aspek kesehatan dalam membangun SDM masyarakat nelayan adalah pelayanan kesehatan ibu dan anak balita. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengaktifkan sarana tempat ibu anak balita untuk saling berinteraksi dan belajar. Semakin sering mereka beriteraksi akan semakin meningkat pengetahuan, kesadaran dan praktek hidup bersih.

 

     Penataan Posyandu adalah merupakan langkah yang akan dapat menghasilkan peningkatan sumber daya manusia lebih khusus nelayan. Selain daripada itu perlu pula perbaikan sanitasi dan kebersihan lingkungan tentunya akan menjadi agenda yang penting.

 

    Kita menyadari bahwa kemapuan dan kesadaran masyarakat nelayan sangat rendah untuk membentuk lingkungan perumahan yang bersih sesuai syarat syarat kesehatan termasuk dalam manajemen lingkungan perumahan. Untuk itu persoalan indoor pollution perlu menjadi target untuk diturunkan pada masa mendatang.

 

    Pendekatan pengembangan Sumber Daya Manusia masyarakat nelayan, baik aspek pelayan pendidikan maupun aspek pelayanan kesehatan perlu dilakukan secara sistematis, dan disesuaikan dengan masa-masa produksi dan reproduksi rumah tanga nelayan. Bila proses pengembangan SDM nelayan dapat didahulukan dalam proses pembangunan satu Daerah, maka dengan sendirinya konsep pengembangan wilayah pesisir dan kelautan akan berhasil, yaitu ketika manusia yang menggantungkan hidupnya kepada pesisir dan kelautan terlebih dahulu mendapatkan peningkatan  cadangan modal, yaitu Ilmu Pengetahuan ( knowledge ) dan kesehatan ( healthty ).

 

    Selama ini ada beberapa kendala pemberdayaan masyarakat nelayan yang dilakukan melalui program Pemerintah yaitu ; jangka waktu implementasi sangat pendek sementara dana yang harus disalurkan relatif besar, dan pada saat yang bersamaan tenaga lapangan sangat terbatas. Program Pemerintah selama ini menggunakan pendekatan participatory rural appraisal  yang membutuhkan tenaga fasilitator dalam jumlah yang banyak, agar mampu menampung aspirasi masyarakat, akan tetapi kenyataannya ketersediaan tenaga fasilitator sangat terbatas.

 

    Disamping kedua hal diatas kendala pemberdayaan masyarakat melalui program Pemerintah adalah proses penyaluran dana mulai dari Pemerintah Pusat hingga penerima bantuan masih dihadapkan dengan mata rantai yang cukup panjang, sehinga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan kondisi penerima bantuan seperti musim maupun keadaan iklim.

 

 

 

IV. P E N U T U  P.

 

     Sumber daya pesisir dan kelautan adalah merupakan asset yang penting bagi Indonesia sebagai negara Bahari. Aset tersebut akan mejadi lebih berarti ketika Sumber daya Manusia ( SDM ) yang terdiri dari nalayan, pengusaha, pedagang, ilmuan dan industriawan beserta lautan dan pesisir dikembangkan fungsinya masing-masing secara tepat.

 

   Dengan luas laut 5.8 juta Km2, Indonesia sesungguhnya memiliki sumber daya perikanan laut yang besar dan beragam. Menurut Azis dkk ( 1998 ) potensi lestari sumberdaya perikanan laut di Indonesia adalah 6,18 juta ton pertahun, ikan demersial 1,78 juta ton,  ikan karang konsumsi 75 ribu ton, udang penaid 74 ribu ton, lobster 4,80 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton. Apabila potensi ini diperkirakan ke dalam nilai ekonomi berdasarkan  harga satuan komoditi perikanan pada tahun 1998 (dokumen Protekan 2003 ) maka akan diperoleh nilai sebesar US $ 15 Miliar (Dahuri 2000). Adalah suatu yang ironis bahwa sumber daya pesisir dan kelautan yang  mempunyai nilai ekonomi yang sangat besar, didiami oleh masyarakat yang kesejahteraannya relatif masih rendah atau dihuni oleh sebagian besar masyarakat yang miskin.

 

    Kemiskinan, rendahnya derajat kesehatan, dan rendahnya tingkat pendidkan merupakan tiga aspek yang terus membelenggu kehidupan nelayan, bagaikan lingkaran setan yang tida ada ujung pangkalnya dan dari mana memulai untuk menuntaskannya.

 

    Seiring dengan pembangunan dinegara kita yang telah memperlihatkan pasang surut dalam perjalanan nya selama ini, khususnya pada sector perikanan laut atau masyarakat nelayan menunjukkan bahwa peningkatan produksi perikanan yang ditandai dengan semakin meningkatnya kebutuhan protein masyarakat, tidak diikuti dengan peningkatan kesejahteraan kehidupan nelayan.

 

     Dengan mengembangkan sumber daya manusia nelayan diharapkan proses perbaikan kehidupan nelayan dapat dimulai untuk dapat disejajarkan dengan masyararakat yang hidup pada sektor lainnya.

 

 

                          DAFTAR BACAAN

 

Mashuri: 1993 “ Pasang surut Usaha Perikanan Laut : Tinjauan Sosial Ekonomi Kenelayan Jawa dan Madura 18501940,  masyarakat Indonesia , Lembaga Ilmu Pengetahuan  Indonesia.

 

Sen, Amarata: 2001 “ Masih adakah Harapan Bagi Kaum Miskin ? : Sebuah Perbincangan tentang Etika dan Ilmu Ekonomi di Fajar Milenium Baru, Mizan Pustaka.

 

Sugianto, Satrio Purnomo, dan Marguerita. S. Robinson : 1993 “Bunga Rampai Pembiayaan Pembiayaan Pertanian Pedesaan” , Institut Bankir Oindonesia.

 

Elfindri, 2002; “ Ekonbomi Patron – Client : Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan fdan Kebijakan Makra Andalas Press.

 

Sutrisno, T. Edi, S Hamiddan Mubyarto, 1990: “ Kredit Pedesaan Di Indonesia, Yogyakarta, BPFE.  BPS : 1998:” Staistik Indonseia Badan Pusat Statistik Jakarta.