ã 2002 Meuthia Rachmaniah                                                                Posted  5 October 2002

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana

Institut Pertanian Bogor

Oktober  2002

 

Dosen :

Prof Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

 

 

Optimalisasi Kemampuan Kognisi Perempuan Di Bidang Teknologi Informasi

Oleh:

 

Meuthia Rachmaniah

 

TEP  F161020011

 

E-mail: tita@ilkom.ipb.ac.id

 

Lupakan Mencari Ketenaran, dan Carilah Kebenaran, Maka Bertemulah Keduanya

 (Andi Hakim Nasoetion)

Kondisi Indonesia

Gambar 1. Perkembangan Populasi Indonesia Usia 15 Tahun Keatas 1997-2001.

Sumber: Diolah dari  http://www.bps.go.id/sector/population/table1.shtml

 

Pada dasarnya kondisi mengenai perempuan Indonesia akan dipengaruhi juga oleh kondisi populasi di Indonesia pada umumnya tanpa memperhatikan gendernya. Secara umum bisa kita nyatakan bahwa populasi usia populasi Indonesia usia 15 tahun ke atas menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat (Gambar 1). Dengan perkataan lain, persaingan untuk mencari pekerjaan, sekolah, dan lain-lain kesempatan akan semakin meningkat kesulitannya.

 

Gambar 2. Distribusi Pendidikan di Indonesia 1997-2001

Sumber: http://www.bps.go.id/sector/employ/table1.shtml

 

Apabila dikaji lebih lanjut lagi, populasi usia 15 tahun ke atas ini mayoritas bekerja (sebanyak 90.807.417 jiwa pada tahun 2001) dan kurang dari 10% sedang mengikuti pendidikan (sebanyak 10.899.236 jiwa pada tahun 2001). Kondisi ini memberikan gambaran umum pada kita semua, bahwa pendidikan memang belum menjadi prioritas utama. Hanya sekitar 5% dari total populasi penduduk Indonesia yang sedang menempuh pendidikan. Dari populasi yang sedang mengikuti pendidikan pun terlihat bahwa mayoritas berada pada sekolah menengah dan semakin mengecil jumlahnya untuk tingkat pendidikan tinggi (Gambar 2).

 

Dari segi kesempatan kerja pun tidak semua tenaga kerja berpendidikan memperoleh kesempatan kerja. Masih banyak tenaga kerja berpendidikan masih menganggur, mayoritas penganggur ialah lulusan sekolah menengah atas (www.bps.go.id/sector/employ/table4.shtml).

 

Kemampuan Kognitif

Secara umum, kinerja manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan juga mengikuti pendidikan akan dipengaruhi oleh tiga domain kemampuan manusia, yaitu domain kognitif, domain afektif, serta domain psikomotor. Domain kognitif ialah kemampuan berfikir, domain afektif biasa disebut dengan kemampuan bersikap, sedangkan domain psikomotor erat hubungannya dengan kemampuan melakukan sesuatu atau terampil dalam melakukan gerakan, menggunakan alat dan lain sebagainya http://www.ut.ac.id/ol-supp/PGSD2501/ MODUL1/modul_1.htm.

Kemampuan analisis dan kemampuan kognitif merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kinerja pekerja atau pelajar. Namun demikian, dalam mencapai kesuksesan kerja atau belajar tidak hanya dipengaruhi oleh cognitive intelligence saja, melainkan juga dipengaruhi oleh emotional intelligence[1] (EQ). EQ sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk menghasilkan kinerja optimal. Menurut Goleman, semakin tinggi jabatan seseorang dalam suatu perusahaan, semakin crucial peran EQ.

Pendekatan Goleman berangkat dari ide Piaget sebagaimana dikutip Henderson (1983) dan sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu memproses informasi yang diterima, yaitu bahwa

(a)                                              struktur kognitif sangat ditentukan oleh pola perilaku (gaya) berpikir,

(b)                                              perkembangan mental merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya, dan

(c)                                              perkembangan mental seseorang bergerak secara progresif melalui tahapan yang merupakan suatu garis kontinum yang bergerak secara hirarkis di mana setiap tahapan mewakili cara berpikir yang berbeda.

Struktur kognitif yaitu organisasi, kejelasan dan stabilitas pengetahuan yang dimiliki seseorang sangat menentukan proses belajar selanjutnya, yakni yang berkaitan dengan belajar bermakna. Karena itu, kemampuan memproses informasi sangat penting dalam penerapan praktek belajar mandiri (Wahyuni Kadarko).

 

Perbedaan Kognitif Perempuan Dan Laki-Laki

Sesuai dengan topik seminar ini, maka sebelumnya pada makalah ini juga akan menyajikan apakah memang benar terdapat perbedaan kemampuan kognitif antara perempuan dan laki-laki. Selama ini berbagai stereotipe pekerjaan atau bidang ilmu seringkali dikaitkan dengan gender. Padahal juga di  dalam realitanya banyak laki-laki yang masuk bidang pekerjaan perempuan (hairdresser di salon atau memasak) atau sebaliknya.

Perbedaan kognitif perempuan dan laki-laki sebetulnya bisa dilihat berdasarkan pada perbedaan kondisi fisik perempuan dan laki-laki. Secara umum, perempuan yang telah mencapai masa akil balig akan memerlukan asupan gizi yang sedikit berbeda dengan laki-laki, terutama untuk zat besi. Sebuah studi menyatakan bahwa kekurangan zat besi ternyata mempengaruhi kemampuan untuk memahami soal-soal matematika. Dalam studi terhadap hampir 5400 anak usia 6-16 tahun, ditemukan bahwa mereka yang kekurangan besi ternyata dua kali lipat kemungkinannya mendapat nilai di bawah rata-rata untuk tes matematika dibanding mereka yang bergizi baik. (www.klinikpria.com/databerita/1806kekuranganzatbesi pengaruhi.html). Kekurangan besi akan menyebabkan simpanan besi dalam otak juga menurun dan ini mempengaruhi berapa enzim serta neurotransmitter yang berperan dalam pembelajaran (Dr. Jill S. Halterman dari University of Rochester School Of medicine and Dentistry dalam wawancara dengan Reuters Health).

 

Perempuan dan Bidang Teknologi Informasi

Pada paragraf di bawah ini penulis hanya akan menampilkan beberapa cuplikan informasi tentang perempuan yang memiliki keterlibatan erat dengan bidang teknologi informasi yang diambil dari website http://www.iwt.org., diantaranya yaitu: Ada Lovelace, Grace Murray Hopper, serta Dr. Anita Borg. Selain itu, sebagai gambaran akan diberikan beberapa kasus/informasi yang terkait dengan statistik perempuan yang berkecimpung di bidang TI di Canada dan di Jurusan Ilmu Komputer IPB.

 

Augusta Ada Lovelace (1815 - 1852)

 

Augusta Ada Lovelace dinyatakan sebagai the first woman “computer programmer” dan terkenal karena membantu Charles Babbage menangani ‘the Analytical Engine”. Pada saat itu Ada sudah memperkirakan bahwa di masa depan mesin ini dapat memproduksi grafik dan musik yang dibangkitkan oleh komputer. Untuk jasa-jasanya ini, Departemen Pertahanan USA memberi nama bahasa pemrograman yang dikembangkan pada tahun 1979 dengan nama Bahasa Pemrograman Ada.

 

Admiral Grace Murray Hopper (1906 - 1992)

Grace Murray Hopper terkenal sebagai pionir ilmuwan komputer dan dikenal karena mengembangkan bahasa pemrograman berbasis bisnis yang disebut COBOL. Grace Murray Hopper juga mengembangkan ‘compiler’ pertama yang disebut ‘the A-O’ dan mempublikasikan penelitian pertamanya tentang compiler pada tahun 1952.

 

 

Dr. Anita Borg

Dr. Anita Borg ialah pendiri dan Ketua the Institute for Women and Technology dan sepanjang karirnya Dr. Anita Borg selalu berupaya meningkatkan partisipasi dan dampak positif teknologi bagi kaum perempuan. Pada tahun 1999 Dr. Anita Borg ditunjuk Presiden Clinton untuk menangani the Commision on the Advancement of Women and Minorities in Science, Engineering, and Technology dan pada tahun 2002 diberi the Heiz Award for Technology, the Economy and Employment

 

 

Mahasiswa “Science” di Canada. Mahasiswa science di Canada masih didominasi oleh mahasiswa laki-laki. Semakin tinggi level pendidikan yang ditempuh kuantitas semakin menurun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Dengan perkataan lain, mayoritas mahasiswa berada pada level ‘sarjana’ (bachelor).

Mahasiswa “science” di FMIPA IPB. Mahasiswa ‘science di FMIPA IPB merupakan kebalikan dari kondisi di Canada. Dalam hal ini, mayoritas mahasiswa ialah perempuan. Padahal jurusan-jurusan yang ada di FMIPA terdiri atas Biologi, Fisika, Kimia, Agrometeorologi, Matematika, dan Statistika, serta Ilmu Komputer, yang termasuk kategori ilmu-ilmu dasar (basic science).

 

 

 

Mahasiswa Ilmu Komputer di Jurusan Ilmu Komputer FMIPA IPB. Perkembangan di Jurusan Ilmu Komputer FMIPA IPB merupakan kebalikan dari kondisi di FMIPA, yaitu mahasiswa laki-laki cenderung lebih banyak dibandingkan mahasiswa perempuan.

Selanjutnya paragraf di bawah ini akan menyajikan beberapa hasil temuan yang terkait dengan perempuan dan bidang IT, diantaranya yaitu yang dilakukan oleh Nancy Hafkin & Nancy Taggart (Juni 2001), Ellen Spertus, dan Sophia Huyer (18 February 1997).

 

Nancy Hafkin and Nancy Taggart:

·         Mayoritas perempuan yang menggunakan Internet bukan merupakan representatif perempuan di suatu negara. Secara region, perempuan pengguna Internet di Asia sekitar 22%, di Amerika Latin sekitar 38%, dan di Middle Eastern sekitar 6%.

·         Kebanyakan perempuan menggunakan IT  di kantornya. E-mail adalah yang paling banyak digunakan. Hanya sedikit perempuan yang merupakan ‘producer’ dari IT, selain itu perempuan jarang sekali terlibat terlibat dalam struktur pengambilan keputusan IT.

Ellen Spertus:

·         Tahun 1990 hanya sekitar 13% perempuan bergelar PhD serta hanya 7,8% profesor bidang ilmu komputer.

·         Penyebab: perbedaan stereotipe anak perempuan dan anak laki-laki dibesarkan. Hal ini bukan disebabkan oleh adanya diskriminasi, tetapi lebih disebabkan oleh adanya perilaku bawah sadar antara peran perempuan dan laki-laki.

Sophia Huyer:

·         Isyu penting untuk perempuan ialah persamaan akses ke ICT dan otonomi untuk menerima dan menghasilkan informasi sesuai perhatian dan perspektif perempuan.

·         The Platform for Action of the Fourth World Conference on Women menyatakan bahwa:

Women should be empowered by enhancing their skills, knowledge and access to information technology. This will strengthen their ability to combat negative portrayals of women internationally and to challenge instances of abuse of power of an increasingly important industry...

Women therefore need to be involved in decision making regarding the development of the new technologies in order to participate fully in their growth and impact

 

Optimalisasi Kemampuan Kognitif Perempuan Di Bidang TI

Uraian-uraian terdahulu menyiratkan bahwa untuk mengoptimalkan kemampuan kognitif perempuan di bidang teknologi informasi (TI) tidak sesederhana yang dibayangkan. Ada banyak aspek yang saling terkait satu sama lain selain yang murni dipengaruhi oleh individual perempuan itu sendiri. Aspek-aspek dimaksud diantaranya ialah: kondisi negara, budaya kerja dan geografis, pembentukan stereotipe peran perempuan dan laki-laki, kondisi fisik perempuan, serta motivasi individual perempuan dalam mengembangkan diri di bidang IT.

Kondisi Negara

Secara makro, negara-negara di dunia sering dikategorikan berdasarkan kategori negara maju, negara berkembang, atau negara terkebelakang. Faktor yang paling mempengaruhi pengkategorian negara ini pada umumnya didasarkan pada kondisi sosial ekonomi (pendapatan) dan juga kebijakan negaranya, terutama besaran alokasi dana pembangunan untuk bidang pendidikan.

Di Indonesia, yang termasuk negara berkembang dengan populasi penduduk yang lumayan banyak, anggaran pendidikan yang dialokasikan belum sebesar kebutuhannya. Selain itu, kebijakan yang diterapkan untuk sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan belum begitu memadai, sehingga daya ‘attractiveness’ dunia pendidikan belum menjanjikan. Jargon-jargon bahwa pendidikan itu penting belum didukung dengan kondisi nyata di lapangan. Akibatnya, mayoritas penduduk Indonesia dipaksa untuk melakukan pilihan, yaitu memilih untuk bertahan hidup atau menyekolahkan anak-anaknya. Kalaupun pilihan menyekolahkan anak yang dilakukan, maka level pendidikan yang mampu dibiayai baru pada level pendidikan dasar menengah, belum sampai ke level pendidikan tinggi.

Hal ini sangat berbeda dengan di Jepang misalnya. Segera setelah Perang Dunia ke II usai, maka hal pertama yang dilakukan oleh Kaisarnya ialah mendata berapa jumlah guru dan sekolah yang tersisa. Selanjutnya Kaisar memutuskan bahwa prioritas pembangunan pendidikan adalah prioritas yang utama apabila dibandingkan dengan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Hasilnya saat ini sangat terlihat dengan jelas, dominasi pengembangan teknologi yang pada awal mulanya dipegang oleh Barat (inovasi teknologi) saat ini sudah beralih dipegang oleh Jepang (pengembangan inovasi teknologi).

Kedua hal di atas menyiratkan kesimpulan, bahwa Indonesia perlu menetapkan kebijakan bahwa pendidikan sebenarnya merupakan prioritas utama pembangunan. Penentuan prioritas ini harus didukung dengan kebijakan nyata di lapangan (bukan hanya jargon-jargon) sehingga SDM yang terlibat dalam pelaksanaan pendidikan akan merasakan ‘attractiveness’ yang tinggi, baik secara moral maupun materiil. Perlu diingat bahwa setiap manusia pada dasarnya ialah homo sapiens, homo religius, yang juga adalah homo economicus.

Budaya Kerja dan Geografis

Budaya dan geografis terkait erat terutama dengan kondisi alam sesuai letak geografisnya (negara tropis atau negara dengan empat musim). Penduduk yang hidup di negara tropis cenderung lebih ‘nyaman’, dalam artian alam/iklim cenderung lebih bersahabat. Sementara penduduk yang hidup dalam empat musim cenderung harus menyesuaikan diri dengan musim, artinya penduduk harus melakukan berbagai persiapan awal terutama dalam memasuki musim dingin/salju.

Situasi alam/iklim di negara dengan empat musim menyebabkan penduduknya secara umum lebih disiplin, etos kerja tinggi, serta cenderung mempertimbangkan segala sesuatunya dengan lebih cermat agar bisa hidup kontinyu ‘nyaman’ sepanjang tahun. Sementara di negara tropis, penduduknya cenderung lebih ‘santai’, etos kerja seperlunya saja, serta cenderung ‘menunda’ segala sesuatunya karena sumberdaya daya alamnya cenderung tersedia/bisa diusahakan sepanjang tahun.

Dengan demikian, budaya kerja secara tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi geografis. Pada situasi dimana kondisi alam/geografis sulit, maka secara alamiah/natural manusia akan berusaha sedemikian rupa agar tetap ‘survive’. Pada kasus Indonesia, mulai munculnya berbagai kelangkaan sumberdaya alam serta kondisi iklim yang cenderung mulai berubah (akibat pemanasan global) ditambah lagi dengan krisis moneter yang menimpa, maka secara perlahan-lahan manusianya juga mulai ‘bangkit’ dan berupaya ‘berjuang’ lebih keras lagi. Saat ini, sikap disiplin, etos kerja yang tinggi, serta mampu mengatasi berbagai kendala/masalah mulai menjadi isyu yang hangat diperbincangkan dan menjadi prasyarat untuk menunjang keberhasilan hidup.

Pembentukan Stereotipe Peran Perempuan dan Laki-laki

Pembentukan stereotipe peran perempuan dan laki-laki secara umum berlaku sama baik di negara maju maupun di negara berkembang, namun berbeda kadarnya. Di negara maju saat ini perbedaan peran perempuan dan laki-laki sudah tidak terlalu menyolok lagi, lain halnya dengan kondisi di mayoritas negara-negara berkembang. Di negara berkembang, adanya perbedaan peran ini tidak hanya diciptakan (secara tidak disadari) oleh negara/pemerintahnya secara makro namun juga di unit terkecil (keluarga) secara mikro.

Sebagai contoh kasus, dalam berbagai buku pendidikan di tingkat sekolah dasar misalnya berbagai ilustrasi seringkali ‘mengarahkan’ persepsi bahwa peran bapak adalah bekerja mencari penghasilan, peran ibu adalah memasak dan mengasuh/mendidik anak-anak, peran anak laki-laki adalah membantu pekerjaan bapak, sedangkan peran anak perempuan ialah membantu ibu di rumah (membersihkan rumah dan memasak). Kasus-kasus lain, misalnya istilah ibu pertiwi, atau pendidikan anak menjadi tanggung jawab ibu, dan lain-lainya secara tidak langsung telah memilah-milah peran antara perempuan dan laki-laki. Pada saat ini kita semua telah menyadari bahwa pendidikan anak-anak adalah tanggung jawab berdua, ayah dan ibu, namun apakah kesadaran ini secara nyata telah dipraktekkan di rumah masing-masing!

Oleh karenanya, penyamaan persepsi bahwa sebenarnya perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki adalah sebenarnya ‘tidak ada’ memerlukan dukungan dari kita semua.

·         Departemen Pendidikan Nasional seyogyanya mengkaji kembali ilustrasi-lustrasi pada setiap buku ajar di bawah koordinasinya agar pembedaan peran antara perempuan dan laki-laki ditiadakan, terkecuali peran yang memang di luar kendali manusia. Perempuan mengandung dan menyusui anak adalah peran yang tidak bisa dihindari, sama seperti kenyataan bahwa kita tidak bisa menghindari bahwa peran laki-laki tidak bisa mengandung dan menyusui.

·         Setiap keluarga seyogyanya mempraktekkan dan berkompromi bahwa peran ayah dan ibu dalam keluarga adalah merupakan suatu kerjasama dengan tidak membedakan tugas dan kewajiban berdasarkan gender terutama pada keluarga yang keduanya bekerja. Sebenarnya ibu yang bekerja domestik/di rumah (tidak bekerja di kantor) juga keadaannya tidak berbeda, semuanya memiliki jam kerja dan jam istirahat yang sama.

·         Setiap individual, perempuan maupun laki-laki, seyogyanya menyadari bahwa kalau sesuatu aktivitas dikerjakan maka aktivitas itu adalah memang aktivitas yang diminatinya dan sesuai dengan kemampuan/keahliannya tanpa membedakan gendernya.

·         Setiap individual perempuan seyogyanya mengkaji kembali bahwa segala macam ‘excuse’ yang selama ini dilakukan adalah karena memang aktivitas tersebut tidak sesuai dengan minat atau kemampuan/keahliannya bukan berdasarkan pertimbangan yang terkait dengan gender, seperti misalnya ‘saya kan perempuan’! 

Kondisi Fisik Perempuan

Sifat alami fisik perempuan (mentruasi, melahirkan, dan menyusui) merupakan suatu kondisi yang berada di luar kendali perempuan. Untuk itu, perempuan perlu melakukan suatu tindakan ‘ekstra’ agar sifat alamiah ini tidak menjadi kendala dalam beraktivitas/berkarya. Setiap perempuan perlu menjaga kesehatan dan keseimbangan gizinya, terutama pemenuhan mineral zat besi agar tetap mampu meningkatkan daya kognitifnya.

Perempuan yang bekerja dan memperoleh hak cuti hamil selama 3 (tiga) bulan tidak bisa dianggap sebagai suatu ‘privilege’ yang dimiliki perempuan. Cuti ini diperlukan karena memang perempuan yang baru melahirkan perlu mengembalikan kondisi fisiknya akibat melahirkan, sama seperti laki-laki yang berhak mengajukan cuti setelah suatu operasi agar kondisi fisiknya kembali pulih. Perbedaannya, perempuan melahirkan bersifat umum, sementara laki-laki dioperasi sifatnya hanya insidentil (kasus per kasus).

Motivasi Diri

Berbagai uraian terdahulu mengungkapkan berbagai faktor yang kemungkinan mempengaruhi perempuan dalam mengoptimalkan kemampuan kognitifnya di bidang teknologi informasi. Namun sebetulnya faktor yang paling berperan adalah motivasi diri perempuan tersebut untuk mau mengembangkan diri. Disadari bahwa pengaruh lingkungan (masyarakat dan keluarga) besar peranannya dalam menumbuhkan motivasi diri, namun tetap saja seiring dengan meningkatnya usia dan kematangan setiap perempuan harus menetapkan pilihannya. Selanjutnya, pilihan yang sudah ditetapkan perlu ditekuni dan selalu harus mengembangkan diri secara kontinyu.

Dengan demikian dalam upaya mengoptimalkan kemampuan kognitif diri, setiap perempuan harus memiliki kepercayaan diri bahwa setiap tipe aktivitas bidang TI, mulai operasional sampai manajerial, dapat dan mungkin dilaksanakan oleh perempuan. Persepsi bahwa bidang ‘science’, dalam hal ini TI, adalah dunianya laki-laki harus dikikis habis-habis.

                                                                                                                                                                                                        

Pustaka

http://www.ut.ac.id/ol-supp/PGSD2501/MODUL1/modul_1.htm [25 September 2002]

Peran “Emotional Intelligence Quotient (EQ)” Dalam Mencapai Kesuksesan Kerja? http://www.e-psikologi.com/masalah/EQ.htm [25 September, 2002]

Wahyuni Kadarko KEMAMPUAN BELAJAR MANDIRI DAN FAKTOR-FAKTOR PSIKOSOSIAL YANG MEMPENGARUHINYA: KASUS UNIVERSITAS TERBUKA http://202.159.18.43/ptjj/11wahyuni.htm [25 September 2002]

KEKURANGAN ZAT BESI PENGARUHI BELAJAR http://www.klinikpria.com/databerita/1806kekuranganzatbesipengaruhi.html [25 September 2002]

Nancy Hafkin and Nancy Taggart, June 2001. Gender, Information Technology, andDeveloping Countries: An Analytic Study USAID’s Office of Women in Development http://www.usaid.gov/wid/pubs/it01.htm [25 September 2002]

http://taz.cs.ubc.ca/swift/ [25 September 2002]

Sophia Huyer. 18 February 1997. Supporting Women’s Use of Information Technologies for Sustainable Development. Submitted to the Gender and Sustainable Development Unit, IDRC. http://www.wigsat.org/it/womenicts.html [25 September 2002]

 



[1]       Goleman, Daniel dalam Bantam, 1995. "Emotional Intelligence: Why it Can Matter More than IQ".