ã 2003  Edison Harteman                                                             Posted  11 May, 2003

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana /S3

Institut Pertanian Bogor

Mei 2003

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Dr Bambang Purwantara

 

 

 

ANCAMAN MANUSIA TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI 

DAN  UPAYA PERLINDUNGANNYA DI INDONESIA

 

 

 

Oleh:

 

Edison Harteman

e-mail:  edisonhartman@yahoo.com

I.  PENDAHULUAN

 

Perairan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik yang tinggi di dunia.  Dari sejumlah besar spesies-spesies ikan dan binatang air yang ditemukan di sungai-sungai, danau, rawa, estuaria, lingkungan terumbu karang dan laut membentuk komunitas yang beranekaragam dan tingkat persaingan yang tinggi, karena terbatasnya sumberdaya  makanan dan lingkungan lainnya. Oleh karena itu komunitas ikan memanfaatkan sumberdaya secara efesies dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi habitatnya.  Untuk memungkinkan hal tersebut spesies-spesies ikan yang berbeda mengembangkan spesiealisasi makanan tertentu pada masing-masing habitat sehingga mereka sangat peka terhadap perubahan lingkungan habitatnya.

Apakah Keanekaragaman Hayati itu ?  Keanekaragaman hayati adalah istilah payung  untuk derajat keanekaragaman sumberdaya alam yang mencakup jumlah dan frekuensi ekosistem, spesies dan genetik yang terdapat dalam wilayah tertentu (Mc Neely, 1992). Kottelat et al, (1993) keanekeragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah spesies suatu komunitas.   Keanekeragaman hayati tersebut dapat dibagi ke dalam tiga taraf yang berbeda :   keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik.   

Keanekaragaman ekosistem berhubungan dengan keanekaragaman habitat dan kesehatan komplek-komplek habitat spesies yang berbeda-beda.  Ekosistem perairan mengadakan suatu siklus-siklus nutrien (rantai makanan) dan siklus air, oksigen, karbondioksida  (mempengaruhi iklim)  dan  siklus  biogeokimia.  Proses-proses ekologis sangat menentukan  besarnya produksi primer dan sekunder (arus energi), mineralisasi, bahan-bahan   organik   dalam  sedimen  dan  penyimpanan   dan  transport  mineral  serta biomassa.   Upaya-upaya untuk melestarikan spesies spesies ikan dan binatang air lainnya adalah menjaga kelestarian ekosistem habitat mereka yang menjadi bagian kehidupan spesies (McNeely, 1992). 

Keanekaragaman spesies adalah konsep variabelitas ikan-ikan yang hidup diper-airan tawar, payau dan laut,  dan diukur dengan jumlah seluruh spesies.  Diperkirakan sekitar 40.000 spesies ikan yang hidup diseluruh dunia dan sekitar 19.000 spesies  lebih yang sudah teridentifikasi dan diberi nama secara ilmiah.   Di Indonesia telah ditemukan   > 8.500  dari 19.000 spesies ikan (45 % spesies) ( Barber et al., 1997).  Spesies ikan air tawar dari seluruh perairan Indonesia bagian barat telah teridentifikasi dan diberi nama ilmiah :  Kalimantan berjumlah  > 394 spesies / 149 endemik (38 %), Sumatera ber-jumlah 272 spesies / 30 spesies endemik (11 %), Jawa berjumlah 132 spesies / 12 spesies endemik (9%) dan Sulawesi berjumlah 68 spesies / 52 spesies endemik  (76 %) (Kottelat et al, 1993). 

Keanekaragaman genetik merupakan konsep variabelitas di dalam suatu spesies yang diukur oleh variasi genetik atau unit-unit biokimia dan informasi keturunan yang dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain,  di dalam spesies, varietas, subspecies atau keturunan tertentu (McNeely, 1992).  Pada prinsipnya semakin besar ukuran populasi spesies ikan, semakin besar keanekaragaman genetik didalamnya.  Akan tetapi peningkatan spesies tertentu dapat menjurus kepenurunan populasi ikan lain, bahkan sampai kepengurangan keanekaragaman spesies ikan tertentu.  Hal ini tidak mungkin mendapat keduannya, baik keanekaragaman spesies maksimum maupun keanekaragaman genetik maksimum.  Kalimantan terutama dengan perairan tawar yang cukup luas dan memiliki jumlah kekayaan spesies air tawar yang tinggi, tentu memiliki variasi genetik yang tinggi dan hal ini perlu untuk dipertahankan tingkat kelestariannya.  Keanekaragaman hayati yang kita temukan di alam hanya dapat berupa keanekaragaman optimum.  Hal-hal yang penting di alam adalah menjaga  dan  menjamin  bahwa tidak ada spesies dibawah ukuran populasi kritis, sehingga mengancam keanekaragaman genetik hilang dengan cepat.   Di Indonesia  saat  ini, banyak spesies ikan air tawar yang terancam dan bahkan mungkin punah karena kerusakan dan perubahan lingkungan habitat aslinya oleh kegiatan  manusia.

Dimana Kenekeragaman Hayati berada dan  Bagaimana Melestarikannya ?  Keanekaragaman hayati menyebar tidak merata diseluruh perairan planet bumi ini.  Pada umumnya ekosistem-ekosistem perairan tropik Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati terbesar.  Hal ini disebabkan oleh letak geografisnya yang berada diantara dua benua Asia dan Australia serta banyak ditemukan relung-relung ekologi diberbagai habitat air tawar, payau  dan laut.  Ikan air tawar tersebut hidup di dalam air dalam gua-gua, rawa dan di bawah hutan rawa gambut, danau dan sungai-sungai dengan karakter-istik habitat dan spesies yang berbeda-beda dari dataran tinggi sampai kedataran rendah.    Di daerah air payau banyak terdapat spesies-spesies ikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan estuarin yang menempati relung-relung ekologi dengan karakteristik habitat dan spesies yang berbeda-beda.  Sedangkan spesies-spesies ikan laut mempunyai jumlah terbesar yang hidup dilaut bebas dan  hidup  diantara atau disekitar pulau pulau besar dan kecil yang dikelilingi oleh terumbu karang dengan karakteristik habitat yang berbeda. Keanekaragaman ikan air tawar semakin rendah seiring dengan menurunnya curah hujan di suatu wilayah tertentu dan semakin jaut dari garis katulistiwa (ketinggian tempat),  pulau-pulau kecil (habitat kecil) cenderung mempunyai lebih sedikit jumlah spesies dibanding wilayah-wilayah yang luas pada tipe habitat yang sama (McNeely, 1992).  Pulau-pulau yang besar dan pulau-pulau yang terpencil dengan jumlah penduduk yang kecil cenderung mempunyai kekayaan dan keanekaragaman spesies tinggi serta spesies endemik.

Pengaruh aktivitas manusia cenderung mengurangi keanekaragaman hayati, ter-utama diwilayah yang berpenduduk padat. kegiatan eksploitasi sumberdaya alam dan industri ramah lingkungan, sangat sulit ditemukan di Indonesia,  karena setiap pengusaha dan penguasa ingin mengeksploitasinya sumberdaya alam dengan  cepat untuk  mencapai  tingkat pendapatan nasional yang setinggi-tingginya, sehingga faktor kelestarian keanekaragaman hayati kurang menjadi perhatian.    Hal  ini  diikuti pula oleh masyarakat nelayan yang dimodali oleh pengusaha-pengusaha perikanan dengan modal besar, sehingga mengancam keanekaragaman hayati.

 Danau-danau dan sungai sungai yang besar di wilayah tropik seperti Indonesia mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi dibanding danau-danau dan sungai-sungai beriklim sedang.   Jadi jelaslah bahwa keanekaragaman cenderung ditemukan dihabitat-habitat tropik yang luas dan tidak begitu banyak dipengaruhi oleh kegiatan manusia.  Kawasan-kawasan konservasi yang relatif luas di wilayah tropis merupakan cara yang paling efektif dalam konservasi keanekaragaman hayati yang maksimum. Oleh karena itu, diperlukan sistem zonasi, pencegaran wilayah, pentatagunaan lahan dan peraturan-peraturan tentang kegiatan yang diijinkan dan sistem pengelolaan dan penggunaan habitat yang ketat (Giles, 1971; McKinnon et al, 1986 dalam  McNeely, 1992).  Di Indonesia  untuk wilayah konservasi ikan air tawar hampir tidak ditemukan, walaupun ada tetapi tidak dikelola dengan baik dan sering terjadi penjarahan oleh masyarakat dan biasanya oleh orang-orang yang propesinya bukan nelayan.

Bagaimana dengan keanekaragaman spesies yang hidup di perairan tawar Kalimantan Tengah yang menjadi milik umum, hal ini menunjukkan bahwa keaneka-ragaman spesies rendah dan banyak spesies ikan air tawar yang sudah atau terancam punah karena kegiatan eksploitasi sumberdaya alam yang berlebihan (Harteman, 2001,  2002).  Spesies-spesies ikan yang hidup di perairan tawar dan laut di wilayah tropis seperti Indonesia banyak ditemukan spesies-spesies ikan pelagis dan ikan demersal.  Cyprinidae termasuk yang paling dominan hidup di wilayah permukaan perairan dan tengah,  dan aktif pada siang hari (diurnal), sadangkan ikan demersal aktif pada malam hari (nocturnal) ( Lowe dan McConnel, 1987;  Choat, 1991;  Jones et al, 1991;  Hobson, 1991). Kelompok-kelompok spesies-spesies  ikan tersebut berkaitan erat perilaku dan habitat, baik dengan sistem penglihatan dan penciuman,  pemangsa dan mangsa, spesiealisasi makanan serta intensitas cahaya.

 

II.  ANCAMAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI

A.  Perubahan Habitat

Perubahan habitat dapat terjadi akbitat dari ekosistem alami yang beragama menjadi monokultur. Hal ini merupakan anacaman yang paling penting dan sering berkaitan dengan perubahan tataguna lahan perairan pada skala regional yang menyebabkan perubahan fungsi perairan pada suatu kawasan  seperti daerah pemijahan, asuhan dan perlindungan bagi anak-anak ikan.

Kebakaran hutan rawa gambut di Kalimantan,  Sumatera dan pulau-pulau lainnya di Indonesia merupakan ancaman yang sangat serius terhadap spesies-spesies ikan, tumbuhan hutan dan binatang lainnya dan habitatnya, akibatnya terjadi perubahan ekosistem pada suatu kawasan hutan rawa sampai keekosistem perairan lainnya.  Hal-hal ini  menyebabkan spesies-spesies ikan tertentu dan binatang lainnya tertekan (stress), karena harus beradaptasi dengan keadaan habitat dan ketersediaan makanan alami yang berubah.  Bila ikan dan binatang air lainnya tidak dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan, maka ikan dan binatang lainnya akan punah.   Sebaliknya terdapat spesies-spesies ikan tertentu yang perkembangan populasinya meningkat cepat. Keadaan demikian dapat dipastikan pada setiap tahun bila kebakaran hutan terjadi,  banyak spesies-spesies tumbuhan hutan, ikan dan binatang lainnya  punah.  Karena kebakaran hutan-hutan tersebut meliputi kawasan yang cukup luas, misalnnya kawasan hutan lahan gambut 1 juta hektar  yang masih belum dimanfaatkan dapat dikatakan sudah terbakar secara keseluruhannya dan hal ini belum ditambah dengan hutan yang terbakar diluar kawasan tersebut.   Artinya perubahan habitat dan keanekaragaman spesies-spesies ikan air tawar, tumbuhan hutan rawa dan binatang lainnya terus terancaman, sedangkan tindakan pencegahan baik oleh pihak masyarakat, perusahaan dan pemerintah belum terlihat dengan nyata. Hal-hal ini mempelihatkan bahwa keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik terus terancam, padahal sumbangan keanekaragaman  hayati sangat besar terhadap perekonomian nasional.   Masalah seperti diatas kurang mendapat perhatian  dari  masyarakat  tradisional,  karena   berdasarkan   pengalaman  mereka  yang melindungi keanekaragaman hayati, baik yang bernilai ekonomis penting atau tidak, eksistensi mereka tidak diakui oleh pemerintah maupun pengusaha.  Hal seperti ini sangat membahayakan bagi kelangsungan ekosistem  regional dan global.

Perubahan habitat hutan rawa gambut menjadi lahan pertanian dalam arti luas, sering terjadi karena terdorong untuk meningkatkan pendapatan atau perluasan lahan pertanian untuk mengimbangi pertambahan penduduk yang tanpa memperhitungkan nilai-nilai ekologis. Perubahan habitat, kasawan hutan rawa gambut 1 juta hektar di Kalimantan Tengah tersebut sebagian  besar tidak digunakan, tetapi kebakaran hutan dikawasan tersebut hampir memusnahkan seluruh keanekaragaman tumbuhan hutan rawa gambut dan mengancam punahnya spesies-spesies ikan dan binatang lainnya dihabitat tersebut. Hilangnya habitat untuk daerah pemijahan, perlindungan dan asuhan bagi anak-anak ikan dan binatang air lainnya, maka pertambahan individu populasi suatu komunitas ikan dan binatang lainnya  tidak dapat terjadi dengan baik.   Perubahan habitat ikan dan binatang air lainnya sering dihubungkan dengan dalih meningkatkan produk pertanian dan  tingkat pendapatan masyarakat, hal ini sudah umum terjadi dimasa orde baru, sehingga sekarang ini meninggalkan dampak yang dapat dirasakan oleh setiap nelayan tradisonal dan masyarakat lokal.   Perubahan habitat akan merubahan ekosistem secara keseluruhan pada suatu kawasan, karena ia merupakan satu jaringan yang saling berkaitan antara satu komponen ekosistem dengan komponen ekosistem lainnyanya.

 

B.  Penggundulan Hutan Tropis

Penggundulan hutan dan pengeringan rawa gambut serta hutan mangrov juga merupakan ancaman bagi kehidupan ikan, tumbuhan hutan dan binatang liar lainnya dan habitatnya.   Menurut Kottelat et al, (1993) ada  empat alasan yang mendukung hal ini :

1.   Banyak spesies ikan yang hidup dari tumbuhan dan binatang lainnya  yang   jatuh  ke dalam air dari vegetasi yang hidup di rawa dan tumbuhan yang menggantung di atas air, dan sebagian besar dari hidupnya tergantung baik secara langsung maupun tidak lansung  kepada daun tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan yang jatuh dan hanyut di dalam air.  Bahan-bahan organik tersebut yang membentuk  detritus  yang  merupakan bahan dasar rantai makanan bagi banyak invertebrata air dan ikan.   Di samping itu banyak insekta air dan darat yang bertelur dalam air, darat dan larvanya yang jatuh ke permukaan perairan yang mejadi makanan alami  ikan.

2.  Akibat dari penggundulan hutan  rawa  dan  kebakaran  hutan  terjadi  kenaikan  suhu yang sangat ekstrim (>310C), sehingga konsentrasi oksigen terlarut menurun, hal ini terjadi karena naungan atau vegetasi pelindung permukaan perairan rawa punah.  Intensitas cahaya yang sangat tinggi di daerah tropis sangat besar pengaruhnya terhadap suhu perairan dan metabolisme tubuh ikan dan organisme lainnya.  Suhu yang melebihi optimum sangat berpengaruh terhadap  metabolisme pada ikan, karena semakin meningkat suhu air, maka metabolisme tubuh ikan juga meningkat dan hal ini dapat menyebabkan kematian ikan dan binatang air lainnya.  Kebutuhan oksigen juga meningkat seiring dengan meningkatnnya suhu dan di samping itu terjadi penurunan kemampuan pemukaan perairan menyerap oksigen dari udara.  Keadaan yang seperti tersebut menyebabkan kemampuan haemoglobin untuk mengikat oksigen semakin berkurang.   Di samping itu mengganggu proses pembusukan bahan-bahan organik yang mati tenggelam di dasar perairan, karena diperlukan oksigen terlarut dengan konsentrasi lebih tinggi.  Hal ini sering terjadi di daerah rawa gambut, dimana oksigen terlarut sangat rendah, sehingga proses pembusukan bahan organik sangat lambat.   Pada malam hari  phytoplankton dan tumbuhan air tidak melakukan proses fotosintesis dan konsentrasi oksigen dapat menurun sangat drastis  sampai batas minimum yang diperlukan oleh ikan dan organisme perairan lainnya.   Permasalah demikian dapat mematikan ikan secara massal, terutama terhadap spesies-spesies ikan yang tidak memiliki alat pernapasan tambahan (Labirint).   Biasanya untuk daerah tropis,  bila oksigen terlarut mendekati batas akhir optimum biasanya ikan terlihat sering muncul kepermukaan perairan dan terlibat sulit bernapas.   Namun spesies-spesies ikan yang hidup di daerah rawa gambut mempunyai strategi dalam pengambilan oksigen, mereka dapat mengambil/menyaring oksigen terlarut dari lapisan tipis dibagian permukaan air dari hasil proses diffusi dengan udara.

3.  Karena  terbukanya  permukaan tanah,  air  hujan  langsung  jatuh  dipermukaan  tanah

sehingga mempercepat proses erosi pada lapisan permukaan tanah dibandingkan   dengan daerah yang bervegetasi. Partikel-partikel tanah yang terbawa aliran air tersebut terbawa ke danau, sungai sampai ke pantai laut dan mengendap berupa sedimentasi.  Lumpur ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan tertentu karena dapat menempel pada insang dan mengakibatkan kematian.   Ketika air mengalir lambat, maka lumpur  berhenti dan mengendap di dasar sungai, danau, cekungan rawa dan  di wilayah estuarine serta menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai.  Di samping itu, dapat menyebabkan pertumbuhan algae dan pertumbuhan tanaman air cepat dan menetap serta menutup seluruh permukaan perairan sungai dan danau (Udoidiong, 1988 dalam Kottelat et al., 1993). 

4.  Hutan rawa yang  tergenang  dapat  menciptakan  relung  ekologi  yang  beragam  dan  bersifat heterogen yang dapat tercerminkan dari keanekaragaman hayati.   Perairan rawa yang tergenang ini merupakan daerah pemijahan, perlindungan spesies-spesies ikan sungai. Jika hutan rawa gundul karena penebangan dan kebakaran hutan dan dikeringkan untuk lokasi perkebunan dan lahan pertanian, maka ancaman dan kepunahan  terhadap keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik sudah pasti terjadi.  Penebangan hutan mangrov di wilayah pesisir pantai untuk kegiatan usaha budidaya udang dan bandeng juga salah satu faktor yang merubah keanekaragaman ekosistem pesisir pantai, sehingga akhirnya mengancam keutuhan keanekaragaman spesies dan genetik ikan dan binatang air lainnya.  Jika pengelolaan keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik dilakukan dengan berbagai pertimbangan, diperkirakan keanekaragaman spesies dan genetik serta produksi perikanan tetap lestari.

 

C.  Pencemaran Sungai dan Laut

Bentuk  pencemaran  utama  di sungai,   danau  adalah  berupa  bahan  organic dan anorganik yang  berasal  dari  rumah  tangga,   pasar dan  industri yang limbahnya  masuk melalui saluran-saluran primer, sekunder dan tersier ke ekosistem sungai dan danau sampai ke laut.  Dari buangan limbah industri logam, kimia, pengolahan hasil produk pertanian dalam arti luas serta pertambangan dapat menyebabkan perubahan tingkat keasaman air dan mengandung bahan bahan beracun yang dapat mematikan spesies ikan dan binatang air lainnya pada setiap saat.   Dalam proses pembusukan bahan-bahan organik limbah rumah tangga dan industri pengolahan hasil pertanian membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah yang tinggi.   Jika jumlah limbah  organik sangat banyak, maka konsentrasi oksigen terlarut menurun secara drastis dan mematikan ikan dan binatang air lainnya, karena kekurangan oksigen terlarut yang terlalu rendah.   Ikan yang dapat bertahan hidup terutama spesies-spesies ikan yang mempunyai alat pengambil oksigen dari udara. Proses pembusukan bahan organik dan proses oksidasi-reduksi garam-garam besi di parairan tawar seperti di lahan rawa pasang surut juga banyak memanfaatkan oksigen terlarut sehingga konsentrasi oksigen dapat menurun drastis.   Dari hasil proses pembusukan banyak menghasilkan senyawa-senyawa ammonia, nitrat,dan pospor.  Senyawa-senyawa dalam bentuk anorganik sacara alami di perairan  diperlukan oleh tumbuhan air dan phytoplankton.  Akan tetapi jika dalam jumlah yang besar dapat memperkaya perairan secara berlebihan, akibatnya tumbuhan air dan algae melimpah (blooming).   Sepanjang hari tumbuhan air dan algae akan menghasilkan oksigen fotosintesis, tetapi pada malam hari membutuhkan oksigen untuk bernapas dan konsentrasi oksigen terlarut turun sampai batas minimum yang dibutuhkan oleh ikan dan binatang air lainnya. Keadaan perairan yang demikian disebut eutropikasi.   Pada saat tertentu ketika hara yang dibutukan tumbuhan dan phytoplankton kurang. Tumbuhan dan phytoplankton yang melimpah akan mati dan tenggelam didasar perairan serta membusuk, sehinggga mengurangi ketersediaan oksigen terlarut untuk kehidupan ikan.

Bahan organik dan anorganik yang berasal dari kegiatan darat maupun laut, seperti dari pasar, perkotaan, rumah tangga,  indutri logam, kimia, pengolahan hasil pertanian, buangan air panas dari  indutri baja, perusahaan listrik, pertambangan minyak lepas pantai,  buang  minyak  dari  kapal / kapal  tenggelam  dan  lain-lainnya  sering merupakan penyebab kematian ikan dan binatang air lainnya (Connell dan Miller, 1995).

Penutupan  minyak   yang terapung dipermukaan air juga menghambat diffusi oksigen ke dalam air, sedangkan bila tenggelam dapat mengganggu saluran pernapasan ikan dan binatang lainnya.  Buang dari industri kimia dan logam yang dibuang ke perairan  dapat mematikan ikan, baik langsung maupun tidak langsung karena bahan-bahan berbahaya dan beracun  dapat terakumulasi di dalam jaringan tubuh ikan dan binatang air lainnya.  Jika ikan dan binatang air tersebut dimakan oleh manusia, maka dapat meracuni manusia, bahkan dapat mematikan.  Misalnya Hg, Pb, Cu dan lain-lainnya.

 

D.  Pestisida, Herbisida, Listrik dan Bom

             Pestisida dan herbisida semakin banyak ditemukan diperairan, karena peranannya yang penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman pertanian.  Jika jumlah  dosis yang digunakan sesuai dengan yang dianjurkan maka tidak  berbahaya bagi kehidupan ikan.  Namun yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang melebihi yang dianjurkan.  Hal ini karena insekta atau tumbuhan yang menjadi target lebih resisten terhadap dosis yang sudah dianjurkan tersebut. Selanjutnya bahan-bahan beracun tersebut terbawa ke perairan sungai sampai ke pantai laut oleh aliran air sungai dan terakumulasi didasar perairan bercampur detritus serta termakan oleh invertebrata  melalui jaringan makanan tersebut, racun terakumulasi secara terus menerus di dalam tubuh organisme hidup hingga sampai batas konsentrasi yang mematikan.

Pengaruh jangka panjang dari bahan-bahan beracun terhadap perkembangbiakan ikan masih belum diketahui banyak, karena sulit dalam pemantauannnya.    Peningkatan Pollutan ke dalam ekosistem perairan sampai batas tertentu menyebabkan penurunan kemampuan perairan untuk membersihkan diri.  Hal ini karena bahan pollutan yang masuk keperairan melebihan batas maksimum.    Dengan masuknya bahan-bahan pollutan tertentu menyebabkan ikan dan binatang air lainnya tertekan dan tidak mampu berkembangbiak dengan baik dan lebih mudah terserang penyakit karena menurunnya daya tahan tubuhnya.  Di kalimantan Tengah pada tahun 1997 pernah terjadi kematian massa   ikan   air   tawar  pada   waktu   musim   kemarau   panjang    di Sungai    Rungan (anak sungai Kahayan),   penyebabnya adalah  pengambilan  ikan  oleh  masyarakat  yang  tidak bertangggung jawab dengan menggunakan pestisida.   Demikian pula hannya dengan di laut, sering kita mendengar atau melihat orang menggunakan pestisida dan potassium cianida  untuk mengambil ikan hias atau ikan konsumsi.  Pengambilan ikan hias yang hidup dilingkungan terumbu karang, hampir seluruhnya menggunakan bahan beracun seperti yang dikemukakan di atas untuk membius atau melumpuhkan ikan.  Jika dosis racun yang digunakan berlebihan akan langsung mematikan ikan dan binatang karang atau binatang lainnya.  Bila dosisnya rendah ikan hias atau binatang lainnya akan hilang tingkat keseimbangannya dan mudah ditangkap dengan serok (Scoopnet).  Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan-ikan yang terkontaminasi oleh bahan-bahan beracun menyebabkan ikan tidak dapat berkembangbiak dengan baik.   Hal-hal semacam ini akan mengancam keanekaragaman spesies, ekosistem dan genetik.  Khsusus-khasus seperti tersebut sering kita dengar,  baik dari media massa, dari nelayan dan pelaku itu sendiri, namun tindakan terhadap pelagar hukum ini jarang terjadi, sehingga dari tahun ketahun penggunaan bahan beracun, bahan peledak,  listrik terus berlangsung.   Mungkin hal ini akan berhenti apabila sumberdaya ikan dan organisme perairan lainnya sudah punah atau terjadi penurunan populasi manusia karena bencana kelaparan, penyakit yang tidak ada obatnya akibat hilangnya sumberdaya yang menjadi bahan obat. Tapi yang pasti hal ini terjadi karena pertambahan penduduk yang melebihi ketersedian lapangan pekerjaan, Oleh karena tidak adanya alternatif lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara menangkap ikan dan penjarahan hutan, walaupun hal itu bukan merupakan propesinya. Keadaan perekonomian masyarakat yang demikian banyak dimanfaatkan oleh pemilik modal untuk menjarah hutan dikawasan taman nasional dan ikan di kawasan konservasi laut.  Oleh karena itu hampir seluruh tanam nasional laut dan darat mengalami kerusakan berat.   Hal ini terjadi karena lemahnya penegakan hukum dan pengawasan serta perlindungan bagi keanekaragaman hayati.

Penggunaan arus listrik dan bom ikan sudah sering kita dengar dan bahkan kita lihat sendiri dilakukan oleh nelayan maupun orang-orang yang propesinya bukan nelayan,

 

12

baik di perairan tawar maupun laut.  Di laut menyababkan kerusakan terumbu karang yang sangat  besar  dan  secara  langsung  merusak  habitat  ikan-ikan  karang  dan  udang

karang serta binatang laut lainnya.  Jadi kelihatannya penggunaan alat dan bahan berbahaya tersebut  sudah bukan menjadi masalah bagi pejabat di Indonesia, tetapi merupakan masalah bagi masyarakat tradisonal dengan tingkat pendapatan yang paling rendah.  Padahal sekarang ini pendapatan nelayan sudah jauh menurun dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.

Pengambilan ikan/penangkapan dengan bahan peledak, listrik dan bahan beracun dengan penggunaan yang berulang-ulang di perairan karang banyak mematikan ikan bersama binatang  laut lainnya.  Kerusakan terumbu karang di Indonesia umumnya banyak disebabkan oleh pengunaan bahan  peledak (bom), listrik dan bahan beracun yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab secara berulang-ulang, sehingga banyak terumbu karang yang hancur karena bom, mati karena arus listrik dan bahan beracun.  Hal tersebut mengancam keutuhan ekosistem terumbu karang dan habitat ikan.   Penggunaan bahan peledak, listrik dan bahan beracun tersebut digunakan untuk mengambil ikan yang bernilai ekonomis penting ( Yuni Ikawati, et al., 2001). 

 

E.   Intoduksi dan Penangkapan Ikan

Introduksi ikan bila dilakukan dengan hati-hati  ke dalam  perairan tawar tidak begitu membahayakan dan pengaruhnya kecil terhadap ikan asli.  Hal ini jika dilakukan melalui penelitian lebih dulu, tetapi berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan diseluruh dunia, introduksi sering merugikan dan menurunkan sifat-sifat serta kualitas genetik ikan asli.  Di samping itu sering merupakan sumber penyakit, perasit dan bahkan sebagai kompetitor  bagi ikan-ikan lokal, sehingga menyulikan secara sosial ekonomi bagi nelayan tradisonal di daerah sekitarnya.  Resiko yang paling berat, karena spesies ikan introduksi dapat berkembang cepat dan bersaing yang sangat agresif dengan spesies ikan lokal yang ada.  Hal ini juga dapat mengancam keanekaragaman hayati.  Pengaruh penangkapan ikan terhadap keanekaragaman hayati  belum begitu banyak diketahui di Indonesia. Penurunan spesies-spesies  ikan   air   tawar    asli   dan  endemik seperti di Kalimantan dan Sumatera diperkirakan banyak disebabkan oleh penangkapan yang berlebihan dengan menggunakan trapnet, jaring insang  dalam jumlah  yang  banyak untuk ditebarkan di danau dan  sungai serta rawa.  Alat-alat tangkap tersebut, biasanya di tebarkan/dipasang pada awal musim kemarau dan hujan di anak-anak sungai yang menuju ke daerah rawa tempat pemijahan.  Akibatnya induk yang ingin memijah tertangkap oleh jaring atau trapnet, sedangkan pada awal musim kemarau dimana permukaan air rawa turun yang disertai dengan migrasinya ikan ke sungai dan danau.  Ikan-ikan yang mengikuti air pola musim tersebut ikut tertangkap lagi oleh trapnet dan jaring,.   Masalah perikanan air tawar seperti tersebut sudah umum terjadi di perairan umum Kalimantan.  Dari hasil penelitian Harteman, (2001; 2002) dan Buchar (2000), banyak spesies ikan air tawar yang sudah langka dan keanekaragaman spesies ikan yang rendah.  Demikian pula halnya dari pemantauan hasil tangkapan nelayan menunjukkan bahwa spesies-spesies ikan dan jumlah individu populasi yang sedikit serta ukuran ikan yang keceil-kecil, bahkan banyak spesies ikan yang tidak ditemukan lagi.

Penangkapan ikan di laut menggunakan pukat harimau di daerah-daerah yang terisolir masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan menguras seluruh sumberdaya perikanan.   Demikian pula halnya dengan penggunaan jaring dengan ukuran mata jaring yang beragam dan cenderung menggunakan ukuran mata jaring yang kecil sehingga semua ukuran ikan dari yang berukuran besar sampai berukuran kecil habis tertangkap.   Penangkapan ikan yang berlebihan berpengaruh terhadap pupulasi suatu komunitas ikan  dan ekosistem (Hall, 1999). Di samping itu, terjadi penangkapan yang intensif oleh perusahaan perikanan dan nelayan pada lokasi-lokasi tertentu baik pada waktu pemeijahan atau tidak.  Jika hal ini terus dilakukan secara terus menerus dan ditambah lagi dengan jumlah kapal nelayan yang terus bertambah, maka ancaman terhadap keanekaragaman hayati ikan tidak dapat dihindari lagi.

 

 

 

 

14

III. UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP KEANEKARAGAMAN HAYATI

 

Salah satu cara yang paling efektif untuk melestarikan keanekaragaman hayati  adalah  melindungi habitat, penegakan hukum  dan peraturan perundang-undangan yang berkeadilan dan tanpa pandang status sosial masyarakat di depan hukum  serta   menjamin

perlindungan terhadap habitat dan keanekaragaman hayati yang terkandung di dalam habitatnya, baik diluar kawasan konservasi maupun di dalam kawasan konservasi.

Mempertahankan kondisi habitat alami diluar wilayah konservasi dan pemanfaatan sesuai dengan peraturan yang berlaku merupakan salah satu cara yang paling baik untuk mempertahankan dan untuk melestarikan keanekaragaman spesies ikan serta binatang air lainnya.

Hampir semua negara di dunia mempunyai kawasan konservasi yang dilindungi untuk mempertahankan keanekaragaman hayatinya.  Namun di Indonesia kawasan konservasi hayati ikan  lebih banyak terdapat ditaman nasional laut yang berkaitan dengan  terumbu karang, sedangkan untuk hayati ikan air tawar  hampir-hampir tidak ditemukan dan walaupun ada, itupun dalam kawasan danau, rawa dan sungai yang relatif sangat sempit sekali dan tidak mewakili seluruh spesies ikan.   Hal-hal itu mengakibatkan banyak spesies-spesies ikan air tawar  yang menunjukkan awal tingkat kepunahan.  Padahal banyak spesies ikan air tawar yang hidup di sungai dan danau  yang dapat dikembangkan untuk ikan budidaya dan dari segi genetik tidak kalah dari spesies ikan introduksi.  Padahal pakar-pakar budidaya ikan di Indonesia sudah banyak dan bekerja di berbagai Departemen dan sebagai peneliti maupun pendidik di perguruan tinggi di- Indonesia.  Namun kemajuan dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan pengermbangan usaha budidaya belum begitu nyata hasilnya,

Padahal  spesies-spesies ikan air tawar  seperti di daerah Kalimantan sangat potensial sekali untuk dikembangkan menjadi ikan budidaya setempat dan tidak akan mengganngu kenekaragaman hayati yang ada di daerah masing-masing habitat.  Hal itu sangat  disayangkan,  karena   manyarakat   Indonesia   cenderung   aktif   mengintroduksi spesies-spesies ikan dari luas negeri untuk dibudidayakan.  Sebenarnya hal ini dapat mengganggu kelestarian keanekaragaman spesies dan genetik ikan yang hidup di perairan tawar  di seluruh Indonesia.   Indonesia sendiri sudah mampu mengembangkan sendiri spesies-spesies ikan yang dapat dijadikan ikan budidaya pada masing-masing daerah perairannya. Pengembangan  spesies  ikan   budidaya   tentu  punya   beberapa   alasan terutama untuk mengurangi penangkapan di perairan tawar dan laut. Indonesia mempunyai keanekaragaman ekosistem yang relatif  kaya dan  setiap  wilayah  memeiliki

karakteristik perairan yang berbeda-beda antar kawasan serta memiliki kekhasan spesies maupun habitat.  Upaya-upaya pengembangan teknologi seperti tersebut di atas sangat diperlukan di Indonesia dan kita tidak perlu tergantung dengan negara-negara lain.  

 

IV.  KESIMPULAN

 

Keanekeragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman ekosistem, spesies dan genetik dari suatu kehidupan yang berhubungan erat dengan ekosistem dan jumlah spesies suatu komunitas.   Keanekeragaman hayati tersebut dapat dibagi ke dalam tiga taraf yang berbeda :   keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik.   

Kegiatan manusia yang mengancam kelestarian keragaman hayati perairan  sebagai berikut :   Kebakaran hutan rawa dan penngundulan hutan rawa serta  perubahan lahan hutan mangrov menjadi lokasi budidaya udang dan bandeng;  buangan limbah industri logam dan kimia;  industri pengolahan hasil pertanian dan perikanan;  limbah rumah tangga dan perkotaan;  Pestisida, herbisida, listrik dan bom ikan;  Penangkapan ikan yang berlebihan dengan alat yang tidak selektif.

Upaya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan penegakan hukum,  pengawasan yang ketat terhadap kegiatan masyarakat baik di kawasan taman nasional  maupun di luar kawasan taman nasional darat dan laut.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Barber, C.C., Afiff, S., dsan Purnomo, A.  1997.  Meluruskan Arah  Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia.  Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.  131 hal.

 

Buchar, T., Harteman, E., dan Yulintine.  2000.  Iktiofauna di Danau Tundai, Kalimantan Tengah. Jurnal Central Kalimantan Fisheries.  Vol.1. No. 1.  Hal :22-27.

 

Choat, J.H.  1991.  The Biology of Herbivorous Fishes on Coral Reefs.  The Ecology of  Fishes on Coral Reefs.  Academic Press, Inc.  Sandiego.  Pp 120-155.

 

Giles, R.H.  1971.  Wilflife Management Techniques.  Third Ed. The Wildlife Society,  Washington, D.C.  633 p.

 

Connell,  D.W., dan Miller, G.J.  1995.  Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.  U.I. Press,  Jakarta. 520 hal.

 

Hall, S.J.  1999.  The Effects of Fishing on Marine Ecosystems and Communities.  Black-Well Science Ltd.  London.  274 p.

 

Harteman, E.  2001.    Dampak  Aktivitas  Penambangan  Emas  di Sungai  Kahayan   dan Penangkapan Ikan yang Berlebihan Terhadap Struktur Komunitas Ikan, Suksesi dan Pola penyebarannya di Danau Teluk kameloh Kalimantan tengah.  Jurnal Central Kalimantan Fisheries.  Vol. 2. No. 1.  Hal :16-22.

 

----------------  2002.  Keanekaragaman Spesies Ikan dan Ekosistem  Danau   Hanjulutung, Kotamadya Palangka Raya Kalimantan Tengah.   Jurnal Central Kalimantan Fisheries.  Vol.3. No. 1.  Hal :34-40.

 

Hobson, E.S.  1991. Trophical Ecology. Trophic Relationship of   Spesies  Specializad  to Feed on Zooplankton a bove Coral Reefs.  The Ecology of Fishes on Coral Reefs.  Academic Press, Inc.  Sandiego.  Pp. 69-95.

 

Jones, G.P., Perell, D.J., dan Sale, P.F.   1991.   Fishes  Predation  and  Its  Impact  on  the Invertebrate of Coral Reefs and Adjacent Sediments.  The Ecology of Fishes on Coral Reefs.  Academic Press, Inc.  Sandiego.  Pp.156-230.

 

Kottelat,    M.,  Whitten,  A.J.,  Sri Nurani  Kartikasari,  dan   Wirjoatmodjo,  S.  1993.  Freswaters Fishes of Wertern Indonesia and Sulawesi (Ikan Air Tawar Indonesia bagian Barat dan Sulawesi).  Periplus Edition Ltd,  Singapore.  377 p.

 

Lowe, R.H., dan McConnell.  1987. Ecological Studies in Trophical Fishes Communities.  Cambrige University Press.  London.

 

McNeely, J.A.  1992.   Ekonomi  dan   Keanekaragaman  hayati.    Mengembangkan   dan Memanfaatkan Perangsang Ekonomi Untuk Melestarikan Sumberdaya hayati.  Diterjemah Oleh yayasan Obor Indonesia,  Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.  363 hal.

 

Yuni Ikawati.,   P.S. Hanggarawati., Parlan, H.,   Handini, H.,   Siswadihardjo, R.    2001.  Terumbu Karang di Indonesia.  Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bekerjasama dengan Kantor Menristek,  Jakarta.