© 2003 Arief Chandra Setiawan                                                                                       Posted 13 November 2003

 Makalah Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

November 2003

 

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

 

OTOMATISASI STASIUN CUACA UNTUK MENUNJANG KEGIATAN PERTANIAN

 

 

 

Oleh:

 

Arief Chandra Setiawan

G. 261030041

 

E-mail: chandra.kempo@biotrop.org

 

 

 

I. PENDAHULUAN

 

            INGAT TANAM, INGAT CUACA suatu kalimat yang menjadi judul tulisan di surat kabar harian KOMPAS minggu, 24 Agustus 2003 yang mengulas perihal masalah iklim yang makin dirasakan pengaruhnya akhir –akhir ini di negara kita.  Ketiadaan hujan yang melanda berbagai wilayah di Pulau Jawa sejak beberapa bulan terakhir telah menyebabkan sungai-sungai mengering dan ribuan hektar tanaman pertanian puso. Beberapa pendapat sering mengatakan bahwa ini akibat dari El-Nino.  Fenomena penyimpangan cuaca El-Nino ini kerap dijadikan kambing hitam dari terjadinya kekeringan di Indonesia, karena dari 14 kali kejadian kemarau panjang, sekitar 10 kali terjadi pada tahun-tahun El-Nino.  Tetapi informasi ini hanya sebuah informasi yang tidak mengandung arti apa-apa bagi masyarakat umum, apalagi bagi para petani yang membutuhkan informasi yang lebih detil mengenai data cuaca dan waktu tanam. Walaupun gejala alam ini telah diketahui sejak lama namun waktu kejadian El Nino masih belum dapat diprakirakan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi. El-Nino berhubungan dengan anomali suhu muka air di Lautan Pasifik yang berakibat pada perubahan pola tekanan udara serta akibat lanjutanya, berupa pergeseran uap air serta hujan dari Indonesia ke pantai Barat Benua Amerika. Disamping pengetahuan manusia yang masih terbatas untuk mengungkapkan gejala alam ini, khususnya bahwa El-Nino merupakan proses alam pada skala global yang saling berhubung dari satu tempat (benua) ke tempat lainnya (tele-connection), piranti pengukur unsur – unsur cuaca di Indonesia yang keragamannya sangat tinggi masih terbatas, khusus dari segi kualitas data yang dihasilkannya. Untuk Indonesia, masalah ketersediaan data yang akurat serta ahli meteorologi yang berpengalaman masih sangat minimal, sehingga masalah kekeringan dan kebanjiran selalu menjadi issue hangat saat bencana tersebut sedang terjadi.     

Untuk mengantisipasi fluktuasi cuaca yang selalu berubah dari waktu ke waktu serta dari satu tempat ke tempat lainnya, diperlukan baik sarana (peralatan pengukur cuaca, komputer canggih untuk analisis/peramalan) dan tenaga pengamat, serta yang tak kalah penting adalah ahli meteorologi yang mampu menganalisis data–data cuaca secara kritis. Sangatlah sulit diharapkan suatu hasil ramalan atau hasil analisis cuaca/iklim untuk perencanaan pertanian serta bidang – bidang lainnya yang handal jika menggantungkan pada suatu kondisi (peralatan, sumberdaya manusia) yang marginal. Sebenarnya masalah data cuaca tidak hanya untuk peramalan cuaca/iklim, namun lebih banyak manfaat lainnya untuk perencanaan berbagai bidang seperti pewilayahan komoditas pertanian, perencanaan pembangunan bendungan serta kontruksi hidrologi lainnya, transportasi, pariwisata serta untuk penelitian. Untuk hal-hal tertentu, misalnya untuk penentuan saat tanam serta antisipasi banjir, data cuaca khususnya hujan harus segera dapat diakses. Stasiun hujan di Indonesia sekitar 4.000 buah, hampir seluruhnya diamati secara manual dan sebagian sudah tidak operasional. Disamping tingkat kepercayaan data yang meragukan khususnya akibat faktor kesalahan manusia, dengan pengamatan manual tersebut transfer data akan memakan waktu yang lama sampai kepada si pengguna. Untuk menyongsong era informasi sebaiknya mulai dilakukan modernisasi peralatan klimatologi tersebut, sehingga informasi dapat segera diakses untuk perencanaan serta antisipasi bencana iklim dapat segera dilakukan.

 

II. PERMASALAHAN PENGAMATAN DAN

PENGUMPULAN DATA CUACA

 

2.1              Stasiun Klimatologi di Indonesia Saat Ini dan Perencanaan ke Depan

         Stasiun klimatologi yang lengkap (khusus) mengamati unsur – unsur cuaca seperti radiasi surya, suhu dan kelembaban udara, kecepatan angin dan curah hujan. Unsur–unsur tesebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman, ternak, serta vegetasi dan biota perairan. Stasiun klimatologi yang lengkap umumnya terbatas pada bandara yang dikelola BMG, serta SMPK (Stasiun Meteorologi Pertanian Khusus) yang dikelola Departemen Pertanian sejumlah 87 stasiun. Stasaiun klimatologi penunjang mengamati unsur – unsur cuaca tertentu khususnya curah hujan atau suhu udara. Jumlah stasiun klimatologi (khusus dan penunjang) yang pernah ada di Indonesia sekitar 4.000 stasiun, sebagai besar berupa stasiun hujan yang dikelola oleh Departemen Pertanian. Namun karena penggantian peralatan sangat terbatas, telah banyak stasiun yang tidak beroperasi atau beralih fungsi padahal data – datanya sangat diperlukan oleh berbagai bidang temasuk Departemen Pertanian, Transmigrasi, Kehutanan, Lingkungan Hidup, Pariwisata serta Pusat – pusat Penelitian dan Perguruan Tinggi.

            Data cuaca (hujan) tersebut umumnya diamati secara lengkap sampai tahun 1980, namun setelah itu banyak data yang tidak lengkap. Beberapa kemungkinan data yang tidak lengkap tersebut adalah :

1.                  Peralatan yang mulai rusak dan belum ada penggantian alat.

2.                  Sistem pencatatan data manual, kemungkinan terjadi data hilang sebelum sempat terekam pada buku data.

3.                  Faktor manusia, dapat disebabkan karena kealpaan petugas atau petugas yang terbatas jumlahnya sehingga tidak ada pergantian jika pengamat tersebut berhalangan.

Dengan perkembangan teknologi informasi termasuk model simulasi komputer (computer simulation modelling), perangkat lunak GIS (Geographical Information System) serta teknologi penginderaan jauh (remote sensing), data cuaca menjadi sangat vital sebagai masukan yang menggambarkan potensi sumberdaya iklim suatu wilayah.  Dengan kondisi peralatan cuaca seperti sekarang yang masih mengandalkan pada kemampuan pengamat yang umumnya sangat terbatas, serta masalah transfer data dari stasiun ke pengguna yang sangat lambat dengan sistem manual tersebut, dikhawatirkan sektor pertanian akan sangat tertinggal dalam masalah informasi sumberdaya alam (iklim) untuk dapat bersaing dalam era globalisasi. Untuk itu diperlukan reformasi sistem pengamatan cuaca, baik dari peralatan di stasiun klimatologi (stasiun cuaca otomatis), unsur cuaca yang diamati (tidak hanya curah hujan), sistem transfer data hasil pengamatan (melalui jaringan internet yang kini relatif murah), serta analisis data cuaca tersebut untuk perencanaan pertanian (modelling, GIS).

 

 

Gambar 1.  Stasiun Cuaca Otomatis (Automatic Weather Station)

 

 

 


 

Gambar 2.   Sistem pengamatan cuaca otomatis dan transfer data.

 

2.2              Permasalahan Alat

Kualitas data yang meragukan tidak akan menghasilkan hasil analisis yang meyakinkan sebagai dasar perencanaan pertanian atau antisipasi terhadap goncangan iklim. Sering dijumpai bahwa data cuaca tersedia pada saat diperlukan, atau pun data tersedia namun sangat meragukan disebabkan pengukuran manual yang sangat tergantung pada ketrampilan si pengamat atau peralatan yang sudah usang.

Sebagai peralatan pengukuran cuaca kondisinya sangat memprihatinkan. Disamping peralatan yang masih manual, kondisinya sudah memerlukan perbaikan umumnya sulit dilakukan karena umumnya berupa barang-barang impor dengan harga yang relatif mahal. Disamping itu untuk melakukan pengamatan cuaca juga diperlukan bahan-bahan suplemen peralatan tersebut seperti kertas pias, yang juga diimpor. Dengan data yang terbatas, beberapa unsur cuaca hanya diduga dari data yang terekam pada salah stasiun klimatologi yang dianggap paling mewakili.

 

 

 

2.3              Permasalahan Sumberdaya Manusia

Pengamatan cuaca khusus dengan sistem manual memerlukan ketrampilan khusus, yaitu yang memahami sistem kerja alat-alat ukur meteorologi seperti radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin dan curah hujan. Disamping itu, untuk menghasilkan data yang siap dikirimkan ke pusat pengumpulan data atau pada pengguna, hasil pengukuran tersebut memerlukan pengolahan data yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga terampil. Sebagai contoh, perhitungan kelembaban udara dari pengukuran suhu bola basah (Tbb) dan bola kering (Tbk) berdasarkan prinsip termodinamika diperlukan perhitungan matematis atau alat bantu berupa mistar geser yang menunjukkan nilai kelembaban relatif (RH) dari data pembacaan Tbk dan selisih Tbk dan Tbb. Contoh lain, pembacaan energi radiasi kumulatif harian memerlukan planimeter untuk menerjemahkan radiasi surya yang tercatat pada kertas pias aktinograf bimetal. Pembacaan unsur-unsur ikim yang lain juga memerlukan ketrampilan serupa.

Saat ini tenaga pengamat iklim yang terampil masih terbatas sedangkan pelatihan tenaga pengamat cuaca sangat jarang dilakukan. Salah satu kendala adalah masalah dana, ketersediaan tenaga ahli serta peralatan pengukur cuaca itu sendiri yang makin terbatas. Disamping permasalahan di atas peralatan manual sangat memerlukan komitmen tenaga pengamat cuaca jika diinginkan kualitas data yang baik. Sebagai contoh, pengamatan cuaca harus dilakukan pada jam-jam tertentu secara kontinu setiap hari, yang hal ini dewasa ini dimulai kurang mendapat perhatian. Akibatnya, banyak data yang hulang seperti dijumpai pada hasil pengamatan setelah tahun 1980 salah satunya akibat kelalaian tenaga pengamat.

Untuk mengatasi permasalahan faktor manusia sangat diperlukan pengamatan cuaca otomatis (AWS, automatic weather station), yang ketergantungan pada manusia sangat minimal. Di negara maju pengamatan cuaca otomatis sudah lazim dilakukan, namun untuk tenaga pengamat cuaca di negara kita yang tingkat pendidikannya masih terbatas penggunaan AWS impor juga masih akan menimbulkan masalah.  Hal ini disebabkan bahwa untuk mengambil hasil rekaman data diperlukan keahlian komputer/ elektronika untuk pemrogramannya. Untuk itu diperlukan AWS yang dapat dioperasikan oleh berbagai level pendidikan, servis purna jualnya mudah didapat serta dengan harga yang terjangkau mengingat jumlah stasiun yang diperluan relatif banyak. Dengan sistem ini, transfer data dapat dilakukan dengan cepat karena data yang terekam merupakan file elektronik.

 

2.4              Permasalahan Manajemen Data dan Pelayanan Jasa

Manajemen data cuaca/iklim perlu mendapat perhatian serius supaya dapat melayani penyediaan data bagi pengguna. Dengan sistem pengukuran manual, pencatat data serta transfer data memerlukan waktu yang lama sehingga data selalu terlambat untuk tujuan-tujuan operasional. Data yang diperoleh dari stasiun cuaca yang kemudian diolah dan dicatat pada buku data selanjutnya dikirimkan pada kantor pusat memerlukan waktu yang tidak sedikit. Untuk masa depan, hal ini dapat diatasi dengan sistem pengukuran otomatis serta bantuan komputer sehingga manajemen serta pelayanan data akan dilakukan dengan lebih baik.       

 

 III. MANFAAT DATA CUACA UNTUK

PEMBANGUNAN PERTANIAN

 

3.1              Pemantauan Kondisi Cuaca dan Antisipasi Bencana

Kegiatan pertanian selalu berhubungan dengan fluktuasi unsur-unsur cuaca yang mempengaruhi hasil pertanian baik yang bersifat positif (meningkatkan hasil) maupun negatif (menurunkan hasil). Pemantauan unsur-unsur cuaca sangat diperlukan khususnya pada saat pergantian musim, baik antara musim hujan ke kemarau atau sebaliknya. Awal musim hujan sangat menentukan penentuan saat tanam sedangkan awal musim kemarau menentukan tingkat keberhasilan panen, karena akhir musim pertanaman sangat ditentukan oleh ketersediaan air menjelang kemarau. Tanaman kekurangan air jika keluaran (evaporanspirasi tanaman) melebihi penyediaan air tanah. Evapotranspirasi ditentukan oleh unsur-unsur cuaca seperti radiasi surya, suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan angin sedangkan penyediaan air ditentukan oleh penyediaan air hujan jika irigasi tidak tersedia.

Pemantauan unsur-unsur cuaca, seperti jumlah hujan yang jatuh pada tiap wilayah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau yang ditandai oleh hujan yang makin berkurang dapat dijadikan acuan dalam antisipasi bencana alam seperti kekeringan. Hal ini dapat dilakukan jika tersedia data cuaca yang segera dapat diakses sehingga dapat dipetakan sebaran hujannya, misalnya, dari waktu ke waktu atau menurut tempat dengan bantuan GIS. Jika tersedia, analisis ketersediaan air pada tiap-tiap wilayah di Indonesia dapat dilakukan.

 

3.2              Pewilayahan Komoditas untuk Pengembangan Pertanian

Salah satu manfaat data cuaca adalah untuk perwilayahan komoditas dalam pengembangan pertanian seperti hortikultura.  Mangga, misalnya, akan tumbuh dan menghasilkan dengan kualitas yang baik jika ditanam pada lingkungan iklim yang sesuai (tipe D menurut klasifikasi iklim Schmidth & Fergusson) sertas cukup air untuk pertumbuhan vegetatifnya (sekitar 7 bulan basah) namun cukup radiasi surya selama pengisian buah (curah hujan relatif sedikit sehingga radiasi surya lebih banyak diterima tanaman untuk menunjang proses fotosintesis).

 

3.3              Perencanaan Pertaniaan Secara Taktis Operasional  

Peramalan cuaca merupakan salah satu pendekatan dalam perencanaan pertanian secara taktis operasional.  Kegiatan pertanian memerlukan waktu yang relatif panjang (bulanan, tahunan) sedangkan peramalan cuaca sampai sekarang belum mampu melakukan peramalan secara akurat lebih dari satu atau dua minggu.  Ramalan  harian itu pun masih memerlukan peralatan yang canggih, jaringan stasiun cuaca  yang lengkap serta tenaga ahli yang memadai.  Ramalan cuaca jangka pendek khususnya ditujukan untuk keperluan transportasi terutama perhubungan udara.   Salah satu pendekatan taktis operasional yang mungkin dilakukan dalam hubungannya dengan pertanian antara lain  melalui penmetaan wilayah berdasarkan :

1.      Pemantauan daerah-daerah yang mulai memasuki musim hujan berdasarkan jumlah hari hujan yang jatuh, sehingga dapat ditentukan daerah-daerah yang siap tanam.

2.      Pemantauan daerah-daerah yang mulai mengalami kekurangan hujan menjelang musim kemarau, sehingga dapat segera diketahui wilayah-wilayah rawan kekeringan serta antisipasinya.

3.      Memprediksi tingkat penurunan hasil (tanaman semusim, perkebunan) akibat periode kering  yang disebabkan penurunan jumlah curah hujan berdasarkan data pengamatan (misalnya menggunakan model simulasi tanaman), sehingga dapat diantisipasi tindakan-tindakan sebelum dan menjelang panen.

4.      Memprediksi kemungkinan ledakan serangan hama dan penyakit tanaman dan penyebarannya menggunakan data pengukuran cuaca berdasarkan pendekatan sistem pakar (expert system).

 

3.4. Studi Jangka Panjang untuk Peramalan Iklim

            Dalam bidang pertanian, peramalan iklim yang berjangka bulanan akan sangat penting artinya dalam perencanaan pertanian.  Studi jangka panjang untuk peramalan iklim perlu segera dimulai dengan mempersiapkan data dasar yang akan menjadi acuan dalam pengkajian tersebut pada masa datang.  Data dasar ini hanya akan diperoleh jika jaringan stasiun cuaca yang terpercaya segera disiapkan dengan pemasangan stasiun-stasiun cuaca di Indonesia yang relatif lengkap.  Disamping itu, dengan pertimbangan sumberdaya manusia di lapang, perlu dipasang stasiun cuaca otomatis yang dapat dioperasikan oleh tenaga-tenaga pengamat kita sendiri.   

            Dengan perbaikan / pemasangan stasiun-stasiun pengamat cuaca, juga perlu segera disiapkan tenaga-tenaga ahli yang mampu menganalisis data kita sendiri dan mengembangkan metode peramalan yang canggih untuk negara kita.  Penyiapan tenaga canggih ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal, serta menunjang riset-riset bidang meteorologi / klimatologi.

            Untuk menunjang riset serta pelayanan jasa meteorologi pertanian, perlu dibentuk pusat sistem informasi meteorologi pertanian.  Pusat ini akan mengkoordinasikan data-data hasil pengukuran cuaca serta melakukan kajian, analisis serta pelayanan jasa untuk menunjang perencanaan dan pengembangan pertanian.

 

IV.  PEMASANGAN STASIUN CUACA OTOMATIS DAN PENGEMBANGAN SISTEM

INFORMASI METEOROLOGI PERTANIAN

 

4.1.            Jangka Pendek

4.1.1.      Pengembangan Pilot Project Sistem Informasi Meteorologi Pertanian

Masalah pengumpulan data perlu disempurnakan untuk mendapatkan informasi cuaca dan iklim di Indonesia yang lengkap, sehingga akan meningkatkan kualitas perencanaan pertanian serta pelayanan data cuaca/iklim kepada pengguna.  Pengembangan pilot project sistem informasi meteorologi pertanian sementara dapat dikembangkan pada pusat-pusat produksi pertanian  dan bertujuan mengelola data hasil pengamatan cuaca yang jumlahnya relatif banyak (dari segi jumlah pengamatan, unsur cuaca serta jumlah stasiun) secara terintegrasi, sehingga mudah diakses untuk berbagai keperluan.  Dalam program ini akan dilakukan komputerisasi manajemen data, mulai dari sistem transfer data, database sampai metode pengaksesannya.

Stasiun cuaca otomatis (Automatic Weather Station / AWS) dilengkapi dengan komputer (PC) serta media pengiriman data seperti modem dan pesawat telpun, atau melalui internet.  AWS  yang digunakan sudah dapat dirakit / didisain oleh tenaga dalam negeri.  Kelompok Instrumentasi METEOR  sudah lama mengembangkan teknologi ini (sejak 1982) dan sekarang dengan dukungan programmer-programmer  komputer  di  kelompok AGRISOFT,  penampilan hasil pengukuran jauh lebih baik dan mudah dimengerti.  Dengan peralatan produksi dalam negeri ini, kalibrasi dan perawatan mudah dilakukan tidak perlu mendatangkan tenaga ahli dari luar.  Disamping itu, program ini akan mendorong industri dalam negeri serta kemampuannya dalam menangani teknologi informasi dan instrumentasi meteorologi.

 

 

 

4.1.2.      Pelatihan Tenaga Pengamat Cuaca dan Penyuluh Pertanian

Untuk menunjang pengadaan data cuaca yang terpercaya diperlukan ketrampilan pengamat cuaca dalam memahami teknik pengambilan data, analisis serta transfer data tersebut.  Pelatihan tenaga pengamat cuaca diperlukan untuk mendapat data yang benar serta mengatasi permasalahan pengukuran cuaca.  Pelatihan tenaga penyuluh pertanian diperlukan untuk membantu manganalisis data cuaca serta interpretasinya guna penyuluhan pertanian sebagai bagian program pembangunan pertanian di Indonesia.

4.2.            Jangka Panjang

4.2.1.      Pemasangan Stasiun Klimatologi Pertanian Khusus Otomatis

Pemasangan stasiun klimatologi pertanian akan dikembangkan bertahap secara nasional, mulai pada skala kabupaten sampai pada skala kecamatan. Pengembangan ini akan mengacu pada rehabilitasi  SMPK yang telah dikembangkan sebelumnya.  Diharapkan dengan terpasang jaringan stasiun yang lengkap, maka sumberdaya iklim dapat dipantau dan dikembangkan untuk pengembangan pertanian dan sektor-sektor lainnya, serta modal dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset.

4.2.2.      Implementasi Sistem Meteorologi Pertanian Secara Nasional

Berdasarkan pengalaman beberapa instansi perkebunan sebagai  pilot project pemasangan AWS perkebunan, implementasi sistem informasi meteorologi pertanian secara nasional untuk menunjang perencanaan perkebunan dapat dilaksanakan.  Hal ini dapat dilakukan melalui suatu badan koordinasi untuk melakukan manajemen data seperti yang telah dikembangkan pada pilot project namun dengan jumlah stasiun cuaca yang makin banyak. Pusat ini akan penting artinya untuk menangani data cuaca/iklim yang sangat besar jumlahnya pada masa datang sehingga perlu didukung dengan sarana komputer yang memadai.

4.2.3    Pengembangan Riset-riset dalam Bidang Meteorologi Pertanian Secara Terpadu

            Tahap lanjutan atau bersamaan dengan pengembangan sistem informasi meteorologi pertanian adalah mengembangkan riset-riset dalam bidang meteorologi pertanian secara terpadu bekerja-sama dengan berbagai instansi serta Perguruan Tinggi, sehingga investasi yang telah ditanamkan melalui peralatan yang cukup canggih tersebut akan membuahkan hasil. Diharapkan dari riset-riset yang telah ditunjang data yang lengkap tersebut akan menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam sektor pertanian untuk menuju pertanian modern dan agroindustri. Beberapa contoh riset yang perlu mendapatkan prioritas antara lain pengembangan pewilayahan komoditas berdasarkan ciri agoekologi wilayah, respon tanaman dan ternak terhadap fluktuasi cuaca, peramalan iklim, decision support untuk perencanaan pertanian melalui pertanian.

 

V. PENUTUP

            Unsur cuaca/iklim sangat mempengaruhi kegiatan pertanian, baik yang bersifat positif (peningkatan hasil) maupun negatif (penurunan hasil). Masalah informasi cuaca/iklim berkaitan dengan peralatan pengukur cuaca yang terbatas atau mulai rusak sehingga memerlukan perbaikan, serta masalah sumberdaya manusia serta teknologi yang berhubungan dengan pengukuran, transfer data serta manajemennya.

            Perbaikan stasiun cuaca serta pemasangan peralatan pengukur cuaca otomatis disarankan untuk segerea dilakukan melalui tahapan jangka pendek dan jangka panjang untuk menunjang pengembangan sistem informasi meteorologi pertanian secara nasional guna menunjang perencanaan dan pembangunan pertanian. Program jangka pendek meliputi pengembangan pilot project pemasangan stasiun cuaca otomatis pada berbagai instansi perkebunan serta sistem informasi meteorologi pertanian berdasarkan hasil pengamatan tersebut. Program jangka panjang meliputi pengembangan stasiun cuaca otomatis sampai skala kabupaten/kecamatan, pengembangan sistem informasi meteorologi pertanian nasional serta mendorong riset-riset pada bidang ini guna menunjang pertanian modern untuk menuju agroindustri. Pengembangan stasiun cuaca otomatis serta sistem informasi tersebut dapat dilaksanakan oleh tenaga-tenaga Indonesia sehingga perawatan serta kalibrasi alat dapat dilakukan secara mandiri dan kontinu.

 

BAHAN BACAAN

Koran Kompas, 24 Agustus 2003

Handoko, I. Dan Las I. 1995.  Metodologi pendekatan strategis dan taktis untuk pendugaan serta penanggulangan kekeringan tanaman.  Prosiding Panel Diskusi Antisipasi Kekeringan dan Penanggulangan Jangka Panjang.  PERAGI-PERHIMPI.  Sukamandi, 26-27 Agustus 1994

Handoko, I., G. Kartono, A.A. A.C. Setiawan dan M.Y. Ishadamy., 1996.  Study on relationship between climatic variables and manggo as a basis of agroclimatic zoning in Indonesia.  Department of Geophysics and Meteorology, Faculty of Mathematics and Natural Science.

Setiawan, A.C. dan S. Tirtosastro, 1994.  Otomatisasi pengendalian suhu dan kelembaban ruang omprongan tembakau.  Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (tidak dipublikasikan)