© 2003 Dina
Setyawati Posted:
Makalah Falsafah
Sains (PPS 702)
Program Pasca
Sarjana / S3
Institut
Pertanian
Desember 2003
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir
Zahrial Coto
KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG :
TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN
PLASTIK
Oleh:
E061030071/IPK
Email: d.setyawati@eudoramail.com
PENDAHULUAN
Karena sifat dan
karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan
untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus
berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain
dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.
Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya,
peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan
yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non
biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah
menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang.
Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang
dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan
pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian
akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di
Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
Tulisan ini akan
memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu,
khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk
kayu-plastik daur ulang.
Kebutuhan manusia akan
kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun
furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70
juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun
sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3
per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi
kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya
komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran
hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang
diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain
melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan
penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk
inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu
di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk,
(1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri
pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1.
Pada pemanenan kayu, limbah umumnya
berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2.
Pada industri penggergajian limbah
kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9%
dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku
yang digubakan
3.
Limbah pada industri kayu lapis
meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%,
sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%.
Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan
tahun 1999/2000
menunjukkan bahwa produksi kayu lapis
Limbah kayu
berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis,
dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan
besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali
dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain,
sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan
kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi,
kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun
1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama
polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun
1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi
peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan
terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai
konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut
Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap
rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah
tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan
satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan
terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain
tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air,
maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah
bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya
menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat
sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang
umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar
suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah
harus dalam bentuk
tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus
homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk
mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui
tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan
zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang
menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di
Pemanfaatan
plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah
berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik
(80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan
pencampuran dengan bahan
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT
SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk
menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan
kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996).
Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit
yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan
keduanya. Penambahan filler
ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan
mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik
polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan
meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang
telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga
dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping
menghasilkan produk inovatif sebagai
bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain :
biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses
pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding
plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan
meningkatkan sifat-sifat
mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara
serat dan matriks (Han, 1990). Selain
itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat
produknya.
Bahan-bahan
inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass
merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam
industri plastik. Penambahan
kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik,
tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan
menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat
abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur
pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan
kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena
itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri
plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah
serbuk kayu yang
pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk
kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan
dengan filler mineral seperti mika,
kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari
400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara
alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah,
gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan,
serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu
plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan
plastik. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa
(40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil
bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu
bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis.
Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan
plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling
agent (Febrianto,1999).
Di
Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai
produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan
plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di
Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang
telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di
Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan
bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum
dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit
kayu di
Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit
serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks
plastik murni.
Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap,
maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan
Pada prinsipnya
penyiapan filler ditujukan untuk
mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar
air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak
permukaan antara filler dengan
matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi
dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan
penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai
tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan
jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE),
dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah
untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya,
kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum
digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA).
Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling
agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan
komposit.
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang
digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han
(1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit
adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk
dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 -
3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu
170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada
suhu kamar.
Pengujian
komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya
meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai
bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu
dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik
bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk
memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada
gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).
Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan
untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik.
Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti
faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu
plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer,
serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai
batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran
serbuk yang digunakan, demikian juga
tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat
komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer
sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Penelitian
mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni
sebagai matriks. Penelitian dengan
menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman
(2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Hasil- hasil penelitian dirangkum sebagai berikut :
Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran
nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer
terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil
penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit
yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat
dengan makin halusnya ukuran partikel.
Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan
penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan
inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat
fisis yang memadai.
Sulaeman (2003),
meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca
dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu
plastik daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan
tetapi tahan terhadap serangan rayap.
Penelitian Yang Sedang/ Akan
Dilakukan
Penelitian dan pengujian komposit kayu plastik sampai
sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih
mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian
mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur ulang dalam bentuk small
clear specimen sehingga pengujian diarahkan kepada kemungkinan penggunaan
komposit sebagai pengganti kayu.
Penelitian selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan
papan komposit kayu plastik
yang terbaik serta peningkatan mutu papan komposit melalui
perlakuan pendahuluan pada filler,
pemilihan modifier/compatibilizer,
inisiator, penentuan
variabel-variabel proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa
selain kayu (rencana penelitian).
PENUTUP
Pembuatan produk
komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif
pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi
pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik
serta menghasilkan produk-produk
inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan
produk ini di masa datang
diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas
pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki
kualitas lingkungan hidup.
[BPS] Badan Pusat
Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
2000. Statistik Kehutanan
Febrianto
F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of
Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi].
Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle
komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik :
Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik
polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah
Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990. Preparation and Physical
Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi].
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka
36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang
Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan
Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan.
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard
Manufacturing. San Fransisco: Miller
Freeman, Inc.
Meier JF.
1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer
and Composites. Ed
ke-3.
Oksman K,
Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on
impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International
Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997.
Pari G.
2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah
M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi
Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994.
Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara
Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen
Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR,
Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry
mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction
Materials. Proceeding of the International RILEM
Workshop.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit
Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis].
Program Pascasarjana Institut Pertanian
Sulaeman,
R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk
Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian
Syahfitrie, C. 2001. Analisis
Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
[YBP]
Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik
Youngquist
JA. 1995. Unlikely partners? the marriage of wood and
non wood materials. Forest Product Journal 45(10): 25-30.