© 2003 Djalal Rosyidi                                                                                      Posted:  4 November 2003

Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pascasarjana/S3

Institut Pertanian Bogor

November  2003

 

Dosen :

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

 

HEWAN KANCIL SEBAGAI SATWA HARAPAN TROPIS

 

 

 

Oleh:

 

Djalal Rosyidi

NIM. D061030051/PTK

E-mail:  djalalrosyidi@yahoo.com

 

 

PENDAHULUAN

Saat ini dunia sedang mengalami "limited resources", maka penggunaan sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan mempunyai peranan penting terutama dalam mengatasi masalah penyediaan pangan dan gizi yang erat sekali kaitannya dengan kebutuhan protein hewani asal ternak bagi penduduk Indonesia di masa mendatang.

Konsumsi daging masyarakat Indonesia, tumbuh dan berkembang sesuai dengan meningkatnya daya beli, industri dan pariwisata, serta pengetahuan kesadaran akan gizi yang terus meningkat. Sementara itu tuntutan akan suplai daging cenderung meningkat. Sementara ini kebutuhan daging dipenuhi oleh daging import dengan substitusi daging lokal secara terbatas. Kini sudah tiba  saatnya usaha penyediaan daging untuk memenuhi kebutuhan konsumen dikembangkan dengan membudidayakan sendiri dari sumberdaya alam lokal yang memungkinkan untuk dikembangkan.

Menghadapi situasi permintaan dan penyediaan daging sebagai sumber protein hewani, maka diperlukan sumber pasokan baru yang berasal dari hewan langka yang mempunyai protein tinggi untuk didomestikasi. Di daerah tropis (termasuk Indonesia), hewan langka merupakan sumberdaya alam yang perlu dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan pengembangan diversifikasi (penganekaragaman) pangan menuju peningkatan nilai gizi masyarakat, dengan tetap memperhatikan faktor ekonomis, keamanan pangan (food safety), kesehatan (sound), prospektif, keadaan lingkungan dan harganya terjangkau oleh konsumen dengan kualitas tinggi (terjamin) dan murni (wholesome) serta khalal.

Banyak hewan-hewan di Indonesia yang masih liar dan bila dibudidayakan akan merupakan ternak yang cukup potensial dalam memberi sumbangan sebagai sumber daging bagi pemenuhan makanan yang bergizi tinggi bagi manusia. Salah satu di antara hewan tersebut adalah KANCIL yang banyak terdapat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain daerah.

Kancil (Tragulus javanicus) saat ini statusnya termasuk hewan langka, keberadaan populasinya sudah sangat jarang akibat perburuan dan pembukaan hutan. Untuk itu pemerintah juga melakukan tindakan perlindungan yang telah dilaksanakan berdasarkan Dierenbeschermings Ordonansi 1931 (Undang-undang Perlindungan Binatang Liar 1931) Staatblad 1931 No. 134 dan Dierenbescherming Verordeming (Peraturan Perlindungan Binatang Liar 1931) Staatblad 1931 No.266 jis 1932 No. 28 dan 1935 No.513 (Anonimus, 1978). Disamping itu pemerintah juga telah berusaha untuk mengadakan rencana pelestariannya dengan cara penjinakan dan pemeliharaan sebagai hewan ternak serta pembentukan pengawasan yang efektif. Akan tetapi sampai saat ini upaya tersebut masih mengambang dan mengalami hambatan.

          Atas dasar pertimbangan hal-hal tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan serangkaian penelitian yang bertujuan menggali sumberdaya baru asal hewan langka untuk meningkatkan penyediaan pangan protein hewani yang terjangkau oleh konsumen yaitu melalui penangkaran kancil (Tragulus javanicus). Hal ini dilakukan dengan cara pendayagunaan kancil sebagai hewan ternak penghasil daging dengan cara Nucleus Flock dan Multiplier Flock, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan yang menyangkut penangkaran, domestikasi ternak, pelestarian dan perbaikan mutu genetis dengan cara seleksi dalam breed serta karakterisasi daging yang meliputi komposisi, sifat-sifat fisik dan kimiawi daging, serta determinasi berat molekul protein daging dengan menggunakan gel filtration dan SDS-polyacrylamide gel electrophoresis, yang dilanjutkan dengan pengamatan aspek morfologi daging dengan light microscopic, Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy (TEM).

Target khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menggali sumberdaya baru asal hewan langka untuk meningkatkan penyediaan pangan protein hewani yang terjangkau oleh konsumen yang berasal dari kancil (Tragulus javanicus).

Dalam usaha pembudidayaan tersebut telah banyak usaha-usaha dilakukan oleh Lembaga-Lembaga Penelitian maupun sifat coba-coba di kalangan masyarakat. Untuk lebih mengenal hewan kancil ini, ada beberapa  pokok pemikiran tentang upaya penangkaran kancil dengan cara pendayagunaan sebagai hewan ternak penghasil daging dan kemungkinan pelestariannya, antara lain sebagai berikut ini.

A.     STATUS GIZI RAKYAT INDONESIA

Esensialnya protein hewani bagi suatu bangsa, sudah dimaklumi. Tapi dewasa ini rakyat Indonesia masih kekurangan protein hewani disamping problema gizi lainnya. Berdasarkan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998 yang mentargetkan penduduk Indonesia mengkonsumsi protein hewani sebesar 6,0 gram/kapita/hari, maka jumlah protein hewani  yang dikonsumsi rata-rata pada tahun 1998 baru mencapai 52 % dari target (Hartutik, 2001). Memberi prioritas pengembangan kepada ternak konvensional (sapi perah, sapi potong, kambing, domba, ayam dan babi) juga belum dapat berlomba dengan peningkatan kebutuhan.

Salah satu sebabnya adalah kurangnya produksi. Dari sumber daya ternak konvensional terlihat bahwa populasi dari hampir semua komoditi menurun, dan tidak banyak artinya dibanding pertambahan populasi manusia, sehingga bila kita lihat dari segi jumlah komoditi dibandingkan dengan pertumbuhan populasi manusia sangat menyolok perbedaannya.

B.     BERBAGAI USAHA PEMERINTAH

Karena esensialnya penyediaan protein hewani dalam pembangunan, Pemerintah telah banyak memperlihatkan usaha antara lain sebagai berikut :

1.      Dengan adanya seorang Menteri Muda Urusan Peningkatan produksi Peternakan dan Perikanan dalam Kabinet Pembangunan IV dan Menteri urusan Pangan serta sekarang Menteri Kelautan dan Perikanan yang merupakan salah satu pertanda perhatian pemerintah dalam persoalan protein hewani ini yang cukup serius.

2.      Pemerintah berupaya meningkatkan produksi pangan, termasuk yang berasal dari peternakan dimaksudkan untuk memantapkan swasembada pangan yang sekaligus memperbaiki gizi rakyat khususnya dengan memperbesar penyediaan protein hewani (maupun nabati).

3.      Di dalam prakteknya pemerintah telah mencoba berbagai usaha misalnya :

a.       Pemindahan ternak dari daerah padat ternak ke daerah jarang ternak.

b.      Import ternak dari negara lain.

c.       Usaha memajukan peternakan kelinci, burung puyuh, merpati dan usaha-usaha lainnya, bahkan “embryo transfer”.

Yang belum jelas tergaris bawahi adalah peningkatan daya guna berbagai sumber daya Satwa Langka yang jelas mempunyai potensi sebagai pensuplai daging (misalnya kancil).

C.     BEBERAPA ISYARAT POSITIF UNTUK PEMBUDIDAYAAN KANCIL.

1.      Dalam UUD 1945,  pasal 33 disebutkan bahwa kekayaan alam tanah air hendaknya digunakan untuk kemakmuran rakyat.

2.      Dalam pola Umum Repelita disebutkan bahwa inventarisasi dan evaluasi sumber daya alam kita, perlu ditingkatkan untuk lebih mengenal sumber daya alam kita yang sangat diperlukan dalam pembangunan. Kegiatan penelitian, penggalian dan pemanfaatan beberapa sumber daya alam tersebut hendaknya dapat dipertahankan kelestariannya.

3.      Ditinjau dari segi agama, tidak ada agama yang melarang umatnya untuk mengkonsumsi daging kancil.

4.      Gerakan pemanfaatan satwa langka untuk sumber hewani. Kesadaran bahwa beberapa satwa langka mempunyai potensi sebagai sumber daging, rupanya sudah lama. Dari gedung Putih (Washington) dapat dibaca suatu laporan tahun 1967 bagaimana pentingnya sumbangan hewan liar sebagai bahan makanan di dunia ini seperti terlihat dalam cuplikan di bawah ini.

“It was not possible to quantify adequately the contribution that wild animals now make to the world food supply. In Africa, which is richly endowed with wild animal species, they contribute a great deal to human diets and the potential for increases are great. Under certain natural conditoins, wild animal produce more meat them livestock species. A great deal of research on wild animal biology and diseases is meded. Domestication of new species better adapted to tropical condition than existing livestock should be attemted”.

 

D. PENELITIAN KANCIL DI INDONESIA

            Data penelitian yang menyangkut hewan kancil ini di negara kita masih amat kurang, lebih-lebih penelitian pada upaya pengembangannya sebagai hewan ternak.

            Beberapa kebun binatang di negara kita memang juga telah mengadakan pengamatan / penelitian terhadap kancil, tetapi sifatnya masih terbatas pada masalah-masalah ekologi, tingkah laku dan beberapa sifat reproduksi belum sampai pada responnya terhadap perlakuan/penerapan teknologi untuk budidaya. Dari hasil penelitian Israil, Rosyidi dan Kusmartono (1998) tentang teknik-teknik penangkaran melaporkan bahwa teknik paling sesuai untuk menangkar hewan kancil adalah dengan menempatkan hewan-hewan tersebut dalam kandang sempit berukuran 60 x 45 x 45 cm,  serta Israil, Rosyidi dan Kusmartono (2000)  lama dan siklus birahi kancil secara berturut-turut adalah 35 hari dan 16 jam, sedangkan lama kebuntingan adalah sekitar 133 hari.

 

 

 

E. HARAPAN MASA DEPAN

            Mengingat data penelitian tentang kancil kita masih begitu kurang, agaknya dimasa mendatang masih perlu diintensifkan jika kita menghendaki kemungkinan usaha peternakan hewan ini. Seperti penelitian fisiologinya, efisiensi penggunaan berbagai jenis makanan dan pengaruhnya, produksi dan reproduksinya, serta kemungkinan penerapan teknologi untuk meningkatkan daya gunanya. Untuk itu penulis menghimbau kepada instansi yang berwenang (mungkin,  pihak PPA (sekarang namanya ?), Kebun Binatang, Taman Nasional dll.) agar dalam penyebaran bibit-bibit kancil kita untuk keperluan penelitan tidak hanya terbatas pada kebun-kebun binatang tetapi hendaknya sampai pada lembaga-lembaga penelitian peternakan, Perguruan Tinggi yang memiliki Fakultas Peternakan atau Kedokteran Hewan. Sehingga penelitian ke arah budidaya lebih banyak dilakukan. Bukan saja pada upaya peningkatan daya produktivitasnya, tapi juga kualitas produksi, umpamanya rasa daging. Jika dirasa penting, perlu diperhatikan pula upaya untuk perbaikan genetisnya melalui berbagai cara misalnya dengan perbaikan DNA dsb.

            Adapun pengembangan budidaya kancil ini nantinya mempunyai beberapa manfaat, yaitu untuk menambah penyediaan bahan sumber protein dan bahan industri (kulit, tulang) serta merupakan upaya pelestarian populasi kancil itu sendiri yang kini jumlahnya kian menipis dan terdesak lingkungan hidupnya.

            Disamping itu suatu saat, sebagian kancil ternakan bisa dilepas kembali di hutan sebagai mangsa hewan buas seperti harimau, komodo dan sebagainya yang kini jumlahnya terus menyusut disebabkan antara lain karena makin langkanya hewan-hewan mangsanya.

F.      PENGELOLAAN SATWA LANGKA

Sesungguhnya, tanpa dibudidayakan hewan-hewan langka sudah  mempunyai potensi dapat menyumbangkan produksinya untuk manusia. Perlu diketahui bahwa pengelolaan satwa langka bermaksud untuk melestarikan populasinya,  di samping menjaga keseimbangan ekologi dimana hewan tersebut berada. Oleh karena itu dengan pengelolaan yang baik satwa  penghasil daging dapat menjadi sumber daging dan produk lain tanpa mengganggu kelestariannya. Khusus untuk kancil dan sebangsanya pengelolaannya yang dikenal dapat dibagi atas 3 cara:

1.        Game Cropping.

 Mengambil (biasanya dengan menembak) secara selektif sebagian populasi di suatu National Park (taman nasional) atau dari suatu  Game Reserve”; sifatnya berupa “Game Culling”. Pengambilan sebagian dari populasi ini bertujuan untuk:

a.       Mengontrol populasi sesuai dengan  kapasitas tampung habitat

b.      Meningkatkan kualitas kawasan agar lebih produktif, misalnya mengurangi jumlah jantan tua.

Hasil “culling” tentu saja dapat digunakan untuk sumber daging dan produk lainnya. Sering dikatakan bahwa tanpa pendayagunaan berarti preservasi tersebut gagal. Sedangkan pengelolaan di suatu National Park pada umumnya oleh Pemerintah setempat.

2.      Game Ranching.

Pengelolaan satwa langka di luar National Park. Hewan dilepas dalam suatu habitat yang telah ditentukan. Tempat tersebut biasanya daerah yang tidak dapat digunakan untuk pertanian tanaman pangan ataupun untuk peternakan (misalnya di daerah yang curah hujannya rendah, berbukuit-bukit dsb). Dapat diusahakan oleh Pemerintah maupun swasta.

3.      Game Farming.

Cara pengelolaan inilah yang menedekati ataupun menyerupai  apa yang disebut “peternakan”. Kalau kata  game” diganti dengan salah satu komoditi hewan (misalnya kancil) maka pengelolaan tersebut akan menjadi “ Mouse deer Farming” atau “Peternakan kancil”. Hewan dengan cara pengelolaan ini, dipelihara relatif lebih intensif. Produksinya diperjual belikan dalam keadaan hidup atau dalam bentuk karkas (sudah dipotong).

G. TANGGAPAN MASYARAKAT DAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN.

Tanggapan masyarakat terhadap domestikasi kancil ini dapat dikatakan positif. Meskipun di Indonesia, kancil yang diternakkan dengan tujuan komersial belum ada, jika ada yang memelihara sifatnya adalah berupa hobbi saja. Karena merupakan hewan yang dilindungi, maka hobbi tersebut (rupanya) tidak sampai meningkat menjadi usaha komersial. Dengan demikian, saat ini kancil belum termasuk ternak yang berada di bawah pengawasan Direktorat  Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, melainkan di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam (PHPA, sekarang namanya ?), Departemen Kehutanan.

Walaupun di atas tadi dikatakan bahwa pemerintah belum jelas pandangannya tentang peningkatan daya guna satwa liar sebagai penghasil daging, namun Ditjen Peternakan minimal dalam tahun 1984 sudah mulai pula mengkaji kemungkinan tersebut. Mudah-mudahan dapat dikembangkan dengan komoditi/sumber daya hewani lainnya dalam waktu yang tidak lama, sebelum terlambat.

 

H. KESIMPULAN

            Pada dasarnya di daerah tropis banyak terdapat sumberdaya alam yang belum tertangani secara optimal, termasuk di dalamnya satwa langka. Budidaya satwa langka merupakan tindakan yang sangat tepat baik ditinjau dari sudut pelestarian sumberdaya fauna maupun upaya peningkatan manfaat bagi masyarakat luas, dalam rangka penganekaragaman sumber protein hewani. Kriteria dasar dalam menentukan spesies satwa langka yang kemungkinan dapat dibudidayakan antara lain  domestikasi, pengelolaan, pakan, perilaku, reproduksi dan preferensi konsumen terhadap hasilnya (daging).

 

BAHAN ACUAN.

1. Anonimus, 1978. Pedoman Pengelolaan Satwa Langka. Jilid I. Departemen Kehutanan. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Bogor.

2. Hartutik, 2001. Prospek Pembangunan Bahan Pangan Lokal sebagai Pakan Ternak untuk Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah. Pidato Ilmiah dalam Rangka Dies Natalis ke-38 Universitas Brawijaya, Malang.

3. Israil, I; Rosyidi, D. dan Kusmartono, 1998. Upaya Penangkaran Kancil (Tragulus javanicus) dengan Cara Pendayagunaan sebagai Hewan Ternak Penghasil Daging dan Kemungkinan Pelestariannya dengan Metode Nucleus Flock dan Multiplier Flock. Laporan dan Kertas Kerja Riset Unggulan Terpadu. Universitas Brawijaya Malang.

4. ----------, 2000. Studi  tentang  Biologi   Reproduksi, Perkembangbiakan dan Kebutuhan Pakan Kancil yang Dipelihara di Penangkaran. Laporan Riset Unggulan Terpadu VI.  Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dewan Riset Nasional.