ฉ 2003  Erwan                                                                       Posted:  5 November 2003

Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pascasarjana/S3

Institut Pertanian Bogor

November  2003

 

Dosen :

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

 

PEMANFAATAN NIRA AREN DAN NIRA KELAPA SERTA POLEN AREN SEBAGAI PAKAN LEBAH UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI MADU Apis cerana

  

 

 

Oleh:  

 

E R W A N

D 061020151

E-mail: erwan922003@yahoo.com

 

Latar Belakang.

Usaha budidaya lebah madu Apis cerana telah lama dikenal dan dilakukan oleh masyarakat pedesaan terutama disekitar kawasan hutan dan kawasan pertanian  lainnya. Usaha ini menjadi salah satu alternatif mata pencaharian masyarakat disekitar kawasan yang relatif menyerap biaya produksi rendah, namun dapat memberikan kontribusi  berupa pendapatan yang cukup tinggi.

Pengembangan usaha ini dapat dijadikan sebagai suatu peluang usaha agribisnis yang mempunyai prospek yang baik. Hal ini dapat terlihat dari permintaan madu lebah A. cerana yang terus meningkat setiap tahun.  Selain menghasilkan  madu, usaha perlebahan ini juga mampu menghasilkan produk-produk lain seperti royal jelly, polen, sengat lebah, lilin dan bibit lebah.

Untuk menghasilkan madu dalam jumlah yang cukup, sangat dibutuhkan pakan lebah berupa nektar dan polen yang ketersediaannya harus terjaga setiap saat secara berkesinambungan. Sampai saat ini pakan lebah yang diberikan masih mengandalkan pada tanaman-tanaman yang tumbuh secara alami. Menurut Sukartiko (2000) bahwa penyediaan tanaman pakan lebah masih sangat terbatas pada beberapa jenis tanaman seperti kapuk randu, karet, lengkeng, durian dan jagung, dimana jenis-jenis tanaman tersebut mempunyai pola pembungaan  yang terbatas. Dilaporkan oleh    RLKT (1997) bahwa kebanyakan tanaman yang menjadi sumber pakan lebah berbunga antara bulan Mei sampai dengan bulan Agustus dan hanya sedikit tanaman berbunga pada bulan September dan Oktober. Dengan pola pembungaan tanaman yang demikian, maka produksi madu yang dihasilkan lebah A. cerana  sangat sedikit jumlahnya dan ketersediaannya juga sangat berfluktuasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa jumlah produksi madu lebah        A. cerana  masih sangat rendah antara 5 – 10 kilogram perkoloni pertahun. Disamping itu dengan pola pembungaan tanaman yang demikian akan terjadi musim paceklik pakan yang cukup panjang dimana pada saat tersebut lebah-lebah tidak mampu untuk berproduksi. Kerugian lain yang dapat ditimbulkan adalah kaburnya lebah-lebah  dari sarang untuk mencari lokasi baru yang diharapkan.

Untuk menanggulangi keadaan di atas perlu dicari alternatif tanaman lain sebagai pakan lebah yang dapat menghasilkan nektar dan polen sepanjang tahun, mudah didapat dan murah harganya. Alternatif tanaman tersebut adalah tanaman aren (Arenga pinnata) dan tanaman kelapa (Cocos nucifera). Kedua tanaman ini cukup banyak dijumpai dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Tanaman ini dapat mengeluarkan nira setiap saat  yang berupa cairan manis tanaman dari hasil sadapan. Berdasarkan pertimbangan tersebut dirasakan perlu untuk melakukan penelitian tentang pemanfaatan  nira aren dan nira kelapa serta polen aren untuk meningkatkan produksi madu  A. cerana.

 

Jenis Lebah Madu.

Lebah madu termasuk famili Apidae dan hingga kini terdapat sembilan jenis lebah madu yang ada didunia. Dari sembilan jenis lebah madu tersebut enam diantaranya merupakan jenis lebah madu asli Indonesia. Keenam jenis lebah madu tersebut adalah A. dorsata, A. cerana, A. andreniformis,             A. koschevnikovi, A. nigrocincta dan A. nuluensis (Hadisoesilo,2001). Tiga jenis lebah lainnya adalah A. florea, A. laboriosa yang terdapat diHimalaya dan A. mellifera yang berasal dari Eropa dan Afrika.

Di Indonesia A. dorsata merupakan jenis lebah madu yang ukuran tubuhnya paling besar diantara jenis lebah madu lainnya dan masih hidup secara liar dihutan-hutan. Lebah ini cukup produktif, namun mempunyai sifat yang  sangat agresif sehingga sampai saat ini belum berhasil dibudidayakan. Menurut Hadisoesilo (2000) bahwa lebah ini merupakan penghasil madu terbesar sampai saat ini dan dibeberapa daerah di Indonesia telah dikenal cara-cara tradisional untuk membuat tempat bersarang dari lebah ini seperti sungau, tingku dan tikung.

Apis cerana mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil dari A. dorsata, namun penyebaran lebah ini cukup luas meliputi hampir seluruh wilayah Indonesia (Soerjono, 1985). Sifat lebah ini tidak begitu agresif, namun suka berpindah tempat. Produksi madu yang dihasilkan masih rendah antara          5 – 10 kilogram ( RLKT, 1998).

Apis andreniformis adalah jenis lebah yang mempunyai ukuran tubuh paling kecil dan umumnya  mempunyai produksi madu yang sangat rendah sehingga kurang menguntungkan untuk dipelihara.

Sampai saat ini jenis lebah lokal yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah  A. cerana, namun dibeberapa daerah A. koschevnikovi dan A. nigrocincta juga telah dibudidayakan. Sifat umum dari A. cerana adalah tenang dan tidak begitu agresif, mudah dipelihara, adaptif terhadap lingkungan setempat serta cukup tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Peternak biasanya memelihara lebah ini pada areal-areal perkebunan, pinggiran kawasan hutan dan pekarangan rumah. Sifatnya yang sering kabur dari sarang menyebabkan peternak harus memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk menangkap koloni lebah ini.

 

Perangsang Lebah dalam Mencari Makanan.

Tidak semua tanaman dipilih oleh lebah untuk dikunjungi. Pilihan lebah terhadap jenis tanaman ditentukan oleh beberapa faktor antara lain adanya aroma yang menarik, tersedianya nektar tanaman, letak dari nektar dan adanya faktor-faktor penghambat seperti cuaca, faktor jarak dan adanya hama (Tjitrosoepomo, 1997;  Amir,  et al., 1986 ).

Aroma nektar dapat menjadi petunjuk adanya nektar bagi lebah. Lebah mempunyai indera pencium yang dapat bekerja secara cepat sehingga mampu mempersepsikan bau secara cepat dan tajam (Sihombing, 1997). Adanya organ pencium yang terdapat pada antena ini memungkinkan lebah dapat mengeksploirasi distribusi bau secara tepat pada suatu obyek makanannya.

Letak nektar pada tanaman juga mempengaruhi kunjungan lebah madu pada tanaman. Nektar-nektar yang terletak di dasar bunga yang sempit dan dalam kurang cocok bagi lebah karena lidah lebah tidak dapat mencapai lokasi nektar tersebut (Amir, et al., 1986).

Lebah madu sangat terangsang untuk mengunjungi tanaman yang mempunyai nektar cukup banyak. Dilaporkan oleh Shuel (1992) bahwa lebah-lebah pekerja akan mengisap nektar sampai habis jika pada tanaman tersebut terdapat nektar yang cukup banyak sehingga muatan yang besar akan diperoleh dalam waktu yang singkat yang memungkinkan bertambahnya jumlah perjalanan perhari bagi lebah-lebah pekerja, namun jika terdapat nektar yang sedikit pada tanaman maka lebah-lebah pekerja akan mengunjungi tanaman dalam jumlah yang banyak untuk dapat mengumpulkan nektar.

Pola sekresi nektar dari tanaman juga diduga menjadi salah satu penyebab aktivitas lebah. Hasil penelitian Heryanti (1994) menunjukkan bahwa lebah-lebah pekerja lebih banyak mengunjungi tanaman kaliandra bunga merah pada pagi hari daripada sore hari, karena pada pagi hari volume nektar yang ada cukup banyak sebagai akibat dari akumulasi sekresi nektar sejak sore dan malam hari.

 

 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Lebah.

 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan lebah madu adalah adanya ketersediaan pakan lebah sebagai penghasil nektar dan polen, lingkungan yang sesuai, populasi koloni yang tinggi dan kemampuan fisik lebah (Sulthoni, 1986).

 

1.Pakan Lebah.

Ketersediaan pakan lebah secara berkesinambungan yang mampu menghasilkan nektar dan tepung sari sangat menentukan keberhasilan usaha perlebahan. Oleh karena itu segala usaha yang diarahkan untuk menghasilkan sumber-sumber pakan lebah yang dapat tersedia  terus menerus sepanjang tahun menjadi suatu usaha yang sangat penting.

Lebah madu sangat membutuhkan pakan yang mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral, air dan lain-lain untuk kehidupannya. Pakan tersebut sangat penting untuk perkembangan koloni, perawatan ratu, peningkatan produksi telur dan produksi madu. Pakan lebah madu adalah  nektar, honey dew, polen dan air. Sumber karbohidrat sebagian besar diperoleh dari nektar, sedangkan sumber protein diperoleh dari polen.

 

1.1. Nektar.

Nektar adalah suatu larutan gula yang dihasilkan oleh tanaman dimana sebagian besar terdiri dari sukrosa serta mempunyai konsentrasi yang tidak tetap (Dade, 1985). Oleh karena itu lebah akan mencari nektar-nektar yang mengandung gula dari jenis sukrosa, sedangkan gula-gula yang berasal dari jagung kurang disukai karena jenis gula ini rasanya kurang manis (Soerjono, 1985).

Nektar merupakan bahan yang sangat diperlukan oleh lebah madu untuk melangsungkan kehidupannya. Nektar dibutuhkan sebagai sumber karbohidrat dan merupakan bahan utama penyusun madu. Sebagian besar energi yang diperlukan lebah madu berasal dari nektar. Disamping kaya akan berbagai karbohidrat seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa, nektar juga mengandung senyawa-senyawa pengandung nitrogen seperti asam-asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin, senyawa-senyawa aromatik dan juga mineral (Sihombing, 1997).

Tingkat konsentrasi dan banyaknya gula nektar  sangat berfluktuasi tergantung oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi kelembaban tanah, temperatur, angin dan lama sinar. Faktor internal adalah sebagian terletak pada tanaman itu sendiri seperti ukuran, umur, posisi, spesies, varietas dan kultivar (Hadisoesilo dan Furgala, 1986; Sihombing, 1997). Matangnya bunga tanaman tiga spesies sitrus dilaporkan akan menyebabkan terjadinya penurunan persentase sukrosa terhadap heksosa (Shuel, 1992).

Nektar dapat dibedakan menurut bagian tanaman yang menghasilkannya yaitu nektar flora bila dihasilkan dari dalam atau dekat bunga dan nektar ekstraflora bila dihasilkan dari bagian lain-lain tanaman selain bunga. Nektar ekstraflora ini dapat muncul pada batang, kotiledon, daun, stipula dan bunga daun  (Sihombing ,1997).

 

1.2. Nira.

Nira merupakan cairan manis yang terdapat di dalam bunga tanaman aren, kelapa dan lontar yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan cara penyadapan.

Pada umumnya masyarakat memanfaatkan  nira aren dan nira kelapa untuk pembuatan gula merah  dan gula semut, selain itu dapat digunakan  sebagai minuman segar baik dari niranya langsung maupun nira yang dibuat sirup.

Nira aren dan nira kelapa mempunyai beberapa perbedaan dari segi warna, aroma, rasa maupun kadar kotorannya. Nira aren terasa lebih manis, lebih jernih dan lebih segar daripada nira kelapa, namun jumlah padatan terlarut nira kelapa lebih tinggi daripada nira aren (Dyanti, 2002).

Dalam mencari makanan, lebah madu mengumpulkan cairan manis yang berasal dari berbagai nira tanaman. Dilaporkan oleh Crane (1980) bahwa lebah memperoleh makanannya pada cairan  yang keluar dari berbagai tanaman palem yang disadap,  disamping mengambil cairan yang berasal dari batang tebu yang telah dipotong.

 

1.3. Polen.

Polen merupakan alat kelamin jantan dari tanaman. Bentuknya dapat bermacam-macam seperti bulat bundar, bulat telur, bersudut dan lain-lain. Kadang-kadang tampak seperti butir-butir tepung yang sangat halus, kering dan ringan, namun ada pula yang berbentuk gumpalan-gumpalan besar dan berat sehingga tidak mudah terbawa oleh angin (Darjanto dan Satifah, 1990; Tjitrosoepomo, 1997). 

Polen merupakan sumber protein yang penting bagi lebah madu. Kandungan protein kasar polen bervariasi antara 8 – 40 %, selain itu juga polen mengandung sedikit karbohidrat, lemak dan mineral (Sihombing, 1997). Kesehatan koloni lebah sangat tergantung oleh adanya polen. Koloni-koloni lebah tidak mampu merawat, membesarkan dan memelihara anakan tanpa adanya polen. Demikian pula halnya dengan lebah ratu  tidak mampu menghasilkan telur dalam jumlah yang cukup banyak jika ketersediaan polen sangat sedikit ( Gary, 1992).

Lebah madu mengambil polen dari tanaman dengan jalan menjilat dan menggigit sehingga butiran-butiran polen menempel dibagian mulut dan menjadi lembab, sejumlah lain dapat langsung menempel pada bulu-bulu kaki dan badan lebah. Polen dipindahkan kekantung polen melalui dua cara, jumlah relatif kecil dapat langsung masuk kekantung karena kaki tengah digunakan untuk mendorong kebawah, tetapi jumlah yang lebih besar dipindahkan dahulu pada sisir polen dipermukaan kaki belakang, kemudian kaki lainnya menggerakkan polen-polen keatas dan kebawah sehinggga masuk kedalam kantung polen (Gary, 1992).

 

2.    Lingkungan.

Dalam kehidupan dan perkembangannya lebah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain ketersediaan pakan lebah maka faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban udara, curah hujan dan ketinggian tempat juga sangat menentukan perkembangan lebah madu (Widhiono, 1986).

Lebah madu merupakan golongan serangga berdarah dingin, sehingga sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu udara disekitarnya. Pada suhu dibawah 100C dapat mengakibatkan urat sayapnya menjadi lemah sehingga tidak mampu terbang. Suhu diatas 100C lebah mulai aktif dan kegiatannya akan meningkat dengan kenaikan suhu. Pada suhu 330C - 350C lebah ratu mulai aktif bertelur, sedang pada suhu diatas 350C kegiatan lebah dalam membuat lilin dan sarang akan lebih meningkat  (Rismunandar, 1990).

Koloni lebah mempunyai cara-cara yang unik untuk mempertahankan temperatur didalam sarangnya. Khusus untuk daerah tetasan harus dijaga agar tetap pada suhu 330C – 360C. Bila temperatur turun langkah pertama yang dilakukan adalah membentuk kelompok baris padat. Semakin rendah suhu  maka kelompok makin dirapatkan. Kelompok baris padat biasanya dibentuk bila suhu lingkungan berkisar 140C – 180C. Selain dengan cara tersebut lebah juga mampu membangkitkan panas dengan mematabolismekan madu dan menggerak-gerakkan otot dadanya. Dengan menggabungkan cara-cara tersebut koloni lebah madu mampu bertahan hidup walau temperatur lingkungan turun sangat rendah (Sihombing, 1997).

Kemampuan lebah untuk mempertahankan kehangatan kondisi mikroklimat merupakan adaptasi secara langsung untuk terbang. Adapun cara yang ditempuh  adalah melalui pengendalian terintegrasi antara produksi dan pelepasan panas. Mekanisme ini dapat menyebabkan menurunnya aktivitas lebah dalam mencari makanan sehingga akan dapat mempengaruhi perkembangan koloni selanjutnya (Seeley, 1985).

 

Kemampuan Lebah dalam Pengumpulan Nektar dan Polen.

Masing-masing lebah mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam pengumpulan nektar dan polen tanaman. Menurut Dade (1985) kemampuan lebah untuk membawa nektar adalah 100 miligram, namun rata-rata yang dibawa bervariasi antara 20 – 40 miligram. Beban nektar yang besar dapat memiliki berat 70 miligram atau 85 % dari berat tubuh lebah. Faktor utama yang menentukan banyaknya nektar yang dikumpulkan adalah kapasitas kantung madu yang tergantung ukuran tubuh lebah, keadaan cuaca dan pengalaman dari lebah pekerja.

Lebah-lebah pekerja yang keluar mencari makanan, ada yang khusus mencari nektar, polen atau kedua-duanya nektar dan polen. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap lebih dari 13.000 ekor lebah pekerja yang keluar mencari makanan didapat hasil bahwa hanya 25 % yang mencari polen, 58 % mencari nektar dan 17 % yang membawa polen dan nektar (Gary, 1992).

Lebah madu sangat selektif terhadap konsentrasi gula nektar. Semakin tinggi tingkat konsentrasi gula nektar maka semakin sedikit jumlah lebah yang berkunjung. Hasil penelitian Pusbahnas (1991) menunjukkan bahwa pada konsentrasi gula nektar 25,5 % pada tanaman Acacia mangium   maka jumlah lebah pekerja yang berkunjung sangat sedikit yakni hanya 45 ekor. Hal ini diduga sebagai akibat dari semakin tingginya konsentrasi gula nektar yang diikuti oleh berkurangnya volume sekresi nektar dan keadaannya sangat pekat sekali sehingga lebah akan kesulitan untuk mengambil nektar tersebut.

Pollen yang dikumpulkan oleh lebah-lebah  pekerja sangat bervariasi tergantung pada spesies dan kondisi bunga, suhu, kecepatan angin, kelembaban dan faktor-faktor lain yang memungkinkan. Apis cerana  mengumpulkan polen dari berbagai macam ukuran mulai dari yang kecil seperti polen putri malu (Mimosa pudica) sampai pada polen yang sangat besar (Zea mays), namun tidak semua polen disukai oleh lebah madu seperti pollen bunga gamal (Gliricidia sp) walaupun ukurannya kecil dan permukaannya halus tidak diambil oleh lebah (Hadisoesilo, 1989). Selanjutnya dinyatakan bahwa  A. cerana menyukai polen tidak hanya tergantung oleh ciri-ciri khas polen saja, namun faktor-faktor lain seperti kandungan zat-zat tertentu, aroma yang menarik dan letak dari polen ikut menentukan daya tarik polen untuk diambil  oleh lebah.

Dalam melakukan aktivitas bekerjanya A. cerana memulai lebih awal dalam mencari makanan dibanding dengan A. mellifera dan berhenti lebih lambat. Hasil penelitian Verma dan Dulta (1986) menyebutkan bahwa A. cerana mulai bekerja mencari makanan pada pukul 06.03  dan berhenti bekerja pada pukul 19.13 sedangkan A. mellifera mulai bekerja pada pukul 06.27  dan berhenti bekerja pada pukul 18.55 .

 

Produksi  Madu.

Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman atau ekskresi serangga  (BSN, 2002).

Berdasarkan asal cairan yang diambil oleh lebah, madu dibedakan atas tiga jenis yaitu madu nektar, honey dew dan madu buatan. Madu nektar berasal dari cairan nektar baik dari satu macam bunga (monoflora), beberapa macam bunga (polyflora) ataupun dari lain-lain bagian tanaman selain bunga (extraflora). Honey dew berasal dari cairan manis yang dikeluarkan oleh insekta pengisap tanaman yang dikumpulkan dan disimpan oleh lebah didalam sarangnya. Sedangkan  madu buatan adalah madu  yang berasal dari cairan gula yang dikumpulkan dan disimpan oleh lebah didalam sarang (Sukartiko, 1986).

Nektar tanaman merupakan bahan penyusun utama madu. Jumlah madu yang dihasilkan sangat tergantung dari jumlah total nektar  yang disekresikan oleh tanaman dan tingkat konsentrasi gula nektar (Hadisoesilo, 1981). Nektar yang diisap oleh lebah kemudian dikumpulkan  dalam suatu kantung khusus didalam tubuh yang disebut dengan perut madu. Setelah itu lebah-lebah pekerja akan membawa membawa nektar kesarang dan memberikannya kepada lebah-lebah pekerja lain yang bertugas menerima nektar. Sejumlah air yang cukup besar diuapkan dari nektar dan diperkaya dengan sekresi lebah seperti enzim, selanjutnya nektar disimpan dalam sel-sel madu yang kosong sampai penuh. Sementara proses inversi berlangsung terjadi pula penurunan kadar air. Penurunan kadar air ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara cairan bakal madu dengan udara luar. Hal ini berlangsung terus  dengan bantuan kipasan sayap yang dapat mengatur  kelembaban udara sehingga didapat kadar air sekitar 15 – 20 % (Winarno, 1981). Proses utama yang terjadi adalah dekomposisi sukrosa  menjadi glukosa dan fruktosa serta terjadinya penurunan kadar air.

Penambahan polen alam dalam pakan juga dilaporkan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap peningkatan produksi madu. Berdasarkan hasil penelitian Dowll (1970) yang disitasi Soeminta (1995) bahwa koloni lebah madu yang diberikan pakan yang mengandung polen alam mampu memproduksi madu 38% lebih banyak dibandingkan dengan koloni-koloni yang diberi pakan yang tidak mengandung  polen alam.

 

Mutu Madu.

Mutu madu sangat tergantung dari sumber nektar disamping faktor-faktor lain seperti teknologi proses, peralatan panen serta wadah untuk menyimpan madu.  Sebagai bahan penyusun utama madu, maka nektar mempunyai peranan penting dalam menentukan komposisi kimia madu.        Di Indonesia persyaratan mutu madu yang berlaku saat ini didasarkan pada SNI 01-3545-94 yang telah direvisi seperti tercantum pada Tabel 1.

Kadar air madu sangat beragam tergantung pada sumber nektar, keadaan cuaca dan cara panen. Dengan sifatnya yang hygrokopis maka madu sangat mudah menarik air dari udara sekeliling, sehingga kadar air madu dapat menjadi lebih tinggi jika penanganannya tidak dilakukan dengan hati-hati. Menurut Winarno (1981) bahwa madu yang telah matang dan tua mempunyai kadar air  17,4 % atau lebih rendah dan pada kadar air tersebut madu aman terhadap serangan ragi dan fermentasi.

Madu bersifat asam dengan kisaran pH 3,4 – 6,1. Rasa asam pada madu berasal dari senyawa organik dan anorganik. Asam organik yang dominan pada madu adalah asam glukonat yang merupakan perombakan glukosa oleh enzim glukosaoksidase sedangkan asam format terdapat dalam jumlah yang kecil (Achmadi, 1991).

Gula reduksi merupakan gula yang dihasilkan dalam proses inversi oleh enzim invertase lebah dalam sukrosa nektar menjadi glukosa dan fruktosa pada madu.

 

Tabel 1. Standard mutu madu Indonesia (Rev SNI 01-3545-1994).

__ญญญญ____________________________________________________________

Komponen                                    Satuan                          Standard

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kadar air                                            %                      maksimal  22 %

Sukrosa                                             %                      maksimal  5 %

Gula reduksi                                      %                      minimal  65 %

Abu                                                    %                      maksimal  0,5 %

Padatan tak larut                               %                      maksimal  0,5 %

Keasaman                                         mek                  maksimal  50 mek/kg

Aktivitas diastase                               DN                   minimal  3 DN

Hidroksimetilfurfural (HMF)             mg/kg                 maksimal  50 ppm

______________________________________________________________

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2002)

 

 

PENUTUP

Tanaman aren dan kelapa cukup banyak dijumpai dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia, oleh karena itu kertersediaan nira dari kedua tanaman ini cukup berlimpah.

Pemanfaatan nira aren dan nira kelapa dapat menjadi alternatif pakan lebah yang selama ini menjadi kendala dalam pengembangan produksi usaha budidaya lebah madu.

Pemberian nira sebagai sumber energi dan polen aren sebagai sumber protein lebah diharapkan mampu meningkatkan jumlah populasi lebah pekerja dan ketersediaan bahan penyusun utama madu sehingga berdampak pada peningkatan jumlah produksi madu.

 

DAFTAR   PUSTAKA

 

Achmadi, 1991. Analisa Kimia Produk Lebah Madu. Pelatihan Staff Laboratorium Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halaman 1-5

 

Amir, M ; Pujiastuti dan Sudarman, 1986. Pengaruh bentuk dan warna bunga terhadap daya tarik lebah madu. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahtraan Masyarakat. Perum Perhutani, Jakarta. Halaman 65-68

 

Badan Standardisasi Nasional, 2002. Madu (Rev SNI 01-3545-1994). Pusat Standardisasi dan Akreditasi Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta.

 

Crane, E. 1980. Bees and Beekeping. Science, Practice and World Resources. Comstock Publishing Associates a division of Cornell University  Press. Ithaca, New York. Pp 364

 

Dade, H.A., 1985. Anatomy and Disection of Honey Bee. International Bee Research Association, London. Pp 47-50

 

Darjanto dan Satifah, 1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Tehnik  Penyerbukan Silang Buatan. Penerbit  PT. Gramedia, Jakarta.

 

Dyanti, 2002. Studi Kompratif Gula Merah Kelapa dan Gula Merah Aren. Skripsi. Jurusan Teknologi  Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halaman 26-40

 

Gary, N.E., 1992. Activities and Behaviour of Honey Bee. In J.M Graham (eds), The Hive and the Honey Bee. Dadant and Sons, Hamilton, Illionis. Pp 322-328

 

Hadisoesilo, 1981. Nectar A. Literature Riview. Belum dipublikasikan.

 

________, 1989. Beberapa ciri khas tepungsari tanaman pakan lebah. Buletin Penelitian Kehutanan. Volume V(1)

 

________, 2000. Sungau, Tingku dan Tikung  Tempat Bersarang Buatan untuk Apis dorsata. Prosiding Temu Usaha Perlebahan. Direktorat Jendral  Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. Halaman 1-7

Hadisoesilo, 2001. Keanekaragaman Species Lebah Madu Asli Indonesia. Biodiversitas. Journal of Biological Diversity. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Voleme 2(1) : 123-125.

 

Hadisoesilo dan Furgala, 1986. The effect of cultivar, floral stage and time of day on the quantity and quality of nectar extracted from oilseed sun flower (Helianthus annus L.) in Minnesota. American Bee Journal. Volume 126(9) : 630-632

 

Heryanti, E, 1994. Perilaku sekresi nektar tanaman kaliandra bunga merah di Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang Bogor dan Unit Pelaksana Pengembangan  Perlebahan Gunung Arca Sukabumi. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Halaman 44-47

 

Pusbahnas, 1991. Pendugaan potensi extrafloral tanaman Acacia mangium sebagai sumber pakan lebah. Pusat Perlebahan Nasional Parungpanjang, Bogor. Halaman 20-25

 

Rismunandar, 1990. Berwiraswasta dengan Beternak Lebah. Penerbit Sinar Baru, Bandung.

 

Rehabilititasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1997. Inventarisasi potensi tanaman pakan lebah di Nusa Tenggara Barat. Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Dodokan Moyosari, Mataram. Halaman 30-35

 

Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah,   1998. Inventarisasi potensi lebah hutan di Nusa Tenggara Barat. Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Dodokan Moyosari, Mataram. Halaman 23-25

 

Seeley, T.D., 1985. Honey Bee Ecology : A study of adaptation in social life. Princeton University Press, New Jersey, USA.

 

Shuel, R.W., 1992. The Production of Nectar and Pollen. In J.M Graham (eds), The Hive and the Honey Bee. Dadant and Sons, Hamilton, Illionis. Pp 401-425

 

Sihombing, D.T.H., 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

 

 

 Soeminta, D.S., 1995. Pengaruh pemberian ransum makanan buatan terhadap pertumbuhan dan perkembangan koloni lebah madu Apis mellifera Linn. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Halaman 44-51

 

Soerjono, R., 1985. Perlebahan di Daerah Beriklim Tropis dan Sub Tropis. Perum Perhutani, Jakarta.

 

Sukartiko, 1986. Prosessing Madu Lebah. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahtraan Masyarakat. Perum Perhutani, Jakarta. Halaman 129-133

 

Sukartiko, 2000. Permasalahan dalam Usaha  Perlebahan diIndonesia. Prosiding Temu Usaha Perlebahan. Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen  Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta. Halaman 1-9

 

Sulthoni, A., 1986. Aspek biologi lebah madu sebagai faktor utama pengembangan budidaya di Kehutanan. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahtraan Masyarakat. Perum Perhutani, Jakarta. Halaman 29-33

 

Tjitrosoepomo, G., 1997. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

 

Verma dan Dulta, 1986. Foraging behaviour of Apis cerana indica and Apis mellifera in pollinating apple howers.  Journal of Apicultural Research.

 

Widhiono, M.Z., 1986. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penambahan sel dalam sisiran lebah madu. Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Lebah Madu untuk Peningkatan Kesejahtraan Masyarakat. Perum Perhutani, Jakarta. Halaman 39-41

 

Winarno, F.G., 1981. Madu Teknologi, Khasiat dan Analisa. Ghalia Indonesia, Jakarta.