© 2003  Khursatul Munibah                                 Posted:  15 November 2003

Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pascasarjana/S3

Institut Pertanian Bogor

November  2003

 

Dosen :

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

 

 

 

PERANAN IMAJINASI  DALAM PENELITIAN

 

 

Oleh:

 

Khursatul Munibah

 

E-mail: khursatul@yahoo.com

           

Tulisan ini sumber utama dari buku yang berjudul The Art of Scientific Investigation  oleh Beveridge W.I.B. tahun 1961. Walaupun buku ini terbitan tahun lama (1961), namun masih tetap relevan untuk dibaca oleh calon-calon peneliti. Tulisan ini hanya mengambil satu bab dari buku tersebut yaitu bab imagination.

            Imajinasi adalah daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambaran suatu kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990).

Setiap mahluk hidup, sejak lahir telah diberi kemampuan untuk mengenali lingkungan sekelilingnya. Kemampuan tersebut berkembang sejalan dengan pengalaman, semakin bertambah pengalaman seseorang, maka semakin bagus daya pikirnya Daya pikir ini dapat divisualisakan dalam bentuk gambar, tulisan, percakapan, isyarat, dsb. Sebagai contoh, penggambaran denah Kampus IPB Baranangsiang merupakan visuslisasi daya pikir seseorang, karena sebelum denah dibuat orang tersebut telah memikirkan atau membayangkan posisi Kampus IPB, jalan tol, Tugu Kujang, Kebun Raya dsb yang kemudian disajikan dalam bentuk gambar (denah).

            Pokok bahasan yang terkait dengan imajinasi adalah berfikir produktif (productive thinking), berbuat kesalahan (false trails), keingintahuan sebagai pemacu untuk berfikir (coriosity as an incentive to thinking); diskusi sebagai pendorong pikiran untuk berpikir (discussion as a stimulus to the mind); berfikir yang terkondisikan (conditioned thinking).

 

Berfikir Produktif  (Productive Thinking)

 

Seseorang untuk dapat berfikir produktif diawali dengan kesadaran bahwa kesulitan atau masalah yang muncul dapat menjadi perangsang atau pendorong seseorang untuk berfikir, sehingga muncul ide atau gagasan dalam rangka untuk menjawab atau memecahkan masalah tersebut. Selanjutnya ide atau gagasan yang muncul dalam pikiran dapat diterima atau ditolak tergantung pada apakah ide atau gagasan tersebut telah memecahkan masalah atau belum. Bila ditolak maka pikiran kembali ke tahap sebelumnya yaitu pada tahap mencari jawaban dari permasalahan tersebut.

            Kualitas dari ide atau gagasan yang muncul dalam pikiran tergantung pada pendidikan dan pengalaman dimasa lalu. Pengalaman ini dapat yang langsung (dialami sendiri) dan tidak langsung (dari teman, buku atau sumber-sumber lain). Ide atau gagasan ini dapat muncul setiap saat, misalnya pada saat seseorang memang sedang memikirkan masalahnya, atau sedang tidak memilikirkan masalahnya, atau sedang santai.

             Dewey memperkenalkan konsep reflective thinking yaitu berfikir yang terstruktur dan teratur, hal ini yang membedakan dengan berfikir bebas. Berfikir secara bebas sering terjadi pemikiran yang melompat karena ketidaksabarannya atau kemalasannya, misalnya tiba-tiba melompat ke kesimpulan. Hal ini tidak terjadi pada pemikir-pemikir yang terlatih (peneliti).

             Masalah atau kesulitan yang muncul pada seseorang, tergantung bagaimana orang itu menanggapinya. Bila orang itu menaggapi masalah tersebut dengan serius dan berusaha untuk mencari jawabanya secara terus menerus, akan muncul ide atau gagasan yang beragam atau bervariasi,  maka orang tersebut berfikir produktif. Tetapi bila orang itu tidak peduli dengan masalah tersebut, maka orang itu tidak berfikir produktif, karena ketidakpeduliannya sehingga tidak muncul ide atau gagasan. Semakin berfikir produkfit, maka semakin beragam atau bervariasi ide atau gagasan yang muncul.

 

Berbuat Kesalahan (False Trails)

 

            Imajinasi merupakan sumber inspirasi untuk mencari pengetahuan yang baru, tetapi dapat juga menjadi bahaya jika tidak dikuti dengan disiplin; selain itu imajinasi juga sumber frustasi bila tidak menjadi kenyataan. Imajinasi yang baik membutuhkan keseimbangan antara kecaman atau kritikan dan persetujuan. Imajinasi memberikan kesempatan pada seseorang untuk mengembara ke kegelapan yang tidak diketahui arah dan tujuannya tetapi dengan sinar pengetahuan yang dimiliki, seseorang tersebut menjadi tahu tentang sesuatu. Tetapi bila imajinasi tersebut diuji dengan seberapa banyak bukti yang ada, maka dibutuhkan perhatian dari pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki. Banyak hipotesa yang membuktikan suatu kesalahan, Faraday dalam Baveridge (1961) menulis bahwa:

            Sedikit orang yang tahu berapa banyak ide atau gagasan dan teori yang  terfikirkan oleh ilmuwan dimana ide atau gagasan itu  telah menghancurkan bakat dan rahasia mereka karena kritikan yang keras dan pengujian yang bertentangan; sedang yang sukses (menjadi kenyataan ) tidak lebih dari sepersepuluh dari ide atau gagasan yang  terfikirkan.

    

             Tragedi ilmu yang besar terjadi bila hipotesa yang baik terbunuh oleh kenyataan yang buruk (Huxley T.H dalam Beveridge, 1961) atau bila ide yang cemerlang terbukti salah. (Burnet F.M. dalam Beveridge 1961). Namun demikian, kesalahan adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi serta tidak perlu dicela, karena kesalahan tersebut dapat dideteksi dan dikoreksi di lain waktu. Ilmuwan yang terlalu takut berbuat kesalahan, sehingga ilmuwan tersebut tidak berbuat apa-apa baik suatu kesalahan atau ide atau gagasan. Rasa khawatir berbuat kesalahan merupakan kematian dari suatu kemajuan.

Berbedaan antara peneliti dengan bukan peneliti adalah reaksi terhadap kesalahan yang ditemukan. Seorang peneliti yang produktif tidak akan takut untuk melakukan spekulasi dan menanggung resiko dari suatu kegagalan, justru mereka akan membuat suatu pengujian terhadap kesalahan yang telah ditemukan sebelumnya.

            Ide atau gagasan yang muncul dalam pikiran harus dibuktikan, apakah ide atau gagasan itu benar atau salah. Ilmuwan harus berani menghadapi kenyataan bila ide atau gagasan tersebut salah maksudnya tidak sesuai dengan kenyataan, justru kesalahan itu harus dicari jawabannya, mengapa terjadi demikian.

 

Keingintahuan Sebagai Pemacu Berfikir  (Curiosity as an Incentive to Thinking)

 

            Seperti dengan hewan, manusia sejak dilahirkan telah memiliki naluri ingin tahu. Orang dewasa memiliki rasa keingintahuan yang cukup tinggi sebagai contoh keingintahuan tentang dunia dimana dia tinggal (seberapa keras atau lemah, bergerak atau tetap, apakah sesuatu jatuh ke bawah, dan pengetahuan lain yang membutuhkan kemampuan untuk  menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya). Berbeda dengan bayi  yang rasa keingintahuannya masih rendah. Orang pada usia sekolah yang berada pada masa perkembangan, dimana pengetahuan baru yang dipoleh (dari pelajaran di sekolah), akan diikuti dengan observasi, membaca, diskusi dengan orang. Rasa ingin tahu orang pada usia sekolah muncul diawali dengan rangsangan dari orang lain (gurunya), sedang orang dewasa, rasa ingin tahu itu muncul dengan sendirinya karena kepekaannya terhadap lingkungan di sekitarnya.  

            Keingintahuan dari ilmuwan biasanya berhubungan dengan pencarian pengetahuan tentang sesuatu atau kekurangpuasan terhadap suatu penjelasan. Penjelasan biasanya memuat informasi adanya observasi yang baru, ide untuk menerima kenyataan atau hanya berupa ide saja.

            Kenyatann menunjukkan bahwa dorongan atau rangsangan yang dapat menghasilkan ide atau gagasan, karena adanya kesadaran terhadap suatu kesulitan atau masalah yang telah menjadi kenyataan tetapi belum memuaskan secara ilmiah. Manusia yang tidak memiliki rasa keingintahuan terhadap sesuatu, biasanya jarang mendapatkan dorongan atau rangsangan untuk berfikir, tetapi manusia yang memiliki rasa keingintahuan terhadap sesuatu, biasanya sadar terhadap suatu masalah dengan mengajukan pertanyaan mengapa atau bagaimana proses itu bekerja atau sesuatu itu terjadi.

 

Diskusi sebagai Pendorong Pikiran (discussion as a stimulus to the mind)

 

            Diskusi dengan teman atau orang awam dapat bermanfaat dalam beberapa hal yaitu:

1.      Orang lain baik yang berlatar belakang pengetahuan yang sama atau yang tidak sama, dapat menyumbangkan saran yang berguna. Saran yang datang dari orang yang berlatar belakang sama, saran itu dapat langsung pada pemecahan masalah. Tetapi saran yang datang dari orang yang tidak berlatar belakang sama, maka saran ini tidak secara langsung pada pemecahan masalah karena pada umumnya pengetahuan seseorang ini  tidak akan sedalam dengan orang yang memang bekerjanya berkaitan dengan masalah tersebut. Tetapi dengan latar belakang pengetahuan yang berbeda, masalah itu dapat dianalisa  dengan aspek dan pendekatan yang berbeda.

2.      Ide atau gagasan yang baru dapat muncul dari gabungan informasi atau ide dari dua atau lebih orang. Kemudian ilmuwan itu sendiri dapat mengemukakan  alasan dengan mendasarkan pada pendapat mereka.

3.      Diskusi dapat digunakan untuk mendeteksi kesalahan yang tidak muncul. Ide yang didasarkan pada informasi yang salah dapat dikoreksi dari diskusi.

4.      Diskusi dan pertukaran pandangan biasa dapat menyegarkan kembali, memacu dan menggali ilmu pengetahuan, khususnya ketika seseorang dalam kesulitan dan kekhawatiran.

5.      Fungsi dari diskusi untuk menghindarkan diri dari frustasi karena memikirkan masalah yang masih buntu pada saat itu..

 

Berfikir yang Terkondisikan (Conditioned  Thinking)

 

            Masalah yang belum terpecahkan atau kesalahan yang muncul berkali-kali sehingga mendorong seseorang untuk terus dan terus berfikir, dengan demikian, perilaku untuk berfikir menjadi terkondisikan atau terbiasa. Hal ini mendoronng seseorang untuk belajar kepada orang lain baik melalui berbincang-bincang atau dengan membaca. Tetapi kejadian sebaliknya dapat terjadi yaitu frustasi yang dapat muncul antaran lain karena masalah yang tidak kunjung selesai atau kesalahan yang muncul secara terus menerus atau adanya kritikan/kecaman yang tajam terhadap sebuah ide atau gagasan yang terfikirkan oleh ilmuwan. Seperti pepatah yang dikemukakan Nicolle, dimana  semakin lama seseorang berada suatu kesulitan atau masalah, maka semakin kecil semangat untuk memecahkannya.

            Dua cara untuk menghindari frustasi dari perilaku berfikir yang terus-menerus terhadap masalah yang buntu yaitu 1) berhenti sementara dan atau 2) diskusi. Pertama, berhenti sementara dalam beberapa hari atau minggu untuk tidak memikirkan masalah yang masih terus bermasalah karena belum terpecahkan atau kesalahan yang muncul berkali-kali. Kemudian pada saat kembali lagi pada masalah tersebut kemungkinan akan terjadi a) lupa pada masalahnya; b) ingat dengan semangat yang menurun; c) ingat dengan pikiran lebih segar; d) ingat dengan ide atau gagasaan yang baru. Untuk menghindari itu semua, sebaiknya masalah yang bermasalah tersebut dituangkan dalam sebuah tulisan (peper), supaya tetap ingat setiap saat akan dibuka kembali, bahkan dengan ide atau gagasan yang baru untuk menyelesaikannya.

            Kedua, diskusi  dapat memecahkan kebuntuan suatu masalah. Diskusi dapat dilakukan dengan orang yang berlatar belakang sama atau tidak seperti telah dijelaskan pada uraian sebelumny. Penjelasan  masalah yang bermasalah tersebut kepada orang lain, terutama pada orang-orang yang berbeda bidang keahliannya, hal ini perlu dilakukan  untuk mengklarifikasi  bahwa aspek-aspek dari masalah itu telah dibahas sampai pada tahap tertentu dan masih bermasalah pada beberapa bagian. Siapa tahu dengan adanya penjelasan itu, ada ide atau gagasan baru yang muncul walaupun itu datang dari orang yang berlatar belakang tidak sama. Bila suatu masalah telah buntu, langkah yang paling baik adalah memulai dari awal lagi, jika memungkinkan dengan pendekatan baru.

 

Kesimpulan

 

            Berfikir produktif dimulai dari kesadaran adanya kesulitan atau masalah. Ide atau gagasan pemecahan masalah yang mengalir dalam pikiran dapat diterima atau ditolak. Ide atau gagasan baru yang muncul dapat rasioanal dan atau fantasi. Pikiran yang kaya dengan ide atau gagasan ditunjukkan dengan jumlah ide atau gagasan yang banyak dan variasi ide atau gagasan yang beranekaragam. Ilmuwan terbiasa dengan penolakan ide atau gagasan yang dikemukakan karena bukti yang belum cukup. Imajinasi hanya mengantarkan pada satu jawaban yang benar, sedang yang lainnya dibuang.

            Peneliti jangan takut dengan kesalahan yang muncul pada saat melakukan pembuktian terhadap ide atau gagasan, karena kesalahan itu dapat diperbaiki pada waktu yang akan datang. Peneliti biasanya memiliki keingintahuan yang lebih tinggi untuk mencari kejelasan dari suatu fenomena yang belum diketahui.

            Diskusi merupakan pendorong untuk berfikir produktif dan diskusi harian  dengan teman secara informal juga sangat berguna. Dua cara untuk menghindari frustasi dari perilaku berfikir yang terus-menerus terhadap masalah yang buntu yaitu berhenti sementara dan atau diskusi dengan orang lain.

 

Daftar Pustaka

 

Beveridge, W.I.B, 1961. The Art of Scientific Investigation. Alfred A. Knoff, Inc. dan Random House, Inc. New York.

 

Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

 

Nigel J.T.Thomas, 2003. Imagination. Http://www.artsci.wustl edu/%7Ephilos/MindDict /imagination.thml.