©
2003 Marini Susanti Hamidun Posted 17 November
2003
Makalah Individu
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pascasarjana / S3
Institut Pertanian
Npvember 2003
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
PENANGKARAN KUPU-KUPU OLEH MASYARAKAT
DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS
Oleh:
Marini Susanti Hamidun
P062030181
e-mail :
rinidolfman@yahoo.com
Kupu-kupu
merupakan salah satu jenis satwa liar bangsa serangga yang memiliki keindahan
warna dan bentuk sayap. Di alam,
kupu-kupu memiliki nilai penting, yaitu sebagai
penyerbuk pada proses pembuahan bunga. Hal ini secara ekologis turut memberi andil
dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem dan memperkaya keanekaragaman hayati.
Secara ekonomi, kupu-kupu
mempunyai nilai jual yang tinggi dan merupakan obyek rekreasi. Potensi ekonomi inilah yang menyebabkan kupu-kupu banyak diburu
oleh wisatawan mancanegara, baik untuk dinikmati keindahannya di alam bebas
maupun untuk dikoleksi sebagai kenang-kenangan, atau untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. (Tikupadang dan Gunawan, 1977).
Di wilayah Kecamatan
Bantimurung Kabupaten Maros terdapat empat lokasi kawasan konservasi yang
mempunyai ratusan jenis kupu-kupu, yaitu Taman Wisata Alam Gua Pattunuang,
Taman Wisata Alam Bantimurung, Cagar Alam Bantimurung, dan Cagar Alam Karaenta.
Beberapa diantara jenis kupu-kupu ini merupakan kupu-kupu
endemik khas
Keberadaan
kupu-kupu di Bantimurung mengalami penurunan jumlah populasi dan jenis.
Pada tahun 1857 Wallace mencatat sebanyak ± 270 jenis kupu-kupu pada kawasan taman wisata ini (Anonim, 1998), namun Mattimu dkk. (1977) melaporkan hanya ±
108 jenis yang masih tersisa. Menghilangnya beberapa
jenis disebabkan oleh penangkapan dan perdagangan liar oleh masyarakat
setempat, selain faktor perusakan habitat. Diantara jenis-jenis yang masih tersisa tersebut
terdapat 5 jenis yang telah dilindungi serta 15 jenis yang tercatat dalam
daftar perdagangan kupu-kupu (Anonim, 1998).
Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kehutanan
dan Perkebunan Unit Konservasi Sumber Daya Alam untuk melindungi keberadaan
kupu-kupu dari ancaman kepunahan dan menjaga kelestariannya, antara lain adalah kegiatan
penangkaran oleh masyarakat setempat. Kegiatan ini dilakukan
melalui bantuan teknis pengadaan sarana penangkaran/budidaya kupu-kupu bagi
masyarakat di Kecamatan Bantimurung dan pembuatan percontohan penangkaran
(pylot project). Kegiatan penangkaran oleh masyarakat
diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat setempat tentang pentingnya
menjaga keberadaan kupu-kupu di alam dari penangkapan dan perdagangan liar,
selain untuk memberikan insentif ekonomi pada masyarakat.
BIOLOGI
DAN POTENSI KUPU-KUPU
Siklus hidup kupu-kupu dijalani
dalam empat fase, yaitu fase telur, fase larva, pupa, dan imago (dewasa). Penampilan, peranan, dan aktivitas
dari masing-masing fase berbeda. Telur dapat ditemukan
di bawah permukaan daun inangnnya. Larva atau ulat
merupakan fase makan, yang bisanya memakan daun tanaman inangnya. Dalam masa hidupnya larva mengalami beberapa kali tahapan moulthing yaitu pengelupasan dan pergantian
kulit yang disebut fase instar. Proses untuk menjadi pupa didahului oleh
adanya moulthing pada instar terakhir. Kulit pupa yang baru
berganti ini masih basah dan lunak. Setelah kurang lebih satu minggu
kulit pupa akan mengeras. Setelah
fase pupa, lahirlah imago. Sehari setelah menetas,
imago sudah dapat melakukan kopulasi. Seekor betina hanya dapat dikawini oleh seekor imago
jantan. Imago betina yang akan bertelur mencari daun
untuk meletakkan telurnya (Karangan, 1996).
Umumnya kupu-kupu dapat ditemukan
hampir pada setiap habitat.
Komponen habitat yang penting bagi kehidupan kupu-kupu adalah tersedianya
vegetasi sebagai sumber makanan, sebagai tempat berlindung dari serangan
predator atau gangguan lainnya, dan tempat untuk berkembang biak.
Keberadaan kupu-kupu di Bantimurung
tidak terlepas dari daya dukung habitatnya. Bentang alam Bantimurung dibentuk
oleh perbukitan karst dengan penutupan vegetasi perdu dan pohon yang berakar
kuat, serta adanya sungai-sungai yang mengalir (Sila, 1993).
Di alam, kupu-kupu banyak dijumpai di daerah tropika,
hidup di dalam
berbagai tipe habitat, mulai dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi.
Arti kupu-kupu bagi manusia tidak hanya sebagai obyek
yang memiliki keindahan, namun dalam banyak hal kupu-kupu memiliki arti penting
lain. Penyebaran geografi yang mantap dan keanekaragaman
kupu-kupu dapat memberikan informasi yang baik dalam studi lingkungan, sebagai
indicator lingkungan, serta perubahan yang mungkin terjadi. Kupu-kupu
juga memberi andil yang sangat berarti dalam mempertahankan keseimbangan alam,
dengan bertindak sebagai penyerbuk pada proses pembuahan bunga bersama hewan
penyerbuk lainnya.
Perburuan kupu-kupu di Indonesia
untuk kepentingan perdagangan telah menimbulkan permasalahan yang serius. Kecamatan Bantimurung dan hutan-hutan sekitarnya,
yang merupakan tempat wisata yang berdekatan dengan
Perdagangan kupu-kupu telah menjadi
bisnis yang penting. Kupu-kupu yang indah dan unik menjadi incara para ahli enotmologi,
museum, kolektor, dan orang-orang yang hobi kupu-kupu. Oleh karena itu sejumlah besar kupu-kupu dari berbagai jenis yang
tersebar di
KONSERVASI
KUPU-KUPU
Primack dkk. (1998), mengemukakan ada tiga kriteria yang dapat
digunakan untuk menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan spesies, yaitu :
1.
Kekhasan. Suatu
komunitas hayati diberi prioritas yang lebih tinggi bagi konservasi bila ia lebih banyak tersusun atas spesies endemik, daripada
spesies yang umum tersebar luas. Suatu spesies dapat diberi nilai konservasi
yang lebih tinggi bila secara taksonomis bersifat unik.
2.
Keterancaman. Spesies yang manghadapi ancaman kepunahan akan
lebih penting dibandingkan spesies yang tidak terancam kepunahan.
3.
Kegunaan.
Spesies yang memiliki kegunaan nyata atau potensial bagi manusia perlu
diberikan nilai konservasi yang lebih dibandingkan spesies yang tidak memiliki
kegunaan yang jelas bagi manusia.
Kepunahan suatu jenis satwa
sebagai sumber daya alam hayati merupakan kesalahan yang sangat serius dalam
memperlakukan alam, karena jenis yang punah tidak pernah akan
datang kembali. Kepunahan mengakibatkan hilangnya fungsi
komponen tertentu dalam jaring-jaring kehidupan, yang dapat mengganggu
kestabilan ekosistem. Keadaan ini dapat terjadi jika
banyak jenis kupu-kupu yang punah. Habitat yang rusak,
baik karena aktivitas manusia atau karena bencana alam, menjadi faktor utama
yang dapat mengakibatkan punahnya berbagai jenis kupu-kupu di alam, selain
karena penangkapan dan perdagangan besar-besaran dari alam (Amir dkk., 1995).
Tikupadang dan Gunawan
(1997), mengemukakan bahwa upaya untuk melindungi kupu-kupu yang terancam
punah, antara lain dengan menetapkan habitatnya sebagai kawasan konservasi.
Langkah awal untuk melindungi vegetasi habitat kupu-kupu di Bantimurung, sejak
tahun 1919 pemerintah Hindia Belanda menetapkan Bantimurung sebagai cagar alam,
yaitu kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan
tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya perlu dilindungi agar perkembangannya berlangsung secara alami. Selain itu, upaya untuk melindungi kupu-kupu yang terancam punah
adalah dengan menetapkannya sebagai satwa yang dilindungi pada perdagangan
internasional. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
576/kpts/1980 dan No. 716/kpts/1980, terdapat 20 jenis kupu-kupu yang
dilindungi
Upaya konservasi kupu-kupu dilaksanakan melalui dua
pendekatan, yaitu :
1.
Konservasi di
dalam kawasan (konservasi in-situ) dengan penekanan konservasi “ekosistem” atau habitat
alami kupu-kupu. Rusaknya habitat merupakan hal yang amat merugikan dalam
konservasi kupu-kupu. Makin meningkatnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan
sumber daya alam, mengakibatkan berubahnya komposisi organisme di dalam
ekosistem, yang pada gilirannya menjadi ancaman bagi kehidupan jenis kupu-kupu.
Umumnya kupu-kupu akan meninggalkan habitatnya yang
telah berubah, bahkan dapat mati karena tidak dapat menemukan makanannya yang
cocok. Pemeliharaan habitat kupu-kupu dengan cara
memperbanyak jenis-jenis tumbuhan makanan ulat dan yang menghasilkan madu
merupakan langkah bijaksana untuk melindungi kupu-kupu dari kepunahan (Amir dkk.,
1995).
2.
Konservasi di
luar kawasan (konservasi ex-situ) dengan tekanan utama pada konservasi jenis.
Pendekatan ini dapat dilakukan dengan cara : 1) peternakan kupu-kupu, yaitu
pengelolaan yang memerlukan pengawetan tanah dan tumbuhan di atasnya untuk menjaga
kelestarian kupu-kupu dan ekosisitemnya secara keseluruhan, serta dapat
memberikan insentif ekonomi; 2) taman kupu-kupu, bertujuan untuk memanfaatkan
daya tarik jenis kupu-kupu hasil penangkaran sebagai obyek wisata yang memiliki nilai estetika
dengan keindahan dan keanekaragaman jenisnya, untuk tujuan penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan, dan sebagai obyek pengenalan jenis kupu-kupu di
alam; dan 3) penangkaran, yang bertujuan untuk menjaga dan menyelamatkan
kupu-kupu dari kepunahan, serta meningkatkan populasi dan kualitas kupu-kupu
untuk menunjang kesejahteraan masyarakat.
Kedua pola pendekatan
tersebut harus berjalan secara simultan dan saling mendukung, sehingga
pemanfatan secara lestari kupu-kupu dan ekosistemnya lebih terjamin (Anonim, 1998 ; Primack dkk., 1998).
Upaya
penangkaran kupu-kupu adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengembangbiakan
kupu-kupu, yang meliputi kegiatan penangkaran, pengelolaan, sampai dengan
pemasaran hasil penangkarannya (Anonim, 1997).
Konsep penangkaran, yang
juga merupakan konsep kegiatan konservasi, dapat dijabarkan melalui kegiatan :
1) restorasi, yang bertujuan untuk mengembalikan jenis-jenis kupu-kupu yang
telah hilang dari habitatnya; 2) preservasi, bertujuan untuk melestarikan
kupu-kupu dengan pemeliharaan dan perlindungan kupu-kupu dan ekosistemnya; dan
3) pemungutan hasil, yang bertujuan untuk pemanfaatan/pemanenan kupu-kupu dari
hasil penangkaran untuk perdagangan dan penambahan populasi di alam.
Menurut Sila (1993);
Tikupadang dan Gunawan (1997), faktor-faktor penting yang harus diperhatikan
pada kegiatan penangkaran kupu-kupu adalah sebagai berikut :
1.
Penyediaan
sarana penangkaran kupu-kupu, berupa kandang/penangkaran dengan luas yang
optimal, sumber air untuk menunjang kehidupan kupu-kupu, dan perlindungan dari
sinar matahari.
2.
Penyediaan
tumbuhan pakan larva/ulat, tumbuhan pelindung, dan tumbuhan sumber nektar bagi
imago (kupu-kupu dewasa).
3.
Teknik
penangkaran, meliputi teknik penanganan pakan, pemeliharaan telur, pemeliharaan
larva, pemeliharaan pre-pupa dan pupa, serta pemeliharan imago (kupu-kupu
dewasa).
4.
Teknik
pengawetan kupu-kupu yang akan dibuat koleksi,
meliputi teknik membunuh, teknik pelemasan, teknik penataan.
Biogeografi Kecamatan Bantimurung
Kecamatan Bantimurung terletak di Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi
Selatan, dan berjarak ±
40 km ke arah timur dari Kota Makassar. Kecamatan Bantimurung mempunyai luas ± 279
Km2 dan terdiri atas 14 desa/kelurahan.
Kecamatan
Bantimurung mempunyai 4 kawasan
konservasi / cagar alam, yaitu : Cagar Alam Karaenta, Cagar Alam Bantimurung,
Taman Wisata Alam Gua Pattunuang, dan Taman Wisata Alam Bantimurung. Selain kawasan-kawasan tersebut, juga terdapat pemukiman penduduk,
areal persawahan penduduk, dan perkebunan.
Keadaan fisik Kecamatan Bantimurung umunya bertopografi datar,
bergelombang, sampai berbukit. Kemiringannya berkisar antara < 5% sampai > 50% dengan
ketinggian berkisar antara 150m – 575m dari permukaan laut.
Berdasarkan data curah hujan, hari hujan, suhu udara, kelembaban udara,
dan rata-rata penyinaran matahari, diketahui bahwa pada bulan Agustus, bulan
September, dan bulan Oktober merupakan bulan-bulan kering. Sedangkan bulan-bulan basah berada
pada bulan November sampai Juni (lampiran 4). Menurut
sistem klasifikasi Schmid dan
Pada kawasan taman wisata dan
cagar alam, vegetasi tersusun dari beberapa jenis antara lain : Lantana
camara L., Ficus sp, Arenga pinnata, Aleurites moluccana, Artocarpus elasticus,
Barringtonia sp., Cananga odorata, Cordia sp., Dyiospiros
celebica, Dyiospiros sp., Dracontomelon mangiferum, Pangium edule,
Parkia sp., Pterospermum celebicum, Leguminose sp.,
Ptreocarpus indicus. Untuk jenis-jenis tumbuhan bawah banyak ditemukan
jenis tumbuhan paku (Cycadaceae), riang-riang ,
Liniaceae, dan sirih-sirihan. Pada daerah hutan sekunder yang berdekatan
dengan lahan pertanian umumnya banyak ditemukan jenis-jenis herba antara lain : Euphatorium odoratum L. dan Lantana camara
L., sedangkan pada lapisan sub kanopi banyak ditemui Arenga pinnata
dalam bentuk mengelompok. Pada daerah di luar kawasan cagar alam dan taman
wisata, banyak ditemui
sawah penduduk dan tanaman
perkebunan.
Jenis satwa
yang paling banyak ditemui di kawasan cagar alam dan taman
wisata adalah kupu-kupu dan kera hitam endemik
PENANGKARAN KUPU-KUPU OLEH MASYARAKAT
Melalui pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threats),
kegiatan penangkaran kupu-kupu oleh masyarakat di Kecamatan Bantimurung, dapat
dianalisis pelaksanaannya.
·
Kekuatan (Strength)
wilayah Kecamatan Bantimurung memiliki
empat lokasi kawasan konservasi yang mempunyai ratusan jenis kupu-kupu, yaitu
Taman Wisata Alam Gua Pattunuang, Taman Wisata Alam Bantimurung, Cagar Alam
Bantimurung, dan Cagar Alam Karaenta. Beberapa diantara jenis
kupu-kupu ini merupakan kupu-kupu endemik khas
·
Kelemahan (Weakness)
Kegiatan penangkaran kupu-kupu yang telah
dilakukan oleh masyarakat belum memberikan hasil yang diharapkan. Fasilitas yang diberikan kepada masyarakat belum
memadai untuk menunjang kegiatan tersebut. Penangkaran
oleh masyarakat, selain yang merupakan pylot project, masih sangat sedikit
masyarakat yang melakukan penangkaran secara mandiri. Belum
memadainya teknik yang digunakan oleh para penangkar (seperti teknik penanganan
dan ketersediaan pakan), belum mantapnya pola perencanaan dan pembinaan
sumberdaya manusia (penangkar), kurangnya pemahaman para penangkar tentang
tujuan konservasi, dan tidak adanya pemantauan dan evaluasi yang dilakukan
instansi terkait juga merupakan kelemahan yang mengakibatkan kurang berhasilnya
kegiatan penangkaran tersebut.
·
Peluang (Opportunities)
Kupu-kupu Sulawesi Selatan telah terkenal dan
memiliki nilai jual yang tinggi pada perdagangan internasional. Pasar ekspor tersedia bagi jenis-jenis kupu-kupu yang tidak dilindungi,
contohnya jenis Papilio sp. Tingginya
keinginan masyarakat terutama wisatawan mancanegara memiliki koloeksi kupu-kupu
indah khas Sulawesi Selatan merupakan peluang yang bisa menjadikan kawasan ini
sebagai sentra penangkaran kupu-kupu. Peranan pemerintah,
dukungan LSM (dalam negri dan luar negri), lembaga penelitian, dan perguruan
tinggi juga merupakan peluang bagi kawasan ini menjadi pusat penangkaran
kupu-kupu. Adanya minat masyarakat setempat sebagai
elemen inti dari kegiatan ini menjadi potensi utama dalam pelaksanaan dan
pengembangannya.
·
Ancaman (Threats)
Strategi
Pengembangan Penangkaran Kupu-kupu oleh Masyarakat
Membangun dan mengembangkan
suatu penangkaran kupu-kupu oleh masyarakat yang ideal di Kecamatan Bantimurung
diperlukan program strategis yang didasarkan pada hasil analisis SWOT. Program tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Secara kontinyu
melakukan iupaya peningkatan kemampuan penangkar dan calon penangkar dalam
menerapkan teknologi penangkaran melalui pelatihan, penyuluhan, dan
demonstrasi.
2.
Menyempurnakan
sarana dan prasarana penangkaran.
3.
Adanya suatu
kelembagaan yang bertanggung jawab dan berperan aktif pada pemasaran kupu-kupu
hasil penangkaran, serta memberi nilai ekonomi yang tinggi bagi kupu-kupu hasil
penangkaran.
4.
Meningkatkan
promosi Bantimurung sebagai daerah tujuan wisata yang terkenal akan kupu-kupu indahnya.
5.
Menjalin
kerjasama dengan instansi terkait/perguruan tinggi melakukan penelitian yang
mendukung keberhasilan kegiatan penangkaran.
6.
Menerapkan
dengan sungguh-sungguh tujuan konservasi untuk melestarikan kupu-kupu dengan
menjaga habitat alami dan keberadaannya di alam, serta melakukan restocking.
7.
Mensosialisasikan
dan memasyarakatkan kegiatan penangkaran untuk membangkitkan minat masyarakat
dalam menekuni kegiatan ini.
Secara skematis kerangka
pemikiran kegiatan penangkaran kupu-kupu oleh masyarakat dapat digambarkan
sebagai berikut :
Penutup
Pelaksanaan penangkaran kupu-kupu
oleh masyarakat di Kecamatan Bantimurung masih sangat kurang dibandingkan
dengan potensi kupu-kupu yang ada di wilayah tersebut. Selain bantuan pemerintah berupa
pilot project tersebut, masih sangat sedikit masyarakat yang melakukan
penangkaran secara mandiri. Walaupun telah memberikan
insentif ekonomi bagi penangkar, tetapi tujuan dilaksanakannya kegiatan
penangkaran ini belum tercapai secara optimal. Dengan
demikian strategi pengembangan lebih lanjut dari kegiatan ini lebih ditekankan
pada kualitas sumberdaya manusia, khususnya para penangkar dan masyarakat
setempat yang berminat pada kegiatan ini, serta melakukan penyempurnaan sarana
dan prasarana penangkaran. Selain itu tidak kalah
penting adalah peran serta instansi terkait dalam mendukung kegiatan ini.
Daftar
Pustaka
Amir,
M.; P. Taramingken; W.A. Noerdjito; dan P. Nandika. 1995. Kupu-kupu Indonesia permasalahan dan pelaksanaan
pelestariannya. Duta rimba, Edisi September-Oktober,
51-55.
Departemen Kehutanan.
1998. Usulan kegiatan penangkaran dan pengembangan taman
kupu-kupu di Bantimurung, Kabupaten Maros, serta pengembangan wisata
bahari di
____________________.
1994. Pedoman penangkaran kupu-kupu. Proyek
Perencanaan dan Pengendalian Peningkatan Peranan Wanita Bidang Konservasi
Sumber Daya Alam.
Feltwell J. 1993. The encyclopedia of butterfly.
Prectice Hall General Reference,
Hamidun, M.S. 2001. Studi kegiatan penangkaran kupu-kupu oleh masyarakat di Kecamatan
Bantimurung Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Tesis Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Mattimu A.A., H.
Sugondo, dan H. Pabittei. 1977. Identifikasi dan inventarisasi jenis kupu-kupu
di daerah Bantimurung Sulawesi Selatan. Proyek Penelitian Universitas
Hasanuddin,
Karangan E. 1996. Studi kelangsungan hidup kupu-kupu Troides Hypolitus cellularis Rothschild di Gua
Pattunuang Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin,
Primack, R.B., J.
Supriatna, M. Indrawan, P. Kramadibrata. 1998. Biologi konservasi.
Yayasan Obor
Rangkuti, F., Analisis
SWOT teknik membedah kasus bisnis. 2000. Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama,
Sila,
M. 1993 Panduan konservasi dan pengembangan kupu-kupu, pelatihan konservasi
dan pengembangan keanekaragaman kupu-kupu dan konsep pelestariannya,
di Taman Wisata Gua Pattunuang Assue,
Tangim,
Nurhakim. 1986. Beberapa aspek ekologi kupu-kupu famili Papilionidae dan
potensinya di
Tikupadang,
H. dan H. Gunawan. 1997. Teknik
penangkaran kupu-kupu sayap burung (Troides hypolitus cellularis
Rothschild) di Bantimurung . Prosiding Ekspose Hasil-Hasil
LITBANG KSDA, Balai Penelitian kehutanan,
Wirawan,
N. dan A. Achmad. 1995. Studi
ekologi kupu-kupu : habitat, populasi, perilaku,
dan siklus hidup beberapa jenis kupu-kupu di Hutan Wisata Bantimurung