© 2003 Ruqiah Ganda Putri Panjaitan                                        Posted  12 November 2003

Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana (S3)

Institut Pertanian Bogor

November 2003

 

Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)

            Prof. Dr. Zahrial Coto

 

 

Bahaya Gagal Hamil Yang Diakibatkan Minuman Beralkohol

 

Oleh :

 

Ruqiah Ganda Putri Panjaitan 

G 361030051/BIOLOGI

E-mail : ruqiah_gpp@yahoo.com  

Abstrak

Alkohol merupakan zat kimia dengan berat molekul kecil, sehingga dapat dengan mudah diserap tubuh. Selama kehamilan pengkonsumsian minuman beralkohol dapat merusak plasenta sehingga secara langsung mengganggu proses perkembangan embrio. Pengkonsumsian minuman beralkohol oleh ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan berat badan lahir menjadi rendah, karena kurangnya asupan gizi janin selama dalam kandungan. Dampak yang timbul akibat buruknya gizi selama kehamilan tidak dapat digantikan setelah bayi dilahirkan. Bahaya yang ditimbulkan minuman beralkohol berkaitan dengan umur kehamilan dan jumlah serta konsentrasi alkohol yang dikonsumsi dalam minuman. Alkohol dengan konsentrasi kecil hingga sedang biasanya tidak memperlihatkan efek yang berarti terhadap perkembangan embrio, tetapi tidak demikian halnya jika alkohol dikonsumsi memiliki konsentrasi yang tinggi. Usia kehamilan juga ikut mempengaruhi munculnya pengaruh negatif dari minuman beralkohol. Pemberian alkohol pada usia kehamilan 0 biasanya tidak mengakibatkan terjadinya kelainan ataupun kegagalan kehamilan, karena pada waktu ini kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan masih sangat besar. Tetapi tetap akan terjadi gangguan, misalnya kegagalan kehamilan jika alkohol diberikan berulang-ulang pada awal kehamilan.

 

 

Pendahuluan

 

            Kehamilan merupakan proses yang mengikuti proses pembuahan, dimana spermatozoa dari jantan dan ovum dari betina bergabung untuk membentuk individu baru. Selama kehamilan berlangsung, terjadi serangkaian proses perkembangan embrio yang tidak selamanya berjalan dengan lancar. Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi embrio selama masa perkembangannya. Pengaruh faktor-faktor tersebut selain dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan kehamilan juga dapat menyebabkan munculnya kelainan pada individu baru tersebut. Kelainan yang dibawa sejak lahir disebut dengan kelainan bawaan (Sperber, 1991).

            Faktor penyebab kelainan bawaan atau pengganggu masa kehamilan dibedakan atas faktor internal yakni penyimpangan kromosom dan faktor eksternal meliputi peningkatan temperatur tubuh, virus, radiasi, kekurangan gizi, ibu yang menderita diabetes serta berbagai zat kima diantaranya talidomid, alkohol dan kolkisin (Loomis, 1978; Langman, 1985; Lu, 1995).

           

Sejarah dan Dampak Minuman Beralkohol Terhadap Tubuh

 

            Alkohol telah lama dikenal, menurut catatan arkeologik minuman beralkohol sudah dikenal sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu (Joewana, 1989). Sampai saat sekarang sudah beragam macam minuman beralkohol yang dikonsumsi manusia. Masing-masing negara memiliki kebiasaan yang berbeda-beda dalam mengkonsumsi minuman beralkohol, baik itu jumlah keseluruhan alkohol yang dikonsumsi, jenis-jenis minuman keras maupun situasi dimana minuman beralkohol dikonsumsi (Chairman, Anderson, Bull, Cameron, Norris and Parker, 1991). Adapun alkohol yang terkandung dalam minuman keras adalah etanol (CH3CH2 -OH) yang diperoleh dari proses fermentasi (Adiwisastra, 1987; Joewana, 1989; Wilbraham dan Michael, 1992). Etanol didapat dari proses fermentasi biji-bijian, umbi, getah kaktus tertentu, sari buah dan gula (Adiwisastra, 1987; Joewana, 1989). Kadar alkohol hasil fermentasi tidak lebih dari 14%, untuk mendapatkan kadar alkohol yang lebih tinggi dibuat melalui proses penyulingan (Joewana, 1989).

            Kandungan alkohol pada berbagai minuman keras berbeda-beda, menurut Joewana (1989) kebanyakan bir mengandung 3-5% alkohol, anggur 10-14%, sherry, port, muskatel berkadar alkohol 20%, sedangkan wisky, rum, gin, vodka dan brendi berkadar alkohol 40-50%. Ciri-ciri etanol diantaranya, memiliki titik didih 78oC, tekanan uap 44 mmHg pada temperatur 20oC (Dreisbach, 1971), disamping itu etanol merupakan cairan jernih tak berwarna, rasanya pahit, mudah menguap, larut dalam air dalam semua perbandingan dan bersifat hipnotik (Joewana, 1989; Wilbraham dan Michael, 1992).

            Kegunaan etanol selain sebagai pelarut, antiseptik, minuman (Dreisbach, 1971) juga sebagai bahan makanan, dalam industri farmasi dan sebagai bahan bakar (Adiwisastra, 1987). Alkohol yang terkandung dalam minuman merupakan penekan susunan saraf pusat, disamping itu juga mempunyai efek yang berbahaya pada pankreas, saluran pencernaan, otot, darah, jantung, kelenjar endokrin, sistem pernafasan, perilaku seksual dan efek-efek terhadap bagian lainnya, sekaligus sebagai penyebab terjadinya sindrom alkohol fetus (Dreisbach, 1971; Schuckit, 1984; Lieber, 1992).

            Etanol larut dalam air, sehingga akan benar-benar mencapai setiap sel setelah dikonsumsi (Miller dan Mark, 1981). Alkohol yang dikonsumsi akan diabsorpsi termasuk yang melalui saluran pernafasan. Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk kedalam lambung dan diserap oleh usus kecil. Hanya 5-15% yang diekskresikan secara langsung melalui paru-paru, keringat dan urin (Schuckit, 1984; Adiwisastra, 1987). Alkohol mengalami metabolisme diginjal, paru-paru dan otot, tetapi umumnya di hati, kira-kira 7 gram etanol per jam, dimana 1 gram etanol sama dengan 1 ml alkohol 100% (Schuckit, 1984). Timbulnya keadaan yang merugikan pada pengkonsumsi alkohol diakibatkan oleh alkohol itu sendiri ataupun hasil metabolismenya. Sesuai dengan pendapat Miller dan Mark (1991), etanol mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung.

            Para ahli banyak berpendapat mengenai akibat yang ditimbulkan etanol, diantaranya Dreisbach (1971) menyatakan bahwa etanol akan menekan sistem saraf pusat secara tidak teratur tergantung dari jumlah yang  dicerna, dikatakan pula bahwa etanol secara akut akan menimbulkan oedema pada otak serta oedema pada saluran gastrointestinal. Linder (1992) menyatakan bahwa asetaldehid, yang merupakan senyawa antara alkohol dan asetat, bersifat patogen jika dikonsumsi secara berlebihan. Lu (1995) menyatakan bahwa hipoksia atau zat penyebab hipoksia (CO2 dan CO) dapat bersifat teratogen dengan mengurangi O2 dalam proses metabolisme yang membutuhkan O2. Hal ini dapat menyebabkan oedema dan hematoma yang pada akhirnya dapat menyebabkan kelainan bentuk. Menurut Alfin-Slater dan Aftergood (1980) cit. Linder (1992) konsumsi alkohol akan menyebabkan meningkatnya kada laktat dalam darah. Peningkatan laktat dalam darah dapat menekan ekskresi asam urat dalam urin dan menyebabkan peningkatan asam urat dalam plasma (Lieber dkk. 1992 cit. Linder, 1992).

 

Perkembangan Embrio

            Individu baru terbentuk melalui proses fertilisasi antara sperma dan ovum. Pada mamalia, fertilisasi terjadi didalam tubuh hewan betina. Mencit maupun tikus hanya akan kawin jika betina dalam keadaan estrus. Lamanya siklus estrus pada betina biasanya antara 5-5 hari (Rugh, 1971). Fertilisasi terjadi didalam oviduk, tepatnya sepertiga bagian sebelah atas oviduk. Dalam hal ini sperma biasanya dapat mencapai ovum diakrenakan gerakan dari sperma itu sendiri atau karena gerakan menggelombang uterus dan oviduk (Rugh, 1971).

            Tahap-tahap perkembangan individu baru dimulai dari gametogenesis, yakni dengan terbentuknya empat sperma pada jantan dan satu ovum pada betina. Gametogenesis terjadi pada individu dewasa, yang kemudian dilanjutkan dengan adanya fertilisasi yakni penggabungan antara material sperma dan material ovum (Langman, 1985). Menurut Lu (1995) setelah terjadinya fertilisasi, dimana keberhasilannya ditandai dengan adanya kehamilan. Selama periode kehamilan akan terjadi serangkaian proses perkembangan embrio. Proses perkembangan embrio diawali dengan proses pembelahan, diferensiasi, perpindahan dan organogenesis. Pada mamalia pembelahan terjadi secara holoblastis. Pembelahan pertama akan melalui bidang latitudinal yang terletak dibagian atas bidang ekuator. Pembelahan kedua melalui bidang meridional, tetapi hanya pada blastomer kutub vegetal. Kemudian diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal, sehingga terbentuk 4 blastomer. Pembelahan ketiga terjadi pada blastomer di kutub vegetal secara tidak serentak. Kemudian diikuti dengan pembelahan blastomer di kutub animal yang juga terjadi secara tidak bersamaan. Di akhir pembelahan ketiga akan terbentuk 8 balstomer. Selanjutnya terjadi pembelahan yang juga terjadi secara tidak beraturan (Yatim, 1984).

            Rugh (1971) mengemukakan pembelahan sel yang pertama pada tikus maupun mencit terjadi 24 jam (1 hari) setelah pembuahan. Pembelahan terjadi secara cepat di dalam oviduk dan berulang-ulang. Menjelang hari ke 2 setelah pembuhan embrio sudah berbentuk morula 16 sel. Bersamaan dengan pembelahan, embrio bergulir menuju uterus. Menjelang hari ke 3 kehamilan embrio telah masuk ke dalam uterus, tetapi masih berkelompok-kelompok. Pada akhirnya embrio akan menyebar di sepanjang kandungan dengan jarak yang memadai untuk implantasi dengan ruang yang cukup selama masa pertumbuhan.

            Sperber (1991) menyatakan bahwa diakhir tahap pembelahan akan terbentuk blastula. Blastula akan membentuk massa sel sebelah dalam (ICM) dan tropectoderm yang akan berkembang menjadi plasenta. ICM akan berkembang menjadi hipobals dan epiblas, dinama epibalas akan berkembang menjadi embrio sedangkan hipobalas akan berkembang menjadi selaput ekstra embrio. Menurut Rugh (1971) blastomer akan terimplantasi pada hari ke 4 kehamilan dan berakhir pada hari ke 6 kehamilan.  Kemudian diikuti dengan proses gastrulasi, yakni adnaya perpindahan sel dan diferensiasi untuk menbentuk lapisan ektoderm, mesoderm dan endoderm. Akhir tahap perkembangan adalah proses pembentukan organ dari lapisan ektoderm, mesoderm, endoderm dan derivat-derivatnya.

            Pada awal kehamilan, dimana sel-sel belum terdiferensiasi maka sel-sel tersebut masih bersifat totipotensi. Sehubungan dengan itu Lu (1995) menyatakan tahap pra diferensiasi adalah tahap dimana embrio tidak rentan terhadap zat teratogen, karena sel yang masih hidup akan menggantikan kerusakan tersebut dan membentuk embrio yang normal. Lamanya keadaan resisten ini berkisar antara 5-9 hari tergantung dari species. Selanjutnya jika sel telah menegalami perpindahan dan berdiferensiasi maka zat kimia yang masuk kedalam tubuh induk, yang tidak ataupun mencapai embrio akan menimbulkan efek yang merugikan pada embrio.

            Dikatakan bahwa tahap embrio merupakan tahap dimana sel secara intensif mengalami diferensiasi, mobilisasi dan organogenesis, akibatnya embrio sangat rentan terhadap efek teratogen. Peride ini biasanya berakhir pada hari ke 10-14 kehamilan pada hewan pengerat, dan pada pada minggu ke 14 pada manusia. Namun tidak semua organ rentan pada saat yang sama dalam satu kehamilan. Sebagian besar embrio tikus mulai rentan pada hari ke 8 dan berakhir pada hari ke 12 kehamilan (Lu, 1995).

            Janin merupakan tahap lanjut dari embrio. Tahap ini ditandai dengan perkembangan dan pematangan fungsi, artinya selama tahap ini senyawa kimia tidak akan menyebabkan cacat tetapi mengakibatkan kelainan fungsi. Cacat luar umumnya mudah dideteksi pada saat kelahiran atau sesaat setelah kelahiran, tetapi kelainan fungsi tidak mungkin dapat didiagnosa segera setelah kelahiran (Lu, 1995).

            Kehamilan akan menyebabkan meningkatnya metabolisme dalam tubuh induk. Pada kehamilan yang normal, akan terjadi perubahan pada tubuh induk atau ibu hamil, yang berhubungan dengan darah, sistem kardiovaskular, pencernaan, jaringan lemak dan saluran urogenitalis. Disamping itu ditemukan kenaikan berat badan induk yang dikarenakan membesarnya janin, jaringan plasenta dan jaringan pada bagian lain dari tubuh induk (Olson, Harry, Chiester, William, Albert dan Richard, 1988).

 

Pengaruh Pengkonsumsian Alkohol Pada Masa Kehamilan

            Miller dan Mark (1991) menyatakan, alkohol yang dikonsumsi ibu hamil secara jelas pasti akan melintasi plasenta dan bebas mencapai janin. Meskipun terbukti bahwa pengkonsumsian alkohol dalam jumlah yang tinggi oleh ibu hamil dapat menimbulkan efek yang merugikan janin, namun kurang diketahui dengan tepat bahwa alkohol dalam jumlah kecil hingga sedang dapat pula menimbulkan efek yang berbahaya. Pernyataan ini didukung oleh Tarter dan Davis (1985), salah satu dari mekanisme-mekanisme munculnya FAS (Fetuse Alcohol Syndrome) terjadi karena keracunan langsung etanol (atau metabolit asetaldehidnya) pada janin yang sedang berkembang. Ini dikarenakan kemampuan alkohol ataupun asetaldehidnya dalam merusak plasenta.

            Karena plasenta merupakan saluran utama penyediaan gizi pada janin, maka kerusakan plasenta yang sehubungan dengan pengaruh alkohol, maka akan dapat mengakibatkan kekurangan gizi “selektif” pada janin, khususnya kekurangan pada asam amino dan asam folat. Kondisi kekurangan gizi ini tidak berkaitan dengan status gizi pada ibu. Disamping itu Tarter dan Davis (1985) telah membuktikan bahwa kekurangan gizi khususnya kehabisan protein dapat mempertinggi terjadinya efek-efek yang merugikan akibat etanol pada embrio tikus. Dengan demikian status gizi yang buruk, yang dilipat-gandakan dengan efek-efek racun alkohol bisa berakibat lebih merugikan lagi pada janin.

            Sejalan dengan pernyataan Solomon (1982), penelitian yang telah dilakukan pada hewan maupun manusia mengarah pada kenyataan bahwa anak-anak yang dilahirkan dari ibu “peminum berat” lebih mungkin mengalami pertumbuhan terhambat dan hiperaktif. Disamping itu juga menunjukkan adanya kombinasi cacat kelahiran yang meliputi terlambatnya pertumbuhan baik sebelum maupun setelah kelahiran, serta terjadinya keterlambatan perkembangan meskipun setelah lahir anak mendapatkan gizi yang baik. Dikatakan pula bahwa sampai saat ini munculnya sindrom alkohol fetus ini hnaya terjadi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol rata-rata 6 kali atau lebih setiap hari selama masa kehamilan, sedangkan tingkat keamanan mengkonsumsi minuman alkohol baik dalam hubungannya dengan waktu selama masa kehamilan dan pola pengkonsumsian belum diketahui.

            Berbagai penelitian lain yang juga berkaiatan dengan pengaruh alkohol, dikatakan bahwa alkohol mempunyai efek yang jelas pada fungsi seksual dan fungsi reproduksi. (Chairman dkk., 1991; Gordon et al. cit Lieber, 1992). Sejalan dengan pernyataan tersebut, dari penelitian lainnya dikatakan bahwa pada pria pengkonsumsian alkohol akan dapat mempengaruhi testis dan hipotalamus yakni mengurangi produksi testosteron serta mengakibatkan munculnya feminisasi (Joewana, 1989; Kennedy, Susan dan Julia, 1993). Disamping itu Chairman et al (1991) menyatakan akibat yang ditimbulkan alkohol pada wanita adalah haid yang tidak teratur, penyusutan payudara dan alat kelamin. Sedangkan pengkonsumsian alkohol selama masa kehamilan akan mengakibatkan terjadinya kelainan pada bayi, dikenal dengan FAS. Pernyataan ini diperkuat oleh Hall (1986) bahwa wanita hamil dianjurkan untuk menghindari pengkonsumsian alkohol secara berlebihan.

            Penelitian lain yang dilakukan pada embrio ayam menunjukkan bahwa, pemberian alkohol mulai hari ke 11 inkubasi memperlihatkan terjadinya retardasi pertumbuhan serta pembesaran kardiak yang tertunda (Kennedy et al., 1993). Selain itu Cunningham (1989) cit. Kennedy et al.(1993) menemukan pada manusia, domba dan ayam adanya keabnormalan kardiovaskular yang diidentifikasikan sebagai sifat-sifat dominan dari FAS. Pada tingkat selluler, aksi etanol terjadi pada mitondrion otot ventrikular embrio, sekaligus ditemukan terjadinya penurunan sintesa protein pada mitikondrion secara nyata, yang diamati pada hati tikus dewasa dengan perlakuan etanol secara kronis.

            Sebagai perbandingan dengan metanol, Rogers, Leonard, Neil, Brenda, Christine, Tina dan Robert (1993), menemukan bahwa dengan metanol inhalasi dosis 5000 ppm ke atas jelas menimbulkan malaformasi serta kematian pre natal pada tikus. Namun penelitian lain yang dilakukan Cummings (1993), pemberian metanol pada tikus hamil tidak menunjukkan kelainan apa-apa pada fetus kecuali penurunan berat tubuh induk.

            Data lain yang diperoleh untuk melihat pengaruh alkohol terhadap kehamilan, diambil dari studi yang membandingkan pengaruh alkohol terhadap berat badan lahir bayi dari ibu peminum berat dengan peminum ringan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar memiliki resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dua kali lipat, sedangkan ibu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah 100 gram perminggu tidak memperlihatkan pengaruh yang bermakna terhadap perkembangan dan morfologi janin. Dikatakan saat perikonsepsi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap berat badan lahir dibanding minum alkohol selama masa kehamilan (Lewis, 1984). Dilain pihak ada percobaan yang mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan berat badan lahir antara anak yang dilahirkan ibu yang berpantang alkohol secara total dengan anak-anak yang dilahirkan ibu yang meminum alkohol kurang dari 1 unit (8 gram atau 290 ml bir) perhari selama masa kehamilan (Chairman et al., 1991). Pernyataan ini didukung oleh Miller dan Mark (1991) yang menyatakan pengkonsumsian alkohol oleh ibu hami dalam jumlah kecil hingga sedang kurang diketahui dengan pasti kemampuannya dalam menyebabkab munculnya kelainan yang berbahaya. Adapun kemungkinan penyebab munculnya berat badan lahir bayi yang rendah dikarena alkohol yang di konsumsi ibu berada pada konsentrasi yang tinggi. Dapat dikatakan bahwa terjadinya kelainan (FAS) ataupun penurunan berat badan lahir bayi selain berkaitan dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi juga kadar alkohol yang dikonsumsi. Tarter dan Davis (1985); Cummings (1993) menyatakan pengkonsumsian alkohol dengan dosis dan konsentrasi tinggi serta umur kehamilan saat pengkonsumsian alkohol berpengaruh terhadap terjadinya FAS. Pemberian alkohol dengan konsentrasi 30% pada mencit dengan umur kehamilan 0-7 hari serta 0-14 hari akan menurunkan berat badan fetus dibanding tanpa pemberian alkohol selama masa kehamilan, berat rata-rata fetus masing-masing 1,062 gram, 1,153 gram dan 1,292 gram (Panjaitan, 1997).

            Alkohol yang dikonsumsi selama masa kehamilan selain menyebabkan terjadinya penurunan berat badan lahir pada bayi, penurunan berat badan ibu hamil, cacat bawaan pada bayi juga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan kehamilan. Terjadinya gagal hamil selain diakibatkan oleh akibat pengkonsumsian alkohol tetapi lebih kepada pengaruh waktu pengkonsumsian. Pernyataan ini berkaitan dengan periode rentan selama masa kehamilan. Dari penelitian Panjaitan (1997), pemberian alkohol dengan konsentrasi 30%, dosis 1 ml/100 g berat badan induk selama periode kehamilan, dari hari ke 0 sampai hari ke 14 kehamilan dan setengah peride kehamilan, dari hari ke 0 sampai hari ke 7 kehamilan, menyebabkan terjadinya gagal hamil pada induk mencit.

            Terjadinya kegagalan kehamilan menurut Wilson (1973), tiap-tiap hari selama masa kehamilan memiliki arti penting terhadap perkembangan embrio. Dimulai dari tahap pembelahan sampai dengan organogenesis. Demikian pula bahwa selama masa kehamilan, pada waktu pembentukan organ setiap organ memiliki waktu rentan yang berbeda-beda. Namun yang paling penting dalam masa kehamilan adalah awal kehamilan. Gangguan yang berarti pada periode awal ini mengakibatkan terjadinya resiko yang sangat besar terhadap proses perkembangan selanjutnya. Gangguan yang berulang-ulang selama tahap awal kehamilan bahkan sampai setengah periode kehamilan atau dari awal kehamilan sampai tahap akhir periode kehamilan, dapat menyebabkan terganggunya proses pembelahan sel, kegagalan implantasi embrio akibat kerusakan uterus, rusaknya sel akibat pemberian etanol. Kerusakan ini mungkin akibat koagulasi, denaturasi protein protoplasma sel atau menyebabkan sel mengalami lisis, yakni dengan mengubah struktur membran sel sehingga mengakibatkan kebocoran isi sel. Proses merusak demikian sejalan dengan kerja etanol sebagai antiseptik (Siswandono dan Bambang, 1993). Awal kehamilan merupakan fase yang sangat sensitif bagi embrio terhadap pengaruh dari luar. Adanya kegagalan dalam kehamilan akibat pemberian alkohol pada induk hamil, karena semua embrio mati pada saat awal kehamilan, sementara kemampuan totipotensi dari sel di awal kehamilan terhambat kerjanya akibat pengaruh dari luar diberikan terus-menerus, sehingga setiap memulai perbaikan selau kembali terganggu oleh pengaruh dari luar. Sehingga akan berbeda hasil yang ditemukan jika pemberian etanol hanya sekali, pada awal kehamilan. Alkohol yang diberikan pada hari ke 0 kehamilan tidak akan memberikan efek yang berarti dan cenderung tidak mengakibatkan gagal hamil.

            Pengaruh negatif yang muncul akibat pengkonsumsian alkohol terjadi akibat kontak langsung alkohol maupun asetaldehidnya karena kebocoran plasenta ataupun karena terganggunya kondisi tubuh induk. Menurut Miller dan Mark (1991) alkohol selain dapat melewati plasenta juga dapat mengakibatkan kerusakan pada pembeluh darah. Dikatakan bahwa alkohol merupakan zat kimia dengan berat molekul 46 (C2H5OH, C= 12 H=1 O=16), sehingga dapat dengan mudah diserap oleh membran sel. Menurut Lu (1995), zat kimia dengan berat molekul kurang dari 100-200 dapat dengan mudah diserap membran sel.

            Menurut Tarter dan Davis (1985), gangguan pada plasenta yang disebabkan oleh etanol ataupun asetaldehid dapat mempengaruhi penyediaan zat-zat makanan janin dalam jumlah yang normal. Dalam hal ini makanan yang penting bagi janin diantaranya adalah asam amino dan asam folat. Dikatakan bahwa akibat terkena alkohol baik kronis maupun akut akan mengakibatkan terjadinya gangguan pengangkutan asam amino oleh plasenta. Dengan demikian, kehabisan atau kekurangan asam amino yang dibutuhkan secara kronis maupun sebentar selama kehamilan tidak hanya mengarah pada terjadinya perkembangan embrio yang terhambat, tetapi juga dapat menimbulkan efek racun pada tahap embriogenesis. Demikian juga jika janin mengalami kekurangan asam folat, tetapi bagaimana proses penyaluran asam folat oleh plasenta yang terganggu sebagai penyebab gangguan pada janin belum terpecahkan.

            Namun adakalanya alkohol tidak menimbulkan efek negatif terhadap kehamilan, hal ini bukan berarti bahwa pengkonsumsian alkohol selama kehamilan aman. Tiap tubuh memiliki kemampuan yang berbeda-beda terhadap benda asing yang masuk. Sehingga bagaimana kemampuan tubuh induk dalam memetabolisir alkohol juga ikut mempengaruhi dampak yang ditimbulkan dari pengkonsumsian minuman beralkohol selama kehamilan (Tarter dan Davis, 1985).

 

Kesimpulan

            Pengkonsumsian minuman alkohol baik pria maupun wanita akan menimbulkan dampak yang buruk. Mengkonsumsi minuman beralkohol pada pria dapat mengakibatkan pengaruh buruk pada testis dan hipotalamus, yang pada akhirnya akan megurangi produksi testosteron dan terjadinya feminisasi. Pada wanita, alkohol dapat menyebabkan haid menjadi tidak teratur, penyusutan payudara dan alat kelamin. Pengkonsumsian minuman beralkohol pada ibu hamil memberikan dampak negatif terhadap perkembangan bayi dalam kandungannya. Salah satu dampak negatif lain akibat pengkonsumsian minuman beralkohol adalah terjadinya kegagalan kehamilan. Pada ibu hamil pengkonsumsian minuman beralkohol juga memiliki dampak terganggunya gizi ibu sehingga mengakibatkan penurunan berat badan ibu. Pengkonsumsian minuman beralkohol oleh ibu hamil juga dapat mengakibatkan penurunan berat badan lahir menjadi rendah, karena kurangnya asupan gizi janin selama dalam kandungan.

 Namun adakalanya dampak yang ditimbulkan minuman beralkohol tidak langsung terlihat langsung, tetapi bukan berarti alkohol tersebut aman terhadap janin. Karena kelainan bawaan tidak selamanya bisa dideteksi sesaat setelah lahir tetapi ada yang memerlukan waktu yang relatif lama. Sampai saat ini belum diketahui batasan yang aman untuk mengkonsumsi alkohol selama masa hamil.

 

Daftar Pustaka

Adiwisastra, A. 1987. Keracunan, Sumber, Bahaya serta Penanggulangannya. Penerbit Angkasa. Bandung.

 

Chairman, J.R.K., P.Anderson, A.Bull, D.Cameron, H.Norris dan V. Parker. 1991. Alcohol and the Public Health. MacMillan Education LTD

 

Cummings, A.M. 1993. Evaluation of the Effect of Methanol during Early Pregnacy in the Rat. Journal Toxicology. 79; 205-214

 

Dreisbach,R.H. 1971. Handbook of Poisoning: Diagnosis Treatment. 7th. Large Medical Publication. California

 

Hall,R.E. 1986. Pedoman Medis untuk Wanita Hamil. Pionir Jaya.Bandung

 

Joewana, S. 1989. Gangguan Penggunaan Zat, Narkotika, Alkohol dan Zat Aditif lainnya. Gramedia. Jakarta

 

Kennedy,J.M.,Susan,W.K. dan Julia,M.M. 1993. Ventricular Mithocondrial Gene Expres-sion during Development and Following Embrionic Ethanol

Exposure. Journal Molecular and Cellular Cardiology. 25; 117-131

 

Langman,J.1985. Embriologi Kedokteran. EGC.Jakarta

 

Lewis,I.G. 1984. Kebiasaan Minum dan Kehamilan. Medika Jurnal Kedokteran dan Farmasi. 10:10; 731

 

Lieber,C.S. 1992. Medical dan Nutritional Complication of Alcoholism Mechamisme and Management. Plenum Medical Book Co. New York and

London

 

Linder,M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian secara Klinis.UI Press.

 

Loomis,T.A. 1978. Toksikologi Dasar. IKIP Semarang Press.

 

Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar. Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko. Penerbit UI

 

Miller,N.S dan Mark, S.G. 1991. Alcohol. Plenum Medical Book Co. New York&London

 

Olson,R.E, Harry,P.B.,C.O.Chiester, William J.D., Alber,C.K.Jr. dan Richard,M.S. 1988.Pengetahuan Gizi Mutakhir. Gizi untuk Kebutuhan Fisiologis Khusus.

Gramedia. Jakarta

 

Panjaitan, R.G.P. 1997. Uji Pengaruh Etil alkohol Terhadap Perkembangan Embrio Mencit Putih (Mus musculus L.). Skripsi. Universitas Andalas. Padang

 

Rogers,J.M.,Leonard M.,Neil C., Brenda D.B., Christine I.T., Tina R.L dan Robert J.K. 1993. The development Toxicity of Inhaled Methanol in the CD-1

Mouse with QuantitativeDose-Response Modeling for Estimate of Benchmark Doses the International Journal of Abnormal Development.

Teratology. 47:175-188.

 

Rugh, R. 1971. A Guide to Vertebrate Development. 6th. Burgess Publishing Co. USA

 

Schuckit,M.A. 1984. Drug and Alcohol Abuse. A Clinical Guide to Diagnosis and  Treatment. 2th. Plenum Press. New York and London

 

Siswandono dan Bambang,S. 1993. Kimia Medisinalis. Airlangga University Press. Surabaya

 

Solomon,J. 1982. Alcoloism and Clinical Psychiatri. Plenum Medical Book Co. New York and London

 

Sperber,G.H. 1991. Embriologi Kraniofacial.4th. Hipokrates. Jakarta 

 

Tarter,R.E. Dan Davis,H.V.T. 1985. Alcohol and The Brain Chronic Effects. Plenum MediCal Book Co. New York and London

 

Wilbraham,A.C. Dan Michael,SM. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. ITB     Bandung

 

Wilson,J.G. 1973. Environment and Birth Defects. Academic Press. New York&London

 

Yatim,W. 1984. Embriologi. Tarsito. Bandung