© 2003 Sucik Maylinda Posted 27 October, 2003
Pengantar Falsafah Sains
(PPS702)
Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian Bogor
Oktober 2003
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Rudy C.
Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
KEMUNGKINAN
PENERAPAN TEKNOLOGI ANALISIS DNA DALAM
MENANGGULANGI CACAT GENETIK PADA BIDANG PETERNAKAN
Oleh:
Sucik Maylinda
Nrp : D 061030041 (PTK)
E-mail:
sucikmaylinda@hotmail.com
Bidang
peternakan bertujuan untuk menghasilkan produk berasal dari ternak untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Dewasa ini
kebutuhan manusia terhadap hasil ternak
bukan hanya dalam bentuk bahan makanan, melainkan juga tenaga/ kerja,
estetika misalnya burung hias, kesenangan/ hobby misalnya kecepatan lari pada
sapi atau kuda atau kecepatan terbang pada burung merpati, kemerduan suara/
siulan pada burung berkicau dan sebagainya.
Oleh karena jumlah penduduk banyak dan kesadaran terhadap tingkat
kelayakan hidup semakin tinggi maka peningkatan produksi dan efisiensi
produksi perlu dilakukan.
Peningkatan
produksi dan efisiensinya dapat dilakukan melalui berbagai cara yaitu (1)
perbaikan manajemen pemeliharaan dan kontrol penyakit, (2) perbaikan jumlah dan
mutu pakan dan (3) perbaikan mutu genetik ternak.
Perbaikan
mutu genetik ternak (mutu bibit ternak) dapat dilakukan melalui cara-cara yaitu (1) Seleksi, (2.a) Perkawinan silang
atau persilangan dan (2.b.) Perkawinan “sedarah” (inbreeding). Melalui
seleksi, manusia dapat memilih ternak-ternak yang akan dijadikan orang tua
(pejantan dan induk) yang baik/ terpilih yang diharapkan melahirkan keturunan-keturunan unggul dan tidak cacat.
Seleksi
secara konvensional dapat dilakukan dengan memanfaatkan data statistik ternak
yang diperoleh dari catatan produksi (production
record) dan pedigree/
silsilahnya. Seleksi semacam ini tetap
dilakukan sampai sekarang, meskipun membutuhkan waktu lama dan biaya cukup
tinggi. Terutama seleksi terhadap
ternak-ternak yang mengandung/ carrier gen-gen yang menyebabkan cacat, oleh karena umumnya ternak jantan
maupun betina umumnya carrier maka
pada ternak tersebut tidak tampak cacat
atau sakit, tetapi gen-gen tersebut dapat muncul pada anak-anaknya apabila
pejantan carrier kawin dengan betina carrier.
Metode
seleksi yang dapat digunakan untuk menguji apakah ternak bibit mengandung
gen-gen yang mengalami mutasi adalah progeny
test (seleksi/ pemilihan ternak
didasarkan atas hasil evaluasi pada anak-anaknya), di mana ternak-ternak yang
akan diuji dikawinkan dulu kemudian anak-anaknya dievaluasi apakah menderita
cacat atau tidak. Seleksi ini memakan
waktu lama dan biaya cukup besar. Menurut Lasley (1981) progeny test pada sapi memakan waktu lama, karena jarak generasi
anak dan generasi orang tua (interval
generasi) sekitar 4 – 6 tahun..
Teknik
analisis DNA memberikan solusi terhadap masalah waktu, dimana ternak jantan dan
betina yang akan dijadikan bibit dianalisis terlebih dahulu, apakah mengandung
DNA yang bermutasi atau tidak. Apabila
terbukti mengandung DNA yang bermutasi maka ternak jantan atau betina tersebut
disingkirkan sebagai calon bibit.
DNA pada makhluk hidup tidak hanya didapati pada inti
sel (nucleus), tetapi juga pada
mitokondria. DNA inti sel dan
mitokondria berbeda dalam pola replikasi dan penterjemahan informasi genetiknya
(Donosepoetro, 2003). Dalam makalah ini
yang dibicarakan adalah DNA inti sel.
Pada organisme tingkat tinggi (eukaryot), DNA selain
terdapat pada inti sel juga terdapat pada
mitokondria. Dalam hal ini yang
dibahas adalah DNA yang ada di dalam inti sel. Adapun fungsi dari DNA adalah sebagai tempat penyimpanan dan
pengolahan informasi genetik (Koolman dan Rohm, 1995). oleh karena informasi genetik tersebut
terdapat dalam urut-urutan basa DNA maka perubahan urut-urutan basa tersebut
menyebabkan perubahan genetik yang berpengaruh terhadap fenotip/ penampilan
ternak. Keadaan tersebut dinamakan mutasi.
Teknik pemetaan DNA merupakan suatu teknologi yang relatif baru di Indonesia, meskipun di negara-negara yang sudah maju sudah sering dilakukan orang untuk memecahkan berbagai macam masalah genetik baik pada manusia dan ternak. Penggunaan teknik ini termasuk relatif mahal karena membutuhkan peralatan yang cukup canggih yang dalam operasionalnya juga membutuhkan ketrampilan tinggi. Sehingga penggunaan teknik ini harus benar-benar selektif pada hal-hal yang memang sangat penting dan memberikan hasil yang nyata.
Tujuan
Tujuan penulisan untuk meninjau aspek teknis dan sosial ekonomis kemungkinan penerapan teknik pemetaan DNA dalam bidang peternakan sehingga dapat memberikan nilai tambah dalam pembangunan peternakan.
PEMBAHASAN
-
Struktur DNA :
Meteri
ganetik makhluk hidup terletak pada kromosom.
Kromosom tersusun atas dua tipe molekul besar yaitu (1) pritein dan (2)
Asam Nukleat. Asam nukleat terdiri atas
dua tipe yaitu (1) DNA (deoxyribonucleic acid) dan (2) RNA (ribonucleic
acid). DNA disebut juga materi genetik
terkecil dalam tubuh makhluk hidup.
Pada beberapa virus hanya mengandung RNA sebagai unit pewarisan
sifatnya (Gradner and Snustad,
1981). Penemuann struktur DNA oleh
Watson dan Crick tahun 1953 memecahkan banyak sekali teka teki di sekitar
bagaimana informasi genetik diteruskan secara rinci dari generasi ke generasi. Telah diketahui sebelumnya bahwa materi
genetik organisme hidup berasal dari kromosom yang pada organisme tingkat tinggi (eukrayot) umumnya hadir
secara berpasangan. Bagaimana kromosom meneruskan informasi genetiknya belum
diketahui sampai ditemukannya kode genetik oleh Watson dan Crick tersebut di atas (King, 1998).
Menurut Muladno (2002) setiap nukleotida terdiri dari tiga komponen yaitu (1) molekul gula pentosa (deoxyribose untuk DNA dan ribose untuk RNA), (2) gugus phosphat, (3) basa nitrogen. Basa nitrogen dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok purin dan pyrimidin. Purin terdiri atas basa Adenin (A) dan Guanine (G), sedangkan pyrimidin terdiri atas basa Cytosin dan Thymin pada DNA, sedangkan pada RNA Thymin diganti Uracil. Struktur DNA tersusun seperti tali berpilin dan ganda sehimngga disebut double helix. Dalam menyusun rangkaian ganda tersebut setiap basa akan selalu berpasangan dengan basa lain yang menjadi pasangannya, yaitu A berpasangan dengan T dan G berpasangan dengan C. Pasangan A dan T terbentuk dari dua ikatan hidrogen sedangkan G dan terbentuk dari tiga ikatan hidrogen sehingga pasangan G-C lebih stabil daripada pasangan A-T. Setiap makhluk hidup mempunyai urutan pasangan basa yang spesifik yang berbeda dengan yang lain, dalam hal mana hal ini akan terlihat pada saat disquencing (diurut). Setiap 1 rangkaian DNA selalu berpasangan secara spesifik yaitu berkomplemen dengan rangkaian DNA yang menjadi pasangannya. Contohnya adalah sebagai berikut :
Rangkaian tunggal DNA dengan susunan 5’-AAACGTCGTACCTGT-3’
akan berkomplemen dengan
3’-TTTGCAGCATGGACA-5’; di mana A selalu berpasangan dengan T, dan C
dengan G.
- Penyebab Cacat Genetik
Banyak kejadian biologis di
alam ini yang diperkirakan disebabkan oleh perubahan dari DNA ini, seperti
kasus terjadinya penyakit Flu-burung
yang biasanya tidak dapat menjangkiti manusia tetapi kemudian dapat menyebabkan
kesakitan pada manusia. Perubahan DNA
tersebut dinamakan mutasi.
Mutasi
didefinisikan sebagai perubahan dari DNA yang disebabkan oleh perubahan basa
ataupun urut-urutan dari basa yang merupakan penyusun dari DNA tersebut.
Perubahan DNA juga merupakan salah satu faktor yang menentukan evolusi
biologi (Koolman dan Rohm, 1995). Tidak semua mutasi menyebabkan penampilan
yang merusak artinya tidak menghasilkan karakter yang disukai manusia, tetapi
umumnya mutasi menyebabkan munculnya karakter yang tidak disukai. Pengurutan
basa-basa DNA (DNA squencing) secara
alami mengkopi urutan tersebut secara tepat, meskipun demikian kesalahan dapat
juga terjadi. Urutan yang baru tersebut
mungkin tidak menyebabkan timbulnya perubahan pada performans ternak, tetapi
banyak juga yang menyebabkan performans cacat atau kematian (King, 1998).
Telah
diketahui bahwa akibat perkawinan
“sedarah” (inbreeding) tidak jarang
menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang menyebabkan ternak mati pada
berbagai fase kehidupannya, lahir cacat atau kegagalan metabolisme. Evaluasi
untuk menentukan individu-individu yang membawa detrimental gene (gen pembawa cacat) melalui pengamatan pada
anak-anaknya memakan waktu lama, akan tetapi dengan teknik ini proses evaluasi
akan berjalan lebih cepat. Tabel 1 menunjukkan beberapa cacat/ penyakit genetik pada hewan, ternak
dan manusia.
-
Macam-macam mutasi :
Macam mutasi ada dua (1) mutasi noktah (point mutation), yaitu salah satu basa
berubah misalnya Cytosin (C) menjadi Uracil (U) maka pada replikasi
berikutnya U akan berpasangan dengan A
bukan dengan G, sehingga menyebabkan kesalahan pembacaan DNA, (2) Penyisipan (insersi) segmen DNA ke dalam
satu rangkaian DNA, (3) delesi yaitu hilangnya satu atau beberapa basa di dalam
DNA, (4) inversi, yaitu DNA mengalami
rotasi 180 o sehingga mmbuat satu atau beberapa pasang basa berpindah tempat (Koolman dan Rohm, 1994) ;
(Li and Graur, 1991).
- Penyebab Mutasi :
Dahulu
mutasi adalah disefinisikan sebagai perubahan sifat dari gen, pada masa
sekarang ini mutasi diketahui perubahan dari basa atau urutan dari basa
penyusun DNA. Pada umumnya penyebab
mutasi pada makhluk hidup dari spesies apapun baik tanaman maupun hewan adalah
sama, hanya intensitasnya saja yang berbeda. Mutasi ada dua macam dilihat dari
sudut penyebabnya (1) mutasi spontan yang terjadi dengan sendirinya di alam ini
(Gardner and Snustad, 1981). (2) mutasi buatan yang
disebabkan oleh agen-agen mutasi seperti radiasi
Tabel 1. Beberapa contoh cacat/penyakit genetik pada manusia, hewan dan ternak.
Spesies : |
Cacat genetik : |
Ciri-ciri : |
1. Sapi potong Hereford 1) |
Cebol (dwarfism) |
Cebol dan mati menjelang dewasa |
2. Sapi perah FH 1) |
Cerebral hernia
|
Tulang kepala bagian atas terbuka yang disebabkan oleh gagalnya
pembentukan tulang di saat embrional.
Anak
sapi langsung mati setelah lahir |
3. Kuda Thoroughbred1) |
Bleeding |
Pembuluh darah di bagian
mukosa hidung sangat rapuh sehingga dapat menyebabkan pendarahan |
4. Manusia 2) |
Sickle cell
erythrocyt |
Sel-sel darah merah berbentuk
arit, sehingga menyebabkan kurang optimalnya transpor oksigen oleh sel-sel
darah merah, tetapi beberapa kasus ada yang menyebabkan kematian di masa
anak-anak. |
Sumber : 1)
Lasley (1981); 2) Gardner and Snustad (1981)
ultraviolet (UV), zat-zat kimia seperti asam nitrit (HNO2), senyawa CH yang bersifat aromatik (Koolman dan Rohm, 1994). Suatu contoh pada lalat buah, kondisi-kondisi lingkungan seperti suhu lingkungan, pH, nutrisi dan cahaya yang tidak sesuai dapat menyebabkan terjadinya mutasi (Zheng, 2003).
-
Cara untuk mendeteksi
penyakit/ cacat genetik
Koolman dan
Rohm (1994) menyatakan bahwa salah satu teknik untuk mendeteksi gen yang
mengalami mutasi adalah teknik analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism). Molekul DNA yang akan dianalisa diperoleh
dari suatu jaringan/ sampel misalnya darah, rambut, hati, ginjal, rambut dan
sebagainya. Seringkali molekul DNA yang
diperoleh terlalu sedikit sehingga
seringkali perlu diperbanyak dengan cara (1) kloning DNA ataupun dengan (2) PCR
(Polymerase Chain Reaction). PCR merupakan suatu teknik in vitro untuk
menggandakan DNA dengan cepat (Muladno, 2002).
Teknik RFLP
mempunyai prinsip pemotongan tempat-tempat tertentu pada DNA dengan ensim restriction endocuclease (ensim pemotong
DNA). Apabila suatu basa di dalam
suatu tempat mengalami perubahan karena mutasi, maka ensim tersebut tidak lagi
dapat memotong DNA ditempat tersebut.
Dengan mutasi tersebut dapat terbentuk tempat pemotongan yang baru sehingga
fragmen/ bagian DNA yang terbentuk menjadi berbeda dengan fragmen DNA.
-
Aspek sosial ekonomi penerapan teknik analisis DNA :
Berdasarkan
uraian di atas tampaknya teknik analisis DNA merupakan teknik yang untuk saat
ini masih sulit diterapkan di Indonesia, kecuali untuk tujuan penelitian.
Tetapi apabila dibandingkan dengan kerugian mendatangkan ternak dari
luar negeri dengan sejarah pedigree/
silsilah yang belum jelas, baik dipandang dari segi (1) keunggulan nenek
moyangnya dan (2) apakah nenek moyang serta kerabatnya mengandung gen-gen mutant (mengalami mutasi) atau tidak, maka pemeriksaan bibit ternak
dari luar negeri perlu dilakukan. Pemeriksaan terhadap ternak betina bibit
dipastikan membutuhkan banyak biaya, maka untuk mengurangi biaya maka
pemeriksaan dapat dilakukan pada pejantan.
Pada ternak
sapi, hal ini dapat diterapkan di Balai Inseminasi Buatan terhadap
pejantan-pejantan yang akan diambil maninya untuk dibekukan. Apabila setelah dianalisis DNA-nya terdapat
gen-gen mutant maka pejantan tersebut
harus disingkirkan dari posisinya sebagai pejantan yang akan diambil
maninya. Hal ini untuk menghindari
terwarisinya anak-anak pejantan tersebut dengan gen-gen yang bermutasi. Anak-anak yang lahir dari perkawinan antara
pejantan yang mengandung gen yang bermutasi dengan ternak betina normal
mempunyai dua kemungkinan yaitu (1) anak-anak tersebut normal tetapi carrier (pembawa gen mutant), hal ini terjadi bila pejantan
tersebut kawin dengan betina normal, (2) anak-anak sebagian/ beberapa lahir
cacat sebab pejantan tersebut kawin dengan ternak betina carrier. Pada kondisi
peternakan seperti di Indonesia, terutama untuk ternak sapi, di mana tidak
pencatatan (record) yang memadai maka kontrol terhadap perkawinan “sedarah” (inbreeding) sangat sulit.
Pada ternak
kuda, ataupun ternak-ternak lain yang pemeliharaannya untuk kesenangan atau
hobby misalnya anjing, kucing, atau burung dalam hal mana pemiliknya bersedia
mengeluarkan dana lebih besar untuk melakukan serangkaian test untuk
membuktikan apakah ternak jantan dan induk yang dimilikinya mengendung gen
bermutasi atau tidak. Hal ini pemeriksaannya dapat dilakukan oleh pemilik
sendiri dengan bekerja sama dengan peneliti di Perguruan Tinggi atau Lembaga
Penelitian lainnya.
(1) Teknik analisis DNA dapat diterapkan untuk menanggulangi timbulnya cacat genetik pada ternak dan hewan-hewan kesayangan seperti kuda, anjing, burung, di mana pelaksanaannya dilakukan secara selektif yaitu terhadap penyakit yang berdampak secara sosial ekonomis cukup luas.
(2) Penekanan pada pemeriksaan ternak jantan, terutama pada sapi jantan yang akan digunakan sebagai donor semen beku pada Balai Inseminasi Buatan.
DAFTAR PUSTAKA
Donosepoetro, M. 2003. Mitochondrial Research, A Bird’s Eyeview. Dalam : Kumpulan makalah : Basic Molecular Biology
Course on Mitochondrial Medicine. 1-2 Agustus 2003, Fakultas Kedokteran
Unibraw, Malang.
Gardner, E.J. and D.P.
Snustad. 1981. Principles of Genetics. 6th Ed. John Wiley &
Sons, New York.
King, J. 1998. DNA Marker Technology, DNA and Cattle
Breeding. Rosgen Ltd., Roslin Institut Biotechnology Park, Roslin.
Koolman, J. dan K.H. Rohm.
1994. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Alih Bahasa : Septelia Inawati Wanandi,
Penerbit Hipokrates, Jakarta.
Lasley, J.F. 1981. Genetics
of Livestock Improvement. 4th Ed. Prentice-Hall, Inc. Englewood
Cliffs, New Jersey.
Li, Wen-Hsiung and Graur, D.
1991. Fundamentals of Molecular Evolution. Sinauer
Associates, Inc. Sunderland, USA.
Muladno, 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Pertama. Pustaka
Wirausaha Muda, Bogor.
Zheng, Q. 2003. Mathematical
Issue Arising from the Directed Mutation Controversy. J. Genetics, 164 :
373-379.