© 2003 Taufan P. Daru Posted:
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pascasarjana/S3
Institut Pertanian
November 2003
Dosen :
Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
PENGELOLAAN TANAH MASAM DI LINGKUNGAN TROPIKA BASAH MELALUI
SISTEM AGROFORESTRI
Oleh
Taufan P. Daru
D061030151/PTK
E-mail: taufanpd@plasa.com
Abstract
Soil in the tropics environment usually dominated
by oxisol and ultisol soil that characterized by very acidic soil (pH > 4),
low of soil organic matter content, high saturated phosphorous, low of nitrogen
content and cation exchange capacity (CEC), and aluminium toxicity in lower
level. High of rain
fall (> 2500 mm y-1) caused of erosion and leaching. On this condition, agroforestry system
expected may help in agricultural productivity.
Tree plant with deep rooted could maintain of soil nutrients, minimized
erosion, water conservation, and producing various economic values plant. On the practice, provide some selection of
kind of plant that tolerance to Al toxicity, shading, and deep rooted. Problem of interaction between tree plants
and crops may be analyzed by simulated model of
WaNuLCas. Further development need some
experiment direct to plant tolerance to acidic soil and shading effect.
Key words: Agroforestry,
acidic soil; tree plant-crop interaction; WaNuLCas
Pendahuluan
Tanah di
lingkungan tropika basah pada umumnya bersifat masam dan merupakan ciri khas
sebagian besar wilayah di
Tingginya curah hujan (> 2500 mm tahun-1) memungkinkan
tingginya tingkat erosi dan pencucian hara (Hairiah dkk.,
2000b). Selama mengalir melalui pori-pori tanah air ini melarutkan apa saja yang ada di dalamnya dan bahkan mampu melepaskan
unsur yang terikat oleh permukaan padatan tanah. Akibatnya, banyak
unsur-unsur hara yang terbawa aliran air dari lapisan atas ke lapisan yang
lebih dalam. Unsur-unsur
yang semestinya dapat diserap oleh akar tanaman menjauh dari jangkauan akar
sehingga tanaman tidak bisa memanfaatkannya. Hal ini akan
diperparah lagi apabila pertumbuhan akar ke dalam juga dihambat oleh
lapisan-lapisan penghambat atau keracunan Al (Szoot, et al, 1991; Hairiah, 2000b).
Pada kondisi
semacam ini, sistem agroforestri diharapkan dapat membantu dalam produksi
pertanian di lingkungan tropika basah, terutama pada tanah-tanah masam. Tanaman pohon dengan
perakaran yang dalam dapat membantu dalam memelihara hara tanah, menekan erosi,
dan konservasi air selain dapat menghasilkan beberapa jenis produk yang
memiliki nilai ekonomi (Lundgren and Ranitree, 1983; Nair, 1984).
Tanaman pohon-pohonan (bukan hanya
tanaman hutan) dalam sistem agroforestri
memiliki peran dalam 1) meningkatkan input
hara ke dalam tanah, 2) memperluas siklus hara, 3) menurunkan kehilangan hara
dari tanah, dan 4) memperbaiki lingkungan (Sanchez et al, 1997). Penanaman
dengan tanaman pangan, tanaman pohon
dapat berperan dalam memperbaiki dan menjaga kesuburan tanah agar dapat
berkelanjutan, melalui 1) penurunan aliran permukaan, kehilangan hara, dan
erosi tanah; dan 2) memompa hara-hara yang telah larut di lapisan tanah bagian
bawah ke lapisan bagian atas agar dapat dimanfaatkan oleh tanaman pangan
(Vegara, 1982). Persoalan
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan jenis-jenis tanaman yang toleran
terhadap keracunan alumunium, rendah fosfor dan kalsium, dan toleran terhadap
naungan (Norman et al., 1995).
Penelitian-penelitian yang mengarah kepada toleransi tanaman terhadap
naungan sudah mulai dilaporkan, diantaranya pada tanaman padi (Sopandie dkk., 2003a; Sopandie dkkb., 2003).
Persoalan lain yang cukup penting adalah adanya
kompetisi untuk mendapatkan air, hara, dan cahaya antara tanaman pangan dan
tanaman pohon (Sanchez, 1995).
Tujuan penulisan paper ini adalah menawarkan
alternatif pemecahan masalah pertanian di tanah masam melalui pendekatan
agroforestri sebagai bagian dari pertanian yang berkelanjutan, yang
pembahasannya ditekankan kepada pemilihan jenis-jenis tanaman yang sesuai serta
interaksi antara tanaman pohon dengan tanaman pangan.
Agroforestri dan Pertanian yang Berkelanjutan
Secara definitif, agroforestri
adalah sistem pemanfaatan lahan berkelanjutan yang dapat memelihara atau
meningkatkan total hasil dengan
menkombinasikan tanaman pangan (annual) dan tanaman pohon-pohonan
(perennial) dan/atau ternak dalam suatu unit lahan, apakah dalam kurun waktu
yang bersamaan atau berbeda, dengan pengelolaan yang sesuai dengan
karakteristik sosilokultural, kondisi ekonomi, dan kondisi lingkungan dari
areal lahan tersebut (Vegara, 1982).
Selanjutnya, agroforestri dapat diklasifikasikan melalui tiga cara yaitu
berdasarkan ruang, waktu, dan produk, dimana subsistem pendukungnya meliputi agrosilvicultural, yaitu petanaman
antara tanaman pohon dengan tanaman pangan, silvopastoral,
yaitu pertanaman antara tanaman pohon dengan tanaman pakan ternak, dan agrosilvopastoral, yaitu pertanaman
antara tanaman pohon, tanaman pangan, dan tanaman pakan ternak (Vegara, 1982; Lundgren
and Raintree, 1983; Nair, 1984).
Dalam perkembangan
berikutnya de Foresta and Michon (1997) mengklasifikasikan agroforestri menjadi
dua kelompok, yaitu 1) sistem agroforestri sederhana, dan 2) sistem
agroforestri kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah menanam pohon dengan satu atau
beberapa jenis tanaman semusim. Jenis-jenis pohon yang ditanam bisa memiliki nilai ekonomi tinggi
seperti kelapa, karet, cengkeh, dan jati, atau bisa memiliki nilai ekonomi
rendah tetapi penting untuk lingkungan seperti dadap, lamtoro, dan kaliandra. Sedangkan tanaman semusim
misalnya padi, jagung, kacang tanah dan lain sejenisnya, atau dengan tanaman
pakan ternak. Sistem
agroforestri kompleks, merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi
banyak jenis tanaman dengan (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan
pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini
tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman semusim, dan
rumput-rumputan dalam jumlah banyak.
Kenampakan fisik serta dinamika di dalamnya mirip
dengan ekosistem hutan (sekunder maupun primer) dengan siklus yang tertutup.
Konsep yang paling penting dari pertanian yang
berkelanjutan adalah integrasi dari tiga tujuan utama, yaitu 1) kesehatan
lingkungan, 2) keuntungan ekonomi, dan 3) keadilan social-ekonomi. Berkelanjutan bertumpu pada prinsip bahwa
kita harus mendapatkan kebutuhan pada masa sekarang tanpa mengganggu kebutuhan
generasi berikutnya
Dalam bidang produksi tanaman strategi yang harus diperhatikan
adalah topografi, karakteristik tanah, iklim,
Memperhatikan definisi agroforestri
dan konsep pertanian yang berkelanjutan, maka dapat dijelaskan bahwa
agroforestri termasuk system pertanian yang berkelanjutan, kartena ada tiga
aspek yang diperhatikan yaitu 1) keuntungan lingkungan, 2) keuntungan ekonomi,
dan 3) keuntungan sosial (Vegara, 1982).
Pemilihan Jenis Tanaman
Strategi yang dapat dilakukan untuk
memilih tanaman yang toleran pada tanah masam, yaitu melalui 1) modifikasi sifat
tanaman melalui uji genetik untuk menjadikannya lebih toleran terhadap
kemasaman tinggi, dan 2) inventarisasi tanaman yang dapat tumbuh pada
tanah-tanah yang memiliki masalah dengan Al.
Seleksi ini umumnya hanya diperoleh jenis tanaman yang
toleran dan tidak toleran terhadap Al.
Pada Tabel 1 disajikan beberapa contoh tanaman yang
toleran terhadap tingkat kemasaman tinggi.
Jenis-jenis
tanaman yang toleran terhadap Al, umumnya masih dapat memanfaatkan nitrat dari
dalam tanah. Asimilasi
nitrat biasanya berhubungan dengan ekskresi –OH dari akar. Meningkatnya konsentrasi
–OH ini menyebabkan toleransi terhadap Al. Percobaan lain yang
menggunakan campuran NO3 dan NH4 tidak menurunkan
toleransinya terhadap Al, namun dengan tingginya kandungan Al menyebabkan
terhambatnya penyerapan Ca dan P yang selanjutnya menurunkan serapan NH4
oleh akar tanaman (Fenn and Taylor, 1991; Kulhavy and Cervena, 1991; Rode and
Runge, 1991).
Pertimbangan
lainnya dalam memilih tanaman, yaitu yang memiliki perakaran yang dalam dengan
tajuk yang tidak melebar. Pohon
yang memilki perakaran yang dalam dan menyebar secara intensif di lapisan tanah
bawah akan mengurangi pencucian hara vertikal maupun
horizontal. Sebaran akar pohon yang dangkal akan
menimbulkan kompetisi akan air dan hara dengan tanaman pangan. Kompetisi juga terjadi
dalam hal peyerapan sinar matahari.
Naungan oleh tajuk pohon akan mengurangi
intensitas cahaya yang sangat dibutuhkan oleh tanaman semusim. Untuk menghindari efek
negatif perlu juga dipertimbangkan jenis tanaman pohon yang memiliki sebaran
tajuk tidak melebar, atau bila tidak, dapat dilakukan dengan memperlebar jarak
tanam pohon atau pengaturan pemangkasan (Hairiah,
2000a).
Pada Tabel 2 disajikan beberapa contoh jenis tanaman dengan
kedalam perakaran dan sebaran tajuk yang berbeda. Beberapa jenis tanaman yang
tahan naungan perlu juga disarankan sebagai komponen penyusun agroforestri,
diantaranya, talas-talasan dan tanaman rempah. Akhir-akhir ini penelitian tanaman pangan
yang mengarah kepada toleransi terhadap naungan juga sudah dikembangkan, begitu
juga dengan metode-metode pencapaian hasil yang cepat, diantaranya dilakukan
pada padi gogo (Sopandie dkk., 2003a;
Sopandie dkk., 2003b).
Tabel 1. Beberapa contoh jenis tanaman yang
toleran terhadap tingkat kemasaman tinggi (Hairiah dkk.,
2000b)
Kelompok |
Nama lokal |
Nama ilmiah |
Tanaman Pangan |
Padi, nanas |
Zea mays, Ananas comosus |
Palawija |
Kacang tanah Kacang tunggak Gude |
Arachis hypogea Vigna unguiculata Cajanus cajan |
Tanaman keras (cash
crop) |
Kopi Teh Kepala sawit Karet |
Coffea canephora Thea sinensis=Camelia sinensis Elaeis guinensis Hevea brassiliensis |
Pohon
buah-buahan |
Rambutan Nangka Cempedak Duku Mangga Jambu air Jambu biji Jambu mente Mangga Sirsak Pete Jengkol |
Nephelium lappaceum Arthpcarpus heterophyllus Durio zibethinus Arthocarpus integer Lansium domesticum Garcinia mangostana Syzigium aqueum Psidium guajava Anacardium occidantale Mangifera indica Anona muricata Parkia speciosa Pithecellobium jiringa |
Pohon
penghasil kayu |
Sungkai/jati
seberang Pulai Bulangan Sengon putih Mahoni Mangium |
Perunema inerme Alstonia spp Gmelina arboria Paraserienthes falcataria Swietenia mahogany Acacia mangium |
Tanaman pagar |
Petaian Gamal Flemingia Lamtoro |
Peltophorum dasyrrachis Gliricidia sepium Flemingia congesta Leucaena leucocephala |
Tanaman legume
penutup tanah (LCC) |
Orok-orok Calopo Centro Kacang asu Kacang benguk |
Crotalaria juncea Calopogonium muconoides Calopogonium caeruleum Centrosema pubescens Pueraria phaseoloides Mucuna pruriens var. utilis |
Tanaman liar |
Melastoma krinyu |
Melastoma sp. Chromalaena odorata |
Tabel 2. Contoh beberapa jenis
tanam dengan kedalaman akar dan sebaran tajuk yang berbeda (Hairiah, 2000a).
Nama Tanaman |
Kedalaman perakaran |
Sebaran tajuk |
Lamtoro |
Dangkal |
Menyebar,
perlu 3-5 pangkasan per tahun |
Kaliandra |
Sedang |
Menyebar, perlu
3-5 pangkasan per tahun |
Gamal |
Dangkal |
Menyebar,
perlu 3-5 pangkasan per tahun |
Dadap |
Sedang |
Menyebar,
perlu 3-5 pangkasan per tahun tetapi kurang tahan terhadap pangkasan |
Petaian |
Dalam |
Terpusat di tengah,
pangkasan maksimal 3 kali per tahun |
Sungkai |
Sangat dangkal |
Sempit |
Jengkol |
Dangkal |
Sedang |
Petai |
Dangkal |
Menyebar |
Sengon |
Dangkal |
Menyebar |
Jambu air |
Dangkal |
Sedang |
Melinjo |
Dangkal |
Sempit |
Kapuk |
Dalam |
Menyebar |
Jambu mete |
Dalam |
sedang |
Nangka |
Sangat dalam |
sedang |
Mangga |
Sangat dalam |
sedang |
durian |
Sangat dalam |
sedang |
Selain berperan sebagai “jaring hara”, akar pohon juga
diharapkan dapat menyumbangkan hara yang mudah tercuci seperti nitrogen,
kalsium, dan fosfor. Pasokan nitrogen dapat dilakukan dengan penanaman jenis-jenis
tanaman yang mampu menambat nitrogen bebas dari udara. Menurut Vegara (1982)
nitrogen bebas dari udara dapat dikonversi menjadi ammonia yang siap
dimanfaatkan oleh tanaman melalui bakteri rhizobium yang berasosiasi dengan
akar tanaman leguminosa. Tidak
semua jenis tanaman leguminosa dapat menambat nitrogen dari udara, bahkan
menurut Giller et al. (1995) ada
beberapa legume penghasil biji justeru menyerap nitrogen lebih banyak daripada
yang disumbangkan melalui penambatan nitrogen dari udara.
Ketersediaan fosfor di dalam tanah pada umumnya cukup banyak, namun
yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman sangat terbatas. Oleh karena itu pemilihan
jenis tanaman yang dapat berasosiasi dengan cendawan dalam membentuk mikoriza
sangat diperlukan, baik ektomikoriza maupun endomikoriza. Hubungan
antara akar tanaman dengan cendawan merupakan hubungan yang sangat menguntungkan,
dimana eksudat akar tanaman akan menyediakan gula yang
sesuai dengan kebutuhan cendawan, sementara cendawan akan memproses fosfat
tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dengan cara mensekresikan
enzim-enzim fosfatase, fitase, dan nitrat reduktase. Dilaporkan, bahwa selain
fosfat cendawan ini dapat menyediakan nitrogen, kalium, kalsium, sulfur, dan
tembaga. Penyerapan
ini bisa dilakukan oleh hipa-hipa cendawan lebih dari 4 cm dari permukaan akar. Dengan demikian, mikoriza
ini dapat memperluas penyerapan hara dari dalam tanah (Mukerji et al, 1991;
Smith and Read, 1997).
Interaksi Pohon dan Tanaman Semusim dengan Model WaNuLCas
Dalam sistem agroforestri, kompetisi
antar tanaman yang ditanam berdampingan pada suatu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber hidup tanaman
berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi
ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan tanaman lain. Hambatan dapat terjadi
secara langsung (misalnya melalui efek alelopati) atau tidak langsung (misalnya
dengan berkurangnya intensitas cahaya akibat naungan, atau menipisnya
ketersediaan hara dan air akibat dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang
berdampingan). Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi positip atau
negatip dari dua kelompok tanaman yang hidup berdampingan dapat digunakan model
WaNuLCas sebagai simulasi. WaNuLCas
(Water Nutrient and Light Capture in agroforestry sistems) pertama kali
dikembangkan oleh van Nordwijk and Lusiana pada tahun 1999, yang mensintesis
proses-proses penyerapan air, hara, dan cahaya pada berbagai macam pola tanam
dalam sistem agroforestri (Hairiah dkk., 2002). Model ini berpijak pada
program STELLA IIŇ dengan mempertimbangkan 1) neraca air dan
nitrogen pada empat kedalaman dari profil tanah, serapan air dan hara oleh
tanaman semusim dan pohon yang ditentukan oleh total panjang akar dan kebutuhan
tanaman, 2) sistem pengelolaan tanaman, seperti pemangkasan cabang pohon, jarak
pohon, pemilihan spesies yang tepat, dan berbagai dosis pemberian pupuk, dan 3)
karakteristik pohon, termasuk distribusi akar, bentuk kanopi, kualitas seresah,
tingkat pertumbuhan maksimum, dan kecepatan untuk pulih kembali setelah
pemangkasan.
Neraca untuk input hara dan air
dalam sistem agroforestri dapat dihitung denngan persamaan:
Dimana,
Δtersimpan = jumlah hara yang dapat tersimpan
dalam tanah
Masukan = jumlah hara yang masuk
Recycle = jumlah hara yang dapat diambil
dari lapisan bawah
Upttan.semusim =
jumlah serapan hara pada tanaman semusim
Uptpohon,komp =
jumlah serapan hara pada pohon dalam sistem agroforestri
Uptpohon,nonkomp =
jumlah serapan hara pada pohon dalam sistem monokultur
Kehilangan = jumlah hara yang hilang dari dalam
tanah
Parameter Uptpohon,nonkompetitif mewakili fungsi akar pohon sebagai
“jaring penyelamat hara” untuk hara yang tercuci ke lapisan bawah yang terjadi
selama musim pertumbuhan, maupun sebagai pemompa hara pada lapisan bawah. Parameter-parameter tersebut
dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel
3. Penjabaran parameter
pada persamaan di atas untuk penyerapan sumber energi oleh pohon dan tanaman
semusim (Hairiah dkk., 2002).
Parameter |
Air |
Nitrogen |
Cahaya |
Masukan (input) |
Curah hujan, irigasi, runoff |
Pemupukan dan masukan organik |
Total radiasi harian |
Recycle (daur ulang)_ |
Hydraulic pada akar tanaman |
Seresah, pangkasan, sisa panen |
- |
Upttan.semusim (serapan) |
Jml. Air
diserap oleh tan. semusim |
N-fiksasi (tan semusim) + ΣN diserap (tan.
Semusim) |
Σcahaya diserap (tan.semusim) |
Uptpohon,komp (serapan) |
Σtop air diserap (pohon) |
Σtop N diserap (pohon) |
Σcahaya diserap (pohon)1.2 |
Uptpohon,nonkomp (serapan) |
Σsub air diserap (pohon) |
N-fiksasi (pohon + ΣN diserap (pohon) |
Σcahaya diserap (pohon)3 |
kehilangan |
Σperkolasi dari zona terendah |
Σpencucian dari 1-zona terendah |
Σcahaya diserap |
Δtersimpan |
Δkandungan
air |
Δ(N
mineral + BOT) |
- |
Keterangan:
Akar tanaman semusim diasumsikan
mendominasi lapisan atas sedang akar pohon mendominasi lapisan bawah; hurup 1,2, dan 3 mewakili zonasi (jarak) terhadap pohon;
N-mineral=NO3 + NH4; BOT= bahan organik tanah
Kesimpulan
Untuk mewujudkan
suatu sistem pertanian di tanah masam yang berkelanjutan dapat menerapkan
sistem agroforestri sebagai alternatif pemecahan masalah pertanian lingkungan
tropika basah. Dalam
pelaksanaannya perlu diperhatikan mengenai pemilihan jenis-jenis tanaman yang
toleran terhadap Al, toleran terhadap naungan, serta memiliki perakaran yang
dalam. Interaksi
antara tanaman pohon dengan tanaman semusim dapat di analisis dengan model
simulasi WaNuLCas.
Perlu terus
dikembangkan penelitian-penelitian yang mengarah kepada toleransi tanaman terhadap
tanah masam dan naungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih,
J.S, Sudjadi, M., and Setyorini, D. 1988.
Overcoming soil fertility constraints in acid upland soils for food crop based
farming in
De Foresta, H. and Michon, G. 1997. The agroforest alternative
to imperata grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach
sustainability. Agroforestry systems 36:105-120
Fenn, L.B. and
Freenstra,
G. 2000. What is sustainable agriculture ?. http://www.sarep.ucdavis.edu/
concept.ht07
Giller,
K.E., McDonagh, J.F., and Cadish, G.
1995. Can biological nitrogen fixation sustain agriculture in the
tropics?. In: Syers, J.K and Rimmer, D.L. (Ed.). Soil science and
sustainable land management in the tropics.
Hairiah, K. and
van Nordwijk,M. 1986. Root studies on a tropical
ultisol in relation to nitrogen management.
Institut voor Bodemvruchtbaarheid, Haren, The Netherlands
Hairiah,
K., Utami, S.R., Suprayogo, D., Widianto, Sitompul, S.M., Sunaryo, Lusiana, B.,
Mulia, R., van Nordwijk, M., dan Cadisch, G. 2000a. Agroforestri pada tanah masam di
daerah tropika basah: pengelolaan interaksi antara pohon-tanaman semusim. International Centre for
Research in Agroforestry (ICRAF).
Hairiah, K.,
Widianto, Utami, S.R., Suprayogo, D., Sunaryo,,
Sitompul, S.M., Lusiana, B., Mulia, R., van Nordwijk, M., dan Cadisch, G. 2000b. Pengelolaan tanah masam secara
biologi. International
Centre for Research in Agroforestry (ICRAF).
Hairiah, K.,
Widianto, Utami, S.R., dan Lusiana, B. 2002.
WaNuLCas model simulasi untuk sistem agroforestri. International
Centre for Research in Agroforestry (ICRAF).
Kulhavy, J. and
Cervena,M. 1991. Effect of alumunium
in the roots of Picea abies seedling.
In: McMichael, B.L. and Persson, H. (Ed.). Plant roots and
their environment. Elsevier.
Lundgren, B. and
Raintree, J.B. 1983. Sustained Agroforestry. In: Nestel, B
(Ed.), Agricultural Research for Development: Potentials and Challenge in
Mukerji,
K.G., Jagpal, R.,
Nair,
P.K.R. 1984.
Classification of agroforestry system. Agroforestry systems 3:97-128
Rode,
M.W. and Runge, M. 1991. Combined effects of alumunium and
nitrogen forms on root growth of ten ecologically distinct plant spesies.
In: McMichael, B.L. and Persson, H. (Ed.). Plant roots and
their environment. Elsevier.
Sanchez, P.A.
1995. Science in agroforestry. Agroforestry
Sistems 30:5-55.
Sanchez, P.A.,
Buresh, R.J., and Leakey, R.R.B. 1997. Trees, soils, and food
security. Philosophical transactions of the Royal Society, series A, 355.
Smith, S.E. and
Read, D.J. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Academic Press.
Sopandie, D., Chozin,
M.A., Sastrosumarjo, S., Juhaety. T., dan Sahardi. 2003a. Toleransi
padi gogo terhadap naungan. Hayati vol. 10 no. 2:71-75
Sopandie, D.,
Chozin, M.A., Tjitrosemito, S., dan Sahardi., 2003b. Keefektifan uji cepat ruang
gelap untuk seleksi ketenggangan terhadap naungan pada padi gogo.
Hayati vol. 10 no. 3:91-75
Szoot,
LT, Fernandes, ECM, and
van der Heide, J.,
Setijono, S., Syekhfani, M.S., Flach, E.N., Hairiah, K., Ismunandar, S.,
Sitompul, S.M., and Van Nordwijk, M.
1992. Can low eksternal input cropping sistem in acid upland soil in the
humid tropics be sustainable? Backgrounds of the Unibraw/IB
nitrogen management project in Bunga Mayang. Agrivita
15:1-10
Vegara,
N.T. 1982. New
Directions in agroforestry: The potential of tropical legume trees. East-West Centre and United