© 2003 Zulhaida Lubis Posted:
Oleh :
Zulhaida Lubis
A561030051/GMK
e-mail: zulhaida@.telkom.net
Status gizi ibu
sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum
dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan
berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada
keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.
Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur
berat bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan
melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada
kondisi yang baik. Namun
sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi khususnya
gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia gizi (Depkes RI,
1996). Hasil SKRT 1995
menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia
mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko
kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan
dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai
resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat
persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah
mengalami gangguan kesehatan (Depke RI, 1996). Bayi yang dilahirkan dengan
BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat
berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat
mengganggu kelangsungan hidupnya.
Selain
itu juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan
terhadap infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, masalah
perilaku dan lain sebagainya (Depkes RI, 1998).
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi,
karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut
diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ
kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat
gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak
sempurna.
Bagi
ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun
yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral
seperti Zat Besi dan Kalsium.
Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan
kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari
selama hamil (Nasution, 1988).
Energi yang tersembunyi
dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa ditabung masih
dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah
energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang
harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000
Kkal. Untuk memperoleh besaran energi
per hari, hasil penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan
lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara
minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus
meningkat sampai akhir kehamilan. Energi
tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan
lemak. Selama trimester III energi
tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.
Karena banyaknya perbedaan
kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar
150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan
III. Di Kanada, penambahan untuk
trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari
selama kehamilan. Angka ini tentunya
tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik,
dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku
bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.
Sama halnya dengan energi,
kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari
sebelum hamil. Jumlah protein yang harus
tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun
dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin.
Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998
menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam satu hari asupan
protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau
sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun),
dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun).
Bahan pangan yang
dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi
tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil
olahannya. Protein yang berasal dari
tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan
meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat
Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah
yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah
adalah 500 mg. Selama
kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk
untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi
rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal
rata-rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun).
Bila
ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada
ibu maupun janin,
seperti diuraikan berikut ini.
1.
Terhadap
Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil
dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit
infeksi.
2.
Terhadap
Perslinan
Pengaruh gizi kurang terhadap
proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan
sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan
dengan operasi
cenderung meningkat.
3.
Terhadap
Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan ,
abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi,
asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR)
Gizi
yang baik diperlukan
seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami
hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system
reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa
pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih
sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang
gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah
dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.
Anemia
dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb
berada di bawah normal. Di Indonesia
Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi, sehingga lebih dikenal
dengan istilah Anemia
Gizi Besi. Anemia
defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama
kehamilan. Ibu
hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada
janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan
menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl
selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal
ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara
bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan
resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi
BBLR dan prematur juga lebih besar.
Di Indonesia batas
ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini
berarti ibu hamil dengan resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi
BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko kematian,
gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah
resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan wanita usia subur sudah harus
mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari 23,5 cm. Apabila LILA
ibu sebelum hamil
kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda sehingga
tidak beresiko melahirkan BBLR.
Hasil penelitian Edwi Saraswati, dkk. di
Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa KEK pada batas 23,5 cm belum merupakan
resiko untuk melahirkan BBLR walaupun resiko relatifnya cukup tinggi. Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada batas 23
cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu
yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm.
Sebagaimana
disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu baik
sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup berperan dalam pencapaian
gizi ibu saat hamil. Penelitian
Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR.
Ibu dengan status gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR dibandingkan dengan ibu
yang mempunyai status gizi baik (normal).
Hasil penelitian Jumirah, dkk. (1999) menunujukkan bahwa ada
hubungan kadar Hb ibu hamil dengan berat bayi lahir, dimana
semakin tinggi kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang
dilahirkan. Sedangkan
penelitian Edwi Saraswati, dkk. (1998) menemukan bahwa
anemia pada batas 11 gr/dl bukan merupakan resiko untuk melahirkan BBLR.
Hal ini mungkin karena belum berpengaruh terhadap fungsi
hormon maupun fisiologis ibu.
Selanjutnya pada analisa bivariat anemia batas 9 gr/dl atau
anemia berat ditemukan secara statistik tidak nyata melahirkan BBLR. Namun untuk
melahirkan bayi mati mempunyai resiko 3,081 kali. Dari hasil analisa
multivariat dengan memperhatikan masalah riwayat kehamilan sebelumnya menunjukkan bahwa ibu hamil penderita anemia berat mempunyai resiko untuk
melahirkan BBLR 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak
menderita anemia berat.
Ibu hamil merupakan kelompok yang cukup rawan gizi. Kekurangan gizi pada ibu hamil mempunyai
dampak yang cukup besar terhadap proses pertumbuhan janin dan anak yang akan dilahirkan. Bila
ibu hamil mengalami kurang gizi maka akibat yang akan ditimbulkan antara lain: keguguran, bayi lahir
mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, dan bayi lahir dengan
BBLR.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh gizi kurang
terhadap kejadian BBLR cukup besar pada ibu hamil, apalagi kondisi gizi ibu
sebelum hamil buruk. Masalah gizi kurang pada ibu hamil ini dapat
dilihat dari
prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan kejadian anemia.
Untuk memperkecil resiko BBLR diperlukan upaya
mempertahankan kondisi gizi yang baiik pada ibu hamil. Upaya yang dilakukan berupa pengaturan
konsumsi makanan, pemantauan pertambahan berat badan, pemeriksaan kadar Hb, dan pengukuran LILA sebelum atau saat hamil.
Saraswati, E. 1998. Resiko Ibu Hamil Kurang
Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR). Penelitian Gizi dan Makanan jilid 21.
Jumirah, dkk. 1999. Anemia Ibu Hamil dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Serta Dampaknya pada Berat Bayi Lahir di
Kecamatan
Kardjati, S. 1999. Aspek Kesehatan dan
Gizi Anak Balita. Yayasan Obor
Nasution, A.H., dkk. 1988. Gizi
untuk Kebutuhan Fisiologis Khusus. Terjemahan. PT Gramedia.
Pudiadi. 1997. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Fakultas Kedokteran UI.
Manik, R. 2000. Pengaruh Sosio
Demografi, Riwayat Persalinan dan Status Gizi Ibu terhadap Kejadian BBLR, Studi
Kasus di RSIA Sri Ratu
Sarimawar, D., dkk. 1991. Faktor Resiko yang Mempengaruhi Anemia
Kehamilan. Buletin Penelitian
Kesehatan.