© 2004 Sekolah Pasca Sarjana IPB Posted
19 April 2004
Makalah Kelompok 6, Sem. 2, t.a. 2003/4
Materi Diskusi Kelas
Pengantar Falsafah Sains (PPS702)
Program Pasca Sarjana - S3
Institut Pertanian Bogor
April 2004
Dosen:
Prof. Dr. Ir. Rudy C.
Tarumingkeng (penanggung jawab)
Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto
Dr Ir Hardjanto
MEMBANGUN PERSEPSI ”DEEP
ECOLOGY AND ANALYSIS”
DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
(Suatu Tinjauan
Peningkatan Bencana Alam Di Indonesia)
Oleh :
Kelompok 6
Nasir Basien Biasane
Luluk Sulistiyono sulistiyono_luluk@yahoo.com
Hardian
Windra Kurniawan
Moh. Sobur
Mulyadi
1.
Latar belakang
Seiring dengan berakhirnya abad ke
20, masalah lingkungan menjadi hal yang utama. Kita dihadapkan pada serangkaian
masalah global dan lokal yang membahayakan biosfer dan kehidupan manusia dalam
bentuk yang sangat mengejutkan yang dalam waktu dekat akan segera menjadi irreversible. Bencana alam seperti gempa
bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor dan badai telah meminta korban satu
setengah juta jiwa dalam dua puluh tahun belakangan. Sebagian besar korban
berada di negara-negara sedang berkembang. Di belahan dunia di kota Bam, Iran
Desember lalu sebanyak 40 ribu orang tewas, Korea utara 606 setiap sejuta
penduduk, Mozambik (328) dan Armenia (324). Di Indonesia sepanjang tahun 2003
dan awal 2004 telah terjadi berbagai macam fonomena alam seperti dinegara
berkembang lainnya yang menimbulkan kerugian ekonomi, fisik, sosial dan
ekologis.
Kita memiliki dokumentasi yang cukup tentang jangkauan dan pentingnya
masalah-masalah ini. Berbagai problematika alam yang telah terjadi bukan hal
yang mudah untuk dikendalikan dengan cepat secara parsial. Parcial problem di daerah yang telah
terakumulasi menjadi global problem
yang dapat berpengaruh terhadap berbagai masalah alam yang dapat menyebabkan
multidimensi permasalahan, dalam kehidupan manusia, sebagai contoh produksi CO2
yang menyebabkan green house effect, biodevercity, asap kebakaran hutan ( forrest smoke), populasi manusia (human population), perubahan iklim (climate change), bencana banjir, tanah
longsor, kekeringan dan lain sebagainya.
2.
Fenomena alam di Indonesia
Bencana banjir dan tanah longsor akan terus berlanjut jika penebangan pohon
oleh pemegang HPH yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, penjarahan hanya
mungkin diatasi dengan penegakan hukum, pengentasan kemiskinan dan pendidikan.
Sebagaimana banjir yang telah banyak memakan korban, pada awal tahun 2002 lalu
di Jakarta 70% wilayahnya telah ditelan air, Sitobondo, Probolinggo, Kudus,
juga sebagian wilayah Sumatera seperti di Jambi, Lampung, dan Palembang pada
tahun-tahun sebelumnya tidak pernah mengalami limpahan air yang dahsyat. Tanah
longsor di Tulungagung, Mojokerto, Pacitan, Blitar, Trenggalek dan kota-kota
lainnya juga telah memakan korban.
Fonomena alam di tahun 2003, yang terjadi beberapa bulan sebelum bencana
banjir bandang menyapu kawasan wisata Bukit Lawang, Bahorok, Sumatera Utara,
kejadian bencana alam tanah longsor terjadi di kaki Gunung Mandalawangi,
Kabupaten Garut, Jawa Barat, Cikalong wetang, Bandung, dan lain- lain. Di ujung
tahun 2004 di Kabupaten Mojokerto, Situbondo Jawa Timur banjir disertai lumpur,
ibu kota Jakarta (Bulan Pebruari) telah terjadi bencana alam berupa banjir
diserati lumpur menggenangi beberapa kecamatan, menimbukan kerugian milyaran
rupiah.
Semua kejadian telah menimbulkan dampak ekonomi negatif yang telah mencapai
kerugian Trilyunan Rupiah, hal ini terjadi
ditengah-tengah perjalanan rakyat Indonesia membenahi perekonomiannya.
Walaupun sebenarnya sangat sulit untuk diprediksi tingkat kerugiannya secara gamblang
dan menyeluruh karena dampak yang ditimbulkan oleh fenomena alam itu tidak
hanya terjadi pada aspek ekonomi sermata, namun juga terhadap berbagai dimensi
meluputi kerugian fisik, kerugian psikologis, kesehatan, administrasi dan
ekologis.
3.
Permasalahan
Semakin dalam kita pelajari masalah bencana alam di bumi kita, makin kita
sadari bahwa hal ini tak dapat terjadi secara terpisah. Masalah-masalah itu
merupakan masalah sistemik, artinya bahwa semuanya saling terkait dan
tergantung satu sama lainnya membentuk suatu sistem. Kelangkaan sumberdaya dan
degradasi lingkungan ditambah dengan pertambahan pesat populasi menimbulkan
kerusakan komunitas-komunitas lokal, membentuk ego sektoral, kekerasan etnis
dan suku, yang sudah menjadi ciri utama era krisis ekologis. Sebagai contoh,
fenomena alam yang sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Jakarta (Pebruari
lalu) ; bahwa banjir yang melanda disebabkan oleh rusaknya kawasan Bopunjur,
yang merupakan daerah tangkapan air berdasarkan Keppres No. 114/1999 untuk (1)
menjamin berlangsungnya konservasi tanah dan air yang merupakan fungsi utama
kawasan dan (2) menjamin tersedianya air dan tanah, air permukaan dan
penanggulangan banjir bagi Kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya.
Akhirnya, masalah-masalah ini harus dilihat sebagai aspek-aspek yang
berbeda dari sebuah krisis tunggal, yaitu terutama suatu ”krisis persepsi deep ekologis”. Krisis, itu berasal dari fakta bahwa
sebagian besar kita, dan khususnya lembaga-lembaga sosial kita yang besar.
Sebenarnya, sekarang ini kita berada pada permulaan sebuah perubahan
fundamental pandangan dunia dalam ilmu dan masyarakat. Namun keinsyafan akan
arti penting pemahaman konsep deep ekologis ini belum berkembang pada
sebagian besar pemimpin politik kita, birokrat, ekonom dan profesi lainnya.
Sehingga dengan ini diharapkan tumbuh kesadaran akan betapa pentingnya
mempertimbangkan aspek ekologis sebagai salah satu bagian yang tak terpisahkan
dalam pengambilan keputusan.
4.
Tujuan
Berdasarkan masalah-masalah fenomena alam yang telah terjadi maka perlu
dilakukan pengkajian secara mendalam untuk membangun kesadaran arti penting sustainable development yang didasarkan pada implementasi
kaidah-kaidah ”deep ekology concept.”
5.
Landasan teori
a.
Pengertian ”deep ecology”
Yang dimaksud dengan persepsi ”deep ekology” adalah pemahaman secara mendalam manusia
tentang keberadaannya di alam, menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari
lingkungannya, yang dfidalamnya tercakup faktor-faktor fisik, biologis,
sosioekonomi dan juga politik. Hubungan ini bersifat timbal balik dan membentuk
sustu sistem yang disebut dengan ekosistem (Supardi, 1994). Dalam
hubungan yang timbal balik ini, diperlukan adanya keselarasan ekologis, yang
membangun kondisi dimana manusia ada
dalam hubungan yang harmonis dengan lingkungannya.
Manusia sebagai bagian
dari makhluk hidup selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya interaksi
ini antara manusia dan lingkungannya, mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan ekologi seperti kerusakan tanah, pencemaran lingkungan,
rusaknya keragaman hayati, bencana banjir, longsor, pemanasan global dan
sebagainya. Keadaan ini makin diperbesar dengan adanya penggalian dan
pemanfaatan sumber-sumber alam untuk menunjang kehidupan manusia akibat growth
of resident quickly. Akibat dari interfensi manusia terhadap alam, terhadap
lingkungan, terhadap ekosistem bisa mengubah struktur alam dan ekosistemnya
pada tingkatan tertentu dapat melebihi carrying capacity sehingga
mengakibatkan terganggunya keseimbangan ekologik (ecology balanced)
b.
Dimensi ekologi dalam pembangunan ekonomi
Peningkatan pembangunan, maka akan terjadi
pula peningkatan penggunaan
sumberdaya untuk menyokong pembangunan dan timbulnya permasalahan-permasalahan
dalam lingkungan hidup manusia. Dalam pembangunan,
sumberdaya alam merupakan komponen penting karena alam ini memberikan kebutuhan
asasi bagi kehidupan. Seringkali meningkatkan kebutuhan proyek pembanguanan,
keseimbangan ini bisa terganggu, yang pada akhirnyabisa membehayakan kehidupan umat.
Kerugian-kerugian dan perubahan-perubahan terhadap lingkungan perlu
diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu
proyek pembangunan. Itu sebabnya dalam setiap usaha pembangunan, externality
cost harus diperhitungkan untuk
menjaga kelestraian lingkungan, dengan sedapat mungkin tidak memberatkan
kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut.
Beberapa hal yang harus dipertimbangan dalam mengambil
keputusan-keputusan, antara lain adalah kualitas dan kuantitas lingkungan yang
diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan sumber daya alam
termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan alam tersebut.
Bagaimana cara pengelolaannya apakah tradisional atau memakai teknologi modern,
termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan terhadap memburuknya
lingkungan serta kemungkinan menghentikan perusakan lingkungan dan menghitung externality
cost.
Pembangunan ini merupakan
proses dinamis yang terjadi pada salah satu bagian dalam ekosistem yang
akan mempengaruhi seluruh bagian.
Idealnya era pembangunan dewasa
ini, SDA harus dapat dikembangkan untuk carrying capacity sebagai
penopang pembangunan ekonomi. Tetapi
sayang, dalam praktiknya perhatian terhadap daya dukung lingkungan menjadi
sangat rendah, pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan manusia
bertumpu pada eksploitasi sumberdaya alam berlebihan. Hal-hal yang menyangkut
pemeliharan kontinuitas alam kurang diperhatikan. Sehingga tidak jarang environmental
intergrity tidak terpelihara dan hilangnya kelestarian lingkungan berdampak
pada munculnya persoalan-persoalan bencana alam dimana-mana. Untuk
menghindarkan terjadinya hal-hal demikian, maka seyogyanya setiap kebijakan
yang diluncurkan pada aspek ekonomi, sosial, politik harus selalu disertai
dengan pertimbangan aspek ekologi secara mendalam (deep ekology) secara
matang dalam setiap proyek pembangunan dengan melalui recearch, evaluation,
dan awareness yang terintegrasi diantara hal-hal yang saling
berhubungan.
c.
Sustainable
development
Selama ini pembangunan yang dilaksanakan, baik di negara
berkembang merupakan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi ini menempatkan
dimensi ekonomi sebagai pertimbangan yang dominan. Eksploitasi sumberdaya
alam melebihi ambang batas tertentu,
sehingga pada suatu saat pembangunan
akan terhenti atau bahkan mendekati ambang kehancuran akibat munculnya natural
disaster. Sehingga pembangunan yang
dilaksanakan selama ini telah menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem
dikenal sebagai pola pembangunan konvensional.
Sustainability istilah lain di di bidang kehutanan maximum
sustainable yeild dan maximum sustainable catch artinya bahwa hasil tangkapan maksimum yang
dapat diperoleh secara lestari. Menurut Brutland, sustainable development didefinisikan
sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan
yang dimaksud disini adalah kebutuhan
untuk kelangsungan hidup hayati dan kebutuhan untuk kehidupan yang manusiawi. Kebutuhan untuk kelangsungan hidup hayati :
udara, air, pangan, ruang dan keamanan yang
harus tersedia dalam jumlah dan kualitas yang memadai untuk dapat hidup
sehat. Sedangkan kebutuhan untuk kehidupan manusiawi mempunyai arti untuk
menaikkan martabat dan status sosial manusia.
6.
Pembahasan
a.
”Deep ecology” sebagai komponen penting dalam pembangunan
Bukan hanya gagalnya para pemimpin kita melihat bagaimana
persoalan-persoalan yang berbeda saling berhubungan satu sama lain; mereka juga
kurang memperhatikan generasi-generasi masa depan. Perspektif ini sudah
berjalan bertahun-tahun lamanya yang pada dekade sekarang ini diharapkan dapat
menanamkan awareness pada umat
manusia dan khususnya masyarakat Indonesia akan pentingnya kelestarian
sumberdaya alam. Setelah satu persatu gejolak alam yang sudah tidak lagi
berkompromi dengan lajunya pemenuhan kebutuhan manusia serta keserakahannya.
Beranjak dari fakta yang telah terjadi di era tahun 2000 perlu pengkajian yang
mendalam akan arti pentingnya deep
ecologi untuk diimplementasikan terhadap para birokrat, ekonom, politikus
dan berbagai profesionalis lainnya untuk melaksanakan evaluation setiap kegiatan yang telah dan yang akan dilakukan.
Mendorong pentingnya deep ekologi sebagai salah satu pertimbangan dan hal
perencanaan dan pengambilan kebijakan. Kebijakan yang menekankan pada aspek deep
ekologi harus mempertimbangkan lima
pilar; (1) keanekaragaman (divercity), (2) ketergantungan (interdependensi),
(3) kegunaan (uttility), (4) Keberlanjutan (sustanability) dan
(5) Keharmonisan (harmony) (Emil S. 2004)
b.
Pembangunan ekonomi bukan semata-mata ”Pertumbuhan
produksi”
Dari sudut pandang sistemik, satu-satunya solusi adalah berkelanjutan (sustainable). Konsep berkelanjutan ini
merupakan konsep kunci dalam gerakan ekologi dan hal ini perlu disadari bahwa
ini adalah sangat penting. Lester Brown dari
Woeldwach Institute sudah memberikan sebuah definisi sederhana, jelas dan indah
: ‘ Sebuah masyarakat yang mampu mempertahankan kehidupan ialah yang mampu
memuaskan kebutuhan-kebutuhannya tanpa mengurangi prospek generasi-generasi
masa depan’. Singkatnya ini adalah tantangan yang sangat besar di zaman kita :
untuk menciptakan komunitas-komunitas yang mampu mempertahankan kehidupan yakni
lingkungan-lingkungan sosial dan kultural dimana kita dapat
memuaskan kebutuhan dan aspirasi kita tanpa mengurangi kesempatan bagi
generasi-generasi masa depan.
Persoalan lingkungan hidup juga dapat terkait dengan masalah politik
pembangunan. Pendekatan pembangunan yang dipilih oleh sebuah rezim, juga
mempengaruhi sumberdaya langka. Perekonomian yang berorientasi pada penumpukan surplus
devisa ekspor demi mempertahankan nilai tukar kurs mata uang yang amat
mudah digerogoti inflasi domestik misalnya, seringkali harus ditebus
dengan pengorbanan berupa rusaknya hutan tropis. Pola pencariam solusi seperti
itu dapat diibaratkan sebagai upaya “menutupi ketidakbecusan dengan
kelengahan”. Inflasi dan depresiasi kurs sebetulnya lebih dipicu oleh
kelengahan di dalam menjaga indikator-indikator finansial, yang kemudian
“dikoreksi” dengan pemborosan sumber daya yang sungguh fatal. Dominansi aliran developmentalis
yang menggunakan indikator-indikator makro ekonomi sebagai petunjuk
seberapa jauh perekonomian suatu negara dapat tumbuh, menyebabkan
terkesampingkannya prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Disisi lain, makna pembangunan itu
sendiri telah menyempit menjadi sekedar
“pertumbuhan produksi”. Akibatnya, desain perencanaan pertumbuhan
ekonomi jarang memperhatikan aspek ekologis sebagai konsekuensi dari setiap
pemanfaatan sumberdaya langka dimuka bumi ini.
Sebagai alternatif, memang perlu dikaji secara lebih mendalam dan serius,
terhadap kepentingan-kepentingan non–ekologis yang cenderung “menunggangi”
agenda ekologis bisa menjadi suatu ancaman. Akan tetapi diharapkan, kolektivisme
dalam suatu kepentingan universal, yaitu mencegah kedatangan kerusakan
lingkungan yang sangat fatal, seyogianya
dapat terwadahi dalam semangat dan latar belakang yang universal pula.
Betapa pun, bumi ini milik bersama yang kelestariannya juga menjadi tanggung
jawab kita bersama. Untuk itu perlu dibangun sebuah model dimensi akhlak dalam
sistem pembangunan yang berasaskan deep ekology untuk membangun awareness policy maker dalam perncanaan pembangunan.
c.
Membangun kesadaran pelaku pembangunan
Pembangunan harus dapat dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup
perubahan orientasi diberbagai bidang antara lain ; organisasi sosial, ekonomi,
politik dan kebudayaan. Hal ini berarti bahwa pembangunan memerlukan multi
disiplin ilmu. Selanjutnya tujuan akhir
dari pembangunan ialah memperbaiki keadaan yaitu meningkatkan kemakmuran
dan kesejahteraan manusia, sehingga dapat dikatakan sebagai perbuatan kebaikan.
Namun sejarah apakah seluruhnya menunjukkan hal demikian ?
Pembangunan yang yang berorientasi pada perspectif deep ekology selain dapat meningkatkan kualitas hidup
manusia dalam arti luas, yang berarti kebutuhan manusia yang berkecukupan untuk
jangka waktu sekarang dan memberikan peluang pemenuhan kebutahan generasi yang
akan datang. Untuk itu diperlukan kesadaran stakeholder dalam
menjalankan proses multidimensi pembangunan yang mendukung kaidah-kaidah
kehidupan berkelanjutan antara lain;
1.
Menghormati dan memelihara life community
Kaidah ini
mencerminkan dalam setiap kebijakan yang diambil berkewajiban untuk peduli
kepada orang lain dan kepada bentuk-bentuk kehidupan lain, sekarang dan masa
yang akan datang. Kaidah ini mengandung arti bahwa pembangunan tidak boleh
mengorbankan kelompok lain atau generasi kemudian. Kita harus membagi dengan
adil baik manfaat maupun biaya sumberdaya yang digunakan (valuating economic)
serta biaya pelestarian lingkungan di antara masyarakat-masyarakat yang berbeda
dan kelompok-kelompok yang bersangkutan, diantara mereka yang miskin dan yang
kaya, serta diantara generasi kita dan generasi yang akan datang (Bunasor,
2003).
2.
Memperbaiki kualitas hidup manusia
Fpkus
pembangunan yang sesungguhnya dalah manusia. Ini sebuah proses yang
memungkinkan manusia menyadari potensi mereka, membangun rasa percaya diri
mereka, dan masuk ke kehidupan yang bermanfaat dan berkecukupan. Economic policy merupakan komponen penting dalam pembangunan,
tetapi pembangunan ekonomi tidak boleh dijadikan sasarannya sendiri, atau
dibiarkan tanpa batas. Karena jika dibiarkan berkembang tanpa batas tidak akan mempertahankan ketersediaan
sumberdaya yang diperlukan untuk pencapaian standar hidup yang layak.
3.
Melestarikan life support dan biodevercity
v Melestarikan
sistem-sitem penunjang kehidupan. Yang dimaksud adalah proses-proses ekologi
yang menjaga agar planet ini cocok untuk kehidupan. Sistem-sistem ini mengatur
iklim, membersihkan udara-udara serta air, mengatur aliran air, mendaur ulang
unsur-unsur esensial, menciptakan dan
mengenerasi tanah dan memungkinkan ekosistem memperbaharui diri.
v Melestarikan keragaman
hayati. Ini meliputi tidak saja spesies tumbuhan, hewan dan organisme lainnya,
tetapi juga seluruh cadangan genetik dalam setiap spesies dan keragaman
ekosistem.
v Menjamin agar penggunaan
sumber-sumberdaya yang dapat diperbaharui berkelanjutan. Sumber-sumberdaya yang
dapat diperbaharui mencakup tanah, organisme liar dan peliharaan, hutan, padang
penggembalaan, sawah dan ladang, serta laut dan ekosistem air tawar.
4.
Menghindari sumber-sumber yang unrenewable
Unrenewable
recource seperti minyak bumi, mineral, gas dan batu bara tidak dapat
dipergunakan secara berkelanjutan. Tetapi umur mereka dapat diperpanjang dengan
cara recycling, thrift, atau gaya
pembuatan suatu produk pengganti bahan-bahan tersebut.
5.
Berusaha tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi
Carrying
capacity bumi mempunyai batas-batas tertentu.
Hal ini mempunyai arti bahwa sampai tingkat tertentu ekosistem bumi dan biosfer
masih mampu bertahan terhadap gangguan atau beban tanpa mengalami kerusakan
yang membahayakan. Batas-batas ini bervariasi antara daerah yang satu dengan
yang lainnya.
6.
Mengubah sikap dan gaya hidup orang perorang
Guna
menerapkan new ethics untuk hidup berkelanjutan, kebijakan yang diambil
harus mencerminkan tat nilai masyarakat dan merubah sikap mereka. Masyarakat
harus memperkenalkan nilai0nilai yang mendukung new ethics ddan meninggalkan nilai-nilai yang tidak
sesuai dengan flsafah hidup berkelanjutan.
7.
Mendukung kreatifitas masyarakat untuk memelihara
lingkungannya sendiri
Masyarakat
di daerah memiliki kebiasaan yang terakumilasi dalam hukum adat (hak ulayat)
yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kelestarian lingkungannyan sendiri.
Untuk itu kebijakan pemerintah harus dapat menghormati dan memelihara budaya
lokal serta dapat berperan aktif dalam penciptaan kehidupan berkelanjutan yang
mantap.
8.
Penyediaan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya
pembangunan pelestarian
v Diperlukan suatu program
nasional untuk menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Dengan demikian, harus
melibatkan berbagai kepentingan, dan permasalahan yang bisa terjadi akibat
perbenturan kepentingan harus dapat diketahui dan dicegah sebelum timbul.
v Upaya-upaya yang
bersifat nasional tersebut harus :
v Memperlakukan setiap
daerah sebagai suatu sistem yang terpadu dan memperhitungkan adanya
interaksi-interaksi antara kegiatan manusia dengan udara, air serta organisme
lain
v Menyadari bahwa tiap
sistem mempengaruhi dan dipengaruhi baik oleh sistem-sistem yang lebih besar
maupun lebih kecil dari segi ekologi, ekonomi, sosial dan politik
v Memandang manusia
sebagai individu maupun kelompok/golongan sebagai unsur sentral dalam sistem
danmengevaluasi faktor-faktor sosial, ekonomi, teknik dan politik yang
berpengaruh terhadap bagaimana mereka menggunakan sumber-sumberdaya alam
v Mengaitkan kebijakan
ekonomi dengan kapasitas environmental carrying capacity
v Meningkatkan manfaat
yang dapat diperoleh dari tiap sumberdaya secara lebih efisien
v Menjamin agar para
pengguna sumberdaya mengganti sepenuhnya biaya atau pengorbanan orang lain (sicial
cost) atas manfaat yang mereka nikmati
9.
Law enforcement
Alam dan
segala isinya adalah karunia dan amanah tuhan, semuanya memberikan manfaat
kepada manusia, pemanfaatan secara lestari merupakan kewajiban kita untuk
kemakmuran generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Disisi lain manusia
mempunyai kebutuhan dan keinginan yang tidak terbas dan sangatlah manusiawi
jika manusia berupaya memenuhi kebutuhannya itu dengan segala cara dan
kelestarian menjadi urutan pertimbangan yang nyaris tidak diperhitungkan.
Untuk membatasi
sikap dan prilaku yang dapat menimbulkan fenomena negatif terhadap kelestarian
alam manusia dituntut untuk memiliki dan menggunakan ”etika” sehingga
manusia dapat memberikan respon terhadap apa yang perlu dipilih dan tindakan
apa yang perlu diambil pada situasi tertentu, etika yang ideal ini melahirkan
norma-norma hukum ditengah masyarakat yang memberikan sanksi tegas terhadap
siapa saja yang melanggarnya.
Pertanyaan
timbul setelah bencana melanda, alam menunjukkan sikap tidak bersahabat, dan
ternyata bencana itu timbul dan disebabkan oleh ulah tangan manusia sendiri.
Lantas mengapa sebahagian kecil manusia Indonesia dapat leluasa merusak
kelestarian alam, tidak adakah norma hukum yang membatasi mereka ?. Ada dua
permasalahan penting tentang kepincangan hukum di Indonesia, disamping
permasalahan yang lain :
Prosedur lahirnya hukum
dan perundang-undangan di Indonesia dinilai kurang profesional dan sangat
sederhana, sehingga banyak permasalahan aktual yang tidak dimuat, bahkan
terkesan sengaja tidak dimuat, sehingga pada gilirannya terjadi bencana yang
disebabkan oleh manusia, maka barulah difikirkan aturannya, karena belum ada
Undang-undang yang mengaturnya, Peraturan perundang-undangan dapat saja
direfisi dalam beberapa hari, tetapi alam lingkungan yang rusak memakan waktu
panjang untuk utuh kembali, atau bahkan tidak akan pernah sama sekali. Beberapa
hal yang direkomendasikan :
Keberhasilan penegakan
Hukum dan perundang-undangan ditengah masyarakat sangat ditentukan oleh
ketegasan dan kemurnian sikap para penegak hukumnya. Peraturan
perundang-undangan hendaklah berlaku secara universal tanpa pengecualian dan
tanpa adanya tendensi-tendensi kepentingan didalamnya.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai upaya mencegah
terjadinya peningkatan bencana alam di Indonesia maka salah satu langkah yang
harus dipertimbangan dalam pengambilan keputusan perencanaan pembangunan
adalah melalui implementasi lima pilar “deep
ecology” , Sebagai factor yang dominan realisasi diperlukan kesadaran
seluruh stake holder dalam
pengambilan keputusan. Di lain
pihak harus ditunjang upaya penegakan
hukum dan perundang-undangan sangat ditentukan oleh ketegasan dan kemurnian
sikap penegak hukumnya, yang secara universal tanpa pengecualian dan adanya tendensi-tendensi
kepentingan di dalamnya.
Daftar Pustaka :
1.
Darmono, 2001. Lingkungan
Hidup dan Pencemaran. Universitas
Indonesia-Press.
2.
Emil Salim, 2004. Membangun Indonesia
2005-2020. Makalah Kapita Selekta Masalah Lingkungan Hidup, IPB.
3.
Kartasasmita.G.,
1996. Pembangunan Untuk Rakyat (Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan), CIDES.
4.
Soemarwoto, 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan
Pembangunan. Penerbit Djambatan.
5.
Supardi, 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Penerbit Alumni.Bandung.
6.
Tietenberg,
T.H. 1994.
Environmental Economic and Policy.