© 2004 Dasmin Sidu                                                       Posted:   28 April 2004 

Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702)   

Sekolah Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

April 2004

 

Dosen:

 

Prof  Dr  Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto, M.Sc

Dr. Ir. Hardjanto, M.S

 

 

 

 

SISTEM PEMBELAJARAN:

PROSES PENDEWASAAN,  PEMBERDAYAAN DAN PEMERDEKAAN DIRI

 

 

 

 

Oleh:

 

 

Dasmin Sidu

 

P061030031

sidu_72@yahoo.com

 
Pendahuluan

Mengikuti jalan pikiran Andrias Harefa untuk menjadi manusia pembelajar merupakan sebuah praksis pendidikan yang tidak sekedar pengalihan pengetahuan, keterampilan dan pengenalan sikap tetapi harus berangkat dari sebuah sistem pendidikan dasar hingga dewasa. Menjadikan manusia belajar tidak harus bertolak dari sebuah sistem formal semata tetapi harus terintegrasi dengan sistem kehidupan yang nyata. Oleh karena itu Soen Siregar memberikan alternatif dalam belajar tidak ada tekanan dan harus diberi suatu kebebasan, apakah belajar melalui seseorang, buku ataupun lembaga-lembaga kemasyarakatan yang kompeten baik yang formal maupun informal dengan harus mengintegrasikan dengan kehidupan nyata. Dalam membuat suatu pilihan  seseorang harus bersikap proaktif yaitu tanggap/respon, empati, aspiratif, lengkap, inisitaif, merasa tertantang dan bertanggung jawab yang diakronimkan dengan REALITAS.

Dalam tulisan ini akan menawarkan dan memberikan pencerahan terhadap sistem pendidikan kita yang lebih banyak mengolah menjadi seragam ketimbang kekayaan dan suatu perbedaan. Sistem pendidikan kita saat ini  terkesan sekedar pengalihan pengetahuan, keterampilan dan pengenalan sikap terhadap sesuatu obyek tanpa memikirkan anak didik dapat belajar untuk  melakukan apa, belajar menjadi apa dan belajar untuk hidup bersama. Oleh karena itu kita semua berharap agar sistem pendidikan saat ini  harus diperbaiki agar dapat menjadi bangsa yang besar seperti waktu silam. Secara implisit mengajukan pendapat bahwa manusia harus belajar mulai bayi hingga sakaratul maut untuk menjadi dewasa, dapat berdaya, dan merdeka.

 

Mencari Akar Permasalahan Sistem Pendidikan Bangsa

Mencari Akar Permasalahan pendidikan Bangsa  membutuhkan energi dan waktu yang cukup lama atau setidaknya hingga kini memang masih terdengar banyak lulusan hasil dari proses pendidikan yang tidak siap baik itu di lingkungan masyarakat maupun pada tataran lingkungan profesi. Berbagai argumen yang dikemukakan baik yang pro maupun kontra serta yang konservatif terhadap fakta tersebut terkadang memang benar, karena memang memakai sudut pandang mereka anggap paling benar. Hasil proses pendidikan secara faktual yang kita dapat saksikan saat ini banyak mengalami kegagalan. Kegagalan itu terutama berawal dan akar permasalahan bangsa yang serba terpuruk sebagai akibat dan sistem pendidikan yang tidak memiliki landasan falsafah (visi) yang berkiblat kepada aspirasi bangsa. Bangsa yang telah dibesarkan oleh pendidikan di masa lalu sudah cenderung luntur dan terbukti dengan berkurangnya kejujuran, berpikir sesaat, bertutur santun dan seterusnya. Kekacauan pendidikan terutama setelah misi dan visi berubah makna dari pendidikan (educating) menjadi sekedar pengajaran (teaching) dan pelatihan (training). Perubahan Makna tersebut dalam kenyataan dapat dilihat pada fenomena hasil proses pendidikan yang hanya sekedar pandai menghafal, sebagai tukang pembuat dan meniru.

Visi dan misi pendidikan yang diungkapkan diatas  lebih mengacu kepada data faktual yang ada dari pengalaman pribadi diseputar kehidupan, sehingga timbul filosofi belajar yang diusulan adalah sebuah proses menjadi makluk manusia untuk mengenali dirinya dan dapat bertanggung jawab untuk terus menerus mengalami proses belajar tidak hanya dari pendidikan formal saja tetapi harus juga belajar dari seputar konteks kehidupan tempat berpijak. Inilah yang kita sebut sebagai proses pembelajaran yang menjadikan manusia dewasa, berdaya dan merdeka. Oleh karena itu hal yang manusiawi jika anak bangsa yang mengharapkan proses pendidikan yang benar merasa "jengkel" dan frustasi terhadap lembaga-lembaga pendidikan (melalui pengajarnya) yang memberikan metode dan sistem pengajaran yang kurang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan proses pendidikan yang sangat dominan dengan dibuat transfer of knowledge dari pengajar kepada pelajar. Nampak diperparah lagi dengan knowledge yang ditransfer banyak yang tidak sesuai dan keliru serta sifat autokratif pengajar sehingga outputnya hanyalah manusia-manusia penghafal dan penyanyi­-penyanyi derita kehidupan

Apabila lembaga ataupun pengajar memahami makna prinsip pendidikan maka akan ditemukan dan dihasilkan output yang sejati yaitu kreatif, aktif, jujur, bermoral dan taqwa terhadap penciptanya. Guru sejati yang memahami filosofi pendidikan memang saat ini masih sedang menjadi manusia langkah. Guru sejati adalah mengetahui potensi manusia yang baik dan terus diaktualisasikan dalam konteks kehidupan sedang potensi yang buruk diperbaiki dan paling tidak dikendalikan agar tidak muncul kepermukaan bumi kehidupan.

 

Manusia Sebagai Pembelajaran

Definisi manusia di atas muka bumi memang dapat dipandang dari berbagai sudut yang menjadikan kerancuan hakekat makna manusia. Dalam tataran konsep filsafat, manusia adalah satu-­satunya makluk hidup yang berpotensi untuk belajar tentang, belajar menjadi dan mengekspresikan potensinya yang sesuai dengan hati nurani yang dimiliki. Dengan demikian hakekat manusia sebagai pembelajar adalah mengenali hakekat dirinya, potensi dan berusaha sekuat tenaga kemampuannya untuk mengekspresikan diri seutuhnya dan menolak dibandingkan dengan yang bukan dirinya. Pengenalan diri sendiri tidak mungkin dari luar, tetapi harus sepenuhnya dari dalam dan lebih menonjolkan sifat ego manusia itu sendiri.

 Sebagai manusia pembelajar yang harus melalui tahap menjadi pembelajaran, menjadi pemimpin dan menjadi guru bukanlah terpatok kepada dimensi waktu tetapi lebih ditentukan pada kesempatan untuk memperoleh pengetahuan, pengalaman dan sikap serta seorang manusia tersebut diberi hak hidup oleh sang Penciptanya. Oleh karena itu dalam pemahaman ajaran Islam manusia diberi hak hidup dimuka bumi sebagai Khalifah (pemimpin) yang memiliki tugas/ibadah kepada sang penciptanya. Sebagai modal utama manusia diberi akal pikiran yang beda dengan makluk yang lain sehingga dapat membedakan antara yang baik dan buruk dan yang hak dengan yang bathil. Manusia diwajibkan belajar secara terus menerus baik mengenai dirinya maupun belajar mengenai orang/lingkungan lain sehingga menjadi guru sejati baik untuk dirinya maupun orang lain.

Visi dan Misi Pembelajaran

Tujuan pembelajaran adalah suatu proses yang dialami seseorang sehingga memungkinkan dirinya menjadi tahu atau lebih manusiawi. Dengan kata lain terjadi proses pendewasaan diri. Misi pembelajaran adalah menjadikan seseorang lebih dewasa. Kedewasaan bukan ditinjau dari segi dimensi waktu atau fisik, tetapi lebih banyak kepada dimensi tanggung jawab itu sendiri. Sumber kedewasaan berasal dari segi kemampuan yang dimiliki unsur-unsur pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Selama ini kedewasaan identik dengan umur (waktu). Sesungguhnya, kedewasaan dapat diartikan sebagai perpaduan antara keberanian dan pertimbangan. Sayangnya asumsi Corey ini tidak secara tegas menggambarkan rasio keberanian dan pertimbangan yang ideal untuk dikatakan dewasa. Walaupun masih ditambah dengan dimensi spiritual yang kepekaan terhadap kesalahan yang diperbuat. Untuk meningkatkan kemampuan (pengetahuan, keterampilan, sikap) ini dibutuhkan dimensi waktu dan guru sebagai pembimbing. Pembimbing bukan sebagai posisi pemberi tetapi lebih kepada fasilitator dan katalisator dalam mengekspresikan potensi yang dimiliki.

Setiap  orang itu otentik, orisinil dan bukan tiruan. Tidak ada dua insan yang sama persis seratus persen. Tuhan menciptakan beraneka perbedaan antar insan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, untuk bisa maju, seseorang perlu memiliki visi dan misi, yang mengandung harapan (Hope) dan memiliki kemungkinan untuk dapat dicapai (possible). Pengorbanan dan kerja keras diperlukan untuk mewujudkan sebuah visi dan misi. Semakin besar cakupan kepentingannya, maka semakin dalam pula dimensi kemanusiaan yang dikandungnya.

Jelas, keputusasaan, pesimisme dan apatisme adalah indikator tentang ketiadaan visi dan misi, kebutaan psiko-spiritual yang berpotensi untuk membunuh "keyakinan dan harapan tentang kemungkinan menjadi lebih baik". Menjadi seseorang yang optimis tanpa overacting, ulet, dan bertanggung jawab merupakan fondasi seseorang untuk menuju masa depan yang lebih baik, sekaligus mempermudah seseorang menjadi pembelajar yang baik.

Jadi, menjadi manusia pembelajar adalah hak dan tanggung jawab setiap insan; tidak terkecuali anggota masyarakat dalam kegiatan pembangunan masyarakat. Untuk menjamin kesuksesan proses pembelajaran itu, diperlukan bekal kemampuan pengetahuan potensi diri, kemauan untuk menjadi pemimpin yang bertanggung jawab (minimal untuk diri sendiri). Jika, hal ini diaplikasikan dalam konteks pembangunan masyarakat tentunya akan mempermudah tujuan pencapaian masyarakat lokal yang berdaya, menikmati hak-haknya dan memiliki kemampuan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pembangunan guna mewujudkan manusia bermartabat .

 

Pemahaman tentang Pembelajaran, Pelatihan dan Pendidikan

Pemahaman tentang Pembelajaran, Pelatihan Dan Pengajaran dapat didasarkan pada dua falsafah yaitu "belajar untuk hidup" yang menurutnya berkaitan dengan visi pelatihan dan "hidup untuk belajar" yang berkaitan dengan visi pembelajaran atau pendidikan. Oleh Andrias Harefa dalam membedakan pembelajaran, pendidikan/pengajaran dan pelatihan berdasarkan: basis utama, tujuan, peserta, proses, bidang kajian dan output sebagaimana ditampilkan dalam Tabel berikut ini ;

 


Tabel Perbandingan Pembelajaran, Pendidikan/Pengajaran dan Pelatihan

 

 

 

PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN/ PENGAJARAN

PELATIHAN

Basis utama

•Rumah

• Sekolah

• Tempat bekerja

 

•Lingkungan hidup

• Akademi

• Kantor

 

• Masyarakat

• Universitas

• Tempat kursus

 

•Kelompok informal

• Organisasi formal

• Organisasi non formal

 

 

(Perusahaan)

 

Tujuan

• Membentuk watak/karakter

• Membentuk konseptteori

• Membentuk

 

• Mendewasakan

• Memberi ilmu (alam, sosial)

• perilakul/praktik

 

•Memandirikan

 

• Menerampilkan

 

•Memberdayakan

 

 

 

•Memerdekakan

 

 

Manusia

•Homo significants dan homo

• Homo sapiens

• Homo valerts dan homo

Sebagai

   ludens

• Gelas kosong yang perlu

mechanicus

 

•Esensi yang perlu disadarican

diisi

•  Potensi yang perlu

 

 

 

dikembangkan

Roses

• Educating

• Teaching

• Training

 

•Olah rasa/hati

• Olah pikir/otak

• Olah raga/otot

 

•Belajar menjadi

• Belajar bagaimana belajar

• Belajar melakukan, belajar

 

 

dan berpikir

bagaimana hidup bersama

 

• informal

• Formal

• Non formal

 

•Penyelarasan

• Pembedaan

• Penyamaan

Menyentuh

•Paradigma hidup

• Sikap hidup

• Perilaku/gaya hidup

soal-soai

•Hati nurani

Kehendak

• Akal

 

• Kehendak

 

 

•Integritas

• Efektivitasi

• Efisiensi

 

• Sensitif

I Antsipatif Adaptif

• Antsipatif

 

•  Adaptif

 

 

• Innate image

• Virtual image

• Social image

 

• Eksistensial

• Konseptual

• Praktikal

 

• Iman

• Ilmu

• Perbuatan

Hasil-hasil

• Bernoral

• Berpengetahuan

• Berketrampilan

 

 Berkarakter

• Berilmu

• Berkepribadian

 

Siap hidup

• Siap belajar

• Siap pakai

 

•Otentik

• Unggul

• Kompeten

 

•Leaming individual

• Knowledge individual

• Knowledge worker

 

•Learning organization

• Knowledge management

• Productive organization

 

Berdasarkan pemilahan tersebut diharapkan tidak terjadi kerancuan dalam sistem pembelajarannya, seperti yang telah terjadi di Indonesia saat ini.

 

Belajar Menjadi Diri Sendiri

Tugas dan tanggung jawab bagi setiap manusia  adalah belajar menjadi  seseorang yang bertanggung jawab untuk hanya menjadi diri sendiri.  Belajar bertanggung jawab  untuk menjadi diri sendiri berarti  menjadi pengendali bagi lingkungan atau dalam bahasa Stephen R. Covey “menjadi proaktif”. Oleh karena itu kita tidak boleh melempar tanggung jawab  kepada lingkungan sebagai faktor penentu yang membentuk diri kita. Kita mempunyai kemampuan untuk untuk mengambil inisiatif, untuk menunjukan tanggung jawab terhadap setiap gagasan, kata dan  tindakan kita. Kita memiliki kecerdasan  diri,  suatu kemampuan untuk “mengatur” nasib sendiri dan “menciptakan” masa depan sendiri sesuai dengan usaha yang diridhoi oleh sang pencipta.

Tugas dan tanggung jawab  demi  menjadi diri sendiri pada esensinya sangatlah sederhana. Yang dibutuhkan hanyalah tiga  hal penting, yaitu ; 1) pengetahuan dan pengenalan diri, 2) Kemauan kuat hanya menjadi diri sendiri, dan 3) ketekunan atau persistensi. Akan tetapi  yang sederhana semacam itu  justru seringkali  sangat  tidak muda untuk dilaksanakan dalam kehidupan nyata.

Untuk dapat sampai pengetahuan/pengenalan diri  yang sungguh-sungguh, jelas diperlukan kemauan kuat  untuk hanya menjadi diri sendiri. Kemauan semacam ini merupakan sebuah  keputusan besar yang bersifat mental-spritual untuk mempelajari cara-cara pembelajar yang tidak merendahkan derajat dan martabat manusia.  Manusia sebagai manusia pembelajar, yang belajar menjadi dirinya sendiri, dengan  sendirinya harus menumbuh-kembangkan keberanian (courrageous)  dalam arti menerima perbedaan sebagai suatu kenyataan  yang wajar dan manusiawi, serta pantas disyukuri dan bukan disesali apalagi  ditiadakan.

 

Penutup

Mengapa pembejaran menjadi begitu penting  dalam proses menjadi manusia yang mandiri, merdeka/berdaulat dan yang benar-benar independen serta dewasa?. Peter Senge menjawab pertanya itu, bahwa Pembelajaran sebenarnya mempunyai arti untuk  menjadi sangat manusiawi (humanis). Melalui pembelajaran kita menciptakan kembali diri kita, dapat melakukan sesuatu yang tidak pernah kita lakukan sebelumnya, kita merasakan kembali  dunia dan hubungan kita dengan dunia tersebut, dan kita  memperluas kapasitas  untuk menciptakan, menjadi bagian  dari proses pembentukan kehidupan.

Belajar menjadi seorang yang bertanggung jawab  untuk hanya menjadi dirinya sendiri  dan bukan yang lain merupakan tugas pamggilan pertama dan utama  bagi setiap manusia. Dan inilah jalan menuju kedewasaan, kemamdirian, pemberdayaan, pemerdekaan dan kedaulatan diri. Tetapi itulah pula jalan  yang sepi  yang memerlukan disiplin untuk menundah kenikmatan, untuk menerima tanggung jawab, untuk mengabdi kepada kebenaran dan untuk mencari kebenaran hidup.

 

Pustaka

 

Andrias H. 2000. Menjadi manusia pembelajar, Kompas Jakarta.

 

Howe, Michael J.A 1980. The Psychology of Human Learning. New York: Harper & Row, Publishers

Muhibbin Syah, 1997. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

 

Soedijanto P. 1994. Pisikologi Belajar Mengajar. Universitas Terbuka. Jakarta

Wittig, A.F 1981. Schaum's outline ot Theory and Problems of  Psychcology of Learnin . New York : Schaum's Outline Series. MeGraw-Hill  Book Co.

 

Stephen R. Covey. 1989.  The 7 Habits of Highly Effective People.

 

Peter Senge. 1995.  Fiftih Discipline, Doubleday.

 

Purwanto N. 2002. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. P.T Remaja Rosdakarya. Bandung.