© 2004  Diffah Hanim                                                                                Posted , 25  April 2004

Makalah pribadi

Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702)

Sekolah Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

April  2004

 

 

Dosen:

Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (penanggung jawab)

Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto

Dr Ir Hardjanto

 

 

 

USAHA KESEHATAN SEKOLAH (UKS):

Bagaimana Kegiatan dan Manfaatnya Sekarang?

 

 

 

 

Oleh:

Diffah Hanim

A561030081

difnim@yahoo.com

 

 

 

 

 

I.         PENDAHULUAN

 

Sejak dulu hingga sekarang masih banyak orang awam dan bahkan para profesional yang bingung mana yang benar dari singkatan UKS itu?.  Ada yang menyebut UKS sebagai singkatan dari Unit Kesehatan Sekolah; ada yang senang mengartikan sebagai Upaya Kesehatan Sekolah.  Terlepas dari maksud penyebutan kepanjangan UKS tersebut, maka penulis lebih memilih UKS sebagai kepanjangan dari Usaha Kesehatan Sekolah dengan asumsi usaha apapun yang telah dan sedang dilakukan sekolah dalam membantu dan manjaga anak didik untuk tetap sehat itu akan selalu berubah.  Karena sifatnya yang dinamis itulah kegiatan klasik UKS yang masih relevan sampai saat ini adalah usahanya dalam pemantauan pertumbuhan anak bukan hanya sebagai pemantau status gizi.

 Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah upaya pelayanan kesehatan yang terdapat di sekolah, guna menangani murid yang mengalami kecelakaan ringan di sekolah (upaya pertolongan pertama pada kecelakaan), untuk melayani kesehatan dasar bagi murid selama sekolah (pemberian imunisasi,), untuk pemantauan pertumbuhan anak.  Untuk menciptakan murid yang sehat, maka UKS sebelum tahun 1980an sering disebut sebagai Unit/Pos Kesehatan Sekolah karena fungsinya masih mirip sebagai klinik sekolah yang bersifat ‘medicalise’.  Namun sekarang tahun 2000an ini mulai banyak dipikirkan bahwa UKS sangat potensial untuk pemantauan pertumbuhan anak (Growth Monitoring and Promotion = GMP).

Untuk mewujudkan harapan para pemikir / penggagas ide UKS sebagai wadah GMP anak usia wajib sekolah, maka petugas UKS diharapkan memiliki ketrampilan dalam menimbang dan mengukur tinggi badan anak.  Adanya ketrampilan para petugas UKS dan seiring dengan mantapnya UKS sebagai wadah GMP, maka deteksi dini penyakit anak usia wajib sekolah (anak UWS) dan pencegahan growth faltering dapat dilakukan di UKS.

Selain itu, UKS juga dapat digunakan sebagai sarana pendidikan gizi.  Semakin banyak kegiatan dan fungsi UKS bagi kesejahteraan murid, maka semakin tinggi pula pamor sekolah.  Karena sekolah mewajibkan semua murid mengikuti pelajaran olah raga maka UKS juga dapat berfungsi sebagai pusat pendidikan gizi-kesehatan-olahraga.  UKS saat ini lebih banyak digunakan sebagai prasarana pembinaan dokter kecil, perawat kecil, polisi kecil dan bentuk-bentuk ‘penokohan profesi’lainnya yang semuanya dapat berjalan dengan baik jika petugas UKS benar-benar terampil memanfaatkan alat dan bahan yang tersedia di sekolah.  Oleh karena itu diperlukan pemikiran bagaimana memanfaatkan kegiatan UKS dalam mencegah growth faltering anak usia sekolah.

 

 

I.         KEGIATAN ‘UKS’ DULU DAN SEKARANG

 

A.       Kegiatan ‘UKS’ sebelum Tahun 1990

1.         Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi

Ilustrasi kegiatan UKS sebelum tahun 1990 dapat dijadikan cermin atau evaluasi kegiatan pada institusi sekolah untuk anak usia 6-12 tahun.  Banyak kegiatan yang berhubungan dengan antropometri anak yang telah dilakukan di UKS namun semuanya hampir tidak ada tindak lanjutnya.  Bahkan penulis sengaja menghubungi mantan guru UKS sekaligus sebagai guru olah raga dan kesehatan, ternyata kegiatan pemantauan pertumbuhan dan status gizi yang dilakukan sebelum tahun 1990an dapat digambarkan sebagai berikut :

a.         pengukuran tinggi badan lebih banyak menggunakan meteran dinding; sementara pengukuran berat badan sudah menggunakan Timbangan injak.  Pernah suatu ketika timbangan injak rusak dan terpaksa menggunakan timbangan beras pinjam dari Koperasi Guru. Semua data hasil pengukuran  dicatat dalam buku besar panjang karena belum ada KMS untuk anak sekolah (KMS-AS). 

b.        Minimnya alat antropometri pada waktu itu membuat guru UKS berimprovisasi dalam menentukan status gizi anak.  Selain itu pemantauan pertumbuhan belum jalan karena masih banyak TK-SD yang belum memiliki KMS anak sekolah.  Akibatnya status kesehatan yang terdeteksi tidak mencerminkan status kesehatan yang sebenarnya namun hanya merupakan status gizi dan status kesehatan saat dilakukan pengukuran.

c.         Kelainan status gizi anak usia sekolah tidak dapat diketahui secara pasti apalagi dipantau terus menerus.  Akibatnya tindakan promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif anak tidak dapat dilakukan sedini mungkin.

Pengamatan dan pemantauan keadaan gizi anak uasia sekolah sebenarnya adalah tanggung jawab kita semua.  Karena sekolah merupakan salah satu tempat yang strategis dalam kehidupan anak, maka sekolah dapat difungsikan secara tepat sebagai salah satu institusi yang dapat membantu atau berperan dalam upaya optimalisasi tumbuh kembang anak usia sekolah. Paling tidak UKS dapat berperan sebagai institusi yang dapat melakukan kerjasama dalam upaya promotif dan preventif pada kelainan gizi (Graeff, Elder, Booth; 1996).

Banyak sekali upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah dalam berperan untuk melaksanakan promosi dan prevensi tumbuh kembang anak, tetapi mengingat bahwa dalam melaksanakan tugas utama sekolah sudah sedemikian padat. Dengan melakukan kerjasama yang erat dengan institusi yang berwenang dan mampu menangani masalah gizi dan kesehatan masyarakat, maka upaya tersebut perlu dilakukan secara efisien dan efektif (Gillespie; McLachlan; Shrimpton; 2003).

UKS adalah kegiatan yang sangat bagus dan relevan dari sekolah yang akan berhasil guna baik dalam jangka waktu dekat maupun jangka waktu panjang. Upaya penanggulangan gizi salah (malnutrisi / malnutrition) adalah upaya lintas sektor, dimana melibatkan banyak institusi, termasuk lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan sangat berperan dalam upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan (promotif) melalui upaya-upaya pendidikan gizi, pemantauan yang telah ada dan telah dilaksanakan melalui kegiatan UKS. Status Gizi adalah suatu keadaan / kondisi / state yang bersifat dinamis, dimana merupakan suatu akibat dari faktor ganda (multifactorial) yang terutama hasil dari suatu keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Oleh karena status gizi ini merupakan suatu proses yang selalu berlangsung dan berubah dari waktu ke waktu, maka upaya-upaya pemantauannya perlu dilakukan secara sinambung dan tepat (Purwoko, 2001).

Dalam pemikiran sederhana penulis, ilustrasi pemantauan pertumbuhan anak sbelum tahun 1990an dilingkungan UKS-UKS  berkait juga dengan kondisi sosial politik saat itu yang masih bersifat ‘Top-Down’.  Karena saat itu Pusat Pemerintahan di Jakarta (dalam hal ini Departemen Kesehatan RI) belum berminat mengajak UKS untuk ikut berperan dalam pemantauan pertumbuhan anak usia sekolah, maka tidak ada KMS-AS. 

Pendapat bahwa Bagian Ilmu Gizi Klinik harus memfokuskan pada "fakta indrawi" juga menarik. Dalam penalaran penulis, apakah maksudnya biar kita tidak terjebak sekedar : berapa prevalensi anak usia sekolah yang menderita marasmus-kwasiorkor tersamar? berapa persen kadar haemoglobin (Hb) anak perempuan usia sekolah yang masih kurang dari 11g/dL sehingga masuk kategori anemia?  atau berapa skor Tes Depresi untuk mendeteksi depresi anak yang menghadapi ujian sekolah sejenisnya?

 

2.         Pendidikan Kesehatan dan Olah Raga

Begitu padatnya kurikulum Sekolah Dasar (SD), sehingga guru UKS juga bertanggungjawab terhadap materi pendidikan kesehatan dan praktek olahraga.  Dahulu guru olahraga kita selalu menyebut tentang ‘men sana in korporisano’ yang diartikan sebagai ‘dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat’.  Sampai sekarang motto tersebut masih relevan, namun sudah jarang dikumandangkan oleh para guru UKS yang biasanya merangkap sebagai guru olahraga dan kesehatan.  Akan tetapi guru UKS tahun 1970-1990 lebih banyak menghubungkan faktor gizi, kesehatan dan olahraga dengan motto ‘empat sehat lima sempurna’.

Yang juga menarik, disebutkan arah masa depan pendidikan kesehatan dan olahraga sangat terkait dengan psikologi anak didik usia 6-12 tahun.  Psikobiologi Molekular, merupakan penjelasan posisi ilmu kesehatan fisik dan kejiwaan anak yang sejak tahun 1980an mulai marak perkembangannya seiring dengan ilmu kedokteran yang dikenal dengan konsep Nutry-Psiko-Neuro-Imunologi ?  Dalam bayangan penulis, psikobiologi molekular tentu berusaha memahami jembatan hubungan antara fakta-fakta biologis (fakta indrawi dalam KMS-AS) dengan profil psikologis anak usia sekolah. Katakanlah contoh sederhananya, bagaimana sistem biologis anak berperan terhadap penampilan psikologis suatu ketika ataupun ciri kepribadian yang melekat pada seorang anak? Lebih jauh lagi mungkin, bahwa kejadian anak autis yang didasari oleh gangguan pertumbuhan biologis apa mungkin dapat terdeteksi dengan menggunakan KMS-AS di UKS?

 

3.         Pembinaan warung / Kantin Sekolah

Integrasi pembinaan UKS dengan warung / kantin sekolah sangatlah tepat, namun sampai sekarang belum ada laporan tentang hasil evaluasi pelaksanaan pengintegrasian tersebut.  Penulis pernah ke beberapa TK dan SD untuk melakukan survei pembinaan warung /kantin sekolah di beberapa kecamatan ternyata banyak warung/kantin sekolah yang pengelolaannya sepenuhnya diserahkan kepada penjaga sekolah (Pak Bon).  Namun ada beberapa SD yang warung/kantin sekolah telah dikelola oleh koperasi PKK desa, oleh guru PKK, nahkan ada yang sudah dikelola antara koperasi guru sekolah dengan perkumpulan orangtua murid.  Hal ini terjadi karena belum ada pedoman penyelenggaraan warung / kantin sekolah.  Sejak tahun 1993 Depkes, RI telah mengeluarkan pedoman penyelenggaran warung sehat di sekolah, dengan falsafah penyelenggaraannya adalah :

a.         Warung Sekolah adalah Tempat Penjualan Makanan yang berada di lingkungan Sekolah.

b.        Warung Sekolah sebagai wahana pendidikan gizi dan Kesehatan.

c.         Makanan Warung Sekolah adalah aneka ragam makanan bergizi dan sehat dari berbagai golongan bahan makanan, mengandung 50-300 kalori.

d.        Warung Sekolah melayani murid pada waktu istirahat dan dibuka selama hari sekolah.

e.         Pengawasan dan penanggung jawab Warung Sekolah adalah Kepala Sekolah / guru sekolah.

f.          Harga makanan di Warung Sekolah disesuaikan dengan kemampuan murid.

Selanjutnya Menurut Depkes (1993) ada beberapa tujuan penyelenggaraan Warung Sekolah / Kantin, yaitu:

a.         Warung Sekolah atau kantin merupakan tempat penjualan makanan dan minuman yang diorganisir oleh masyarakat sekolah, berada dalam pekarangan sekolah dan dibuka selama hari sekolah.

b.        Pengelolaan Warung Sekolah. Pengelolaan makanan sekolah adalah serangkaian kegiatan yang saling berkaitan mulai dari perencanaan menu hingga evaluasi makanan Warung Sekolah dalam rangka pelaksanaan penyediaan makanan bagi anak sekolah.

  Ditinjau dari aspek kesehatan, tujuan penyelenggaraan makanan di Warung Sekolah adalah :

a.         Mendidik anak untuk dapat memilih makanan yang bergizi baik, sehigga lambat laun tercipta pola makan yang sehat.

b.         Memperkenalkan makanan yang beraneka ragam sebagai variasi hidangan dan motivasi anak untuk memilih makanan bergizi.

c.         Menanamkan kebiasaan yang baik dan menurut syarat kesehatan, termasuk perilaku sebelum, pada saat dan sesudah makan.

d.         Menambah dan melengkapi makanan murid baik dalam kuantitas maupun kualitas.

e.         Meningkatkan selera makan, menimbulkan rasa akrab antar teman, dan pertemuan sosial yang menyenangkan.

f.           Melatih anak untuk disiplin, sabar, tertib pada pekerjaan yang praktis secara bergilir.

g.         Menerapkan cara belajar sambil berbuat dan membina suatu bentuk koperasi sekolah.

Untuk melaksanakan seluruh proses pengelolaan Warung Sekolah, mulai dari perencanaan menu hingga evaluasi penyediaan makanan pelayanan atau penjualan, termasuk kebersihan dan sanitasi diperlukan tenaga pelaksana terampil.

Tenaga Warung Sekolah harus berbadan sehat, bebas dari penyakit menular, bersih dan rapi, mengerti tentang gizi, kesehatan dan memiliki disiplin kerja yang tinggi.  Dengan demikian warung/kantin sekolah yang belum memiliki sarana air bersih perlu segera bekerjasama dengan Dewan Sekolah untuk melaksanakan pembangunan sarana air bersih secara serentak (Tim Pekan Sanitasi, 1999).

Modal pertama yang diperlukan dalam penyelenggaaan makanan di Warung / Kantin Sekolah adalah dana untuk sarana fisik, penyelenggaraan makanan dan bahan makanan.  Dana dapat bersumber dari sekolah sepenuhnya, dari sekolah dengan orang tua murid, pihak swasta yang ditunjuk atau koperasi sekolah, tabungan guru dan OSIS.  Perputaran dana selanjutnya diperoleh dan dimanfaatkan melalui penjualan di Warung /Kantin Sekolah.

Lokasi Warung Sekolah harus dalam pekarangan sekolah dan sedapat mungkin di lingkungan gedung sekolah, tidak berdekatan dengan jamban, kamar mandi dan tempat pembuangan sampah.  Ruangan harus cukup luas, bersih, nyaman dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang baik.  Lantai terbuat dari bahan kedap air dan mudah dibersihkan.  Dinding dan langit-langit selalu bersih dan dicat terang.  Jendela yang dipergunakan sebagai ventilasi hendaknya berkasa untuk menghindari lalat masuk.  Ruang makan dilengkapi dengan tempat cuci tangan yang letaknya mudah dijangkau oleh anak sekolah.  Namun kondisi ideal warung sekolah seperti anjuran depkes (1999) tersebut hampir belum ada yang dapat memenuhinya.  Perlu pemikiran praktis guna meningkatkan kemampuan warung sekolah.

 

B.       Kegiatan ‘UKS’ sesudah Tahun 1990

1.         Pemantauan Pertumbuhan dan Status Gizi

Ada beberapa cara menilai status gizi dalam rangka pemantuan maupun dalam rangka pendidikan gizi. Penilaian status gizi ada dua macam yaitu : Penilaian status gizi masyarakat dan penilaian status gizi individu. Untuk keperluan kegiatan UKS maka yang lazim digunakan adalah penilaian status gizi individu murid. Pada penilaian status gizi murid sekolah, dapat dilakukan pengukuran-pengukuran tolok ukur yang sudah lazim digunakan dalam langkah-langkah penilaian status gizi. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Pada kegiatan UKS penilaian status gizi dapat atau mungkin digunakan dan dilaksanakan penilaian status gizi anak sekolah secara langsung antara lain :

a.         antropometri,

b.        gejala klinis,

c.         pemeriksaan laboratoris.

Dalam pengertian bahwa pada kegiatan UKS pengukuran tolok ukur status gizi tersebut dipilih dengan mempertimbangkan faktor : kemudahan, dapat dilakukan secara massal, sederhana tetapi dapat dipercaya (valid dan reliabel).  Sesuai dengan tujuan penilaian status gizi anak usia sekolah pada kegiatan UKS, maka pengukuran antropometri adalah salah satu yang penting untuk diketahui oleh para penanggung jawab dan pelaksana UKS. Antropometri adalah :  suatu bagian dari cabang ilmu yang mempelajari tentang ukuran (dimension) dari tubuh manusia beserta ciri dan sifat-sifatnya. Antropometri ini dapat dimanfaatkan dan diterapkan pada banyak bidang kehidupan, salah satunya adalah diterapkan pada bidang gizi. Pada ilmu gizi lazim disebut dengan antropometri gizi. Pada antropometri gizi banyak sekali dimensi tubuh manusia yang dapat dijadikan tolok ukur pada penilaian status gizi individu. Tetapi pemilihan dimensi tubuh tergantung pada banyak faktor antara lain :

a.       tujuan umum, dan masalah yang akan diselidiki,

b.      grup / kelompok umur,

c.       ciri biologis tolok ukur,

d.      sifat epidemiologis

e.       kepraktisan.

Dengan mempertimbangkan semua faktor tersebut maka hanya beberapa cara / metode antropometri saja yang dapat dilakukan di UKS. Beberapa metode antropometri yang praktis dan mudah, tetapi cukup valid dan reliabel, sesuai dengan tujuan penilaian status gizi di UKS yaitu deteksi dini gizi salah, dapat dipilih dan dilakukan dengan melakukan evaluasi secara sinambung (Purwoko, 2001).

Selain pengenalan beberapa gejala klinis sederhana pada beberapa kasus gizi salah, maka beberapa metode antropometri gizi dapat dilakukan secara rutin di UKS. Dengan mengingat keterbatasan tenaga, waktu, pendanaan dan kebijakan yang ada di setiap sekolah maka hanya beberapa metode antropometri saja yang dapat dipilih dan dilaksanakan sekolah pada kegiatan UKS. Sedangkan untuk tujuan lain, misalkan untuk penelitian atau pelaksanaan program kesehatan dan gizi yang lebih serius, maka sekolah dapat bekerjasama atau meminta bantuan pada instansi lain yang mampu dan berkompeten. Maka dalam kaitan ini, cukup dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan secara berkala saja, maka sudah cukup memadai untuk melakukan deteksi dini kasus gizi salah di UKS. Dengan menggunakan kedua dimensi tubuh tersebut maka sudah dapat dipergunakan seperlunya untuk menilai status gizi anak, asal dilakukan dengan teliti dan tepat. Misalnya : kedua ukuran tersebut dapat dipakai secara terpisah dengan menggunakan tabel angka rujukan untuk menilai status gizi anak, atau secara bersama-sama (composite) dapat digunakan untuk menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) anak yang relatif lebih akurat untuk menilai status gizi anak.

Sejak tahun 2000an mulai dipikirkan oleh banyak pakar gizi masyarakat, bahwa kegiatan pemantauan pertumbuhan di UKS dapat digunakan sebagai upaya pencegahan terjadinya growth faltering (khususnya pencegahan stunted) dikalangan anak usia sekolah.  Oleh karena itu diperlukan pemberdayaan KMS-AS dan UKS guna penanganan stunted maupun growth faltering di kalangan anak usia sekolah.  Mengingat usia anak sekolah sudah mencapai 6-12 tahun, maka kegiatan pemantauan pertumbuhan bersifat penapisan untuk menjaring anak yang memiliki masalah growth faltering.  Dengan demikian kegiatan lanjutan dari penapisan adalah tindakan kuratif dan rehabilitatif secara dini guna menekan timbulnya masalah gizi dan kesehatan anak.

Strategi yang diperlukan secara langsung untuk mendukung kegiatan pendayagunaan KMS-AS di UKS adalah:

a.         Pelatihan petugas UKS dan guru UKS agar lebih terampil dalam pengukuran antropometri dan pemeriksaan kesehatan dasar pada fisik anak usia sekolah.

b.        Pelatihan petugas UKS dan guru UKS tentang pengisian KMS-AS yang akurat

c.         Perbaikan semua alat pendukung pengukuran antropometri (Timbangan, Mikrotoise, mit-line lingkar lengan / lingkar kepala, dllnya)

d.        Memberikan pelatihan non-kurikuler kepada anak didik tentang bagaimana melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan yang benar.

 

2.         Pendidikan Gizi, Kesehatan dan Olah Raga

Gizi salah dapat dialami oleh semua golongan umur dan keadaan ini dapat mengakibatkan cacat baik fisik maupun psikik yang kadangkala bersifat menetap. Di Indonesia telah disepakati ada 4 (empat) masalah gizi utama yaitu : Kekurangan Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI). Masalah gizi utama tersebut hampir merata diderita oleh semua golongan umur. Tetapi untuk golongan umur anak usia sekolah lebih memberikan gambaran yang spesifik karena sifat-sifat fisiologik dan psikologik mereka yang sangat berhubungan dengan keadaan / ciri-ciri mereka antara lain : 

a.                                                              Anak usia sekolah dalam taraf pertumbuhan dan perkembangan 

b.                                                              Adanya perubahan pola dan selera makan

c.                                                              Adanya perubahan atau menurunnya perhatian orang tua mereka 

d.                                                              Adanya penyakit infestasi parasit yang diderita sejak usia dini.

Kelainan-kelainan keadaan gizi atau status gizi mereka mempunyai gambaran yang sangat khas untuk anak-anak usia sekolah tersebut.

 

3.         Pembinaan warung / Kantin Sekolah

Sesuai dengan perkembangan dan kemajuan pengelolaan sekolah, maka pembinaan warung /kantin di sekolah sejak tahun 1999 telah mengalami perubahan yang cukup nyata.  Hal ini disebabkan adanya Dewan Sekolah yang terdiri dari tokoh masyarakat setempat, orangtua murid, dan donatur sekolah (Dewan Penyantun Sekolah) yang didukung oleh pemerintah setempat.  Menurut Depkes (1999) Warung /Kantin Sekolah hendaknya memiliki persyaratan sebagai berikut :

a.      Tenaga Pengelola

Pengelolaan warung sekolah memerlukan seorang penanggung jawab  yang mempunyai tugas sebagai penanggung jawab kelangsungan Warung Sekolah secara keseluruhan, baik ke dalam sekolah maupun keluar yaitu kepada orang tua murid dan instansi terkait terutama bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau tak terduga. Misalnya terjadi keracunan makanan yang dijual di warung sekolah, maka penanggungjawab warung yang harus mampu memberikan penjelasan dan bertindak untuk penyelamatan murid.  Sebaiknya penanggungjawan warung sekolah adalah kepala sekolah, namun tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan oleh guru / pamong/ PKK desa, dll.

Kepala Sekolah, sebagai penanggung jawab seluruh kegiatan akademik dan administrasi sekolah dapat merangkap sebagai pengelola dan penyelenggara Warung Sekolah.  Sementara Guru Sekolah mempunyai tugas membina dan mengawasi langsung pelaksanaan Warung Sekolah, jenis makanan dan minuman yang disediakan, kebersihan Warung Sekolah dan lingkungannya (termasuk pengadaan dan jaminan adanya air bersih).

 

b.      Mitra Pengelola

Orang tua peserta didik (BP3/POMG) bersama tokoh masyarakat dapat menjadi mitra dan melakukan perencanaan peningkatan kualitas atau perbaikan warung/kantin sekolah, dengan cara :

a.         Berpartisipasi membantu modal Warung Sekolah.

b.        Ikut menyediakan makanan dan minuman bergizi yang memenuhi persyaratan kesehatan.

c.         Ikut membantu mengawasi kebersihan Warung Sekolah dan cara pemasakan / pengolahan makanan dan minuman di Warung Sekolah.

 

 

 

II.      PENDAYAGUNAAN ‘UKS’ DALAM MENCEGAH

GROWTH FALTERING

 

Masalah gizi kurang pada anak usia sekolah akan berkelanjutan pada masa remaja, khususnya anak perempuan yang tumbuh menjadi remaja putri karena mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga berisiko anemia gizi besi.  Hal ini kalau berlangsung sampai usia subur, maka akan melahirkan anak dengan risiko BBLR, disertai dengan masalah anemia dan gizi mikro lainnya, seperti kurang yodium, selenium, kalsium, dan seng. Untuk itu kegiatan UKS yang semula hanya sebagai tempat pertolongan pertama pada kecelakaan di sekolah, perlu diberdayakan agar mampu berfungsi sebagai pemantau pertumbuhan (Growth Monitoring and Promotion = GMP) anak usia sekolah (ADB, 2001). 

Pendayagunaan UKS dan KMS-AS harus mendapat perhatian yang cukup dalam pembangunan gizi dan kesehatan masyarakat.  Untuk menjawab pertanyaan umum tentang berapa persen anak sekolah yang ikut berpartisipasi aktif di UKS dan memiliki KMS-AS serta melakukan pemantauan pertumbuhan diperlukan data dan pembahasan yang cukup rumit.  Oleh karena itu cara efektif untuk pendayagunaan KMS-AS dan UKS guna mencegah terjadinya growth faltering adalah dengan mengabaikan aspek wewenang kegiatan pendayagunaan tersebut.  Hal ini untuk mempermudah pihak sekolah dalam meningkatkan upaya pendayagunaan KMS-AS dan UKS guna mencapai tujuan :

1.         menurunkan angka absensi sekolah khususnya anak di perdesaan

2.         meningkatkan prestasi belajar dan prestasi olahraga anak usia sekolah, sehingga angka kejadian drop out anak sekolah menurun.

3.         tumbuhnya pengertian dikalangan anak usia sekolah tentang pentingnya pemantauan pertumbuhan melalui penimbangan berat badan tiap bulan di UKS dan pentingnya memiliki KMS-AS.

Dengan merinci trend perkembangan program gizi dan kesehatan, maka pendidikan perilaku gizi dan perilaku hidup sehat anak usia sekolah dapat dilakukan melalui pendayagunaan KMS-AS dan UKS.  Hal ini akan memudahkan perencana program untuk dapat menentukan pada titik mana pesan gizi untuk kelompok anak usia sekolah dipusatkan agar bisa efektif (Rasmuson, et.al, 1988).

Efektifitas program pendayagunaan KMS-AS dan UKS dapat dihitung bersamaan dengan program pendidikan dan komunikasi gizi masyarakat yang didasarkan atas orientasi pada khalayak sasaran. Kegiatan, pesan, dan promosi pendidikan gizi sebaiknya dibuat berdasarkan hasil penimbangan dan catatan pada KMS-AS.  Pengelola program pendayagunaan KMS-AS di UKS hendaknya bergerak cepat dalam melaksanakan tindak lanjut hasil pemantauan pertumbuhan melalui KMS-AS dan segera dikomunikasikan dalam pendidikan gizi di sekolah yang bersangkutan.  Meskipun begitu, pengalaman menunjukkan bahwa sangat penting untuk melakukan pengembangan pesan gizi sesuai kondisi UKS, sekolah, dan tingkat sosial masyarakat setempat (Mason, Hunt, Parker, and Jonson; 2001).  Secara ringkas kerangka pikir dari pendayagunaan KMS-AS dan UKS untuk memantau adanya growth faltering dapat dilihat pada Gambar 1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1 : Kerangka Pikir Pendayagunaan KMS-AS dan UKS

 

Berdasarkan kerangka pikir pada Gambar 1, dapat disimpulkan sementara bahwa pendayagunaan KMS-AS dan UKS sangat berguna untuk :

  1. memantau pertumbuhan anak usia sekolah sehingga status gizi dan status kesehatan anak usia sekolah dapat diketahui sedini mungkin bila terjadi kelainan-kelainan, serta menjadikan KMS-AS sebagai health system record
  2. mengetahui sebab-sebab anak tidak naik berat badannya.  Artinya data KMS-AS dapat sebagai outcome dan ditelusuri kebelakang riwayat / paparan anak sampai mengalami growth faltering ataupun stunted.
  3. mencatat kegiatan bulan imunisasi anak sekolah (BIAS) sehingga murid yang belum menerima imunisasi dapat diketahui dan segera ditindak lanjuti.

Dalam proses pelaksanaan pendayagunaan KMS-AS dan UKS tidak dapat terlepas dari kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak Puskesmas, khususnya petugas gizi Puskesmas, Bidan Desa, dan Dokter Puskesmas sebagai Top Manager.  Dengan demikian kegiatan penimbangan berat badan untuk pemantauan pertumbuhan anak usia sekolah dapat dilakukan dengan azas community based.

 

 

III.   KESIMPULAN DAN SARAN
A.       Kesimpulan

Penggunaan antropometri gizi dapat dan sangat mungkin dipergunakan pada kegiatan UKS di sekolah-sekolah, dengan tujuan utama untuk pemantauan pertumbuhan anak usia sekolah dan kegiatan rutin untuk melakukan deteksi dini gizi salah yang masih banyak ditemukan di beberapa sekolah.  Berat badan anak usia sekolah selama dua bulan berturut-turut tidak naik berisiko pada terjadinya growth faltering.

Pendayagunaan KMS-AS dan UKS menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah meningkatnya kasus stunted yang terjadi pada anak usia sekolah.  Kelainan-kelainan pertumbuhan pada anak usia sekolah mulai dihubungkan dengan perkembangan biologi molekuler, yang arahnya
tidak berarti melenceng, tapi justru bisa diharapkan peranannya dalam ikut
menentukan arah pengembangan ilmu gizi klinik, yang mungkin pada eranya nanti akan dipenuhi dengan konsep-konsep molekular dan proto-genomics post-human genom mapping. Hal ini menjadi menarik manakala keabsahan teori dari sebuah ilmu menjadi tergoyahkan.  Artinya, dalam jangka pendek, apa yang bisa disumbangkan ilmu gizi klinik dan gizi masyarakat beserta para penjaga pilarnya terhadap masalah-masalah kontemporer seperti wabah DB, meningginya kasus dugaan autis dan stunted, growth faltering, dll.nya

 

B.       Saran

Dalam mendayagunakan KMS-AS dan UKS semua pihak khususnya Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan RI hendaknya tidak perlu unjuk kekuatan kewenangan, dan hanya berakhir dengan sangat minimnya tindakan yang dilakukan dalam mengatasi peningkatan kasus growth faltering dan stunted dikalangan anak usia sekolah.  Namun, diperlukan kearifan dari kedua Departemen tersebut untuk saling bekerjasama sehingga trend perkembangan kebijakan masing-masing Departemen dapat mendukung pendayagunaan KMS-AS dan UKS yang dikembangkan dengan based community.

Program pendidikan gizi formal di sekolah dapat dikembangkan melalui program pendayagunaan KMS-AS dan UKS dengan pesan dan model komunikasi gizi yang disesuaikan dengan kemampuan daya nalar anak usia sekolah.  Selain itu program pendidikan gizi non formal di Posyandu dapat juga diintegrasikan dalam kegiatan UKS, terutama bila para guru  TK-SD menjadi kader Posyandu sekaligus menjadi guru UKS atau petugas UKS.  Yang terpenting dalam pendayagunaan KMS-AS dan UKS adalah pelatihan guru dan petugas UKS untuk mampu mengisi dan membaca KMS-AS dengan benar.  Oleh karena itu dalam pelatihan harus juga melibatkan tokoh masyarakat yang benar-benar mampu dan menguasai masalah KMS-AS, Posyandu, Gizi, Kesehatan dan UKS.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

ADB Nutrition and Development Series  No.5.   2001. Effectiveness of Large Scale Nutrition Intervention.  ACC/SCN Nutrition Policy Paper  No.  19.

Departemen Kesehatan, RI.  1999.  Pedoman Pembinaan Warung Sekolah.  Direktorat PL, Ditjen PPM, Jakarta.

Gillespie S.; McLachlan M.; Shrimpton R.(Ed).  2003.  Combating Malnutrition: Time to Act. World Bank-UNICEF Nutrition Assessment.  Washington,DC. 

Graeff J.A., Elder JP., and Booth EM.  1996.  Komunikasi : untuk kesehatan dan perubahan perilaku. (Terjemahan): Hasanbasri M. FK-UGM.  Gadjah Mada University Press.  Yogyakarta

Mason J., Hunt J., Parker D., and Jonson U. 2001.  Improving Child Nutrition in Asia.  ADB, Manila, Philiphines, and UNICEF, New York, USA

Rasmuson MR, Seidel RE, Smith WA, dan Booth EM.  1988.  Komunikasi untuk Kelangsungan Hidup Anak. HEALTHCOM a project conducted by the Academy for Educational Development.

Sugeng Purwoko.  2001.  Aplikasi Antropometri Gizi pada Anak Usia Sekolah.  Makalah Seminar Pemantauan Status Gizi di UKS.  Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat. UNS. Surakarta.

Tim Pekan Sanitasi. 1999.  Pelaksanaan Pekan Imunisasi. Brosur, Departemen Kesehatan, RI. Jakarta

Trihono. 1999.  Kesehatan Keluarga dan Gizi.  Laporan Kegiatan Proyek KKG, Departemen Kesehatan RI, Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat Jakarta.