DASAR PENETAPAN KEBIJAKAN PROYEK LAHAN GAMBUT

 

Copyright ©  2000  Program Pasca Sarjana IPB

Re-edited 20 December 2000

Makalah Kelompok 2

Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana – S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:  Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng 

 

  

DASAR PENETAPAN KEBIJAKAN PROYEK LAHAN GAMBUT

SEJUTA HEKTAR

 

Oleh:

Adjat Sudradjat, Apik Karyana,  Armen Zulham, Dedih F. Rosida, Diana Hermawati, Ekowati Ch., Ening Wiedosari, Gatot Pramuhadi, Giyatmi, Gunawan Santoso, Mulyono, Prijanto P., Slamet S. Wastra, S.Y. Randa, Triyono.  

 

I.  PENDAHULUAN  

Latar  Belakang

 Data BPS menunjukkan sejak tahun 1984 Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras, tetapi selama periode 1990 - 1995 telah terjadi gangguan stabilitas pangan, terutama beras. Pertama, karena stagnasi laju pertumbuhan produksi beras nasional, dan  kedua,  karena terjadinya ekses permintaan beras pada pasar domestik.

Pada sisi lain, menurut Tingkes  (1977) fakta yang harus dihadapi oleh pemerintah didalam menjaga kelestarian penyediaan pangan adalah tingginya konversi lahan. Selama kurun waktu 1983 - 1993 konversi lahan mencapai 3,3 juta hektar. Angka tersebut diperoleh dari penyusutan lahan dari 16,7 juta hektar menjadi 13,4 juta hektar (Sebagai contoh, konversi lahan di pulau Jawa dan pulau lain sekitar 15.000 - 50.000 ha per tahun dan ini setara dengan berkurangnya beras  25.000 sampai 75.000 ton per tahun, dengan asumsi setiap hektar sawah dipanen tiga kali dengan produktivitas rata-rata  5 ton per hektar). Oleh sebab itu, pemerintah mengambil kebijaksanaan jangka pendek dengan mengimpor beras, sedangkan untuk  jangka panjang kebijaksanaan pemerintah diarahkan pada usaha ekstensifikasi lahan tanaman pangan. Ekstensifikasi tanaman pangan ini dilakukan pemerintah dengan mengembangkan lahan gambut untuk pertanian tanaman pangan, melalui Instruksi Presiden RI ( INPRES ) tanggal  5  Juni 1995, yang kemudian disusul dengan terbitnya Keppres No: 82 tanggal 26 Desember  1995.

 Sebagai bagian dari potensi lahan rawa yang luasnya 39,4 juta hektar, lahan gambut di Kalimantan Tengah diupayakan menjadi salah satu opsi untuk meningkatkan produksi pangan dan pendapatan petani yang dikaitkan dengan program transmigrasi (Munandar, 1977).

 Sejak awal pelaksanaannya sampai munculnya kegagalan, proyek ini penuh dengan kontroversi, terutama antara para ilmuwan dan pemerhati lingkungan dengan birokrasi pemerintah. Fakta menunjukkan walaupun proyek Lahan Gambut Sejuta Hektar tersebut  ditentang oleh ilmuwan dan pemerhati lingkungan, pemerintah tetap berketetapan untuk melaksanakan proyek ini. Hal ini karena pemerintah telah melakukan kegiatan AMDAL yang dilaksanakan oleh PPLH-IPB (Tingkes, 1977).

 

 Tantangan

 Sebagai lahan dengan bahan organik yang tinggi, pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak kendala. Terdapat dua persoalan penting pemanfaatan gambut (Setiadi dan Komaruddin, 1977), pertama, berkaitan dengan reklamasi: masalahnya meliputi aksebilitas, clearing, kontruksi, drainase, erosi akibat pengeringan permukaan dan pengendalian permukaan air. Kedua berkaitan dengan agronomi: masalahnya meliputi rendahnya kesuburan, pola pemupukan, kandungan logam berat, daya cengkram akar tanah. Dengan demikian untuk memanfaatkan lahan gambut memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat.

 Selain faktor diatas, menurut Purna (1977), kendala hama penyakit dan gulma merupakan faktor yang harus diperhatikan. Disamping itu kendala sosial ekonomi seperti keterbatasan tenaga kerja dan modal yang disertai rendahnya pengetahuan dan keterampilan petani juga merupakan faktor lain yang memerlukan penanganan khusus.

 

Peluang

 Keberhasilan petani lokal maupun transmigran (pola lama) di dalam mengelola lahan rawa pasang surut menunjukkan bahwa peluang bagi pengembangan ekosistem ini dengan berbagai sentuhan teknologi masih mungkin dilakukan. Apalagi daerah ini merupakan suatu hamparan yang luas.

 

Tujuan

Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana  hasil  Kajian Ilimiah diterapkan dalam pelaksanaan pembangunan PLG sehingga menimbulkan kegagalan dan skenario  kajian ilmiah dalam rehabilitasi dan pembangunan PLG

   

II. KERANGKA PENDEKATAN.

 Pembangunan Proyek Lahan Gambut (PLG) merupakan program pemerintah yang mana manfaatnya diharapkan dapat dinikmati secara nasional.  Pada dasarnya terdapat dua tahapan utama dalam pengkajian pembangunan PLG, yaitu :

1.      Pengkajian ilmiah terhadap pembangunan PLG dimulai dengan identifikasi dan inventarisasi Fakta yang berkembang di masyarakat hingga pengambilan kesimpulan mengenai kebenaran pembangunan PLG.

2.      Proses Penetapan Kebijakan yang dilakukan berdasarkan hasil kajian ilmiah serta dampak dan resiko yang ditimbulkan.

Diagram alir mengenai kajian ilmiah serta proses penetapan kebijakan pembangunan PLG tercantum pada gambar 1.

 

 

Gambar 1. Bagan Alir Penetapan Kebijakan Pembangunanan PLG

Diagram alir pada gambar 1  memperlihatkan bagaimana suatu kebenaran yang bersifat ilmiah dijadikan dasar untuk penetapan kebijakan oleh pemerintah.  Diagram ini sekaligus memberikan gambaran mengenai tema sentral   yang dikaji dalam makalah ini dengan mengambil kasus penetapan kebijakan pemerintah tentang pembangunan PLG.  Terlepas dari sukses tidaknya proyek tersebut, makalah ini lewat bagan yang dibuat ingin menunjukkan bagaimana hendaknya suatu kebijakan pemerintah ditetapkan.  Pola yang diperlihatkan dalam bagan tersebut adalah suatu mekanisme penetapan kebijakan melalui proses kajian ilmiah.  Hal ini dikemukakan dengan asumsi bahwa setiap kebijakan yang ditetapkan berdasarkan suatu analisis mendalam secara ilmiah memiliki peluang keberdayagunaan yang besar ( Nasoetion, 1999).

 

A.           Proses Kajian Ilmiah.

Proses kajian ilmiah dimulai dengan adanya fakta yang berkembang di masyarakat, dimana penduduk Indonesia dengan jumlah dan laju pertumbuhan yang tinggi merupakan suatu hal yang  patut diperhitungkan dalam pembangunan.  Kondisi ini menimbulkan permasalahan dalam penyediaan pangan dimana sumber-sumber pangan terbatas pada lokasi-lokasi tertentu, terutama di P. Jawa dan sulit untuk melakukan ekstensifikasi dengan memperluas lahan pertanian.  Alternatif yang mungkin dilakukan adalah dengan memanfaatkan areal hutan gambut di luar P. Jawa untuk dijadikan areal pertanian.  Oleh karenanya dirumuskanlah suatu masalah yakni sejauh manakah areal hutan gambut  dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian terutama untuk tanaman padi.

Untuk menjawab tantangan masalah tersebut maka diperlukan suatu hipotesis mengenai pembangunan  areal hutan gambut untuk lahan pertanian.  Perumusan hipotesis perlu didukung dengan informasi-informasi ilmiah berupa  teori-teori yang terkait, hasil-hasil penelitian, pengalaman serta hal –hal lainnya.  Untuk menguji hipotesis tersebut diperlukan bukti-bukti empiris melalui pengumpulan data di lapangan.  Mengingat kegiatan pembangunan PLG merupakan kegiatan yang melibatkan berbgai disiplin ilmu, maka kajian ilmiah  yang dilakukanpun harus dilihat dari berbagai disiplin ilmu terkait.

 Hasil pengujian terhadap hipotesis memberikan suatu kebenaran yang juga adalah jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan.  Hal tersebut dapat berupa pembenaran dari pembangunan PLG atau justru sebaliknya.  Kebenaran yang dihasilkan ini merupakan suatu cikal bakal pengetahuan baru yang akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk pengambilan keputusan.

 

B.     Proses Penetapan Kebijakan.

 Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah ini biasanya tidak lagi semurni sebagaimana yang disimpulkan atau direkomendasikan dari hasil kajian ilmiah.  Kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi tadi umumnya akan mengalami modifikasi disesuaikan dengan kondisi yang ada.  Selain itu juga  dipengaruhi oleh unsur-unsur politik dan kekuasaan.  Implementasi dari penetapan kebijakan ini yang disertai dengan kegiatan monotoring dan evaluasi maupun  program sosialisasi, dapat berfungsi sebagai suatu sumber informasi atau juga sebagai fakta-fakta baru.  Fakta dan informasi yang  muncul ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai dasar dalam kajian ilmiah berikutnya.  Dengan demikian mekanisme ini membentuk suatu siklus yang berkesinambungan sejalan dengan sifat ilmu pengetahuan itu sendiri ( Suriasumantri, 1996 ).

  

III.   PENETAPAN KEBIJAKAN

 

Kebijakan pengembangan Proyek Lahan Gambut (PLG) sejuta hektar di Propinsi Kalimantan Tengah, penyelanggara utamanya adalah Departemen Pekerjaan Umum (PU), Departemen Transmigrasi dan Departemen Pertanian. Sebagai dasar dari penetapan kebijakan pemerintah tersebut adalah pemerintah dihadapkan kepada masalah dan tantangan dalam pelestarian  swasembada pangan (beras). Kondisi lahan terutama lahan subur di pulau Jawa semakin berkurang akibat dari adanya pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri, properti dan untuk prasarana jalan. Hal  tersebut merupakan kondisi logis dari adanya tuntutan pemenuhan prasarana dan sarana dalam rangka menopang derap pembangunan nasional.

 

a.    Aspek Politis dan Kekuasaan

 Pelestarian Swasembada pangan dalam rangka ketahanan pangan Nasional masih tetap menjadi tema sentral dalam pembangunan Nasional. Dalam usaha pelestarian swasembada pangan, pengembangan lahan gambut menjadi penting artinya dalam upaya peningkatan produksi padi. Pembukaan lahan gambut sejuta hektar  diharapkan mampu menyerap hampir  semua komponen teknologi yang dibutuhkan dalam pembangunan wilayah. Perencanaan wilayah yang terkait dengan sarana dan prasarana irigasi, transportasi , logistik, sarana produksi, permukiman dan aspek kehidupan pemukiman baru lainnya merupakan hal yang menjadi bahan pertimbangan.

 Dari aspek pembangunan Nasional yang berwawasan Nusantara, pembukaan lahan gambut sejuta hektar mempunyai kaitan erat dengan aspek kesatuan ekonomi, karena pembangunan ini tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan wilayah Kalimantan Tengah secara keseluruhan terutama dari aspek penyediaan pangan nasional. Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah dengan kekuasannya telah menetapkan PLG sejuta hektar sebagai  mega proyek di era orde baru

 

b.  Upaya Modifikasi

Penetapan kebijakan pemerintah yang benar dan tepat seharusnya didasari dari adanya kebenaran  secara ilmiah. Apabila suatu kebijakan pemerintah didukung secara ilmiah, niscaya hasilnya tidak akan merugikan masyarakat  sebagai pelaku utamanya.

Adanya kesangsian para pakar ilmu tanah, pakar agronomi maupun pakar dibidang ekonomi, sosial dan budaya terhadap proyek lahan gambut sejuta hektar tersebut, oleh pihak pemerintah ditepis begitu saja. Pemerintah melakukan modifikasi dalam rangka memenuhi kebenaran ilmiah. Pada akhirnya hasil yang ditemukan dilapangan ternyata  jauh dari harapan.

 Secara teknis lapisan firit yang terdapat dilahan gambut, akan dapat dicuci dengan air pasang surut ternyata tidak bisa dilakukan karena air dari saluran tersier tidak mampu mengairi lahan sawah dan proses “ pasang surut “ tidak pernah terjadi.  Akibat kejadian tersebut sawah menjadi kekeringan dan lapisan firit menjadi racun bagi tanaman.

 

c.  Upaya Sosialisasi/Aplikasi di Lapangan

 Proses sosialisasi PLG sejuta hektar boleh dikatakan tidak berjalan. Wilayah rintisan (pilot proyek) seperti daerah Lamunte dan Dadalup kurang memberikan hasil yang memuaskan  walaupun berbagai upaya dan dukungan dicurahkan sepenuhnya di wilayah tersebut. Partisipasi para tranmigran sebagai pelaku utama hanya sebatas mengikuti sebagai tenaga proyek dan memanfaatkan “ jatah hidup” (jadup) dari Departemen Transmigrasi. Nasib mereka akan sangat memprihatinkan apabila proyek berakhir dan jatah hidup sudah habis. Dangkalnya lapisan firit akan mudah meracuni tanaman apabila perakarannya menembus lapisan tersebut. Usaha tani yang menjadi tumpuan hidup mereka, akhirnya tidak memberikan hasil yang berarti, sehingga kehidupan mereka semakin rawan pangan dan  menuju kepada proses pemiskinan yang  permanen. Lemahnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi ke tiga Departemen tersebut sebagai penyelenggara utama kegiatan PLG sejuta hektar, merupakan salah satu faktor kunci yang dapat menyebabkan sulitnya proses sosialisasi sehingga proyek akan sulit mencapai sasaran.

 

d. Monitoring dan Evaluasi (Monev)

 Kegiatan monitoring dan evaluasi proyek dilakukan oleh masing-masing proyek yang tersebar di tiga Departemen penyelenggara utama. Tidak ada kegiatan monev yang terintegrasi antara ke tiga Departemen tersebut. Hasil monev dihadapkan menjadi umpan balik dalam rangka perbaikan atau penyempurnaan kegiatan  penyelenggaraan proyek, namun demikian dalam pelasanaannya ternyata hasil monev tidak mampu memperbaiki jalannya proyek sehingga hasil proyek semakin jauh dari tujuan dan sasaran. Dengan demikian lengkaplah PLG sejuta hektar yang tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat dan tidak ditunjang fakta hasil monev. Apabila proyek tersebut menemukan kegagalan atau dapat dikatakan gagal adalah sesuatu yang logis.


 

IV.   SKENARIO KAJIAN ILMIAH PROYEK  LAHAN GAMBUT

Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian bukanlah hal baru.  Secara tradisional masyarakat setempat telah lama memanfaatkan lahan gambut untuk usaha pertanian dalam skala  kecil.  Hal ini diikuti dengan proyek transmigrasi yang memanfaatkan lahan gambut sebagai areal pemukiman dan pertanian.  Kondisi tersebut di atas dijadikan dasar pemikiran untuk mengembangkan lahan gambut dalam skala yang lebih besar dengan hipotesa bahwa lahan gambut dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian, terutama untuk menanam padi.

Pelaksanaan Proyek Lahan Gambut (PLG) sejuta hektar didasarkan pada Instruksi Presiden  ( Inpres) tanggal 5 Juni 1995 yang diikuti dengan Keppres No 82 tanggal 26 Desember 1995.  Kemudian diikuti dengan kegiatan-kegiatan persiapan proyek diantaranya berupa penempatan transmigran dan Pilot project untuk merubah lahan gambut menjadi lahan pertanian.  Studi Amdal dilakukan oleh IPB pada tahun 1997 dimana hasil studi tersebut diantaranya menyatakan bahwa perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap Land Suitability dan Land Capability yang mana dalam realitanya tidak pernah dilakukan.   Keraguan akan keberhasilan PLG telah muncul pada tahun 1997 dimana terjadi berbagai kegagalan pada Pilot Project yang dilakukan.

Pada tahun 1998 dilakukan penghentian terhadap berbagai kegiatan yang berkaitan dengan PLG.  Hal ini dilakukan dengan pertimbangan banyaknya kegagalan yang terjadi pada saat persiapan proyek.  Kegagalan ini menimbulkan berbagai fakta-fakta baru yang merupakan bahan untuk kajian pemanfaatan lahan gambut pada masa mendatang. Pada tahun 1999 mulai dilakukan evaluasi terhadap kegagalan pembangunan PLG.

Fakta-fakta baru yang muncul akibat kegagalan pembangunan PLG merupakan awal dari kegiatan kajian ilmiah untuk pengembangan lahan gambut pada masa mendatang. Pengkajian ilmiah harus dilakukan secara komprehensif terhadap berbagai hal yang terkait dengan pengembangan lahan gambut.  Dengan dilakukannya kajian ilmiah ini diharapkan penetapan kebijakan mengenai pembangunan lahan gambut pada masa mendatang tidak mengulangi kesalahan pembangunan PLG pada masa lalu.

 

A.     Identifikasi Permasalahan.

Permasalahan yang timbul akibat pembangunan PLG disebabkan oleh pembukaan lahan yang tidak mengacu pada kajian ilmiah.  Pembukaan lahan yang dimaksud adalah berupa kegiatan pembuatan jalan, kanal , penebangan hutan dan pencetakan sawah. Akibat langsung yang dirasakan dilapangan adalah munculnya hama tikus dengan populasi yang tidak terkendali.  Hama tikus ini menyebabkan produksi pertanian dari trasmigran maupun masyarakat setempat menurun secara drastis.

Dengan menurunnya produksi pertanian maka akan berdampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.  Permasalahan sosial yang mungkin muncul adalah meningkatnya angka pengangguran, mobilisasi penduduk dan timbulnya berbagai penyakit seperti malaria, demam berdarah. Permasalahan ini akan saling berpengaruh sehingga muncul permasalahan lain berupa pencurian kayu, prostitusi dan lain-lain.  Dampak lain yang bersifat politis adalah membentuk suatu citra negatif terhadap pemerintah.    Identifiksi permasalah tersebut di atas tercantum dalam Gambar 2 , sedangkan diagram alir hubungan sebab akibat dari permasalahan yang muncul tercantum dalam Gambar 3.

   

B.     Hipotesis

 Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang muncul, maka dapat disusun berbagai hipotesis.  Hipotesis-hipotesis ini dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk menyusun tema-tema penelitian yang dibutuhkan untuk rehabilitasi dan pembangunan PLG.   Langkah –langkah dalam penentuan kebenaran hipotesis secara ringkas disajikan pada Gambar 4.  Hipotesis yang muncul adalah sebagai berikut :

 

1.      Lingkungan

Ho : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak   berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan.

H1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh (negatif) terhadap kerusakan lingkungan.

 

Sub Hipotesis :

SHo :  Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak    berpengaruh terhadap peningkatan populasi tikus.

SH1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh peningkatan populasi tikus.

 

2.      Ekonomi

Ho :   Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah setempat.

H1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah setempat.

 

Sub Hipotesis :

SHo :  Peningkatan populasi tikus tidak berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian.

SH1 : Peningkatan populasi tikus berpengaruh terhadap penurunan produksi pertanian.

  

3.      Sosial

Ho : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap perubahan nilai sosial.

H1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap perubahan nilai sosial.

 

Sub Hipotesis:

SHo : Penurunan produksi pertanian tidak berpengaruh terhadap jumlah pengangguran di daerah setempat

SH1 : Penurunan produksi pertanian  berpengaruh terhadap jumlah pengangguran di daerah setempat

 

4.      Etika/Moral

Ho :   Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap kemerosotan moral masyarakat setempat.

H1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap kemerosotan moral masyarakat setempat.

 

Sub Hipotesis :

Sho : Penurunan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat tidak berpengaruh terhadap maraknya prostitusi

SH1 : Penurunan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat berpengaruh terhadap maraknya prostitusi.

 

5.      Estetika

Ho :   Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap estetika kawasan lahan gambut.

H1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap estetika kawasan lahan gambut.

 

Sub Hipotesis :

 SHo : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap keindahan bentang alam.

SH1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap keindahan bentang alam.


 

6.      Politik

Ho : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah tidak berpengaruh terhadap Citra (negatif) pemerintahan.

H1 : Pembukaan lahan gambut yang tidak berdasarkan pada kajian ilmiah berpengaruh terhadap citra (negatif) pemerintahan.

 Berdasarkan permasalahan serta hipotesis yang muncul maka dapat disusun suatu rencana penelitian yang komprehensif berjangka panjang.  Rencana penelitian tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut :

 

1.      Tujuan Penelitian :

 Terwujudnya rencana rehabilitasi & pembangunan PLG sejuta hektar di Kalimantan Tengah berdasarkan kajian ilmiah.

 

2.      Sasaran :

 a.                   Penelitian daya dukung lingkungan

b.                  Penelitian keanekaragaman hayati lahan gambut.

c.                   Deliniasi kawasan untuk zonasi areal.

d.                  Program tentatif tiap-tiap zonasi untuk kepentingan rehabilitasi aspek sosial –ekonomi, pendidikan & latihan, konservasi.

e.                   Rencana pemberdayaan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi.

f.                    Koordinasi antar sektor terkait bersama dengan Pemda TK I dan II yang bersangkutan dalam aspek perencanaan, pelaksanaan, monitoring & evaluasi.

g.                   Pengendalian hama tikus

h.                   Program dinamika populasi satwa langka.

i.                     Program pembinaan masalah sosial.

 

3.      Disiplin Ilmu Terkait :

 1.      Kehutanan

2.      Ekonomi Pertanian

3.      Ekologi

4.      Geologi

5.      Hama dan penyakit tumbuhan

6.      Ilmu Tanah

7.      Antrophologi

8.      Hidrologi

9.      Dinamika Populasi

 

4.    Pelaksana Penelitian :

 Koordinator          : Universitas Palangkaraya

Anggota                 :

·        IPB

·        UGM

·        Pusatpusat penelitian

·        ITTO

·        LSM

 

5.    Jangka Waktu Penelitian :

 Penelitian dilakukan secara berkesinambungan selama 3 (tiga) tahun.

 

Sumber Dana :

 a.       Dalam Negeri :, APBN, APBD, Swasta

       b.      Luar Negeri : ITTO. CIFOR, ICRAF, SEAMEO BIOTROP      

 

 

 Gambar 2.  Identifikasi Permasalah Kegagalan Pembangunan PLG.

 

 

Gambar 3. Diagram Hubungan Sebab Akibat Permasalahan PLG.

 

 

                                                        Ya

Gambar 4.  Langkah-Langkah Kajian Ilmiah

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Munandar, S. (1997).  Pengembangan lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengah.  BPTP-Palangkaraya.

            Nasoetion, A.H. (1999).  Pengantar ke Falsafah Sains.  Cet. Ke-3.  Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta.

Purna, I.M. (1997).  Pola pertanian modern dengan usaha tani berwawasan agribisnis di daerah transmigrasi pada kawasan pengembangan lahan sejuta hektar di Kalimantan Tengah.  BPTP-Palangkaraya.

Setiadi, B. dan Komaruddin. (1997).  Penyubur gambut, aspek strategis lahan gambut sejuta hektar.  BPTP-Palangkaraya.

Suriasumantri, J.S.  (1996).  Filsafat Ilmu.  Sebuah pengantar populer.  Cet. Ke-10.  Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Tingkes, L.  (1997). Arah dan strategi pengembangan lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Tengan.  BPTP-Palangkaraya.