LATAR BELAKANG

 

 

Re-edited  20 December, 2000

Copyright © 2000 RAFFI PARAMAWATI    

Makalah  Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana - S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:  Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

 

Perkembangan Teknologi Kemasan Pangan

(Tinjauan dari Sudut Filsafat)

 

 

 

 

 

Oleh :

RAFFI PARAMAWATI

985059/IPN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LATAR BELAKANG

 

          Manusia sebagai makhluk homo sapiens dan sekaligus makhluk homo faber telah mengembangkan teknologi yang menghasilkan berbagai keajaiban seperti misalnya terbang ke angkasa luar, menyelam ke dasar lautan, melakukan percakapan dari ujung dunia, mengamati bintang di jagat raya dan menghancurkan sebuah kota dalam hitungan menit (The Liang Gie 1996). Meskipun sebenarnya tubuh manusia sendiri sangat rapuh, lemah dan terbatas kemampuannya. Misalnya manusia tidak dapat lari secepat tikus, tidak bisa terbang seperti burung, tidak bisa berenang dalam waktu lama seperti ikan atau mengangkat beban berat seperti gajah. Dari keterbatasan ini, secara naluriah manusia berusaha memperkuat berbagai organ tubuhnya dengan membuat alat-alat, yang dapat membantu hal-hal yang tidak dapat dilakukannya. Contohnya pengungkit untuk membantu manusia memindahkan benda  berat atau perahu yang memungkinkan manusia berlama-lama di air dan sebagainya. Dari sini muncullah teknologi, yang oleh para ahli (status ontologinya) didefinisikan sebagai perpanjangan dari organ tubuh manusia.  Dengan demikian bila didasarkan pada falsafahnya, teknologi adalah sebuah sistem ketrampilan praktis untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem ini berkisar pada proses membuat atau menggunakan sesuatu barang dengan memanfaatkan berbagai benda dan tenaga alam untuk mengatasi sesuatu masalah. Teknologi selalu berkembang sesuai dengan zamannya, dimulai dari zaman prasejarah manusia (zaman Batu, zaman Perunggu dan zaman Besi) hingga saat ini dimana kita telah menginjak zaman globalisasi informasi yang memungkinkan semua orang bisa mengetahui tanpa jarak waktu, apa yang terjadi di belahan bumi bagian manapun.

           Ferguson Eugene (1968) menggolongkan teknologi dalam 12 bidang pokok-soal, yaitu:

1.     Pembuatan, Penyimpanan dan Persiapan Makanan (Food Production, Preservation, and Preparation).

2.     Keinsinyuran Sipil (Civil Engineering).

3.     Pengangkutan (Transportation).

4.     Pengubahan Tenaga (Energy Conversion).

5.     Seni Listrik dan Elektronik (Electrical and Electronic Arts).

6.     Bahan dan Proses (Material and Processes).

7.     Teknologi Mekanis (Mechanical Technology).

8.     Instrumen Musik (Musical Instruments).

9.     Teknologi Militer dan Perang (Military Technology and War).

10. Organisasi Perindustrian (Industrial Organization).

11.Ilmu Keinsinyuran (Engineering Sciences).

12.Proses Penciptaan dan Pembaharuan (Process of Invention and Innovation).

 Pembuatan, Penyimpanan dan Persiapan Makanan dirinci lebih lanjut menjadi (1) Mesin pertanian dan penggilingan biji dan (2) Penyimpanan dan persiapan makanan. Teknologi Kemasan Pangan, bidang ilmu yang menjadi lahan penelitian disertasi penulis, termasuk dalam sub golongan Teknologi Penyimpanan dan Persiapan Makanan. Dalam tulisan ini akan dibahas lebih dalam mengenai perkembangan Teknologi Kemasan Pangan sesuai dengan zamannya dikaitkan dengan pengaruh positip dan negatipnya terhadap manusia maupun lingkungan hidup.

 

 

SEJARAH TEKNOLOGI KEMASAN PANGAN

 

Pengemasan telah ada sejak 4000 SM (Syarief et al., 1989), dimulai dengan kemasan alami yang berasal dari bahan-bahan yang terdapat di alam seperti tanah liat, tulang, kulit binatang, buluh bambu, pelepah, daun-daunan dan sebagainya. Pada awalnya pengemasan dilakukan untuk mengatasi aspek penanganan pangan. Pada zaman kehidupan manusia masih mengembara (nomaden), apapun yang mereka peroleh dari perburuan hewan dan tanaman liar biasanya dikonsumsi hingga persediaan di suatu lokasi habis. Lalu mereka berpindah ke tempat lain dengan membawa bekal makanan sekedarnya yang dikemas dalam kemasan alami yang mereka temukan pada saat itu di sekitar lokasi pemukiman mereka. Falsafah pengemasan pada saat itu adalah mengganti fungsi tangan untuk memudahkan transportasi bahan makanan.

Dengan adanya revolusi neolitik, yaitu titik waktu dimana manusia beralih ke keadaan hidup menetap dengan mengembangkan pertanian dan pemeliharaan hewan (Gehlen, 1980), mulailah terjadi pergeseran falsafah pengemasan. Aspek penanganan tidak lagi hanya sekedar untuk memudahkan transportasi, tetapi juga untuk memudahkan distribusi, pengolahan dan lain sebagainya.

Selanjutnya teknologi pengemasan berkembang dengan pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Revolusi industri yang telah mengubah tatanan hidup manusia ke arah kehidupan yang lebih moderen, telah pula mengubah teknologi kemasan hingga mencakup aspek perlindungan pangan (mutu nutrisi, cita rasa, kontaminasi dan penyebab kerusakan pangan) dan aspek pemasaran (mempertahankan mutu, memperbaiki tampilan, identifikasi produk, informasi komposisi dan promosi).

Saat ini meskipun kemasan alami masih juga digunakan, namun telah banyak berkembang kemasan yang termasuk dalam kelompok kemasan sintetis dan kemasan moderen. Berbagai jenis material kemasan sintetis bahan pangan yang beredar di masyarakat, misalnya kertas, kaca, kaleng dan plastik mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu, sehingga penggunaannya juga didasarkan pada kecocokan dengan sifat bahan pangan yang dikemas. Kemasan moderen yang telah digunakan untuk mengemas bahan pangan antara lain kemasan aseptik, kemasan dengan variasi atmosfir di dalamnya atau kemasan yang diaplikasikan dengan penyimpanan suhu rendah, baik sebagai pengemas primer (langsung kontak dengan bahan yang dikemas) maupun sekunder, tertier dan seterusnya.

 

FUNGSI KEMASAN PANGAN

 

          Perkembangan ilmu pengetahuan telah meningkatkan kesadaran manusia untuk hidup sehat. Hal itu telah  mengembangkan pula fungsi teknologi pengemasan pangan menjadi  lebih luas, yaitu untuk:

1.     Menjaga produk pangan agar tetap bersih, terlindung dari kotoran dan kontaminasi.

2.     Menjaga produk pangan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air dan pengaruh sinar.

3.     Memudahkan dalam membuka/menutup, memudahkan dalam penanganan, pengangkutan dan distribusi.

4.     Menyeragamkan produk pangan dalam ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada.

5.     Menampakkan identifikasi, informasi, daya tarik dan tampilan yang jelas dari bahan pangan yang dikemas sehingga dapat membantu promosi/penjualan.

6.     Memberikan informasi melalui sistem labelling, bagaimana cara penggunaan produk, tanggal kadaluarsa dan lain-lain.

 

KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN BERBAGAI BAHAN KEMASAN

         

          Bahan kemasan alami seperti tulang dan kulit binatang sudah tidak dipergunakan lagi. Namun bahan kemasan alami lain seperti tanah liat, buluh bambu, daun-daunan masih sering dijumpai untuk mengemas produk pangan yang khas dan dalam waktu yang relatif singkat. Bahan kemasan alami mempunyai kelemahan kurang dapat melindungi produk pangan yang dikemas dari pengaruh lingkungan. Oleh sebab itu produk pangan yang dikemas akan cepat menjadi rusak dalam waktu yang relatif pendek tergantung dari jenisnya (bahan pangan basah, semi basah atau kering). Namun bahan kemasan alami mempunyai keunggulan murah, mudah diperoleh dan dapat di dekomposisi/didegradasi secara alami. Sehingga sampah kemasan bila dibuang akan segera hancur dan menyatu dengan tanah.

          Kertas adalah bahan kemasan buatan yang dibuat dari pulp (bubur kayu). Kertas biasa digunakan untuk mengemas bahan/produk pangan kering atau untuk kemasan sekunder (tidak langsung kontak dengan bahan pangan yang dikemas) dalam bentuk dos atau boks karton. Kelemahan kertas adalah mudah robek dan terbakar, tidak dapat untuk mengemas cairan dan tidak dapat dipanaskan. Namun karena terbuat dari bubur kayu, maka sampah kertas dapat didegradasi secara alami pula.

          Kaca dipergunakan untuk mengemas bahan/produk pangan cair, semi basah atau tepung. Biasanya kaca dibentuk sebagai botol. Keunggulan kaca adalah dapat dipanaskan, transparan (dapat memperlihatkan isinya), melindungi produk pangan dari pengaruh cahaya dan udara di luar kemasan. Kelemahannya, kaca termasuk bahan yang berbobot (berat), mudah pecah, mahal dan tidak dapat didegradasi secara alami. Biasanya bahan kemasan dari kaca dipakai beberapa kali (multitrip) atau didaur ulang.

          Kaleng dibuat dari logam aluminium, tembaga, besi atau jenis logam lain. Dibandingkan dengan kaca, kaleng jauh lebih ringan. Keunggulannya hampir sama dengan kaca dan tidak bisa pecah, namun biasanya tidak transparan sepert kaca. Beberapa logam dapat mengkontaminasi bahan pangan yang dikemas dan menyebabkan reaksi yang akan merusak bahan pangan yang dikemas, oleh sebab itu perlu dihindari penggunaan beberapa logam yang dapat bereaksi dengan produk pangan.

          Plastik merupakan salah satu bahan kemasan yang banyak digunakan untuk mengemas bahan pangan atau produk makanan karena keunggulannya dalam hal bentuk yang fleksibel sehingga dapat mengikuti bentuk bahan yang dikemas, sifat tranparan (tembus pandang) yang menyebabkan produk yang dikemas dapat dilihat dari luar serta sifat tidak mudah pecah yang akan memudahkan dalam penanganan dan transportasi bahan yang dikemas. Sejak ditemukannya plastik dalam 40 tahun terakhir ini, kemasan plastik sangat mendominasi pasaran kemasan produk. Pada sisi lain plastik mempunyai kelemahan pula, yaitu tidak tahan panas dan beberapa jenis diketahui dapat mengkontaminasi produk yang dikemas, dimana sering kontaminannya bersifat toksik bagi manusia atau paling tidak menyebabkan penurunan mutu bahan yang dikemas. Beberapa kemasan plastik berasal dari material polietilen, polipropilen, polivinil chloride (penyebab munculnya dioksin bila dibakar/dipanaskan) dan senyawa turunan atau modifikasinya. Dari polimer yang sama seperti di atas juga dapat dibuat styrofoam, yang secara kontroversial sudah dilarang digunakan di beberapa negara maju karena dapat membahayakan keamanan produk makanan siap saji yang dikemas.

Plastik mempunyai sifat tidak dapat dihancurkan secara cepat dan alami (non biodegradable), sehingga akan menyebabkan beban bagi lingkungan. Sampah plastik tidak akan hancur meskipun telah ditimbun berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun, akibatnya terjadi penumpukan plastik yang meyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Selain itu plastik berasal dari polimer sintetis yang materialnya diproses secara bertingkat-tingkat dari minyak bumi. Kita ketahuai bersama bahwa keberadaan minyak bumi semakin lama semakin menipis, langka dan sulit diperbaharui lagi (non renewable) karena membutuhkan waktu ribuan tahun untuk memprosesnya secara alami. Oleh sebab itu mempertahankan penggunaan plastik berarti akan menumpuk masalah dikemudian hari.

 

TEKNOLOGI KEMASAN PANGAN MASA DEPAN

 

          Saat ini penelitian diarahkan untuk membuat pengemas yang mempunyai sifat seperti kemasan plastik tetapi dibuat dari bahan yang dapat dihancurkan secara alami dan mudah didapatkan. Kemasan demikian diistilahkan sebagai kemasan masa depan. Sifat-sifat kemasan masa depan diharapkan mempunyai bentuk fleksibel namun kuat, transparan, tidak berbau, tidak akan mengkontaminasi bahan yang dikemas dan tidak beracun, tahan pemanasan, biodegradable, berasal dari bahan-bahan reneweble dan ekonomis. Penelitian banyak dilakukan terhadap biopolimer yang berasal dari hasil pertanian, yaitu bahan yang tersusun dari komponen lemak, protein, karbohidrat atau gabungan dari ketiga unsur tersebut.

Penelitian terhadap biopolimer dikaitkan dengan sifat bahan tersebut yang pada keadaan tertentu mempunyai fase transisi gelas (glass transition phase), yaitu fase dimana bahan dapat dicetak atau dibentuk menjadi lembaran film seperti lembaran plastik kemasan. Disamping itu biopolimer mudah dihancurkan secara alami dengan bantuan faktor alam atau mikroorganisme penghancur yang terdapat didalam tanah.

          Jenis komponen polimer sebagai bahan biodegradable film akan sangat mempengaruhi bentuk morfologi dan struktur film serta karakteristik fisik, mekanik dan sekat lintas produk pengemas yang dihasilkan. Pada umumnya komponen polisakarida mempunyai sifat penghambatan terhadap transmisi gas yang lebih baik dari pada terhadap uap air (Baldwin, 1995), karena polisakarida mempunyai sifat polar sehingga dapat berinteraksi dengan air. Sebagian besar protein mempunyai sifat polar meskipun polaritasnya tidak setinggi polisakarida. Sedangkan komponen lipida mempunyai sifat non polar sehingga dapat menjadi sekat lintas yang baik bagi transmisi uap air. Idealnya ketiga jenis polimer tersebut digabungkan menjadi satu, maka diharapkan kelemahan masing-masing bahan akan tertututpi oleh yang lain.

          Selain itu, penelitian-penelitian juga mengarah pada upaya  memodifikasi struktur kimia bahan sintetis pembuat plastik, sehingga diharapkan film plastik yang dihasilkan dapat didegradasi dengan bantuan mikroorganisme penghancur yang hidup dalam tanah. Upaya ini dilakukan sejalan dengan percobaan-percobaan menggabungkan polimer plastik sintetis dengan biopolimer pertanian (polisakarida, polipeptida dan lipida). Beberapa peneliti agak apatis terhadap upaya ini, karena dengan tetap menggunakan bahan sintetis berarti masih membiarkan ketergantungan kita pada minyak bumi yang ketersediannya semakin terbatas. Namun disadari pula bahwa upaya membuat film kemasan dari bahan dasar hasil pertanian (biopolimer) masih sulit untuk diaplikasikan, mengingat sifat hasil pertanian yang mudah rusak menyebabkan film kemasannya juga mudah rusak oleh faktor lingkungan sekitar, yang berarti juga bisa merusak produk yang dikemas. Abad ini agaknya dunia masih harus menunggu terciptanya suatu teknologi baru di bidang kemasan pangan yang memenuhi syarat sebagai kemasan moderen tetapi ramah lingkungan.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Baldwin, E. A., Nisperos-Carriedo, M. O., and Baker, R. A. 1995. Edible coatings for lightly processed fruits and vegetables. Hort. Science. 30(1): 35-38.

 

Ferguson, Eugene S. 1968. Bibliography of the History of Technology. Cambridge, MIT Press.

 

Gehlen A. 1980. Man in the Age of Technology. Dalam Pengantar Filsafat Teknologi.The Liang Gie. 1996. Penerbit Andi Yogyakarta.

 

Syarief, R., Santausa, S., and Isyana, B. S. 1989. Teknologi Pengemasan pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan-Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB-Bogor.

 

The Liang Gie. 1996. Pengantar Filsafat Teknologi. Penerbit Andi Yogyakarta.