STRUKTUR LANSEKAP DAN PRAGMANTASI HABITAT: PENGARUHNYA TERHADAP KERAGAMAN PARASITOID

 

Re-edited  20 December, 2000

Copyright © 2000 Yaherwandi

Makalah  Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana - S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:  Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng

 

 

STRUKTUR LANSKAP DAN PRAGMENTASI HABITAT: PENGARUHNYA TERHADAP KERAGAMAN PARASITOID HAMA PENGOROK DAUN Lyriomyza uidobriensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae)

 

 

Oleh:

 

YAHERWANDI

P08600002/ENT

 

PENDAHULUAN

Liriomyza huidobrensis merupakan jenis hama yang baru diketahui keberadaanya di Indonesia. Kerusakan yang ditimbulkannya telah menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar pada banyak  jenis tanaman di   dataran tinggi. Sejauh ini, upaya pengendalian Lyriomyza di berbagai tempat masih bertumpu pada pengendalian kimia, yang ternyata tidak membawa hasil yang memuaskan. Berangkat dari keadaan tersebut, diperlukan alternatif pengendalian lain yang perlu dikembangkan.  Salah satu alternatif tersebut adalah penggunaan parasitoid.

          Keberadaan dan dinamika parasitoid di lapangan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satu diantaranya adalah struktur lanskap dimana pertanaman itu berada.  Struktur lanskap pertanian biasanya terbagi-bagi ke dalam beberapa fragmen pertanaman.  Akibatnya, populasi serangga hama dan parasitoidnya di lapang juga akan dipengaruhi oleh fragmentasi habitat yang terjadi.  Keadaan ini akan sangat memperngaruhi efektifitas parasitoid di lapang.  Kajian mengenai interaksi antara fragementasi habitat dan keragaman serta fluktuasi parasitoid di lapang masih  sangat jarang di lakukan di Indonesia, oleh karena itu untuk dapat lebih mengerti dinamika populasi di lapang perlu dilakukan penelitian dasar mengenai kajian struktur lanskap dan keragaman parasitoid. 

          Pemanfaatan parasitoid sebagai agens dalam pengendalian hayati  memerlukan upaya kajian yang lebih intensif dan dengan dimensi lebih kompleks untuk  lebih memberi jaminan terhadap keberhasilannya. Sejauh ini, studi terhadap parasitoid hama pengorok daun baru pada tahap awal yang dilakukan oleh Pusat-pusat Kajian, Balai penelitian dan Lembaga penelitian lainya, sehingga diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian dasar yang lebih banyak untuk  sampai pada penerapannya di lapangan.

Untuk itu akan dikumpulkan sampel dari berbagai daerah sentra produksi sayuran di Indonesia untuk menguji hipotesis berikut:

Ho       :Fragmentasi habitat tidak mempengaruhi keragaman parasitoid L. hudobriensis pada berbagai struktur lanskap pertanaman sayuran di Indonesia

H1       :Fragmentasi habitat mempengaruhi keragaman parasitoid L. hudobriensis pada berbagai struktur lanskap pertanaman sayuran di Indonesia

 

Batasan pengertian

Metapopulasi

          Metapopulasi yaitu sekumpulan populasi-populasi dari suatu spesies yang menempati beberapa habitat yang antar habitat itu terjadi migrasi yang dilakukan oleh populasi-populasi tersebut (Lincoln et al, 1988). Metapopulasi merupakan konsep ekologi lanskap yang sangat penting yang berhubungan dengan dinamika populasi (Bunce and Jongman, 1993).

Ekologi Lanskap

          Ekologi lanskap  merupakan interdisipliner ilmu yang mengkaji tentang struktur, fungsi dan perubahan yang terjadi di lanskap. Lanskap didefinisikan sebagai hamparan lahan yang heterogen yang tersusun dari sekelompok ekosistem yang saling berinteraksi (Forman and Gordon, 1986). Lanskap pertanian adalah mencakup ekosistem hutan, perkampungan, lahan pertanian, jalan raya dan jalan tanah (dirt road). Struktur lanskap diartikan sebagai pola ruang dari berbagai komponen lanskap yang menyangkut ukuran, keanekaragaman, kerapatan dan konfigurasinya.                     

Fragmentasi Habitat

          Aktifitas perubahan lanskap, seperti konversi lahan pertanian menjadi lokasi pemukiman menyebabkan terjadinya fragmentasi dan kehilangan habitat. Fragmentasi habitat dicirikan terpecahnya lanskap yang luas menjadi bidang-bidang lahan (patch) yang lebih kecil dan biasanya patch ini secara ekologis banyak yang kurang berhubungan satu sama lain (Theobald, 2000)

 

Epistomologi dalam Ekologi

          Terdapat empat tingkat organisasi yang terkait dengan ekologi, yaitu populasi, komunitas, ekosistem dan lanskap. Proses interaksi masing-masing organisasi tersebut dapat digambarkan pada Gambar 1 (Scheiner et al, 1995).

Dari Gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut: jalur pertama individu terikat satu sama lain menjadi populasi melalui proses kehidupan. Populasi terikat satu sama lain menjadi guild melalui proses kompetisi. Guild terikat satu sama lain menyusun komunitas atau jala makanan oleh proses predasi/parasitasi.

          Jalur hirarki lainya adalah individu dan suberdaya menyusun niche melalui proses siklus hidup dan predasi/parasitasi. Selanjutnya niche dan komunitas berinteraksi menyusun ekosistem.

          Jalur ketiga adalah interaksi antar populasi menjadi metapopulasi melalui proses migrasi. Terakhir metapopulasi dan ekosistem beriteraksi melalui proses suksesi menyusun lanskap atau bioma.


 

 

 

 

 

 


Komunitas

 
                                             

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 1. Pola hubungan antar organisai dalam ekologi       

 

KEMAJUAN PENELITIAN L. huidobriensis DI INDONESIA

Kegiatan eksplorasi dan studi parasitoid telah dimulai oleh Rauf dkk (komunikasi pribadi). Kegiatan studi tentang parasitoid hama pengorok daun baru dimulai pada tahap awal oleh PKPHT sehingga belum banyak diketahui tentang parasitoid dari L. huidobrensis. Sejauh ini, satu jenis parasitoid ditemukan dominan yaitu jenis Hemiptarsenus varicornis (Hymenoptera: Eulophidae) yang memarasit stadium larva L. huidobrensis  di Indonesia tetapi dilaporkan bahwa tingkat parasitisasi dari jenis parasitoid tersebut rendah (Shepard et. al. 1996; Supartha, 1998).   Oleh karena itu, saat ini ada upaya alternatif yaitu mengintroduksi beberapa jenis parasitoid dari luar negeri oleh Jurusan HPT, Institut Pertanian Bogor (Rauf, komunikasi pribadi).

Keragaman jenis dan kemampuan penekanan parasitoid (parasitisasi) terhadap L. huidobrensis sejauh ini belum banyak terungkap disebabkan kegiatan penelitiannya masih  sangat terbatas meskipun informasi tentang hama pengorok daun itu sendiri sedikit lebih maju sejak tahun 1997 pada tanaman kentang di beberapa dataran tinggi Jawa Barat. Sejauh ini belum dikaji keragaman jenis dari parasitoid pada berbagai tanaman inang dan lanskap pertanian.  Parasitoid memiliki kemampuan untuk mengatur (regulate) populasi inangnya, tetapi berdasarkan beberapa penelitian (Landis and Menalled, 1998) ternyata struktur fisik agroekosistem yang cenderung sederhana justru berpengaruh negatif terhadap efektifitas dan kekayaan spesies parasitoid di lapang.  Untuk dapat memaksimalkan survival parasitoid di lapang diperlukan sumber-sumber lain seperti inang alternatif, sumber makanan bagi imago, refugia, inang yang kontinue dan mikroklimat yang sesuai.   Kondisi seperti ini dapat diperoleh melalui teknik budidaya seperti intercropping ataupun dengan keberadaan gulma diseputar tanaman pertanian utama.  Selain itu, dilihat dari struktur lanskap, sumber-sumber makanan dan inang alternatif dapat pula tersedia  apabila dalam struktur lanskap tersebut terdapat ladang terbuka (oldfield), pematang luas (hedgerows), maupun hutan sekunder (woodlands) (Menalled et al., 1999) .  Hal ini berarti bahwa struktur lanskap suatu habitat akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keragaman jenis, fluktuasi populasi  serta  kekayaan spesies parasitoid.  Oleh karena itu penelitian dengan lingkup lanskap yang lebih luas perlu dilakukan untuk mengetahui secara mendalam kaitan antara struktur lanskap dengan efektifitas parasitoid di lapang.

 

RENCANA PENELITIAN

Rencana penelitian yang akan dilakukan merupakan bentuk penelitian dasar (basic research) yang terdiri dari beberapa tahap penelitian yaitu eksplorasi, identifikasi dan kajian peranan parasitoid dalam menekan serangan hama pengorok daun. Tahap kegiatan eksplorasi bertujuan untuk melakukan pencarian dan mengkoleksi jenis-jenis parasitoid yang ditemukan pada hama pengorok daun dari berbagai jenis tanaman inang, sedangkan daerah pencarian ditujukan pada daerah sentra sayuran yang selalu ditemukan hama pengorok daun pada setiap musim yaitu Alahan Panjang dan Koto Baru (Sumatera Barat), Pangalengan dan Garut (Jawa Barat), Wonosobo dan Banjarnegara (Jawa Tengah).  Pencarian akan difokuskan pada beberapa jenis tanaman inang seperti kentang, tomat, kubis, brokoli, bawang merah dan selederi.  Pencarian hama dan parasitoidnya juga akan dilakukan pada tanaman liar (gulma) yang ada disekitar daerah penelitian. 

 

 
Identifikasi parasitoid merupakan tahap kegiatan lanjutan setelah eksplorasi yang bertujuan untuk mengetahui keragaman spesies parasitoid pengorok daun dari setiap jenis tanaman inang dan dari setiap tempat kegiatan eksplorasi yang telah dilakukan. Identifikasi dilakukan  secara morfologis dengan menggunakan kunci determinasi untuk menentukan jenis spesies. Untuk keperluan identifikasi dilakukan pembuatan preparat parasitoid.

Penelitian tentang peranan parasitoid di berbagai struktur lanskap pertanian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peran parasitoid dalam menekan populasi hama pengorok daun di lapangan.  Pengamatan dilakukan pada berbagai ekosistem pertanaman inang dengan menggunakan kentang sebagai inang utama hama pengorok daun.   Parasitoid yang diperoleh dari lapang akan diperbanyak di laboratorium untuk selanjutnya diuji keragaan (performance) dan kebugarannya (fitness).  Dari penelitian laboratorium akan diperoleh informasi dasar mengenai interaksi inang-parasitoid yang akan banyak berguna bagi teknik perbanyakan (mass rearing technique)  dan aplikasi pelepasan parasitoid di lapang.

 

MANFAAT PENELITIAN

 

Hasil dari penelitian yang direncanakan ini dapat dimanfaatkan sebagai dasar pengetahuan untuk menerapkan pengendalian hayati hama pengorok daun di Indonesia guna  mendukung program pengendalian hama terpadu (PHT) yang sedang diupayakan oleh pemerintah.  Disamping itu dari penelitian mengenai teknik perbanyakan dapat dihasilkan teknologi yang dikemudian hari dapat dipatenkan sebagai teknik perbanyakan parasitoid dalam rangka pengendalian Lyriomyza.  Penerapan pengendalian hayati diharapkan mampu mengatasi permasalahan peningkatan produksi dan meningkatkan kualitas produk komoditi dengan mengurangi penggunaan pestisida  di Indonesia.     

 

Daftar Pustaka

 

Bunce, R.G.H. and R.H.G. Jongman. 1993. An Introduction to landscape ecology, p. 3 – 10. In R.G.H., L. Ryszkowski and M.G. Paoletti (eds.) Landscape Ecology and Agroecosystems. Lewis Publishers. London.

Forman, R.T.T and M. Gordon. 1986. Landscape Ecology. John Willey and Sons. New York. 620 p.

Hanski, I. and D. Simberloff. 1997. The metapopulation approach, its history, conseptual domain, and application to conservation, p. 5-26. In I. Hanski and M.E. Gilpin (eds.) Metapopulation biology: Ecology, Genetics and Evolution. Academic Press. San Diego.

Landis, D., and F. Menalled. 1998.  Ecological considerations in conservation of parasitoids in agricultural landscapes.  Pages 101-121 in P. Barbosa, (ed.)  Conservation biological control.  Academic Press, San Diego, California. USA.

Lincoln, R.J., G.A. Boxshall and P.F. Clark. A Dictionary of Ecology, Evolution and Systematics. Cambridge University Press. Melbourne, Sydney, New York. 298 p.

Manalled, F.D., P.C. Marino, S.H. Gage and D.A. Landis. 1999. Does agricultural landscape structure affect parasitism and parasitoid diversity ?. Eco. Appli. 9 (2):  634-641.

Shepard, B.M; A. Braunn, A. Rauf dan Samsudin. 1996. Liriomyza huidobrensis: Hama pendatang baru pada sayuran. Warta PHT Palawija dan Sayuran. 1 (1): 2-3

Scheiner, S.M., A.J. Hudson and M.A. VanderMeulen. 1995. An Epistemologi of ecology. ESA Bull. P. 17 – 21.

Supartha, I.W. 1998. Bionomics of Liromyza huidobrensis (Blanchard) (Diptera: Agromyzidae) on potato. PhD. Thesis, Bogor Agricultural University. 146 pp.

Theobald, D.M. 2000. Tools available for measuring habitat fragmentation. Clorado State University(http://www.ndis.nrel.colostate.edu/davet/pub %5c/fragtools.htm).