Bovine Somatotropin Solusi Peningkatan Produksi Susu di Indonesia

© 2001.   Andi  Murfi                                                                     Posted 13 June 2001  [rudyct]
Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

Bovine Somatotropin Solusi Peningkatan Produksi Susu di  Indonesia

 

 

Oleh:

 

Andi Murfi

P.04600001-PTK

E-mail: bpp3560@bogor.wasantara.net.id

 

 

 

 

 

Indonesia saat ini dan beberapa tahun ke depan sangat dituntut upaya meningkatkan produksi susu. Kebutuhan susu segar dan produk susu semakin meningkat akibat pertambahan penduduk yang sangat cepat.

       Salah satu teknologi yang saat ini sedang digunakan secara  luas adalah penggunaan Bovine Somatotropin (bST).  Penggunaan bST di beberapa negara terutama  Amerika telah teruji kemampuannya dalam meningkatkan produksi susu. Akan tetapi berbagai kalangaan termasuk praktisi, peneliti maupun konsumen masih mempertanyakan dampak penggunaan bST, baik pada ternak, manusia maupun lingkungan. Sehingga penggunaan di Indonesia mungkin masih menunggu beberapa waktu lagi. Padahal dibandingkan dengan impor sapi perah yang pada saat ini yang sangat besar biayanya, penggunaan bST dapat meningkatkan produksi susu hingga 30 % tanpa harus menambah jumlah sapi perah  serta menambah fasilitas seperti kandang dan penggunaan lahan baru.

       Tulisan ini hanya merupakan beberapa review dari beberapa jurnal yang merupakan hasil penelitian baik yang dilakukan di laboratorium Pusat-pusat penelitian atau Universitas yang terkemuka (Lab) juga dan dari hasil penelitian dan penerapan di lapangan (field  study) pada beberapa perusahaan sapi perah.  Penelitian tersebut tidak hanya dilakukan di Amerika juga di Amerika  latin seperti Mexico, Brazil, Puerto Rico , daerah Eropa Timur bahkan negara tropis seperti di Zimbabwe, Kenya di Afrika dan tetangga kita Malaysia.

       Dari hasil tulisan yang sangat sederhana ini diharapkan  diperoleh imformasi mengenai penggunaan bST dan kemungkinan penggunaannya di Indonesia.

Bovine Somatotropin  (bST)

       Menurut Djojosoebagio (1990) hormon Somatotropin sapi  diketemukan oleh Li et al.  merupakan polypeptida bercabang yang mempunyai 416 asam-amino. Hormon ini mempunyai efek terhadap membran sel. Fungsi hormon ini diantaranya sebagai pemicu untuk membentuk dan meningkatkan  konsentrasi cAMP sebagai proses terjadinya utusan kedua (second messenger) yang diikuti oleh proses-proses biologis  lainnya;  meningkatkan asam-amino ke dalam otot, ginjal dan fibroplast dan juga dapat menyebabkan lypolysis pada jaringan lemak yang dibantu oleh hormon lain seperti tiroksin dan glucocorticoid.

       Mekanisme kerja Somatotropin dalam memperbaiki performans laktasi dinyatakan oleh Breier et al . (1991) yaitu dengan perubahan pembagian penyerapan zat makanan (partitioning of absorbed nutrients), pertambahan lemak dikurangi, mobilisasi lemak ditingkatkan dan penggunaan glukosa oleh jaringan peripheral dan oksidasi glukosa  dan asam-amino dikurangi . Akibatnya glukosa dan asam-amino menjadi tersedia untuk sintesis komponen susu serta cadangan lemak digunakan sebagai sumber energi. Selain itu respons ternak terhadap bST adalah peningkatan pengeluaran darah dari jantung (cardiac out put ) dan laju  aliran darah ke ambing (mammary blood flow). Respons-respons ini yang menyebabkan peningkatan pemasukan zat makanan (nutrient) ke ambing.

       Ketertarikan terhadap bST mulai  tahun 1932, ketika seorang peneliti bernama Asdell mendemonstrasikan satu respons produksi susu pada kambing betina laktasi yang diberi ekstrak  pituitary.  Pada tahun 1940 diperoleh imformasi  bahwa zat tersebut adalah ekstrak somatotropin. Pada tahun 1982 muncul suatu produk bioteknologi yang digunakan pada ternak berupa Bovine Somatotropin (bST). Sejak penemuan bST ini penelitian demi penelitian dilakukan para ahli untuk menguji sejauh mana manfaat bST secara biologis dan apa dampak penggunaan tersebut. Penelitian terutama dilakukan pada sapi perah.

       Di Amerika sendiri penggunaan bST setelah melalui penelitian yang cukup lama, akhirnya FDA (Food and Drug Administration) pada tahun 1994 resmi menyetujui penggunaan dan penyebaran bST secara komersial.  Hingga tahun 1998 pengunaan bST oleh peternak Amerika  telah melebihi 100 juta unit (Bauman et al., 1999) . Dikenal ada beberapa produk bST diantaranya Somidobove recombinant derived bST (OPTIFLEX)  dari Eli Lilly and Elanco Indianapolis IN dan Posilac dari Mosanto  Co. St Louis, Mo.

Manfaat Bovine Somatotropin

       Tidak diragukan lagi semua penelitian pemberian bST pada sapi perah memberikan hasil adanya peningkatan produksi susu, kualitas susu, memperbaiki persistensi laktasi serta meningkatkan  efisiensi konversi pakan. Peningkatan produksi susu bervariasi hingga mencapai 5.4 kg per hari (Moallem et al., 2000) , dan yang cukup fantastis 6.1 kg per hari pada sapi Holstein yang mendapat pakan yang baik (Phipps et al., 1997).

       Moallem et al. ( 2000 ), pada penelitian menggunakan dosis 500 mg Zn-Sometribove (bST) yang disuntikkan setiap 14 hari dan diberikan pada hari ke-10 hinggga   ke 150 menunjukkan bahwa produksi susu FCM (Fat Corrected Milk) meningkat 5.4 kg per hari per ekor.  Demikian juga hasil yang dilaporkan oleh Phipps et al., (1997) dan Luna-Dominguez et al. ( 2000 ) memperlihatkan produksi susu yang signifikans.

       Bauman et al. (1999) telah melakukan penelitian selama 8 tahun (1990-1999) , membandingkan 4 tahun periode sebelum bST disetujui FDA (1994) dan 4 tahun setelah disetujui. Penelitian ini dilakukan  pada 340 peternakan dan tidak kurang 200.000 ekor sapi laktasi dan telah dilakukan 2 juta test memperlihatkan respons yang konsisten 4 tahun setelah disetujui, lemak susu dan protein meningkat dan persistensi laktasi diperbaiki. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Torazon-Herrera  et al. (1999) sapi perah yang diberi 500 mg bST per 14 hari dan disertai dengan pemberian  evaporative cooling pada kondisi musim panas memperlihatkan peningkatan produksi susu, % lemak, protein serta efisiensi konversi pakan yang lebih besar dari pada yang tidak diberi bST.

       Selain manfaat di atas dilaporkan oleh Luna-Dominguez et al. ( 2000)  bahwa pemberian bST dapat memperpendek interval beranak (calving interval) tetapi tidak mempengaruhi first service conception.

       Hal ini dilaporkan oleh Dunlap et al. (2000)  bahwa bST dapat mengurangi eskresi N sapi per unit susu. Penurunan kebutuhan N pada ransum dan kehilangan N pada kotoran dapat mengurangi kelebihan N lingkungan. N2  dari usaha sapi paerah dapat berakumulasi pada tanah, udara dan air.  Dimana hal tersebut secara potensial mempunyai pengaruh lingkungan yang negatif. Pada tanah dan air akumulasi N merusak ekosistem keseimbangan nutrisi (Jikells, 1998).

Dampak Penggunaan Bovine Somatotropin

       Sampai sejauh ini belum ada peneliti yang melaporkan dapak negatif dari penggunaan bST. Kekhawatiranakan danya penurunan bobot  badan cukup beralasan terutama penggunaan bST pada awal laktasi. Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi yang sedang mengalami keseimbangan  energi yang negatif. Penggunaan bST menyebabakan penurunaan bobot badan pada kondisi yang memprihatinkan. Karena penggunaan bST akan memobilisasi cadangan lemak tubuh. Pada awal laktasi hingga menjelang puncak laktasi, bobot badan cendrung menurun. Keadaan ini dapat diatas dengan penggunaan bST setelah puncak laktasi. Setelah 50 hari laktasi (Phipps et al., 1997, Luna-Dominguez et al.,  2000) atau dengan pemberian pakan yang baik (Moallem et al.  2000).

       Hasil penelitian Scarda dan Mader (1991) Menunjukkan penggunaan bST tidak menunjukkan gejala toxic syndrome, tidak ada perubahan tingkah laku atau gangguan penyakit metabolik. Berdasarkan rekomendasi Kementrian Pertanian dan Nutrisi dan Kementrian Kesehatan Amerika, sertifikat aman untuk somidobove 4 April 1989 telah dikeluarkan. Keamanan untuk konsumen yang mengkonsumsi produk susu dan daging dari pemberian bST pada sapi perah  berdasarkan penelitian dan pengetahuan yang ada yaitu ; 

 

(1)               Komposisi susu, flavor dan pertumbuhan biakan Starter asam laktat tidak dipengaruhi oleh bST,

(2)         bST tidak mempunyai aktivitas biologis pada manusia, dan sebagai susu protein bST dicerna semuanya bila dikonsumsi.

      Satu penelitian yang menunjukkan adanya indikasi terjadinya mastitis dengan meningkatnya jumlah sel somatic (SCC) pada pemberian bST. (Van Den Berg,1991).  Akan tetapi hasil penelitian Bauman. (1999) SCC tidak dipengaruhi oleh adanya pemberian bST. Dijelaskan bahwa et al umumnya mastitis dan problem penyakit yang lain sering terjadi pada 45 hari setelah beranak. Resiko peningkatan mastitis klinis meningkat seiring meningkatnya produksi susu  (Oltenacu dan Eskebo, 1994).

      Akan tetapi hasil penelitian Hoeben et al (1999) memperlihatkan bahwa pemberian bST. pada sapi yang terinfeksi oleh Streptococcus uberis dapat mencegah penurunan produksi susu, perubahan komposisi susu seperti laktosa, protein, lemak, Na+, K+ dan Cl-. Sedangkan menurut Bauman et al (1999) pada peternakan di Michigan pengobatan mastitis klinis dan culling pada sapi diberi perlakuan bST tidak terjadi.

Faktor yang Perlu Diperhatikan

       Dalam mengambil keputusan apakah kita akan menggunakan bST,  ada beberapa faktor yang perlu diperhatikann di antaranya dosis yang digunakan, kapan atau pada hari  keberapa  setelah beranak, apakah sebelum atau setelah puncak laktasi. Kemudian kondisi  atau persyaratan apa yang perlu disiapkan pada sapi seperti pakan, kondisi kesehatan, kandang dan peternak itu sendiri.

       Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan ada beberapa dosis yang digunakan, mulai 167, 250, 334, 500 dan 640 mg per 14 hari. (Phipps et al., 1997; Luna-Dominguez et al.  2000; Moallem et al.  2000 ;  Fontes JR et al., 1999  dan Torazon-Herrera et al, 1999 ). Ternyata dosis 345 dan 500 mg per 14 hari yang memberikan hasil yang terbaik. Namun penelitian Phipps et al. (1997) di Kenya dosis 354  dan 500 mg tidak memperlihatkan produksi susu yang signifikan. Hasil lain yang berbeda dilaporkan oleh peneliti Malaysia ternyata dosis 250 mg per 14 hari merupakan dosis yang paling ekonomis. Kondisi ini berbeda mungkin disebabkan adanya perbedaan berat badan (Azizah et al , 1993 ).

       Pemberian dosis per 14 hari didasarkan bahwa respons bST mulai  terjadi selama 24 jam dan respons maksimal terjadi selama satu minggu. Dengan dilakukan penyuntikan setiap dua minggu, ikut mengurangi penderitaan (stress) yang terjadi akibat penyuntikan yang dilakukan terus menerus  dalam tempo yang singkat. Hal ini sangat menjadi concern pada penyayang binatang yang berhubungan dengan Isue Animal Welfare.

       Demikian juga dalam hal kapan pemberian bST yaitu umumnya diberikan setelah puncak laktasi setelah 50 hari (Phipps et al. 1997; Fontes JR et al. , 1997;  Luna-Dominguez et al.  2000), sepanjang laktasi (Bauman et al. 1999) atau awal hingga pertengahan laktasi (10-150 hari)( Moallem et al.  2000). Ternyata pemberian  setelah laktasi  memberikan respons terbaik.  Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi sebelum puncak laktasi yang memberikan kondisi keseimbangan energi yang negatif yang akan menimbulkan gangguan pada sapi penurunan bobot badan dan nurunnya Body Condition Score (BCS) sapi, sehingga kerentanan terhadap beberapa penyakit meningkat. Sapi pada pertengahan laktasi atau akhir laktasi keseimbangan pakannya umumnya positif.

       Kondisi lain adalah hampir semua memerlukan dukungan energi yang cukup sesuai kebutuhan sapi untuk berproduksi sesuai dengan kemampuannya.  Karena penggunaan bST meningkatkan produksi susu yang membutuhkan makanan  untuk sintesis susu tersebut. Tetapi penelitian Phipps et al. (1997) menyimpulkan bahwa penggunaan bST  tidak perlu  mengubah manajemen dan kualitas sumber pakan yang ada di daerah tersebut.

       Selain itu dari beberapa penelitian ternyata hasil yang didapat lebih baik pada sapi multiparous (beranak lebih dari satu kali) dari pada primiparous (beranak pertama kecil)  ( Luna-Dominguez et al.  2000, Rose dan Obara, 2000). Hal ini berhubungan dengan makin meningkatnya bobot badan setelah laktasi pertama. Demikian pula perlu perhatian khusus oleh peternak pada sapi yang mendapat perlakuan bST seperti kondisi kandang dan lain-lain.

Kesimpulan

Penggunaan Bovine Somatotropin (bST) dapat meningkatkan produksi susu, kualitas susu, memperbaiki persistensi laktasi dan efisiensi konversi pakan.  Sejauh ini belum ada efek buruk dari penggunaan bST.

Dari uraian diatas penggunaan bST dapat dilakukan di Indonesia. Penggunaan bST dapat dilakukan terutama pada perusahan peternakan sapi perah dan peternakan rakyat serat hanya diberikan pada sapi yang berproduksi tinggi.

Dosis yang digunakan adalah 250 mg atau 354 mg per 14 hari dan diberikan 50 hari setelah laktasi hingga kurang lebih hari ke 200, serta harus didukung dengan pakan yang cukup berkualitas. Disamping itu perlu dilakukan pengontrolan yang ketat.

Hal ini kiranya dapat mengurangi biaya apabila kita harus tetap mengimpor sapi perah.

Daftar  Pustaka

Azizah, A.R.,R.H. Phipps, I.A. Fursyith, D.L. Hard, W.E. Wan Hassan and J.A Taylor..1993.  Influence of  a prolonged release formulation of bovine somatotropin (Sometribove) on milk  production and the concentration of bovine somatotropin and insulin like growth factor-1 (IGF-1) in serum and milk of Malaysian Sahiwal x Friesian cows. Livest.Prod. Sci.  35 : 173.

Bauman, D.E., R.W. Everxett, W.H. Weiland and R.J. Collier. 1991.Production responses  to bovine somatotropin in Northeast dairy herds. J. Dairy. Sci. 82:2564-2573.

Breier, B.H./P.D. Gluckman, S.N. McCutchen and S.R. Davis. 1991. Physiological responses to somatotropin in the ruminant. J. Dairy .Sci. 74(Suppl.2):20-34.

Djojosoebogio, s. 1990. Fisiologi Kelenjar Endokrin.  Vol.1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor.

Dunlap, T.F., R.A. Kohn, G.E. Dahl, M. Varner and R.A. erdman. 2000. The impact of somatotropin, milking frequency and photoperiod on dairy farm nutrient flows. J. Dairy. Sci. 83:968-976.

Fontes JR, C., V.K. Meserole, W. Mattos, R.P. Barros, Z. Wu and J.T. Huber. 1997. Response of Brazilian crossbred cows to varying doses of bovine somatotropin. J. Dairy. Sci. 80:3234-3240.

Hoeben, D., C. Burvenich, P.J. Eppard and D.L. Hard. 1999. Effect of recombinant bovine somatotropin on milk production and composition of cows with Streptococcus uberis  Mastitis. J. DairySci. 82:1671-1683.

Jikell, T.D. 1998. Nutrient biogeochemistry of coastal zone. Science 281:217-222.

Moallem, U., Y. Folman and D. Sklan . 2000. Effects of somatotropin and dietary calsium soaps of fatty acids in early lactation on milk production, dry matter intake, and energy balance of high-yielding dairy cows. J. Dairy Sci  83: 2085-2094.

Luna-Dominguez, J.E., R.M. Enns, D.V. Armstrong and R.L.Ax. 2000. Reproductive performance of Holstein cows receiving somatotropin. J. Dairy Sci. 83: 1451-1455.

Oltenacu, P.A. and I.Ekesbo. 1994. Epidemilogical Study of clinical mastitis in dairy cattle Vet. Res. 25:208.

Phipps, R.H., D.L. Hard, and F. Adriaens. 1997. Use of bovine somatotropin in the tropics: The effect of sometribove on milk production in Western, Eastern and Southern Africa. J. Dairy Sci. Vol. 13. No.2:236-243.

Torazon-Herrera, M., J.T. Huber, J. Santos, H. Mena, L.Nusso, and C. Nussio. 1999. Effects of bovine somatotropin and evaporative cooling plus shade on lactation performance of cows during summer heat-stress. J. Dairy Sci. 82:2352-2357.

Van Den Berg, G. 1991. A review of Quality and processing suitability of milk from cows treated with bovine somatotropin, J. Dairy Sci. 74(Suppl.2):2-11.