POSTED 13 JUNE 2001 [RCT]

 

 

  © 2001 Dedy Rumhadi Karman                    Posted  13 June 2001  [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

PEMANfaatan GPS/GIS MAPPING UNTUK PERIKANAN TANGKAP

                                                                                   

 

 

Oleh:

Dedy Rumhadi Karman

Nrp : 995217 /SPL

E-mail: dedykarman@hotmail.com

 

 

 

1. Pendahuluan

Sudah saatnya perikanan tangkap di Indonesia memanfaatkan jasa informasi satelite penginderaan jauh untuk lebih mengoptimalkan hasil tangkapnya. Saat ini data satelite samudera sudah tersedia di Indonesia bahkan telah dapat ditangani oleh kalangan swasta sebagai distributornya.

Bersamaan dengan tersedianya data-data satelite tersebut diperlukan peningkatan sistem komunikasi dan sistem peralatan navigasi yang lebih modern disetiap kapal nelayan yang melakukan operasinya di laut. Mengingat hal ini cukup baru bagi dunia perikanan tangkap kita, maka diperlukan sosialisasi terhadap para Kapten Kapal melalui training mengenai pemakaian alat-alat navigasi seperti GPS dan alat-alat pencari ikan seperti fish sounder. Untuk membangun suatu armada yang lebih besar lagi lengkap dengan kapal induknya dengan puluhan atau ratusan kapal pembantu maka diperlukan suatu sistem aplikasi yang lebih terpadu. Sistem ini menyertakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer. Agar sistem ini dapat di implementasikan secara mudah, tepat guna dan murah maka diambil beberapa kriteria sebagai berikut :

1.      Aplikasi dari sistem dan peralatan modern yang dipilih dalam pengoperasiannya dapat semudah dan sesimpel mungkin.

2.      Sistem dan peralatan tersebut tidak memerlukan latar belakang pendidikan yang terlalu tinggi, misalkan cukup hanya lulusan sekolah menengah pertama.

3.      Peralatan tersebut mempunyai “time life” yang lama dan tidak memerlukan banyak biaya untuk perawatannya.

4.      Waktu training yang dilakukan sangat singkat, misalkan 2-3 hari ( < 1 minggu ).

 

  1. DASAR PEMIKIRAN

Konflik yang terjadi pada kehidupan para nelayan perikanan tangkap sering dikarenakan oleh daerah ‘fishing ground’ yang  sempit. Daerah ini merupakan daerah terpadat tempat nelayan melakukan penangkapan ikannya. Salah satu penyebab para nelayan tidak ingin melakukan pencaharian ikan dilaut bebas adalah keterbatasannya dalam pengetahuan alat navigasi dan daya jelajah perahu yang terbatas. Daya jelajah yang terbatas ini pada umumnya dikarenakan oleh minimnya sistim navigasi yang mereka miliki.

Dengan berkembangnya teknologi GPS sebagai alat penentuan posisi yang akurat dan mudah dioperasikan, telah membuka peluang bagi para nelayan untuk mengembangkan wilayah penangkapan ikan lebih jauh dari daerah pesisir, bahkan ke lautan lepas yang banyak memilki potensi ikan yang lebih besar. Namun keberadaan GPS sebagai alat bantu penentuan posisi akan lebih dahsyat  bila dibarengi dengan pemberian informasi tentang posisi ikan dengan menggunakan teknik satellite remote sensing.

 

3. METODOLOGI

Secara garis besar sistem informasi pencarian ikan meliputi :

q       Penggunaan/pemakaian data citra satelite remote sensing  (penginderaan jauh) untuk mengetahui keadaaan sirkulasi air laut, kejernihan, temperatur dan distribusi penyebaran plankton (Dahuri, et al. 1996).

q       Sistem komunikasi data untuk mengirim hasil interpretasi data satelite ke kapal ikan.

q       Unit komputer yang dilengkapi modem untuk mendisplay posisi-posisi penyebaran ikan hasil dari interpretasi citra satelite.

q       Unit penentuan posisi dengan satelite GPS.

q       Radio Komunikasi (SSB atau inmarsat).

 

Ø      Penjelasan  :

*          Data citra satelite dikirim ke bumi secara real time, direkam oleh Station bumi yang diteruskan kepada distributor pengolah data satelite.

*          Pemakai jasa memesan data yang diperlukan dari distributor, kemudian dilakukan interpretasi.

*          Hasil interpretasi berupa perkiraan posisi penyebaran ikan dikirim via internet ke kapal induk di laut untuk kemudian disebarkan ke kapal-kapal pembantu melalui komunikasi radio. Biasanya kapal pembantu ini hanya dilengkapi dengan alat penentun posisi saja (GPS), sehingga data yang diberikan cukup hanya nilai lintang dan bujur.

*          Data-data informasi dan satelite di up-date setiap 2-3 jam sehingga pola pergerakan ikan dapat selalu diamati. Kapal induk selalu memberikan informasi terbarunya ke setiap kapal-kapal pembantunya.

 

Keuntungan dengan menggunakan aplikasi teknologi informasi dan satelite remote sensing antara lain ;

¨       Para nelayan tidak perlu kembali ke darat setiap kali kapalnya penuh dengan ikan hasil tangkapan, mereka cukup mendropnya ke dalam kapal induknya.

¨       Para kapal pembantu dapat dengan mudah menemukan kapal induknya melalui bantuan komunikasi dan satelite GPS.

¨       Daya jelajah armada ikan akan semakin jauh karena adanya sistem navigasi satelite.

¨       Resiko kecelakaan karena cuaca badai dan kandas atau menambrak karang akan menjadi kecil dengan adanya alat penentuan posisi satelite GPS.

¨       Penggunaan Sistem Informasi dengan sistem penetuan posisi satelite GPS akan membantu pemerintah dalam pemberantasan pencurian ikan, karena para nelayan yang diperlengkapi alat komunikasi dan penentuan posisi GPS dapat segera mengetahui dan memberitahu posisi para pencuri dengan akurat kepada pihak keamanan laut atau TNI – AL.

4. SATELLITE PENGINDERAAN JAUH (Remote Sensing)

Penerapan citra satellite untuk keperluan pemetaan dapat meliputi aktivitas pemetaan peta dasar juga pemetaan penyebaran jasad renik atau plankton di permukaan laut. Teknologi remote sensing telah memberikan kemudahan dalam pembangunan dan pembentukan  sistim  data kelautan yang terkenal  sangat besar.  Oleh karena itu persoalan akses data yang cepat, sistim yang reliable dan kemudahan yang dimiliki oleh user merupakan suatu hal yang utama. Keuntungan dalam pemakaian citra data satellite adalah data citra yang memilki resolusi yang tinggi dan pada saat ini tersedia di pasar dan secara teknik dapat menghasilkan skala peta yang lebih besar dalam waktu yang relatif singkat. (Soesilo, 1994).

Semua proses pengolahan data dilakukan secara ‘computerized’ dengan menggunakan software pengolahan data citra yang menghasilkan kualitas yang baik. Data citra satellite dapat dipesan langsung via provider yang ada. Dalam tujuh hari setelah pemesanan data sudah dapat diterima oleh user. Data diproses oleh seorang interpreter dalam waktu kurang dari lima belas hari untuk luasan area sebesar 500 Ha (land data) pada skala 1 : 5000. 

Pada umumnya ‘raw data’ dari citra satellite merupakan data raster yang masih perlu dijadikan data tematik dalam bentuk vector. Data thematic dipisahkan satu sama lainnya dengan menggunakan layer. Masing-masing layer mempunyai thema obyek sendiri.  Ini sering dikatakan sebagai data spasial. Lainnya adalah data tekstual. Data spasial tersebut mempunyai referensi ellipsoid WGS 84 yang merupakan referensi yang sama yang diturunkan dari satellite GPS. Sistim proyeksi yang paling sesuai dengan daerah khatulistiwa adalah sistim koordinat UTM. Software ‘Softcopy Fotogrametry’ yang digunakan memiliki kemampuan yang sangat luar biasa dalam pengolahan data citra mengingat kemampuannya yang sangat cepat dalam menghasilkan peta digital  (Abdulrohman 1992).

Real time GPS survey dapat memberikan posisi suatu obyek. Kemudian di superimpos-kan dengan data citra satellite dan di display dengan menggunakan teknik softcopy fotogrametry pada skala 1 : 5000. Jika data satellite dapat mencapai resolusi 1 meter berarti memungkinkan untuk melakukan pemetaan digital hingga skala 1 : 1000. Pada saat ini hal tersebut telah tersedia untuk keperluan ‘civil’ sangat luar biasa pada saat ini (Soesilo, 1994).

 

5.                             SATELLITE GPS (Global Positioning System)

GPS (Global Positioning System) adalah suatu sistim radio navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan satellite. GPS dapat memberikan posisi seseorang dimuka bumi dengan akurat dan cepat (tiga dimensi) dan memberikan informasi waktu serta kecepatan secara continue di seluruh dunia  (Leick and Steven 1990).

Satellite GPS mempunyai konstelasi 24 buah satellite dalam enam orbit yang mendekati lingkaran. Setiap orbit ditempati oleh 4 buah satellite dengan interval diantaranya yang tidak sama. Orbit satellite GPS  berinklinasi 55 derajad terhadap bidang equator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20.200 km. Dengan dua puluh empat satellite yang berada di angkasa, empat sampai dengan sepuluh satellite GPS setiap saat akan selalu dapat diamati di seluruh permukaan bumi (Abidin,. 1995). Signal satellite GPS dipancarkan secara broadcast oleh satellite GPS secara koninue. Dengan mengamati sinyal satellite dengan menggunakan receiver satellite GPS seseorang dapat menentukan posisi (lintang,bujur) di permukaan bumi. Informasi lainya yang didapat dari satellite GPS selain posisi adalah kecepatan,arah,  jarak dan waktu (Abidin,1995).

Penggunaan Satellite untuk penentuan posisi (dapat dalam pengertian lokasi ataupun ruang) memudahkan para pengguna sistim informasi dalam mencapai tujuannya yang diinginkan nya.

 

6.                             PEMBENTUKAN DATA SPASIAL

Metodologi pembangunan basis data merupakan tahapan yang paling penting dan merupakan bagian yang memerlukan perhatian khusus, selain itu kelengkapan dan akurasi basis data akan menentukan kualitas analisis dan produk akhir. Dalam membangun suatu basis data pertama-tama harus dideterminasikan apa isi data, strategi bagaimana data tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem dan cara pengelolaannya, hingga penyajian hasil akhir yang ingin dicapai. (Burrough, 1986).

 

6.1  BASIS DATA SPASIAL

Basis data spasial sering disebut juga basis data rupa bumi, karena seluruh unsur yang ada dipermukaan bumi disajikan dalam bentuk, simbol yaitu garis, titik dan poligon. Syarat yang harus dipenuhi apabila unsur-unsur tematik peta akan dimasukkan kedalam sistem adalah sebagai berikut  :

1.      Sistem koordinat, proyeksi peta dan skala adalah sama

2.      Kualitas peta yang baik, maksudnya akurasi data digital secara langsung dipengaruhi oleh kualitas manuskrip peta, jika kualitas manuskrip tersebut rusak, mengkerut / memuai, maka kualitas data yang dihasilkan rendah.

3.      Menentukan prosedur bagaimana peta akan didigitasi, sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan standar profesional yang diinginkan. Prosedur tersebut diantaranya adalah dalam penulisan standar dan ketentuan penamaan, urutan informasi dan peta yang didigitasi agar mudah menelusuri bagian demi bagian.

4.      Pemeriksaan kelengkapan informasi yang tujuannya adalah untuk meminimalkan jumlah pertanyaan pada saat peta akan didigitasi

Scheme pembangunan basis data dapat dilihat pada gambar1 dibawah (BPP Teknologi. 1998) :

6.2  TRANSFORMASI

Transformasi adalah suatu proses mengkonversikan data spasial dari suatu sistem koordinat atau proyeksi peta kedalam sistem yang baku, yang meliputi penyekalaan, rotasi dan pergeseran (translasi) dengan menggunakan titik-titik kontrol / detail yang berada di permukaan bumi.

6.3  SISTEM PENGKODEAN

Sistem pengkodean pada pelaksanaan pekerjaan pembuatan database didasarkan pada jenis data dan kondisi dari data-data tersebut. Sistem pengkodean dibagi dalam beberapa tahapan, yang mana pengkodean disini menggunakan model data hirarki. Contoh dari sistem pengkodean antara lain adalah sebagai berikut  :

Data ketinggian  :

Sistem pengkodean untuk data ketinggian dari 5 digit, terdiri dari 3 digit Kode Tema Data Pokok dan 2 digit Kode Kelas.

Kode Data Ketinggian  :

     XXXYY

Keterangan  :

     XX :   Kode Kelas Ketinggian

     YY :   Kode Tema Pariwisata

Gambar 1  :  Metodologi Pembangunan Basis Data

Text Box:

 

Tabel  1  :  Sistem Pengkodean

No

Nama Peta

Nama Kelas

Kode ID

1.

Ketinggian / Kontur

0 – 100 m dpl

100      -  500 m dpl

500  -  1000 m dpl

10001

10002

10003

2.

Geologi

Aluvial

Aluvial, Fasies GN Api

Andesit, Basal, Diabas

Eosen

Granit Granodiorit Diorit

Hasil GN api kuarter tua

Hasil GN api tak terurai

Liparit, Dasit

Miosen GN Api

Miosen, Batu Gamping

Miosen, Fasies Sedimen

Oligosen

Pliosen, Fasies GN Api

Pliosen, Fasies Sedimen

Plitosem, Fasies GN Api

Plitosem, Fasies Sedimen

10200

10201

10202

10203

10204

10205

10206

10207

10208

10209

10210

10211

10212

10213

10214

10215

3.

Lereng / Kemiringan

0        -  2 %

1        -  15 %

15  -  40 %

>  40 %

10401

10402

10403

10404

4.

Curah Hujan / Tata Air

0        -  100 mm

100  -  200 mm

200  -  300 mm

>  300 mm

10501

10502

10503

10504

5.

Kawasan Lindung

Bawahannya

Setempat

Suaka Alam dan Cagar Budaya

Rawan Bencana Alam

10601

10602

10603

10604

10605

6.

Batas Administrasi

Wilayah

Kecamatan

Kelurahan

10701

10702

10703

7.

Penggunaan Tanah

Sawah

Tegalan

Semak / Belukar

Perkebunan

Industri

Pemukiman

Hutan

10801

10802

10803

10804

10805

10806

10807

8.

Jaringan Jalan

Negara

Propinsi

Kabupaten

Kereta Api

Lainnya

20101

20102

20103

20104

20105

9.

Jumlah Kepadatan Penduduk

0        -  500 jiwa

500      -  1000 jiwa

1000      -  1500 jiwa

1500      -  2000 jiwa

2000      -  4000 jiwa

4000      -  16000 jiwa

>  16000 jiwa

20201

20202

20203

20204

20205

20206

20207

10.

RUTRK

 

20300

11.

Kawasan Pariwisata

Alam

Budaya / Sejarah

Buatan

20701

20702

20703

12.

RDTR

Fasilitas Lingkungan

Fasilitas Umum

Fasilitas Sosial

Jaringan

Kawasan Konversi

LandCover

Pemerintahan

Pendidikan

Perdagangan

Perindustrian

Perkantoran

Perumahan

Transmisi

Perhotelan

Renvana Jalan

20801

20802

20803

20804

20805

20806

20807

20808

20809

20810

20811

20812

20813

20814

20815

 

6.4  DiGITASI DAN EDITING

Metode yang digunakan dalam pembentukan data spasial menggunakan metode digitasi peta. Digitasi merupakan salah satu proses pengubahan data spasial analog ke format digital melalui tracking (penelusuran) objek di peta. Pada proses ini diperlukan perangkat keras meja digitasi, Stylus ( pena digitasi ) dan komputer yang dihubungkan dengan meja digitasi tersebut dan perangkat lunak yang bertindak sebagai penterjemah data analog ke digital. Proses digitasi secara garis besar dapat diartikan sebagaipenerjemah kenampakan yang terkandung dalam peta (garis, titik dan poligon) ke dalam bentuk digit / koordinat (x,y).

Berdasarkan kaidah kenampakan pada peta yang dapat digolongkan sebagai titik, garis, dan area, maka kenampakan-kenampakan ini akan disimpan sesuai dengan kenampakan yang didigitasi. Kenampakan garis akan disimpan sebagai titik awal (x1,y1) dan titik akhir garis tersebut (x2,y2). Kenampakan area sebenarnya merukan kurva tertutup, maka dalam penyimpananpun akan dilakukan (x1,y1), (x2,y2), (x3,y3), ... dan (xn,yn).

Selanjutnya hasil digitasi tersebut harus diperiksa, apakah produk digitasi yang berupa titik, garis, poligon tersebut telah benar-benar bebas dari kesalahan, kekurangan dan pada posisi yang tepat. Pada saat proses editinglah semua kesalahan-kesalahan produk digitasi diperbaiki (Burrough, 1986).

6.5  PEMBANGUNAN TOPOLOGI

Topologi dimaksudkan untuk menentukan hubungan secara eksplisit data spasial. Untuk peta, topologi adalah menentukan hubungan diantara feature, mengidentifikasi poligon yang bersebelahan dan menentukan hubungan suatu feature sebagai kumpulan dari feature lainnya.

6.6  PEMBANGUNAN DATA ATRIBUT DAN DESKRIPTIF LAINNYA

Data deskriptif dapat diberikan pada setiap feature baik titik, garis maupun area sesuai dengan rencana serta keperluan basis data yang diinginkan. Pemberian data atribut ini dapat dilakukan apabila coverage data spasial tersebut telah memiliki topologi yang benar.

Pemberian data atribut dapat dilakukan secara langsung dengan perangkat lunak yang digunakan atau dengan penggabungan basis data yang telah diolah dengan perangkat lunak lain selama kedua data dan perangkat lunak tersebut dapat dikomunikasikan.

Secara acuan pemberian dan penambahan data atribut sering kali digunakan salah satu item yang memiliki karakteristik khas dan mudah ditelusuri. Untuk ini biasanya dipergunakan User-ID dari feature-featurenya. Pada feature garis dan titik pemberian User-ID dapat dilakukan langsung pada saat digitasi, namun untuk feature area perlu penambahan label yang memberikan informasi poligon tersebut.

6.7  PENYIMPANAN PADA BASIS DATA

Basis data peta digital terdiri dari dua jenis informasi, yaitu spasial dan deskriptif. Informasi ini disimpan sebagai rangkaian file pada komputer. Kekuatan SIG terletak pada keterkaitan dua jenis data ini dan pada pemeliharaan hubungan spasial di antara feature peta.

Integrasi data ini membuka jalan untuk memahami dan menganalisa data dengan cara yang bermanfaat dan bervariasi. Hal ini memberikan kemungkinan adanya akses informasi pada basis data tabular melalui pembuatan peta atau membuat peta berdasarkan pada informasi di dalam basis data tabuler.

Langkah awal dalam pembangunan sistem informasi adalah pemasukan data. Data-data yang masih berupa data geografik manual harus ditransfer dalam format digital dengan proses digitasi seperti yang telah diuraikan diatas. Proses pemasukan data atribut dilakukan dengan menggunakan modul pengolahan basis data tekstual dan numerik.

Basis data yang telah tersusun perlu dilakukan pengontrolan kembali untuk diketahui kebenaran data digital dilihat dari sumber data manualnya. Untuk dapat dilakukan pembangunan basis data digital lebih lanjut sehingga terdapat hubungan yang kelas antara data geografi dan atribut, maka basis data yang telah dianggap benar sesuai dengan keadaan data manualnya maka perlu dilakukan proses  pembangunan topologi. Melalui proses pembangunan topografi ini basis data digital yang dibangun telah memenuhi kaidah basis data dalam arti sistem informasi geografi, dimana basis datanya menunjukkan hubungan antara lokasi ( geografi ) data dan data atribut yang menerangkan.

Basis data digital yang telah tersusun dalam pembangunan sistem ini selanjutnya disebut peta digital. Peta digital dalam pekerjaan ini mempunyai skala yang berbeda sesuai dengan skala peta yang digunakan pada waktu proses pemasukan data.

6.8  RANCANGAN SISTEM BASIS DATA

Tahapan perancangan sisterm basis data secara terinci dilakukan sebagai kelanjutan dari tahapan perancangan secara garis besar yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil rancangan ini akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan tahap implementasi. Rancangan secara terinci meliputi spesifikasi file, spesifikasi masukan, spesifikasi keluaran, spesifikasi proses dan program.

 

6.9   RANCANGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIK

Rancangan aplikasi SIG yang dapat ditampilkan dalam pekerjaan ini adalah sebagai berikut  :

q       Dapat menampilkan satu atau beberapa jenis peta sumber daya pesisir dan laut, ekopariwisata secara bersamaan berikut data tektualnya

q       Dapat menganalisis hubungan atau keterikatan atara satu jenis tema denga tema yang lainnya

q       Dapat dilakukan editing peta tematik atau entri data tekstual

q       Dapat melakukan pencarian data

q       Dapat melakukan penyimpanan data

q       Dapat melakukan pencetakan ke media lain

6.10  IDENTIFIKASI ATAU INVENTARISASI DATA POKOK

Tahapan ini meliputi beberapa kegiatan yang nantinya akan menjadi acuan untuk proses selanjutnya. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi  :

q       Inventarisasi data peta dan atribut sumber daya pesisirdan  laut

q       Pemeriksaan terhadap kondisi data baik grafis maupun tekstual dari segi kebenaran dan kelengkapan data

q       Mengidentifikasi kebutuhan informasi baik dalam hal penyajian maupun aplikasi yang akan dibangun

 

7. KESIMPULAN

Pemberdayaan para nelayan ikan tradisional melengkapi kapalnya dengan alat bantu navigasi satelite GPS dan sistem informasi penyebaran ikan sudah sangat flexible dilakukan. Harga peralatan yang relatif murah dan pemakaian peralatan navigasi satellite GPS yang sangat mudah ditambah dengan sedikit pengetahuan tentang penentuan posisi menjadikan teknologi yang ditawarkan tersebut menjadi menarik untuk segera di terapkan oleh para nelayan.

Pengolahan data citra satelite remote sensing merupakan bagian yang cukup rumit. Oleh karena itu hal ini hanya dilakukan oleh team ahli penafsir citra dengan latar belakang perikanan. Dengan demikian para pengusaha perikanan tangkap atau para nelayan cukup menerima informasi posisi penyebaran ikan hasil penafsiran dari citraa satelite. Dengan pembentukan group-group diantara nelayan  atau koperasi, pengadaan informasi dan peralatan akan menjadi lebih murah.

Penerapan teknologi GPS/GIS mapping system sangat cocok dipakai untuk para nelayan perikanan tangkap yang memiliki daya jelajah yang cukup jauh tanpa harus khawatir akan kehilangan arah maupun posisi kapal ditengah lautan. Juga dengan applikasi GPS pemakaian bahan bakar akan dapat dihemat secara significant.


Daftar Pustaka

 

Abdulrohman, Imam. 1992. Fotografi Udara dan Penafsiran Citra untuk Pengelolaan Sumber Daya (Aerial Photogrammetry and Image Interpretation for Resource Management: Paine, David P). 1992. Gadjah Mada University, Press. Yogya.

 

Abidin, Hasanuddin Z. 1995.  Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Pradnya Paramita. Jakarta.

 

Bakker, G. Course on Radiopositioning. 14-17/01/’85. Departement of Geodesy Delft University of Tecnology. The Delft. Ex. IV.15.

 

BPP Teknologi. 1998, Remote Sensing & Geographic Information System. ISSN : 0853-6244.

 

Burrough, P. A. 1986.  Principles of Geographics Information System for Land Resources Asseesment (Monographs on Soil and Resources Survey No. 12).  First Edition. Oxford Clarendon Press. NY.

 

Dahuri, R. H., J. Rais dan S. P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan lautan secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

 

King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management. Fishing News Books. London.

 

Leick, Alfred and Steven Lambert. GPS Satellite Surveying. 1990. John Willey and Sons, Inc. USA.

Soesilo, Indroyono. 1994. Teknologi Penginderaan Jauh di Indonesia. CV. Aksara Buana. Jakarta.