Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
PEMANfaatan GPS/GIS MAPPING UNTUK PERIKANAN TANGKAP
Oleh:
Dedy Rumhadi Karman
Nrp : 995217 /SPL
Sudah saatnya perikanan
tangkap di Indonesia memanfaatkan jasa informasi satelite penginderaan jauh untuk
lebih mengoptimalkan hasil tangkapnya. Saat ini data satelite samudera sudah
tersedia di Indonesia bahkan telah dapat ditangani oleh kalangan swasta sebagai
distributornya.
Bersamaan
dengan tersedianya data-data satelite tersebut diperlukan peningkatan sistem
komunikasi dan sistem peralatan navigasi yang lebih modern disetiap kapal
nelayan yang melakukan operasinya di laut. Mengingat hal ini cukup baru bagi
dunia perikanan tangkap kita, maka diperlukan sosialisasi terhadap para Kapten
Kapal melalui training mengenai pemakaian alat-alat navigasi seperti GPS dan
alat-alat pencari ikan seperti fish sounder. Untuk membangun suatu
armada yang lebih besar lagi lengkap dengan kapal induknya dengan puluhan atau
ratusan kapal pembantu maka diperlukan suatu sistem aplikasi yang lebih
terpadu. Sistem ini menyertakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer.
Agar sistem ini dapat di implementasikan secara mudah, tepat guna dan murah
maka diambil beberapa kriteria sebagai berikut :
1.
Aplikasi dari sistem dan peralatan modern yang dipilih
dalam pengoperasiannya dapat semudah dan sesimpel mungkin.
2.
Sistem dan peralatan tersebut tidak memerlukan latar
belakang pendidikan yang terlalu tinggi, misalkan cukup hanya lulusan sekolah
menengah pertama.
3.
Peralatan tersebut mempunyai “time life” yang lama dan
tidak memerlukan banyak biaya untuk perawatannya.
4.
Waktu training yang dilakukan sangat singkat, misalkan
2-3 hari ( < 1 minggu ).
Konflik
yang terjadi pada kehidupan para nelayan perikanan tangkap sering dikarenakan
oleh daerah ‘fishing ground’ yang
sempit. Daerah ini merupakan daerah terpadat tempat nelayan melakukan
penangkapan ikannya. Salah satu penyebab para nelayan tidak ingin melakukan
pencaharian ikan dilaut bebas adalah keterbatasannya dalam pengetahuan alat
navigasi dan daya jelajah perahu yang terbatas. Daya jelajah yang terbatas ini
pada umumnya dikarenakan oleh minimnya sistim navigasi yang mereka miliki.
Dengan
berkembangnya teknologi GPS sebagai alat penentuan posisi yang akurat dan mudah
dioperasikan, telah membuka peluang bagi para nelayan untuk mengembangkan
wilayah penangkapan ikan lebih jauh dari daerah pesisir, bahkan ke lautan lepas
yang banyak memilki potensi ikan yang lebih besar. Namun keberadaan GPS sebagai
alat bantu penentuan posisi akan lebih dahsyat
bila dibarengi dengan pemberian informasi tentang posisi ikan dengan
menggunakan teknik satellite remote sensing.
3. METODOLOGI
Secara
garis besar sistem informasi pencarian ikan meliputi :
q Penggunaan/pemakaian
data citra satelite remote sensing
(penginderaan jauh) untuk mengetahui keadaaan sirkulasi air laut,
kejernihan, temperatur dan distribusi penyebaran plankton (Dahuri, et al. 1996).
q Sistem komunikasi
data untuk mengirim hasil interpretasi data satelite ke kapal ikan.
q Unit komputer yang
dilengkapi modem untuk mendisplay posisi-posisi penyebaran ikan hasil dari
interpretasi citra satelite.
q Unit penentuan posisi
dengan satelite GPS.
q Radio Komunikasi (SSB
atau inmarsat).
Ø Penjelasan :
*
Data citra satelite dikirim ke bumi secara real time,
direkam oleh Station bumi yang diteruskan kepada distributor pengolah data
satelite.
*
Pemakai jasa memesan data yang diperlukan dari
distributor, kemudian dilakukan interpretasi.
*
Hasil interpretasi berupa perkiraan posisi penyebaran
ikan dikirim via internet ke kapal induk di laut untuk kemudian disebarkan ke
kapal-kapal pembantu melalui komunikasi radio. Biasanya kapal pembantu ini
hanya dilengkapi dengan alat penentun posisi saja (GPS), sehingga data yang
diberikan cukup hanya nilai lintang dan bujur.
*
Data-data informasi dan satelite di up-date setiap 2-3
jam sehingga pola pergerakan ikan dapat selalu diamati. Kapal induk selalu
memberikan informasi terbarunya ke setiap kapal-kapal pembantunya.
Keuntungan
dengan menggunakan aplikasi teknologi informasi dan satelite remote sensing
antara lain ;
¨ Para nelayan tidak
perlu kembali ke darat setiap kali kapalnya penuh dengan ikan hasil tangkapan,
mereka cukup mendropnya ke dalam kapal induknya.
¨ Para kapal pembantu
dapat dengan mudah menemukan kapal induknya melalui bantuan komunikasi dan
satelite GPS.
¨ Daya jelajah armada
ikan akan semakin jauh karena adanya sistem navigasi satelite.
¨ Resiko kecelakaan
karena cuaca badai dan kandas atau menambrak karang akan menjadi kecil dengan
adanya alat penentuan posisi satelite GPS.
¨ Penggunaan Sistem
Informasi dengan sistem penetuan posisi satelite GPS akan membantu pemerintah
dalam pemberantasan pencurian ikan, karena para nelayan yang diperlengkapi alat
komunikasi dan penentuan posisi GPS dapat segera mengetahui dan memberitahu
posisi para pencuri dengan akurat kepada pihak keamanan laut atau TNI – AL.
4. SATELLITE PENGINDERAAN JAUH (Remote Sensing)
Penerapan citra satellite
untuk keperluan pemetaan dapat meliputi aktivitas pemetaan peta dasar juga
pemetaan penyebaran jasad renik atau plankton di permukaan laut. Teknologi
remote sensing telah memberikan kemudahan dalam pembangunan dan
pembentukan sistim data kelautan yang terkenal sangat besar.
Oleh karena itu persoalan akses data yang cepat, sistim yang reliable
dan kemudahan yang dimiliki oleh user merupakan suatu hal yang utama.
Keuntungan dalam pemakaian citra data satellite adalah data citra yang memilki
resolusi yang tinggi dan pada saat ini tersedia di pasar dan secara teknik
dapat menghasilkan skala peta yang lebih besar dalam waktu yang relatif
singkat. (Soesilo, 1994).
Semua proses
pengolahan data dilakukan secara ‘computerized’ dengan menggunakan software
pengolahan data citra yang menghasilkan kualitas yang baik. Data citra
satellite dapat dipesan langsung via provider yang ada. Dalam tujuh hari
setelah pemesanan data sudah dapat diterima oleh user. Data diproses oleh
seorang interpreter dalam waktu kurang dari lima belas hari untuk luasan area
sebesar 500 Ha (land data) pada skala 1 : 5000.
Pada umumnya ‘raw
data’ dari citra satellite merupakan data raster yang masih perlu dijadikan
data tematik dalam bentuk vector. Data thematic dipisahkan satu sama lainnya dengan
menggunakan layer. Masing-masing layer mempunyai thema obyek sendiri. Ini sering dikatakan sebagai data spasial.
Lainnya adalah data tekstual. Data spasial tersebut mempunyai referensi
ellipsoid WGS 84 yang merupakan referensi yang sama yang diturunkan dari
satellite GPS. Sistim proyeksi yang paling sesuai dengan daerah khatulistiwa
adalah sistim koordinat UTM. Software ‘Softcopy Fotogrametry’ yang digunakan
memiliki kemampuan yang sangat luar biasa dalam pengolahan data citra mengingat
kemampuannya yang sangat cepat dalam menghasilkan peta digital (Abdulrohman
1992).
Real time GPS survey
dapat memberikan posisi suatu obyek. Kemudian di superimpos-kan dengan data
citra satellite dan di display dengan menggunakan teknik softcopy fotogrametry pada
skala 1 : 5000. Jika data satellite dapat mencapai resolusi 1 meter berarti
memungkinkan untuk melakukan pemetaan digital hingga skala 1 : 1000. Pada saat
ini hal tersebut telah tersedia untuk keperluan ‘civil’ sangat luar biasa pada
saat ini (Soesilo, 1994).
5.
SATELLITE GPS (Global
Positioning System)
GPS (Global Positioning System) adalah suatu sistim radio
navigasi dan penentuan posisi dengan menggunakan satellite. GPS dapat
memberikan posisi seseorang dimuka bumi dengan akurat dan cepat (tiga dimensi)
dan memberikan informasi waktu serta kecepatan secara continue di seluruh
dunia (Leick and Steven 1990).
Satellite GPS
mempunyai konstelasi 24 buah satellite dalam enam orbit yang mendekati
lingkaran. Setiap orbit ditempati oleh 4 buah satellite dengan interval
diantaranya yang tidak sama. Orbit satellite GPS berinklinasi 55 derajad terhadap bidang
equator dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20.200 km.
Dengan dua puluh empat satellite yang berada di angkasa, empat sampai dengan sepuluh
satellite GPS setiap saat akan selalu dapat diamati di seluruh permukaan bumi (Abidin,. 1995). Signal satellite GPS dipancarkan secara broadcast oleh
satellite GPS secara koninue. Dengan mengamati sinyal satellite dengan
menggunakan receiver satellite GPS seseorang dapat menentukan posisi
(lintang,bujur) di permukaan bumi. Informasi lainya yang didapat dari satellite
GPS selain posisi adalah kecepatan,arah,
jarak dan waktu (Abidin,1995).
Penggunaan Satellite untuk
penentuan posisi (dapat dalam pengertian lokasi ataupun ruang) memudahkan para
pengguna sistim informasi dalam mencapai tujuannya yang diinginkan nya.
6.
PEMBENTUKAN DATA SPASIAL
Metodologi
pembangunan basis data merupakan tahapan yang paling penting dan merupakan
bagian yang memerlukan perhatian khusus, selain itu kelengkapan dan akurasi
basis data akan menentukan kualitas analisis dan produk akhir. Dalam membangun
suatu basis data pertama-tama harus dideterminasikan apa isi data, strategi
bagaimana data tersebut akan dimasukkan ke dalam sistem dan cara
pengelolaannya, hingga penyajian hasil akhir yang ingin dicapai. (Burrough,
1986).
6.1 BASIS DATA SPASIAL
Basis
data spasial sering disebut juga basis data rupa bumi, karena seluruh unsur
yang ada dipermukaan bumi disajikan dalam bentuk, simbol yaitu garis, titik dan
poligon. Syarat yang harus dipenuhi apabila unsur-unsur tematik peta akan
dimasukkan kedalam sistem adalah sebagai berikut :
1.
Sistem koordinat, proyeksi peta dan
skala adalah sama
2.
Kualitas peta yang baik, maksudnya
akurasi data digital secara langsung dipengaruhi oleh kualitas manuskrip peta,
jika kualitas manuskrip tersebut rusak, mengkerut / memuai, maka kualitas data
yang dihasilkan rendah.
3.
Menentukan prosedur bagaimana peta akan
didigitasi, sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan standar profesional
yang diinginkan. Prosedur tersebut diantaranya adalah dalam penulisan standar
dan ketentuan penamaan, urutan informasi dan peta yang didigitasi agar mudah
menelusuri bagian demi bagian.
4.
Pemeriksaan kelengkapan informasi yang tujuannya
adalah untuk meminimalkan jumlah pertanyaan pada saat peta akan didigitasi
Scheme pembangunan basis data dapat
dilihat pada gambar1 dibawah (BPP Teknologi. 1998) :
6.2 TRANSFORMASI
Transformasi adalah suatu proses mengkonversikan
data spasial dari suatu sistem koordinat atau proyeksi peta kedalam sistem yang
baku, yang meliputi penyekalaan, rotasi dan pergeseran (translasi) dengan
menggunakan titik-titik kontrol / detail yang berada di permukaan bumi.
6.3 SISTEM PENGKODEAN
Sistem pengkodean pada pelaksanaan
pekerjaan pembuatan database didasarkan pada jenis data dan kondisi dari
data-data tersebut. Sistem pengkodean dibagi dalam beberapa tahapan, yang mana
pengkodean disini menggunakan model data hirarki. Contoh dari sistem pengkodean
antara lain adalah sebagai berikut :
Data ketinggian :
Sistem
pengkodean untuk data ketinggian dari 5 digit, terdiri dari 3 digit Kode Tema
Data Pokok dan 2 digit Kode Kelas.
Kode Data Ketinggian :
XXXYY
Keterangan :
XX : Kode Kelas
Ketinggian
YY : Kode
Tema Pariwisata
Gambar 1
: Metodologi Pembangunan Basis
Data
Tabel 1
: Sistem Pengkodean
No |
Nama Peta |
Nama Kelas |
Kode ID |
1. |
Ketinggian / Kontur |
0 – 100 m
dpl 100
- 500 m dpl 500 -
1000 m dpl |
10001 10002 10003 |
2. |
Geologi |
Aluvial Aluvial,
Fasies GN Api Andesit,
Basal, Diabas Eosen Granit
Granodiorit Diorit Hasil GN api
kuarter tua Hasil GN api
tak terurai Liparit,
Dasit Miosen GN
Api Miosen, Batu
Gamping Miosen, Fasies
Sedimen Oligosen Pliosen,
Fasies GN Api Pliosen,
Fasies Sedimen Plitosem,
Fasies GN Api Plitosem, Fasies Sedimen |
10200 10201 10202 10203 10204 10205 10206 10207 10208 10209 10210 10211 10212 10213 10214 10215 |
3. |
Lereng / Kemiringan |
0
- 2 % 1
- 15 % 15 - 40
% > 40 % |
10401 10402 10403 10404 |
4. |
Curah Hujan / Tata Air |
0
- 100 mm 100 -
200 mm 200 -
300 mm > 300 mm |
10501 10502 10503 10504 |
5. |
Kawasan Lindung |
Bawahannya Setempat Suaka Alam
dan Cagar Budaya Rawan
Bencana Alam |
10601 10602 10603 10604 10605 |
6. |
Batas Administrasi |
Wilayah Kecamatan Kelurahan |
10701 10702 10703 |
7. |
Penggunaan Tanah |
Sawah Tegalan Semak /
Belukar Perkebunan Industri Pemukiman Hutan |
10801 10802 10803 10804 10805 10806 10807 |
8. |
Jaringan Jalan |
Negara Propinsi Kabupaten Kereta Api Lainnya |
20101 20102 20103 20104 20105 |
9. |
Jumlah Kepadatan Penduduk |
0
- 500 jiwa 500
- 1000 jiwa 1000
- 1500 jiwa 1500
- 2000 jiwa 2000
- 4000 jiwa 4000
- 16000 jiwa > 16000 jiwa |
20201 20202 20203 20204 20205 20206 20207 |
10. |
RUTRK |
|
20300 |
11. |
Kawasan Pariwisata |
Alam Budaya /
Sejarah Buatan |
20701 20702 20703 |
12. |
RDTR |
Fasilitas
Lingkungan Fasilitas
Umum Fasilitas
Sosial Jaringan Kawasan
Konversi LandCover Pemerintahan Pendidikan Perdagangan Perindustrian Perkantoran Perumahan Transmisi Perhotelan Renvana
Jalan |
20801 20802 20803 20804 20805 20806 20807 20808 20809 20810 20811 20812 20813 20814 20815 |
6.4 DiGITASI DAN EDITING
Metode yang digunakan dalam pembentukan data
spasial menggunakan metode digitasi peta. Digitasi merupakan salah satu proses
pengubahan data spasial analog ke format digital melalui tracking (penelusuran) objek di peta. Pada proses ini diperlukan
perangkat keras meja digitasi, Stylus ( pena digitasi ) dan komputer yang
dihubungkan dengan meja digitasi tersebut dan perangkat lunak yang bertindak
sebagai penterjemah data analog ke digital. Proses digitasi secara garis besar
dapat diartikan sebagaipenerjemah kenampakan yang terkandung dalam peta (garis,
titik dan poligon) ke dalam bentuk digit / koordinat (x,y).
Berdasarkan
kaidah kenampakan pada peta yang dapat digolongkan sebagai titik, garis, dan
area, maka kenampakan-kenampakan ini akan disimpan sesuai dengan kenampakan
yang didigitasi. Kenampakan garis akan disimpan sebagai titik awal (x1,y1) dan
titik akhir garis tersebut (x2,y2). Kenampakan area sebenarnya merukan kurva
tertutup, maka dalam penyimpananpun akan dilakukan (x1,y1), (x2,y2), (x3,y3),
... dan (xn,yn).
Selanjutnya
hasil digitasi tersebut harus diperiksa, apakah produk digitasi yang berupa
titik, garis, poligon tersebut telah benar-benar bebas dari kesalahan,
kekurangan dan pada posisi yang tepat. Pada saat proses editinglah semua
kesalahan-kesalahan produk digitasi diperbaiki (Burrough, 1986).
6.5 PEMBANGUNAN TOPOLOGI
Topologi dimaksudkan untuk menentukan
hubungan secara eksplisit data spasial. Untuk peta, topologi adalah menentukan
hubungan diantara feature, mengidentifikasi poligon yang bersebelahan dan
menentukan hubungan suatu feature sebagai kumpulan dari feature lainnya.
6.6 PEMBANGUNAN
DATA ATRIBUT DAN DESKRIPTIF LAINNYA
Data
deskriptif dapat diberikan pada setiap feature baik titik, garis maupun area
sesuai dengan rencana serta keperluan basis data yang diinginkan. Pemberian
data atribut ini dapat dilakukan apabila coverage data spasial tersebut telah
memiliki topologi yang benar.
Pemberian
data atribut dapat dilakukan secara langsung dengan perangkat lunak yang
digunakan atau dengan penggabungan basis data yang telah diolah dengan
perangkat lunak lain selama kedua data dan perangkat lunak tersebut dapat
dikomunikasikan.
Secara
acuan pemberian dan penambahan data atribut sering kali digunakan salah satu
item yang memiliki karakteristik khas dan mudah ditelusuri. Untuk ini biasanya
dipergunakan User-ID dari feature-featurenya. Pada feature garis dan titik
pemberian User-ID dapat dilakukan langsung pada saat digitasi, namun untuk
feature area perlu penambahan label yang memberikan informasi poligon tersebut.
6.7 PENYIMPANAN PADA BASIS DATA
Basis
data peta digital terdiri dari dua jenis informasi, yaitu spasial dan
deskriptif. Informasi ini disimpan sebagai rangkaian file pada komputer.
Kekuatan SIG terletak pada keterkaitan dua jenis data ini dan pada pemeliharaan
hubungan spasial di antara feature peta.
Integrasi
data ini membuka jalan untuk memahami dan menganalisa data dengan cara yang
bermanfaat dan bervariasi. Hal ini memberikan kemungkinan adanya akses
informasi pada basis data tabular melalui pembuatan peta atau membuat peta
berdasarkan pada informasi di dalam basis data tabuler.
Langkah
awal dalam pembangunan sistem informasi adalah pemasukan data. Data-data yang
masih berupa data geografik manual harus ditransfer dalam format digital dengan
proses digitasi seperti yang telah diuraikan diatas. Proses pemasukan data
atribut dilakukan dengan menggunakan modul pengolahan basis data tekstual dan
numerik.
Basis
data yang telah tersusun perlu dilakukan pengontrolan kembali untuk diketahui
kebenaran data digital dilihat dari sumber data manualnya. Untuk dapat
dilakukan pembangunan basis data digital lebih lanjut sehingga terdapat
hubungan yang kelas antara data geografi dan atribut, maka basis data yang
telah dianggap benar sesuai dengan keadaan data manualnya maka perlu dilakukan
proses pembangunan topologi. Melalui
proses pembangunan topografi ini basis data digital yang dibangun telah
memenuhi kaidah basis data dalam arti sistem informasi geografi, dimana basis
datanya menunjukkan hubungan antara lokasi ( geografi ) data dan data atribut
yang menerangkan.
Basis
data digital yang telah tersusun dalam pembangunan sistem ini selanjutnya
disebut peta digital. Peta digital dalam pekerjaan ini mempunyai skala yang
berbeda sesuai dengan skala peta yang digunakan pada waktu proses pemasukan
data.
6.8 RANCANGAN SISTEM BASIS DATA
Tahapan
perancangan sisterm basis data secara terinci dilakukan sebagai kelanjutan dari
tahapan perancangan secara garis besar yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil
rancangan ini akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan tahap implementasi.
Rancangan secara terinci meliputi spesifikasi file, spesifikasi masukan,
spesifikasi keluaran, spesifikasi proses dan program.
6.9 RANCANGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIK
Rancangan
aplikasi SIG yang dapat ditampilkan dalam pekerjaan ini adalah sebagai
berikut :
q
Dapat menampilkan satu atau beberapa
jenis peta sumber daya pesisir dan laut, ekopariwisata secara bersamaan berikut
data tektualnya
q
Dapat menganalisis hubungan atau
keterikatan atara satu jenis tema denga tema yang lainnya
q
Dapat dilakukan editing peta tematik
atau entri data tekstual
q
Dapat melakukan pencarian data
q
Dapat melakukan penyimpanan data
q
Dapat melakukan pencetakan ke media lain
6.10 IDENTIFIKASI
ATAU INVENTARISASI DATA POKOK
Tahapan
ini meliputi beberapa kegiatan yang nantinya akan menjadi acuan untuk proses
selanjutnya. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi :
q
Inventarisasi data peta dan atribut
sumber daya pesisirdan laut
q
Pemeriksaan terhadap kondisi data baik
grafis maupun tekstual dari segi kebenaran dan kelengkapan data
q
Mengidentifikasi kebutuhan informasi
baik dalam hal penyajian maupun aplikasi yang akan dibangun
7. KESIMPULAN
Pemberdayaan para nelayan ikan tradisional melengkapi
kapalnya dengan alat bantu navigasi satelite GPS dan sistem informasi
penyebaran ikan sudah sangat flexible dilakukan. Harga peralatan yang relatif
murah dan pemakaian peralatan navigasi satellite GPS yang sangat mudah ditambah
dengan sedikit pengetahuan tentang penentuan posisi menjadikan teknologi yang
ditawarkan tersebut menjadi menarik untuk segera di terapkan oleh para nelayan.
Pengolahan data citra
satelite remote sensing merupakan bagian yang cukup rumit. Oleh karena itu hal
ini hanya dilakukan oleh team ahli penafsir citra dengan latar belakang perikanan.
Dengan demikian para pengusaha perikanan tangkap atau para nelayan cukup
menerima informasi posisi penyebaran ikan hasil penafsiran dari citraa
satelite. Dengan pembentukan group-group diantara nelayan atau koperasi, pengadaan informasi dan peralatan
akan menjadi lebih murah.
Penerapan teknologi GPS/GIS
mapping system sangat cocok dipakai untuk para nelayan perikanan tangkap yang
memiliki daya jelajah yang cukup jauh tanpa harus khawatir akan kehilangan arah
maupun posisi kapal ditengah lautan. Juga dengan applikasi GPS pemakaian bahan
bakar akan dapat dihemat secara significant.
Daftar
Pustaka
Abdulrohman, Imam. 1992. Fotografi
Udara dan Penafsiran Citra untuk Pengelolaan Sumber Daya (Aerial Photogrammetry
and Image Interpretation for Resource Management: Paine, David P).
1992. Gadjah Mada University, Press. Yogya.
Abidin, Hasanuddin Z. 1995. Penentuan Posisi dengan GPS dan
Aplikasinya. Pradnya Paramita. Jakarta.
Bakker, G. Course on Radiopositioning. 14-17/01/’85.
Departement of Geodesy Delft University of Tecnology. The Delft. Ex. IV.15.
BPP
Teknologi. 1998, Remote Sensing & Geographic Information System. ISSN
: 0853-6244.
Burrough, P. A. 1986. Principles
of Geographics Information System for Land Resources Asseesment (Monographs on
Soil and Resources Survey No. 12). First Edition. Oxford Clarendon Press. NY.
Dahuri, R. H., J. Rais dan S. P.
Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan
Sumber Daya Wilayah Pesisir dan lautan secara terpadu.
Pradnya Paramita. Jakarta.
King, M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management.
Fishing News Books. London.
Leick, Alfred and Steven Lambert.
GPS
Satellite Surveying. 1990. John Willey and Sons, Inc. USA.
Soesilo, Indroyono. 1994. Teknologi Penginderaan Jauh di Indonesia.
CV. Aksara Buana. Jakarta.