PERUMUSAN MASALAH

 

© 2001   Didik Wahyu Hendro Tjahyo                                                    Posted 8 May 2001  [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

MODEL STRATEGI STOKING IKAN TAWES

DI WADUK DARMA, JAWA BARAT

 

 

 

 

 

 

OLEH:

DIDIK WAHJU HENDRO TJAHJO

P. 19600004

mailto:didikwht@yahoo.com

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

 

1. Latar Belakang

       Dalam rangka mengantisipasi issue nasional yaitu mulai diterapkannya otonomi pemerintahan di daerah maka perikanan diharapkan kontribusinya sangat nyata dalam meningkatkan pendapatan daerah. Dikaitkan dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan melanda negara saat ini maka tujuan peningkatan produksi perikanan tidak saja hanya diarahkan untuk meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan nelayan saja melainkan juga dalam rangka pelaksanaan program peningkatan gizi masyarakat harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani yang harganya terjangkau hingga lapisan masyarakat yang paling bawah (WELCOME, 1996; WELCOMME and BARTLEY, 1998). Oleh karena harga ikan produksi budidaya relatif masih mahal maka pengembangan usaha penangkapan ikan atau perikanan yang berbasis akuakultur  merupakan jalan keluar yang paling baik hingga saat ini (DE SILVA, 1989; GILBERT, P. 1996; FAO, 1999). Program ini memerlukan ketersediaan stok ikan di alam secara lestari sehingga pada beberapa badan air tertentu perlu dilakukan upaya peningkatan stok ikan (fish stock enhancement) misalnya melalui restoking atau penebaran ikan (FAO, 1997). Istilah peningkatan stok ikan mencakup kata kunci konservasi, rehabilitasi dan restorasi; rehabilitasi adalah suatu upaya memperbaiki lingkungan dan sumberdaya perairan yang mengalami degradasi melalui serangkaian teknologi (FAO, 1999) sedangkan restorasi adalah upaya perbaikan yang menitik-beratkan pada stok ikan (ikan asli) setelah kendala fisik atau habitat dan bilogis diperbaiki terlebih dahulu (COWX, 1994).

       Masalah produksi tangkapan ikan pada suatu badan air sifatnya spesifik sehingga penanganannya tidak sama untuk badan air lain (DE SILVA, 1989). Karena masing-masing badan air mempunyai susunan masyarakat biota (organisme ikan dan pakan) yang spesifik.  Walaupun badan air tersebut mempunyai masalah umum yang sama, misalnya kesenjangan antara potensi sumberdaya perikanan dengan hasil tangkapan ikan, tetapi susunan masyarakat biotanya berbeda maka cara penanggulangannyapun berbeda pula.

Waduk Darma mempunyai luas luasnya 400 ha termasuk waduk yang subur. Hasil penelitian TJAHJO, NURONIAH, dan PURNAMANINGTYAS tahun 1999-2000, Waduk Darma termasuk perairan dangkal, landai dan subur dengan daerah pasang-surut maksimum sebesar 257 ha, perairan ini mempunyai rata-rata kelimpahan plankton berkisar 9.867 – 60.267 ind./l, serta potensi produksi ikannya sebesar 400-600 ton/tahun tetapi hasil tangkapannya jauh dibawah potensi lestari (tahun 1990-1999 hanya berkisar 37,4-54,3 ton/tahun)(TJAHJO, 2000). Walaupun pemerintah (Dijen Perikanan) telah melakukan restorasi populasi ikan yang ada melalui penebaran ikan nilem dan tawes sebanyak 120.000 ekor (WIDANA dan MARTOSUBROTO, 1986).  Tetapi pada hasil penelitian tahun 1997-1999, jenis ikan nilem dan tawes sudah tidak tertangkap lagi dan produksi ikannya tetap menurun. Hal tersebut disebabkan struktur komunitas ikan di Waduk Darma pada periode tahun 1990-1999 kembali ke stadia juvenil, dimana ikan nila sebagai jenis ikan pioner.  Ikan nila mempunyai luas relung pakan yang paling luas dan unggul dalam berkompetisi.  Tetapi dominasi yang terlalu kuat dari ikan nila ini menyebabkan produksi ikannya rendah, karena ada beberapa relung ekologi menjadi kurang dimanfaatkan. Potensi yang masih besar dan belum banyak dimanfaatkan oleh komunitas ikan yang ada adalah makrofita dan plankton (TJAHJO, NURONIAH dan PURNAMANINGTYAS, 2001).  Maka jenis ikan yang mampu memanfaatkan makrofita adalah tawes (Barbodes gonionotus). Kendala utama yang dihadapi dalam penebaran jenis ikan tersebut adalah awal fase dari jenis ikan tersebut adalah pemakan plankton, sehingga ikan tersebut mempunyai peluang terjadinya kompetisi yang tinggi.

Dalam 50 tahun akhir-akhir ini, tercatat terjadi perpindahan ikan dalam jumlah yang besar, termasuk 1354 introduksi dari 237 jenis ikan ke dalam 140 negara (WELCOMME dalam COWX, 1994). Dana yang telah diinvestasikan dalam kegiatan stoking sangat besar, tetapi relatif sedikit program tersebut dievaluasi keberhasilannya (COWX, 1994). Di Indonesia sendiri, program rehabilitasi populasi ikan melalui kegiatan penebaran jenis ikan selama ini, pelaksanaan dan evaluasi terhadap keberhasilan ataupun kegagalannya kurang dikaji secara ilmiah, kebanyakan bersifat politis dan terkesan coba-coba atau hanya sebagai subsidi terhadap masyarakat nelayan. 

 

2.  Deskripsi Masalah

Permasalahan utama di Waduk Darma adalah kesenjangan antara potensi yang ada dengan jumlah hasil tangkapan ikan.  Berdasarkan analisis terhadap tujuan pengelolaan, status perikanan, potensi sumberdaya pakan dan relung ekologinya (Gambar 1), di Waduk Darma terjadi kesenjangan antara potensi produksi (400-600 ton/tahun) dengan produksi hasil tangkapan ikannya (37,4-54,3 ton/tahun)(TJAHJO, 2000;  TJAHJO, NURONIAH dan PURNAMANINGTYAS, 2001).  Kendala kesenjangan tersebut disebabkan adanya potensi yang masih besar dan belum banyak dimanfaatkan oleh komunitas ikan yang ada adalah makrofita dan plankton.  Maka jenis ikan yang mampu memanfaatkan makrofita dan plankton adalah tawes (Barbodes gonionotus)( TJAHJO, NURONIAH dan PURNAMANINGTYAS, 2001).

Selanjutnya TJAHJO, NURONIAH dan PURNAMANINGTYAS (2001) menyatakan bahwa kendala utama yang dihadapi dalam penebaran kedua jenis ikan tersebut adalah awal fase dari kedua jenis ikan tersebut adalah pemakan plankton, sehingga ikan tersebut mempunyai peluang terjadinya kompetisi yang tinggi. Dari pemecahan masalah tersebut timbul 3 pertanyaan utama, yaitu : (1) “Berapa ukuran atau umur  ikan tawes yang sesuai?”; (2) “Berapa jumlah minimal yang perlu ditebar untuk mendapatkan produksi ikannya yang tinggi dan konstan?”, dan (3) Kapan waktu yang tepat untuk dilakukan penebaran?.  Agar sasaran produksi ikan yang tinggi dan konstan atau berkelanjutan dapat tercapai, sehingga pengelolaannya lebih mudah dan memberikan hasil yang nyata terhadap pendapatan nelayan.

       Setelah dilakukan penebaran sesuai dengan ukuran dan jumlah ikan tawes serta waktu penebaran yang tepat, dilakukan evaluasi secara sosial ekonomi.  Jika sasaran tidak tercapai kita kembali ke model strategi stoking, tetapi jika sebaliknya  dilakukan langkah selanjutnya evaluasi opsi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peran serta masyarakat untuk menetukan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan (Gambar 1).

Langkah terakhir mengevaluasi apakah strategi pengelolaan tersebut mampu menjawab tujuan pengelolaan perikanan, mengoptimumkan manfaatnya terhadap pendapatan nelayan dan pelestarian sumberdayanya.

 

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam pembuatan model strategi stoking ikan tawes di Waduk Darma adalah untuk mengetahui ukuran dan jumlah ikan tawes tebar, serta waktu tebar yang sesuai agar dapat memberikan hasil tangkapan ikannya yang optmum dan berkelanjutan. 

Ruang lingkup kajian  strategi penebaran ikan tawes meliputi dinamika kesediaan pakan, dinamika populasi tawes dan interaksi antara tawes dengan kompetitor dominan guna untuk menentukan jumlah dan ukuran yang sesuai untuk ditebar, serta waktu penebaran yang tepat, sehingga diperoleh produksi ikan yang optimum dan lestari. 

 

 

 

Gambar 1.  Diagram pendekatan masalah stoking di perairan waduk

 

 

4.  Manfaat Penelitian

Kajian ini sebagai usaha untuk mengenali nilai manfaat suatu pengetahuan yang bisa diperoleh, maka pengetahuan tersebut dapat digunakan semaksimal mungkin.  Strategi stoking ikan tawes ini manfaat yang dapat diperoleh diantaranya adalah :

   1.   Sebagai acuan atau pedoman penebaran ikan secara efektif dan efisien di Waduk Darma.

2.Stoking atau penebaran ikan untuk mengatasi kesenjangan antara potensi produksi dengan hasil tangkapan ikan di waduk tersebut.

3.Penebaran ikan di perairan ini dilakukan dengan tepat dapat menstabilkan dan mengoptimalkan produktivitas perairan tersebut

4.Penebaran ikan dengan tepat di perairan tersebut mampu meningkatkan pendapatan nelayan dan Pemerintah Daerah dengan syarat jumlah nelayan dan alat tangkap tetap

 

5.      Hipotesis Penelitian

             Penelitian 1999-2000 di perairan Waduk Darma menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara potensi produksi dengan hasil tangkapan yang disebabkan adanya relung ekologi yang masih kosong, maka penebaran ikan dapat dilakukan dengan jenis yang sesuai (tawes) dengan peran yang kosong tersebut.  Oleh karena itu, hipotensi lanjutan dalam penyusunan model strategi penebaran ikan tawer di Waduk Darma ada 3 bagian:

1)                              Jika penebaran ikan tawes diperlukan dalam mengatasi kesenjangan produksi, maka untuk penebaran ikan tersebut diperlu informasi tentang kesediaan pakan, kesediaan habitat bereproduksi, kebutuhan pakan ikan tawes sepanjang siklus hidupnya dan komposisi dan peran jenis ikan yang ada di Waduk Darma.

2)                              Jika dinamika kesediaan pakan, kesediaan habitat bereproduksi, dinamika populasi tawes dan interaksi jenis ikan yang ditebar dengan jenis ikan lainnya yang ada di perairan tersebut diketahui, maka jumlah dan ukuran ikan, serta waktu tebar yang tepat dapat ditentukan.

3)                              Jika penebaran ikan tawes pada jumlah, ukuran dan waktu tepat, maka produksi ikan tawes tersebut optimal dan lestari.

 


PERUMUSAN PENGKUALITATIFAN MODEL

 

1.  Deskripsi Model

       Ikan tawes bertelur pada awal musim hujan-sampai pertengahan musim hujan dimana pada saat tersebut permukaan air perairan waduk mulai naik.  Waktu pemijahan bersama-sama dengan daya tetas telur ikan tersebut sangat berpengaruh terhadap rekruitmen.  Sedangkan daya tetas sendiri sangat dipengaruhi oleh biomass gonad (fekunditas) dan fertilitas telur itu sendiri.  Setelah telur tersebut menetas sampai berumur 2 bulan termasuk stadia larva, dimana  makanannya  hanya  berupa  plankton (Gambar 2),  dan  pada stadia ini mortalitasnya (hanya mortalitas alami) cukup tinggi.  Biomass larva  yang  survival akan  berkembang menjadi  stadia juvenil  selama 4 bulan,

 


 

Gambar 2.  Dasar penyusunan skema model diagram

 

pada stadia ini makanannya sudah mulai berkembang plankton dan makrofita.  Sedangkan mortalitasnya sebagian besar mortalitas alami dan untuk juvenil yang telah berumur lebih 4 bulan (juvenil 2-4) mulai sedikit tertangkap oleh alat penangkapan walaupun bukan sasaran penangkapan. Laju pertumbuhan larva dan juvenil tawes sangat dipengaruhi oleh kelimpahan plankton dan populasi ikan nila (kompetitor). Selanjutnya populasi juvenil yang tetap hidup akan berkembang menjadi tawes dewasa selama 4 bulan, pada stadia ini sampai stadia induk makanannya makrofita dan merupakan sasaran penangkapan, sehingga mortalitas karena penangkapan tawes dewasa dan induk lebih tinggi dibandingkan mortalitas alaminya. Sedangkan stadia induk hanya memerlukan waktu 2 bulan digunakan untuk perkembangan gonadanya.

       Populasi makrofita tumbuh di daerah pasang-surut, dimana pada waktu air surut makrofita tersebut tumbuh tetapi tidak termanfaatkan oleh ikan, karena belum tergenang.  Pada saat air naik makrofita tersebut mulai tergenang dan dimanfaatkan oleh ikan.  Sedangkan air waduk surut terendah berada pada bulan Desember, dan air tinggi berada pada kisaran bulan Juni.

       Keadaan populasi plankton kebalikan dengan makrofita, dimana pada air surut plankton banyak dikonsumsi sehingga kelimpahannya rendah, dan pada saat air tinggi disertai masukkan nutrien yang tinggi sehingga pertumbuhan meningkat.  Dengan kata lain, pola kelimpahan plankton sama dengan pola fluktuasi tinggi muka air.

 

2.      Asumsi Pembuatan Model

Asumsi yang mendasari pembuatan model model strategi stoking ikan tawes di Waduk Darma ada tiga aspek, antara lain:

·         Aktivitas penangkapan ikan tawes hanya dilakukan pada stadia dewasa dan induk

·         Besarnya hasil tangkapan ikan tawes secara proposional tetap untuk masing-masing biomas ikan tawes dewasa maupun induk

·         Jumlah nelayan, selektivitas dan komposisi alat tangkap tetap atau tidak berubah

 

 

3.      Diagram Konseptual Model Strategi Stoking Ikan Tawes Di Waduk Darma

 

Sistem harapan dibatasi dengan memisahkan komponen-komponen mana yang masuk dan komponen-komponen mana yang ada di luar sistem-harapan, serta penetapan antribut khusus dari komponen sistem-harapan.  Sistem komponen tidak semuanya memberikan fungsi yang sama dalam model.  Oleh karena itu, GRANT, PEDERSEN DAN MARIN (1997) mengusulkan 7 pengelompokkan, antara lain: (1) stok (state variable), (2) peubah pengendali, (3) konstan, (4) peubah pembantu, (5) transfer bahan, dan (6) transfer informasi.

       Model terdiri dari enam sub model: yaitu sub model populasi plankton, sub model populasi makrofita, sub model populasi ikan tawes, sub model populasi nila, sub model penangkapan dan sub model ekonomi.  Ikan tawes pada stadia larva memanfaatkan plankton sebagai makanannya, selanjutnya pada stadia juvenil memanfaatkan plankton dan makrofita sebagai makanannya.  Dan mulai stadia dewasa sampai induk, ikan ini memanfaatkan makrofita sebagai makanannya (Gambar 3). Pada waktu ikan tawes tersebut memanfaatkan plankton sebagai pakan utama, maka ikan ini akan berkompetisi dengan ikan nila, sehingga laju pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kelimpahan populasi nila. Jadi biomass plankton, makrofita dan kelimpahan populasi nila sebagai pembatas pertumbuhan populasi ikan tawes tersebut.

 

 

Gambar 3.   Diagram strategi penebaran ikan tawes di Waduk Darma

 

a.   Sub model populasi plankton menggambarkan dinamika kesediaan biomas plankton yang di pengaruhi oleh:

·                           Pertumbuhan populasi plankton, dimana pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh laju pertumbuhan dan kelimpahan plankton.  Sedangkan kelimpahan plankton di pengaruhi oleh fluktuasi tinggi muka air perairan Waduk Darma

·                           Mortalitas populasi plankton yang dipengaruhi oleh laju konsumsi stadia larva, juvenil ikan tawes dan nila, dan kematian alaminya.

b.            Sub model populasi makrofita menggambarkan dinamika kesediaan biomas makrofita yang dipengaruhi oleh :

·                           Pertumbuhan populasi makrofita yang dipengaruhi oleh laju tumbuh makrofita.  Sedangkan laju tumbuh tersebut dikendalikan oleh fluktuasi luas daerah pasang-surut perairan waduk

·                           Konsumsi makrofita yang dipengaruhi oleh mati alami, perubahan menjadi sersah, konsumsi pada stadia juvenil, dewasa dan induk tawes, disamping dipengaruhi oleh laju konsumsi

·                           Konsumsi sersah yang dipengaruhi oleh konsumsi pada stadia juvenil, dewasa dan induk tawes, disamping dipengaruhi oleh laju konsumsi

c.            Sub model populasi ikan tawes menggambarkan dinamika biomass populasi ikan tawes untuk setiap kelas umur dan dipengaruhi oleh:

·                           Rekruitmen populasi ikan tawes dipengaruhi oleh waktu pemijahan dan daya tetas telur.

·                           Pertumbuhan biomass populasi ikan tawes dipengaruhi oleh tingkat konsumsi makan terhadap plankton dan/atau makrofita, serta kelimpahan populasi kompetitornya

·                           Suvival populasi ikan tawes dipengaruhi oleh biomass ikan tawes pada stadia sebelumnya, dimana biomass pada stadia sebelumnya dipengaruhi oleh kematian alami dan kematian karena penangkapan.

d.            Sub model populasi ikan nila menggambarkan dinamika biomass populasi ikan nila yang dipengaruhi oleh:

·                           Petumbuhan populasi dipengaruhi oleh laju kelahiran, laju pertumbuhan, daya dukung perairan dan tinggi muka air

·                           Kematian yang dipengaruhi oleh mortalitas alami dan tangkap.

e.            Sub model penangkapan yang menggambarkan aktivitas kegiatan penangkapan terhadap ikan tawes dan nila, dan dipengaruhi: kemampuan alat tangkap, koefisien penangkapan, populasi tawes dan nila

f.              Sub model ekonomi yang menggambarkan keuntungan per unit waktu (selisih revenue dengan total cost).

 

       Kebijakan pengelolaan stoking ikan tawes tersebut ditentukan berdasarkan tiga faktor agar produksi ikan tawesnya optimum dan berkesinambungan (Gambar 2), antara lain :

·                     Jumlah ikan tawes.

·                     Umur atau ukuran yang tepat ikan tawes.

·                     Waktu tebar yang tepat.

Sedangkan kebijakan penangkapan diassumsikan tetap tidak berubah.

 

4.  Diskripsi Pola Harapan Model

       Kebijakkan pengelolaan di perlukan untuk mengoptimalkan produksi ikan tersebut melalui stoking ikan tawes pada ukuran,  jumlah dan waktu yang tepat, sehingga mampu memberikan hasil biomass ikan tawes yang optimum dan berkesinambungan (Gambar 4).  Kondisi biomass populasi harapan tersebut dapat memudahkan pengelolaannya dan berdampak nyata posistif bagai pendapatan nelayan tersebut (dengan asumsi jumlah nelayan tidak bertambah). 

 

 

Gambar 4.       Pola harapan biomass ikan tawes setelah dilakukan stoking di Waduk Darma menurut perubahan waktu


 

PERUMUSAN PENGKUANTITATIFAN MODEL

 

Tujuan pada tahap kedua dalam analisis sistem ini adalah membangun model kuantitatif dari sistem-harapan. Penggunaan konsep model sebagai dasar pengembangan secara kuantitatif, yaitu menerangkan alur aliran bahan dalam model (sistem dinamik) dengan menggunakan persamaan–persamaan matematika.  Langkah pertama, menentukan struktur kuantitatif model secara umum, yaitu dua komponen model yang dihubungkan oleh aliran bahan (dalam pengertian konsep model adalah dua kotak dihubungkan dengan panah).  Secara umum, struktur kompartmen itu lebih mampu menerangkan model yang komplek, karena suatu sistem yang komplek terdiri dari beberapa hubungan sebab-akibat.

Setelah penentuan bentuk umum struktur kuantitatif model, dilanjutkan dengan pengembangan persamaan-persamaan secara spesifik  yang merupakan kumpulan dari model persamaan tersebut.  Sedangkan satuan waktu sebagai dasar untuk menyelesaikan model tersebut adalah bulan, bentuk fungsi dari model persamaan dan estimasi parameter-parameter persamaan model. Metodologi dalam penyusunan pengkuantatitfan model penebaran ikan tawes ini dibagi dalam 4 tahapan, yaitu

(1)   Sumberdaya pakan

      Pada tahapan ini bertujuan mengevaluasi kesediaan sumberdaya pakan yang ada baik secara kualitatif maupun kuantitatif, untuk plankton maupun makrofita dan dikaitkan dengan tinggi muka air.  Pada tahap ini menjawab besarnya potensi yang ada dan waktu penebaran yang tepat.

(2)   Populasi ikan tawes dan nila pada skala laboratorium

      Dalam tahapan penelitian kedua bertujuan  untuk mengevaluasi pemanfaatan pakan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan setiap stadia.

(3)   Interaksi dengan ikan nila pada skala laboratorium,

      Pada tahapan ketiga ini dimaksudkan untuk mengevaluasi pengaruh ikan nila terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan tawes.

(4)   Aktivitas penangkapan ikan tawes dan nila,

Pada tahap ini dilakukan inventarisasi jenis dan kemampuan alat tangkap, waktu operasional, jumlah nelayan, serta biaya operasional.

Informasi yang diperoleh dengan mengembangkan persamaan model berdasarkan penelitian-penelitian skala laboratorium dengan membandingkan dan standardisasi dengan data di lapangan.  Informasi untuk membentuk persamaan antara dua komponen dapat digunakan data populasi ikan tawes di Waduk Jatiluhur (TJAHJO, 1991; KARTAMIHARDJA, 1988), Kedung Ombo  (KARTAMIHARDJA, 1995), Saguling (TJAHJO, 1988) dan Wonogiri (TJAHJO, 1988; KARTAMIHARDJA 1989), serta reproduksinya (TJAHJO, 1988; SUSENO, 1983; dan SUMANTADINATA, 1981), dan selanjutnya bentuk persamaan tersebut diuji pada di laboratorium sebelum digunakan dalam model tersebut. 

       Ada beberapa tipe format matematika yang berbeda untuk merepresentasikan sistem dinamik strategi stoking ikan tawes di Waduk Darma ini.  Walaupun umumnya, format yang menggambarkan struktur kompertmen model sebagai unit dasar, atau modul, yang terdiri dari dua stok dihubungkan oleh stransfer bahan.  Transfer bahan dikontrol oleh informasi tentang bagian lain dari sistem tersebut,  termasuk stok, peubah pengendali, konstan, dan/atau peubah pembantu.  Oleh karena itu, konsep model strategi stoking ikan tawes di Waduk Darma secara kualitatif (Bab 2) yang digunakan sebagai kerangka pemikiran pada tahap ini. Dalam pengkuatitatifan model tersebut dikelompokkan berdasarkan enam sub model tersebut di atas.

 


EVALUASI MODEL

 

       Tujuan pada tahap ke tiga analisis sistem adalah mengevaluasi model terhadap kegunaannya untuk tujuan yang spesifik.  Model yang baik hanya untuk satu tujuan, dan tidak berguna, atau menyesatkan untuk tujuan yang lainnya.  Secara umum proses tersebut disebut “validasi model”. Kita menganalogikan  proses validasi model dengan proses penolakkan hipotesi melalui metoda ilmiah.  Analogi tersebut didasarkan pada bahwa model dapat digambarkan sebagai kumpulan hipotesis yang direpresentasikan dalam pengertian struktur dan fungsi dari sistem-harapan. 

       RYKIEL dalam GRANT, PEDERSEN dan MARIN (1997) menyatakan bahwa perbedaan kriteria validasi disesuai dengan tipe model yang berbeda, dan selanjutnya ia menyarankan validasi harus mempunyai pengertian yang sederhana bahwa model dapat diterima atau sesuai dengan pengguna.  RYKIEL juga menyatakan bahwa pada saat ini belum ada standart penerimaan secara umum untuk validasi model ekologi.  Jadi, kita lebih tertarik untuk menghubungkan proses “evaluasi model” dan difokuskan dalam menguji variasi karakteristik model yang secara potensial dapat digunakan sebagai alat.

       Dalam evaluasi model kita harus dilakukan penilaian antara prilaku model dan pola harapan dari prilaku model tersebut.  Dalam perbandingan tersebut dapat menggunakan test signifikasi secara statistika.  Dan langkat terakhir, kita mengevaluasi sensitifitas dari prediksi model terhadap perubahan nilai parameter pokok atau parameter penting.

      

1.      Pengujian Hubungan antara Prediksi Model dengan Repon Harapan

       Simulasi model ini bertujuan untuk mengetahui ukuran dan jumlah ikan tawes yang sesuai untuk ditebar, serta waktu tebar agar dapat memberikan hasil tangkapan ikannya yang tinggi dan berkelanjutan.  Metoda yang.digunakan dalam tahap ini adalah  dengan mengubah-ubah nilai peubah kebijakan pengelolaan hingga memberikan respon seperti yang diharapkan. Peubah kebijakan pengelolaan dalam model ini adalah ukuran dan biomass ikan tawes yang ditebar, serta waktu penebaran.  Sedangkan peubah indikatornya adalah besarnya biomass populasi ikan tawes per satuan waktu.

       Hasil simulasi model stoking tersebut diuji kesesuaian model terhadap respon harapan dengan menggunakan Uji Jarak Matusita.  Hasil dari uji jarak tersebut yang memberikan nilai paling kecil menunjukkan bahwa model stoking yang paling sesuai dengan respon harapan.

 

2.      Sensitifitas Prediksi Model

       Pada tahap dua evaluasi model merupakan bentuk analisis sensitifitas terhadap model.  Tujuannya untuk mengetahui tingkat respon, atau sensitifitas dari prilaku model terhadap variasi perubahan komponen model.  Prosedur dasarnya mengubahan satu atau beberapa peubah menurut perubahan waktu, yaitu dengan memasukkan besaran nilai tertentu dari masing-masing peubah tersebut lalu disimulasikan dan diamati perubahan tersebut terhadap prilaku model.  Berdasakan identifikasi hubungan prilaku model sangat responsif atau sensitif, sehingga analisis sensitifitas menentukan indikasi terhadap relatif ketepatan (Accuracy) untuk setiap parameter atau hubungan yang ideal yang diestimasi.  Informasi tersebut sangat berguna untuk mengetahui tingkat kepercayaan model tersebut.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

De Silva, S.S. 1989. An alternative approach to achieving high yields in tropical reservoirs. Naga, ICLARM Q. 12(1):8-9.

 

Cowx, I.G.  1994.  Stoking strategi.  Fisheries Management and Ecology, 1: 15-30

 

FAO Fisheries Department.1997. Inland fisheries.FAO Technical guidelines for responsible fisheries. No. 6. 36p.

 

FAO Inland Water Resources and Aquaculture Service, Fishery Resources Division. 1999. Review of the state of world fishery resources: inland fisheries. FAO Fisheries Circular. No. 942. Rome, FAO. 53p.

 

Grant, W.E., E.K. Pedersen dan S.L. Marin, 1997.  Ecology and natural resource management: systems analysis and simulation.  John Wiley & Sons, New York.  373 p.

 

Gilbert, P.1996. Breeding and propagation of Tilapia (Oreochromis niloticus) in a floating hatchery, Gabon. Naga, ICLARM Q. 19(4):26-33.

 

 

Kartamihardja, E., 1988.  Analisis “cohort” dan pengelola stok ikan tawes, Puntius goneonotus di Waduk Juanda, Jawa Barat.  Bull. Pen. Perik. Darat 7(1): 14-21

 

______________, 1989.  Stok assesmen populasi ikan ekonomis penting di Waduk Wonogiri, Jawa Tengah.  Sub Balitkanwar, Jatiluhur.

 

______________, 1995.  Population dynamics of three fish species of cyprinids in Kedongombo Resevoir, Central Java.  IFR Journal I(1): 42-57

 

Sarnita, A. 1972. Laporan singkat hasil survey perikanan Waduk Darma dan Situ Patok, Jawa Barat. Laporan Stasiun Penelitian Perikanan Jatiluhur. 8 hal. (Tidak dipublikasikan)

 

Sumantadinata, K., 1981.  Pengembangbiakan ikan-ikan peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya.  117 p.

 

Suseno, D., 1983.  Studi perbandingan pemijahan alami dengan pemijahan stripping, terhadap derajat fertilitas dan derajat penetasan telur ikan tawes (Puntius javanicus Blkr.).  Bull. Pen. PD 4(1): 14-17

 

Tjahjo, D.W.T., 1988.  Kebiasaan pakan komunitas ikan di Waduk Saguling, Jawa Barat.  Bull. Pen. Perik. Darat. 7(1): 86-91

 

­­­­­­­­___________, 1988.  Optimasi potensi sumberdaya perikanan Waduk Wonogiri.  Sub Balitkanwar, Jatiluhur.

 

­­­­­­­___________,  1991.  Kebiasaan pakan komunitas ikan di Waduk Jatiluhur.  Bull. Pen. Perik. Darat 10(2)

 

___________,  2000.  Aspek biolimnologi perairan Waduk Darma, Jawa Barat.  J. Penel. Perik. Indonesia, 6(3-4): 10-15

 

___________, S. Nuroniah dan S.E. Purnamaningtyas  2001.  Evaluasi Bio-limnologi dan Relung Ekologi Komunitas Ikan untuk Menentukan Jenis Ikan yang Ditebar di Waduk Darma   J. Penel. Perik. Indonesia. (dalam proses publikasi)

 

Welcomme, R.L. 1996. Stocking as a technique for enhancement of fisheries. FAO Aquaculture Newsletter (FAN), 14:8-11.

 

Welcomme, R.L. and D.M. Bartley. 1998. An evaluation of present techniques for the enhancement of fisheries, p. 1-36. In T. Petr (ed). Inland fishery enhancements. Papers presented at the FAO/DFID. Expert consultation on inland fishery enhancement. Dhaka, Bangladesh, 7-11 April 1997. FAO Fish. Tech. Pap. No. 374. Rome.

 

Widana, K. dan P. Natosubroto, 1986.  Pengelolaan perikanan perairan umum dan masalahnya, p. 43-55.  Prosiding Seminar Perikanan Perairan Umum, Jakarta 1 September 1986.  Badan Litbang Pertanian, Puslitbang Perikanan.