Posted 15 June 2001 [RCT]

 

 

© 2001 Theodora Maulina Katiandagho                                                      Posted 15 June 2001  [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

PANDANGAN EKONOMI KLASIK DAN EKONOMI ALTERNATIF

TERHADAP PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

 

 

 

 

Oleh

Theodora Maulina Katiandagho

P01600017

E-mail: d0ra2001@hotmail.com

 

 

 

I. PENDAHULUAN

 

            Ilmu ekonomi didefenisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alokasi sumberdaya yang terbatas jumlahnya secara efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Ilmu ekonomi disebut juga ilmu memilih, dalam arti mempelajari tentang pilihan yang harus dibuat dari berbagai alternatif tujuan yang bersaingan. Jika suatu alternatif dipilih berarti harus mengorbankan alternatif lain. Pilihan ini disebabkan oleh terbatasnya sumberdaya alam yang tersedia (Reksohadiprodjo,1998).         

Sedangkan sumberdaya sebagai kendala secara umum dapat dikategorikan dalam sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, modal, teknologi, informasi  dan energi (B Sanim, 1997). Jika faktor tenaga kerja, modal, informasi dan teknologi berasal dari manusia maka sumber daya alam dan energi lebih bersifat pemberian alam. Alam telah menyediakan sejumlah tertentu sumberdaya alam dan energi yang dengan pertolongan teknologi sumberdaya tersebut diambil dan digunakan untuk berbagai kepentingan. Dalam usaha mengangkat sumberdaya alam dan energi menjadi siap pakai dan sampai dengan pemanfaatannya baik untuk konsumsi maupun sebagai masukan dalam proses produksi inilah ilmu ekonomi ikut berperan.

Ekonomi sumberdaya alam dan energi merupakan salah satu cabang ilmu ekonomi yang mencoba menerapkan teori ekonomi (khususnya teori ekonomi mikro) dalam pengelolaan sumberdaya alam dan energi untuk memenuhi kebutuhan manusia baik secara optimal (efisien dan efektif) dan lestari atau tidak. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak/kurang bijaksana pada akhirnya memaksa kita berkorban sesuatu untuk keberhasilan di satu bidang. Misalnya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperoleh dengan eksploitasi  besar-besaran dari sumberdaya alam yang kemungkinan besar telah merusak lingkungan atau terjadi pencemaran dimana-mana. Dengan kata lain kerusakan lingkungan merupakan harga yang harus dibayar (pengorbanan) dari pertumbuhan ekonomi yang diperoleh.

Sumberdaya alam adalah sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana ditemukannya. Sumberdaya alam dan energi bisa meliputi semua yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun benda mati, berguna bagi manusia, terbatas jumlahnya dan pengusahaannya memenuhi kriteria teknologi, ekonomi, sosial damn lingkungan.

Sumberdaya alam adalah suatu konsep yang dinamis, sehingga ada kemungkinan bahwa perubahan dalam informasi, teknologi dan relatif kelangkaannya dapat berakibat sesuatu yang emula dianggap tidak berguna menjadi berguna dan bernilai.

Menurut penggunaannya sumberdaya alam dan energi yang dapat dikonsumsi langsung misalnya ikan segar, air, daerah rekreasi dan kayu bakar; sebagai masukkan dalam proses antara misalnya bijih besi dan tembaga dalam proses peleburan; sebagai konsumsi dalam proses antara seperti penggunaan bahan bakar dalam pabrik-pabrik atau transportasi. Penggunaan sumberdaya alam dan energi lainnya dalam wujud penggunaan in situ seperti taman-taman, taman safari/satwa liar (wilderness area).

Dalam hal pasok sumberdaya alam dan energi terdapat istilah ‘stock’ dan ‘flow’, dimana ‘stock’menunjukkan sumberdaya alam dan nenergi yang tersedia dalam jumlah, kualitas , tempat dan waktu tertentu. Sedangkan ‘flow’ merupakan komoditi sumberdaya alam dan energi yang dihasilkan dari ‘stock’ sumberdaya alam dan energi.

            Sumberdaya alam dan energi dapat pula dibedakan

1.       Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui atau dapat diisi kebali atau tidak terhabiskan (renewable/replenishable/ nonexhaustible), yaitu sumberdaya alam dan energi yang bisa dihasilkan kembali baik secara alami maupun dengan bantuan manusia. Tenaga surya, angin, sistem pasang surut, hutan, perikanan dan hasil pertanian merupakan contoh dari sumberdaya alam dan energi yang dapat diperbaharui.

2.       Sumberdaya alam dan energi yang tidak dapat diperbaharui/ tidak bisa diisi kembali atau terhabiskan (non renewable/ non replenishable/ exhaustible), yaitu sumberdaya alam dan energi yang habis sekali pakai misalnya bijih mineral dan bahan bakar fosil (Djojohadikusumo, S, 1994).

Pemerintah Indonesia dalam APBN membagi jenis-jenis sumberdaya alam dan energi secara sektoral menjadi

a.       Sektor pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan pengairan.

b.      Sektor pertambangan meliputi minyak bumi, gas bumi, aspal, batubara, bauksit, emas/perak, mangan dan nikel, pasir besi, tembaga, timah, bahan galian lain dan nuklir.

Sumberdaya alam dan energi ini selanjutnya menjadi masukkan bagi industri dan jasa. Industri-industri yang memerlukannya bisa digolongkan ke dalam logam dasar, kimia dasar, aneka industri dan industri kecil. Sedangkan untuk jasa meliputi listrik, air dan gas; bangunan; perdagangan besar dan eceran; perbankan dan lembaga keuangan lainnya, sewa, pemerintahan dan pertahanan serta jasa-jasa lainnya termasuk sektor informal (Reksohadiprodjo dan Pradono,1998).

Bagaimana pentingnya peranan sumberdayabagi pembangunan ekonomi? Sejarah menunjukkan masyarakat bisa mencapai kemakmuran karena berhasil memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Misalnya saja masyarakat Mesopotamia di jaman dulu yang berhasil menciptakan sistem irigasi untuk pertanian. Atau beberapa kerajaan di tanah air seperti Kahuripan, Singasari, juga memanfaatkan potensi air sungai Brantas untuk irigasinya dan membawa kemakmuran.

Pertanyaan yang barangkali menarik adalah jika memang pertumbuhan ekonomi (GNP) dapat terus ditingkatkan, dapatkah sumberdaya pemberian alam akan mampu menunjang pertumbuhan tersebut ? Salah satu masalah yang harus dihadapi manusia adalah semakin tipisnya persediaan sumberdaya alam. Berarti jika sumberdaya terus dieksploitasi demi mengejar pertumbuhan dimungkinkan beberapa saat lagi pertumbuhan akan berhenti, karena habisnya pasok sumberdaya. Jika demikian perlukah ditinjau kembali keinginan untuk pertumbuhan ekonomi terus menerus? Disini dituntut kearifan  dari generasi sekarang untuk menyadari generasi mendatang pun berhak menikmati sumberdaya yang memang menjadi hak warisnya (Djojohadikusumo, S, 1994).

Tulisan ini mencoba melihat berbagai cara pandang para pemikir ekonomi baik ekonomi konvensional (klasik dan neo-klasik) serta ekonomi alternatif dalam hal ini ekonomi Pancasila dan Ekonomi Islam terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan energi.

 


PANDANGAN EKONOMI KLASIK DAN  EKONOMI ALTERNATIF

TERHADAP PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

 

Pandangan Ekonomi Klasik

 

            Para pemikir ekonomi dari mazhab klasik, diantaranya Adam Smith, Jean Baptist Say, David Ricardo dan Thomas Robert Malthus, telah meletakkan landasan yang kuat bagi perkembangan ilmu ekonomi.

            Para pemikir ekonomi mazhab klasik mempunyai pandangan bersama yang pokok mengenai tata susunan ekonomi masyarakat: kegiatan perseorangan ataupun kegiatan satuan-satuan usaha harus diberi kebebasan untuk mengurus kepentingannya sendiri dan memperbaiki kedudukannya di bidang ekonomi. Kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam persaingan bebas akan jauh lebih bermanfaat bagi masyarakat sebagai keseluruhan daripada halnya kalau segala sesuatu diatur oleh pemerintah. Pandangan tersebut didasarkan atas saran pendapat, bahwa produksi dan konsumsi serta pembagian kekayaan pada asanya sudah ditentukan menurut hukum-hukum ekonomi yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.

            Pangkal tolak dalam teori mazhab klasik ialah bahwa kebutuhan manusia akan terpenuhi dengan cara yang paling baik bilamana sumber-sumber daya produksi digunakan secara efisien. Selain itu bila hasil produksi berupa barang dan jasa dijual di pasaran melalui persaingan bebas.

            Hal yang menarik perhatian Adam Smith ialah adanya banyak barang yang sebetulnya sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari tetapi sebaliknya barang-barang itu tidak bernilai dalam penukaran (tidak mempunyai harga untuk transaksi jual beli). Keadaan demikian menyangkut barang-barang yang dianggap bebas (free goods) karena pasokan dan persediaannya berlimpah dan dapat dinikmati hampir tanpa batas oleh khalayak ramai.

            Di pihak lain, ada barang-barang yang faedah dan kegunaannya amat kecil dalam kehidupan seharihari, tetapi mengandung nilai tinggi dalam penukaran (harga yang tinggi dalam transaksi jual beli). Barang-barang seperti itu sangat digemari oleh masyarakat karena dianggap langka.

            Dalam pemikiran Adam Smith dan pemikir ekonomi mazhab kalsik lainnya berpendapat bahwa nilai dan harga barang berdasarkan biaya tenaga kerja (labor cost theory of value). Masalah pembagian pendapatan (sebagai hasil penjualan produk) dipersoalkan tentang faktor-faktor yang menentukan pola pembagiannya dan dengan cara bagaimana bagian-bagian dari pendapatan itu bersumber dari tenaga kerja atau pemilik/penguasa tanah, atau modal/peranan majikan. Adam Smith berpendapat bahwa imbalan jasa untuk penggunaan tanah tidak dianggap sebagai faktor yang menentukan harga, melainkan land rent merupakan residu, suatu unsur residual (sisa hasil) dari harga barang. Bagaimana residu itu jatuh pada dan dinikmati pemilik/penguasa tanah.

            Uraian diatas memberikan gambaran kepada kita bahwa Adam Smith sebagai pelopor mazhab ekonomi klasik tidak berpihak pada sumberdaya alam dalam hal ini tanah. Tanah sebagai sumberdaya alam yang tetap jumlahnya bukan faktor penentu harga melainkan hanya merupakan sisa dari faktor produksi lainnya.

            Sumberdaya alam dan energi bukan merupakan hal baru dan telah menjadi pemikiran para ekonom sejak beberapa abad yang lalu. Diantara para ahli tersebut ada yang optimis misalnya W. Godwin, namun ada yang pesimis seperti Marshall. Konsep-konsep dan model analisis yang mereka wariskan ternyata sampai saat ini masih relevan untuk digunakan.

            Thomas Robert Malthus dalam bukunya An Essay on Population (1798) mengemukakan pendapatnya bahwa ada kecenderungan bertambahnya penduduk lebih cepat dibanding persediaan makanan atau penduduk bertambah secara deret ukur sedangkan makanan bertambah secara deret hitung. Hal ini terutama disebabkan  oleh tanah yang relatif tetap. Malthus mengungkapkan pula kemungkinan perbaikan dalam bidang pertanian dan pengurangan pertumbuhan penduduk untuk mengatasi problema tersebut. Malthus juga kurang memperhatikan kemungkinan naiknya rasio tenaga kerja tanah.

            William Godwin dalam bukunya Of Population (1820) lebih optimis berkenaan dengan adanya perkembangan teknologi yang akan mampu menyelesaikan persoalan kelangkaan sumberdaya alam dan energi.

            David Ricardo menyumbangkan pikirannya di bidang sumberdaya alam dan energi melalui konsep sewa tanah sebagai return dari tanah yang berbeda kualitas. Tanah yang subur akan memperoleh sewa yang lebih tinggi dibandingkan tanah-tanah yang lebih rendah kualitasnya.

            John Stuart Mill menyatakan sebenarnya perluasan produktivitas marjinal itu tidak terbatas baik dalam perluasan secara geografis maupun pengintensifan pengolahan. Ia juga memperhatikan peranan dari teknologi dan perkembangan institusi untuk menghindarkan Malthusian Margin.

            Alfred Marshall termasuk mereka yang agak pesimis. Menurut Marshall perbaikan dalam teknik produksi pada akhirnya akan menunjukkan diminishing returns.

            Pemikiran masalah sumber daya alam dan energi terus berlanjut dari waktu ke waktu. Dari pemikiran-pemikiran tersebut dapat dilihat guratan kegelisahan manusia dalam menghadapi problema sumberdaya alam dan energi terutama yang berkaitan dengan kelangkaan (scarcity). Pemikiran-pemikiran itu timbul dari berbagai pengalaman dan pengetahuan tentang sistem sumberdaya alam dan energi yang telah cukup lama dan dari masa ke masa, pengalaman tersebut lebih banyak ditandai dengan berbagai kekhawatiran tentang sumberdaya alam dan energi

 

Pandangan Ekonomi Pancasila

            Setiap negara selalu berusaha untuk mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang menuju pada perekonomian yang mapan atau ‘keadaan yang penuh harapan’. Keynesian seakan-akan berhasil memecahkan masalah pokok dari fluktuasi ekonomi. Teori pertumbuhan dan pembangunan yang modern nampaknya selalu berhasil menyediakan cara untuk mencapai kemajuan ekonomi yang tidak ada batasnya. Mereka skeptis terhadap masalah perkembangan penduduk dan makin menipisnya persediaan sumberdaya alam (D Prabowo dalam Mubyarto dan Budiman, 1997).

            Menurut “kelompok optimis” pertumbuhan ekonomi selalu dapat melebihi perkembangan penduduk. Seberapun jumlah penduduk akhirnya dapat dibuat lebih baik keadaannya. Kelompok ini percaya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak ada batasnya, karena

1.       Teknologi akan selalu menyediakan pengganti terhadap sumberdaya alam yang menjadi langka.

2.       Kalau persediaan sumberdaya telah langka maka harganya akan naik dan ini akhirnya akan mengurangi penggunaan dan sekaligus menimbulkan insentif untuk mencari pengganti.

Di Indonesia nampaknya kedua alasan diatas hanyalah merupakan angan-angan. Di satu pihak kita belum memiliki teknologi yang seperti itu. Di lain pihak betulkah kalau harga sumberdaya menjadi lebih mahal penggunaan akan menurun?  Kasus kenaikan harga BBM nampaknya tidak menyokong pendapat ini. Kenaikan harga BBM  baru-baru ini tidak membuat orang mengurangi penggunaan BBM. Penulis berpihak kepada “kelompok pesimis” yang berpendapat tentang persediaan sumberdaya ini sampai beberapa dekade mendatang. Sikap pesimis mempengaruhi seseorang untuk bertindak bijaksana dan hati-hati dalam penggunaan (eksploitasi) sumberdaya alam.

Sanggupkah sumberdaya alam yang tersedia di Indonesia menunjang pertumbuhan ekonomi yang diharapkan? Bahkan bila secara fisik pertumbuhan tersebut tercapai tetapi apakah juga tercapai tingkat hidup yang diinginkan. Dampak dari eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya alam adalah kerusakan lingkungan, yang menurunkan kualitas hidup dan polusi dalam artian yang lebih luas dan kompleks. Hubbard M.K dalam Prabowo D menemukakan bahwa apabila benda ekonomi diproduksi bukan semata-mata merupakan kegiatan pembuatan barang saja tetapi barang ekonomi yang dihasilkan dari energi dan sumberdaya yang dapat habis.

Indonesia masih termasuk negara yang pendapatan per kapitanya rendah atau disebut kelompok negara miskin. Apalagi dengan krisis multi dimensi yang terjadi tiga tahun terakhir ini menyebabkan peringkat negara ini makin menurun.

Sistem ekonomi Pancasila didefenisikan keseluruhan lembaga-lembaga ekonomi yang dilaksanakan atau dipergunakan oleh bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita yang telah ditetapkan (D Prabowo dalam Mubyarto dan Budiman, 1997).

Dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam kaitannya dengan sistem ekonomi Pancasila, tidak boleh tidak sebaiknya mendasarkan diri pada ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang bunyinya sebagai berikut :

Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “.

Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah sumberdaya alam. Bumi yang dimaksudkan adalah tanah, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya meliputi tambang-tambang mineral, sedangkan air yang dimaksudkan sebagai air sungai, air laut, air hujan, air tanah. Jadi kekayaan alam yang terkandung didalamnya dapat berupa ikan atau hasil-hasil tambang/mineral di bawah laut. Dalam jaman yang teknologi luar angkasa telah ada sebaiknya ditambah yaitu luar angkasa (D Prabowo dalam Mubyarto dan Budiman, 1997).

            Pasal 33 ayat 3 diatas mempunyai makna yang penting sekali artinya bagi pemilikan, pengelolaan dan pengusahaan sumberdaya alam Indonesia. Intepretasi harus tepat dan jelas, tidak boleh dimanipulir. Pasal diatas memberi kesan bahwa pemilikan oleh individu atas sumberdaya alam tetap dimungkinkan tetapi kekuasaan tertinggi atasnya tetap di tangan negara. Hal ini menunjukkan bahwa bagaimanapun juga hak memiliki itu tidak boleh tanpa batas.  Negara mempunyai wewenang untuk mengawasi dan bertindak apabila pemikiran atau akibat yang timbul dari pemilikan itu mengganggu kepentingan umum. Hal ini menunjukkan bahwa kepentingan bersama diatas kepentingan individu. Contoh yang mudah adalah pemilikan individu atas tanah yang dihadapkan kepada kepentingan umum misalnya dalam hal perlunya membuka jalan baru atau membengun prasarana pertanian seperti perairan. Kalau memang kepentingan umum tersebut dapat dimaklumi dan dibenarkan wajiblah seorang individu menyerahkan sebagian (atau semuanya) pemilikan atas tanah tersebut tanpa rasa kecewa atau terpaksa. Sebaliknya, sudah sewajarnyalah jika si pemilik tanah diberi kompensasi yang memadai. Ini berarti bahwa negara tidak boleh semaunya bertindak sesuatu dengan dalih ‘untuk kepentingan umum’. Negarapun harus menghargai hak individu memiliki sesuatu.

            Pengelolaan sumberdaya alam tidak dapat dilepaskan dari pemanfaatannya, yang penting bahwa sumberdaya alam harus dimanfaatkan untuk kemakmuran orang banyak. Negara berperan untuk mengawasi pelaksanaan dan pemanfaatan tersebut. Pemerintah bertanggung jawab selain terhadap pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada masa kini tetapi juga harus diperhitungkan untuk generasi mendatang. Konservasi menjadi sangat penting mengingat tidak semua sumberdaya alam dapat diperbaharui (renewable).

            Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui tidak serumit masalah sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, asalkan pemnfaatannya tidak melampaui batas sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dapat utuh kembali seperti sediakala. Sedangkan untuk sumberdaya alam yang tidak dapat dipernaharui apabila dieksploitasi secara besar-besaran, pengembaliannya ke keadaan semula memerlukan waktu yang sangat lama bahkan ada yang beberapa generasi. Adalah tindakan yang bijaksana apabila untuk menunjang pembangunan negara kita lebih banyak digunakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan mengurangi pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, emas dan barang tambang lainnya. Pertimbangannya sampai saat ini bangsa  kita belum memiliki teknologi yang dapat mengganti sumberdaya alam tersebut, karena eksploitasi yang terjadi selama ini masih menggunakan teknologi asing dan tenaga ahli asing sehingga manfaat yang diperoleh untuk pembangunan bangsa ini lebih kecil dibandingkan dengan biaya dan kerusakan lingkungan yang akan ditanggung di masa mendatang. Berdasarkan Ekonomi Pancasila bahwa kepentingan umum diatas segala-galanya, sehingga pembangunan yang dilakukan sebaiknya mempertimbangkan kemakmuran rakyat (D Prabowo dalam Mubyarto dan Budiman, 1997).

 

Pandangan Ekonomi Islam

Ilmu ekonomi konvensional (Klasik dan Neo-Klasik) telah menyatakan bahwa berbagai sumberdaya atau sarana pemenuhan kebutuhan manusiaitu, sifatnya langka secara nisbi. Atau dengan kata lain, ekonomi konvensional berpendapat bahwa kemampuan dari berbagai sumberdaya itu terbatas, sedangkan kebutuhan manusia tidaklah terbatas.

Pernyataan inilah yang menimbulkan problema dan kesulitan besar bagi manusia karena sangat menyesatkan. Sedangkan pernyataan itu sendiri, sebenarnya masih penuh dengan kerancuan dan ketidak jelasan pengertian. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan reintepretasi mengenai berbagai sarana pemenuhan kebutuhan manusia (sumberdaya).

Dalam pandangan Ekonomi Islam, berbagai kebutuhan manusia itu, telah dikemas dalam sebuah bingkai kemanusiaan yang utuh. Artinya, kebutuhan manusia tidaklah hanya untuk fisik, mental atau spiritual saja, tetapi mencakup banyak hal yang secara keseluruhan merupakan proses dari upaya pribadi manusia. Tujuan utama Syari’at slam – sebagimana telah disepakati oleh para ulama yakni melestarikan 5 dimensi kemanusiaan : agama, jiwa, akal (ratio), keturunan dan harta kekayaan (Dunya, S.A, 1994).

Teori sistem Ekonomi Islam, memang selalu memperhatikan dan merasa sangat berkepentingan dalam upaya mengalokasikan berbagai sumberdaya, agar dapat mendinamisir kesatuan fungsi yang sitematik dan saling melengkapi karena pada hakekatnya mencerminkan kebutuhan manusia secara global dalam kehidupan ini (Dunya, S.A, 1994).

Dalam sistem ekonomi Islam pola interaksi antara manusia dengan berbagai sumber daya, diatur dengan serangkaian kaidah yang semuanya bertujuan untuk memanfaatkan dan mengolah sumberdaya dengan sebaik-baiknya (Dunya, S.A, 1994).

Nikmat dan karunia Allah kepada manusia, tidaklah mungkin dapat dihitung atau dihinggakan. Diantara nikmat karunia Allah itu adalah berbagai sumberdaya alam yang merupakan salah satu modal kekayaan manusia untuk melahirkan, menambah dan meningkatkan produktivitasnya.

            Ada banyak ayat Al Qur’an yang menyinggung dimensi sumberdaya ini, yang sekaligus mengingatkan manusia bahwa kesemuanya itu semata-mata merupakan nikmat karunia dari Allah Ta’ala untuk manusia.

            Oleh sebab itu, nikmat dan karunia haruslah disyukuri dan dihormati, dijaga dan dilestarikan, dan yang paling utama harus dimanfaatkan serta diambil faedahnya. Aturan ilahi yang abadi telah telah menyatakan bahwa kelanggengan nikmat dan karunia Allah serta peningkatannya, sangat terkait erat dengan sikap manusia dalam mensyukuri dan memuliakannya.

            Firman Allah Ta’ala :

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatku) maka sesungguhnya azab-ku sangat pedih”.                    (Q.S Ibrahim (14):7)

Dan dalam sebuah atsar, dinyatakan: “Ikatlah karunia dengan mensyukuri

            Manifestasi syukur adalah memanfaatkan nikmat dan karunia sesuai dengan maksud dari nikmat itu sendiri, yang kemudian disyukuri dengan pengakuan secara total kepada maha Pencipta nikmat dan karunia itu.

            Apabila manusia telah benar-benar mengetahui dan menyadari kewajiban itu, maka mereka tidak akan membiarkan sepotong rotipun misalnya terbuang percuma diatas bumi; apalagi barang-barang konsumsi (makanan dan minuman) dalam jumlah yang banyak.     

Apakah mensyukuri nikmat Allah merupakan sesuatu yang sulit ?

Adakah yang lebih mudah lagi bagi manusia, selain mensyukuri nikmat Allah? Dimana dengan bersyukur, manusia mempunyai peluang untuk merealisasikan segala sesuatu yang sebelumnya tidak mungkin dapat mereka lakukan, karena dibatasi olah kemampuan, kemahiran dan keahliannya.

            Mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT merupakan usaha pelestarian dan peningkatan sumberdaya secara terus menerus. Betapa besar perbedaan dan manfaat yang akan didapat manusia, jika memandang sumberdaya sebagai karunia Allah SWT, ketimbang memandangnya sebagai tak lebih dari onggokan benda mati yang begitu saja terhampar di bumi, sehingga tidak perlu diperlakukan secara baik-baik (Dunya, S.A, 1994).

             Sumberdaya ditundukkan bagi manusia, kaidah ini sangat berlawanan dengan prinsip konflik dan konfrontasi dengan alam yang natural, yang merupakan pola pikir sistem ekonomi yang konvensional. Padahal Allah yang menciptakan manusia sekaligus alam semesta, telah menjelaskan bahwa hubungan antara keduanya adalah berdasarkan prinsip penguasaan (al-taskhir), dimana yang satu menguasai yang lain. Sedangkan di berbagai kamus bahasa, dijelaskan bahwa al-taskhir artinya keterikatan secara total, dengan catatan bahwa ada jaminan manfaat dan faedah di dalamnya. Keterikatan yang tidak berfaedah sama sekali tidak berharga, dan sebaliknya manfaat tanpa keterikatan juga tidak akan memberikan hasil apapun.

            Beberapa pernyataan dari Tuhan Pencipta alam semesta berikut ini, akan memberikan nuansa baru tentang makna penguasaan (al-taskhir) dan penundukan (al-tadzlil).

            Firman Allah :

“Dialah Dzat yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah ke segala penjurunya, dan makanlah sebagian rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali) setelah dibangkitkan.”                                                     (Q.S. Al Mulk (67):15)

            Dan firman-Nya pula:

Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan menyempurnakan untuk nikmat-Nya lahir dan batin. Dan diantara manusia ada yang membantah tentang Allah, tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”                                                                          (Q.S.Luqman (31):20)

            Petunjuk ekonomik yang termuat dalam ayat-ayat diatas, sudah sangat jelas bahwa tidak ada kemustahilan apapun bagi manusia, untuk memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada, untuk merealisasikan hal-hal yang dapat memenuhi kebutuhan hakikinya.

            Kebijakasanaan Allah Ta’ala Yang Maha tinggi, telah memutuskan bahwa penciptaan berbagai sumberdaya manusia, dalam bentuk bahan mentah, tidak dalam bentuk komoditi yang siap dimanfaatkan. Bentuk siap pakai, dikhususkan-Nya untuk ummat manusia di sorga kelak, sedangkan aturan yang di dunia tidaklah demikian (Dunya, S.A, 1994).

            Berhasil tidaknya manusia memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada tergantung sepenuhnya kepada usaha dan kerja keras manusia itu sendiri. Sedangkan jika aturan main, realitas, kenyataan ini menunjukkan penghormatan Allah Ta’ala kepada manusia dengan memberikan kepercayaan dan tanggung jawab penuh.

Sementara di sisi lain, segalanya juga telah dimudahkan-Nya bagi manusia, seperti: sumberdaya telah ditundukkan-Nya, akal, nalar, rasio dan kemampuan berpikir juga telah diberikan-Nya. Sekalipun berbagai sumberdaya telah ditundukkan dan dimudahkan bagi manusia, kebijaksanaan Allah Ta’ala, juga telah memutuskan bahwa berbagai sumberdaya itu tidak akan pernah membuka rahasianya atau menyerahkan simpanan kekayaannya begitu saja tanpa melalui kerja keras manusia.

Tanggung jawab dan kerja keras mengolah dunia, berada ditangan dan pundak setiap manusia, tanpa kecuali. Cukup tersedianya sumberdaya alam dan keharusan untuk bekerja keras adalah dua hal yang berlainan, atau dengan kata lain tidak ada penaifan antara satu dengan lainnya.

Pengetahuan dua karateristik yang cukup mendasar ini sayangnya tidak begitu disadari oleh sistem ekonomi konvensional, yang selalu mengkaitkan kerja keras manusia dengan fenomena kelangkaan sumberdaya.

Sebaliknya, sistem ekonomi Islam selalu mengkaitkan kerja keras manusia dengan karateristik sumberdaya yang serba cukup, sekalipun berbagai sumberdaya yang ada itu berwujud bahan mentah baukan bahan-bahan hasil produksi yang siap pakai.

Firman Allah Ta’ala:

Barangsiapa yang menghendaki tanaman (keuntungan) di akhirat, akan Kami tambah tanaman (keuntungan) itu baginya, dan barangsiapa menghendaki tanaman (keuntungan) di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari tanaman (keuntungan) dunia, dan tidak ada suatu bahagianpun di akhirat.”                (Q.S. Asy Syuura(42):20)

            Melalui kitab tafsirnya, Al-Razi menyatakan : ”Ayat ini telah menunjukkan bahwa sebagian dari dunia dan akhirat itu tidaklah turun begitu saja, tetapi melalui proses penanaman (kerja keras), sehingga sesuatu tanaman tidak akan diperoleh kecuali dengan menanggung beban kerja keras dalam proses penanaman seperti : mencangkul, menabur benih, mengairi dan merawatnya. Yang membuat tanaman tersebut tumbuh, berkembang, berbunga dan berbuah sampai tiba saatnya menuai, kita panen dan dapatkan hasilnya tatkala Ta’ala menamakan atau mengibaratkan atau memberi perumpamaan bahwa sesuatu yang dikehendaki manusia itu tanaman, tidaklah akan diperoleh kecuali dengan menanggung terlebih dahuklu beban berat dan susah payah, yakni usaha dan kerja keras.”

            Salah satu kaidah yang penting yang mengatur hubungan manusia dengan sumberdaya, adalah membatasi dan menetapkan dengan jelas target yang akan dicapai. Mengapa demikian ? Karena berbagai sumberdaya tersebut tidaklah semata-mata diciptakan untuk sekadar digunakan oleh manusia. Atau dengan kata lain, sumberdaya itu diciptakan bukan untuk hal-hal yang kurang atau tidak bermanfaat bagi manusia.

            Berbagai sumberdaya yang ada tersebut, tidaklah akan berdiam diri begitu saja, manakala manusia memperlakukannya semena-mena, tetapi mereka akan berbalik menghantam manusia, karena memang pada dasarnya sumberdaya tersebut tidaklah diciptakan-Nya untuk disia-siakan atau diperlakukan sewenang-wenang.

            Itulah sebabnya berbagai sumberdaya yang ada harus selalu diarahkan untuk memenuhi apa yang memang secara nyata dibutuhkan oleh manusia.

            Salah satu prinsip dalam Sistem Ekonomi Konvensional adalah memanfaatkan sumberdaya dengan sebaik-baiknya. Sedangkan dalam sistem ekonomi Islam, indikasi tersebut sama sekali tidak ditemukan, karena perilaku obyektif sistem ekonomi Islam dalam praktek, selalu menunjukkan kebenaran prinsip dan teori yang dianutnya. Semua perlakuan atau tindakan yang menyangkut pemanfaatan sumberdaya dalam berbagai bentuknya, telah diatur oleh sebuah prinsip umum, yakni ketepatan derajat maksimal atau dengan kata lain diupayakan sedemikian rupa secara maksimal perilaku yang terbaik pada diri setiap manusia (Dunya, S.A, 1994).

            Ada banyak ayat dalam Al Qur’an yang menyatakan keharusan bagi manusia untuk selalu berbuat baik, karena al-Ihsan (berbuat baik) mutlak dibutuhkan, bahkan dituntut dalam setiap dimensi, tingkat sarana, perangkat dan target (tujuan). Termasuk didalamnya memanfaatkan segala sesuatu sesuai dengan kapasitas penciptaannya. Serta tak lupa pula mengalokasikan setiap sumberdaya sesuai dengan sifat dan karateristiknya, sebagaimana ketentuan Allah SWT sebagai Penciptanya (Dunya, S.A, 1994).

            Simbol yang paling tepat yang dapat menunjukkan hal ini, adalah sebuah hadits shaih yang menyatakan (artinya)

“Pada suatu ketika, salah seorang dari orang-orang sebelum kalian menunggangi sapi. Maka tiba-tiba saja, sapi itu menoleh dan berkata kepada penunggangnya:”aku tidaklah diciptakan untuk diperlakukan seperti ini, tetapi akau diciptakan untuk membajak sawah dan ladang”.

            Oleh sebab itu, yang paling menyedihkan adalah apa yang sedang terjadi saat dalam dunia masa sekarang ini. Betapa banyak sumberdaya dengan seluruh potensinya, diperlakukan dengan cara sewenang-wenang, semena-mena, dan atau jauh dari kebenaran keadilan yang seharusnya. Adanya keharusan yang menyatakan bahwa berbagai sumberdaya dan potensinya dimanfaatkan secara maksimal ternyata dilanggar oleh manusia, dengan cara digunakan sekedar untuk mencari keuntungan dan atau fenomenal saja (Dunya, S.A, 1994).


III. PENUTUP

 

            Ekonomi konvensional dalam hal ini ekonomi klasik menganggap bahwa sumberdaya alam merupakan sarana manusia untuk memenuhi kebutuhannya serta sebagai faktor produksi perusahaan untuk mencapai profit yang diinginkan.

            Sistem Ekonomi Pancasila kurang jelas dalam membatasi bagaimana yang dimaksud dengan pemanfaatan sumberdaya dengan sebaik-baiknya demi kepentingan atau kemakmuran bersama. Pembatasan kepentingan bersama dengan kepentingan kelompok inipun belum dapat dipisahkan secara nyata.

            Sistem Ekonomi Islam memandang sumberdaya alam sebagai karunia Allah yang dimanfaatkan manusia untuk kelangsungan hidupnya namun harus dipertanggung jawabkan  terhadap Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA

 

Djojohadikusumo, S.  1994, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan, Penerbit LP3ES Jakarta

 

Dunya, S.A. 1994, Sistem Ekonomi Islam Sebuah Alternatif, Penerbit Fikahati Aneska Jakarta

 

Mubyarto dan Budiman, 1997, Ekonomi Pancasila, Penerbit BPFE Yogyakarta

 

Reksohadiprodjo, S. dan Pradono, 1998, Ekonomi Sumberdaya Alam dan Energi, Penerbit BPFE Yogyakarta

 

Sanim, B. 1997, Ekonomi Lingkungan,Materi Training AMDAL Pejabat Pertamina dan Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan UNPAD Bandung.