MENCARI JAWAB

© 2001   Impron                                                                            Posted 6 June 2001  [rudyct]  

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

                                                                                                                                                 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

MENCARI JAWAB

PENYEBAB FENOMENA EL NIÑO DAN LA NIÑA

 

Oleh:

Impron

E-mail: Impron@altavista.com

 

 

 

In the tropics a good-weather and a bad-weather season alternate in a binary annual cycles

Maurice A. Garbell, Tropical and Equatorial Meteorology, 1947

 

 

ProLoG: TAHAP PERKEMBANGAN PENCARIAN MAKNA FENOMENA ALAM

Dalam rentang perspektif sejarah ilmu pengetahuan, perkembangan proses pencarian makna suatu fenomena dibagi menjadi sembilan tahap (Perlman 1995)[1]. Tahapan tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah pemikir yang selalu memikirkan tentang fenomena  alam dan berusaha untuk memahami fenomena tersebut.  Sains dan filsafat akan terus berkembang selama manusia tetap mengajukan pertanyaan - pertanyaan yang memerlukan jawaban.  Sampai suatu saat, saat tak ada lagi pertanyaan, atau saat semua pertanyaan sudah terjawab, atau saat dimana suatu jawaban suatu pertanyaan tak lagi dipertanyakan, maka pada era itulah sains dan filsafat berakhir dan tak lagi berkembang ?  Yaitu era tanpa ada lagi suatu penemuan besar dalam dunia sains dan filsafat. "If one believe in science, one must accept the possibility - even the probability - that the great era of scientific discovery is over"(Horgan 1995)[2].

Khusus dalam perkembangan pemahaman fenomena alam terkait cuaca[3], telah ada suatu masa dimana telaah rasional terhadap perilaku cuaca di daerah tropika hanya terbatas pada studi tentang kaitan antara cuaca dan gangguan aktivitas manusia selama periode bad-weather, dan tentang kepasrahan aksiomatik manusia terhadap keajegan iklim[4] selama periode good-weather.  Kemunculan yang tidak diharapkan dari suatu fenomena cuaca buruk pada waktu-waktu yang menurut pemikiran manusia seharusnya berada dalam keadaan cuaca yang baik; atau pengharapan berakhirnya suatu cuaca buruk - pada masa itu - hanya ditanggapi dengan penyelenggaraan kegiatan ritual dan pemberian korban terhadap para dewa yang dianggap sedang marah. Bahkan, sejak jaman kuno sampai abad pertengahan, ahli matematika Hindu dan Arab belum berhasil merumuskan secara konstruktif tentang mekanisme perilaku cuaca, dan juga mengabaikan pencatatan kejadian-kejadian cuaca kecuali kejadian cuaca dengan dampak bencana yang hebat (Garbell 1947).  Dengan keadaan yang demikian, adalah wajar bila pada setiap kemunculannya, suatu fenomena terkait cuaca dengan dampak bencana tetap memberikan kejutan.

Perspektif pemahaman tentang cuaca berkembang.  Nenek moyang kita menjadikan pengetahuan tentang perilaku cuaca sebagai bagian dari pengetahuan keseharian mereka.  Cerita tentang keberhasilan manusia melakukan penjelajahan antar pulau dan antar benua - tentu saja secara rasional dapat kita pikirkan - pastilah ditunjang oleh pengetahuan yang tinggi mengenai navigasi dan perilaku cuaca.  Dalam hal cuaca, ini yang menjadi pertanyaan, apakah pengetahuan mereka itu berdasarkan pada pencatatan teratur akan perilaku cuaca, atau berdasarkan pada semacam pengetahuan intrinsik yang secara otomatis mereka kuasai karena merupakan bagian kesehariannya? Bahwa pengetahuan tentang cuaca adalah bagian dari pengetahuan dalam aktivitas keseharian mereka dapat dilihat dari kemampuan manusia untuk berkembang dari tahap pengumpul ke tahap kultivasi.  Keberhasilan kultivasi tanaman menunjukkan bahwa manusia mampu secara baik mamadukan antara pengetahuan tentang pola cuaca dan iklim dengan pola kultivasi. 

Pada era sains modern, evolusi teori rasional dalam hidrodinamika fisik dan aplikasinya bagi pemahaman fenomenologi atmosfer terestrial telah melahirkan banyak konsep dasar dalam meteorologi[5] dan mempengaruhi studi meteorologi lebih lanjut.  Perkembangan teknologi instrumentasi cuaca manual dan otomatis, pemasangan berbagai alat pendukung, serta peluncuran satelit cuaca dan perkembangan teknologi informasi global telah mempercepat perkembangan meteorologi.  Alokasi sumberdaya manusia (peneliti) dengan dukungan dana yang memadai menghasilkan suatu sinergi, sehingga "hal-hal baru" setiap saat muncul dari banyak pusat studi cuaca/iklim yang tersebar di banyak negara.   Pandangan tidak lagi hanya terfokus pada dinamika internal sistem bumi-atmosfer-hidrosfer, tetapi juga sudah tertujukan pada pengaruh dari luar (external forcing) yaitu pada pengaruh aktifitas matahari terhadap dinamika tersebut. Itulah yang terjadi dalam upaya para peneliti untuk menguak misteri dan mencari jawab penyebab fenomena El Niño dan LaNiña.

 

FENOMENA EL NIÑO DAN LA NIÑA

Definisi

Istilah El Niño dan La Niña berkaitan erat dengan osilasi atmosfer selatan (southern oscilation); yang karena keeratan tersebut maka muncul istilah El Niño Southern Oscillation (ENSO). ENSO adalah hasil dari siklus penghangatan dan pendinginan permukaan lautan Pasifik sentral dan timur.  Wilayah lautan tersebut pada keadaan normal lebih dingin dari lokasi yang berada di ekuator, terutama karena adanya pengaruh angin pasat tengggara, aliran arus laut yang dingin mengalir ke permukaan pantai Cili, dan adanya upwelling (pergerakan naik/injeksi air dingin dari lapisan laut yang dalam ke permukaan) di lepas pantai Peru.  Pada saat-saat tertentu, pengaruh yang berasal dari air laut yang dingin berkurang kekuatannya, menyebabkan permukaan lautan Pasifik sentral menghangat akibat energi matahari tropik - kejadian ini disebut sebagai EL NIÑO. Pada saat tertentu upwelling tersebut berlangsung lebih intensif dari pada yang biasanya terjadi, menyebabkan permukaan lautan Pasifik timur mendingin - kejadian ini disebut sebagai LA NIÑA (Daly 2001)

Pada awalnya, El Niño dikenal oleh para nelayan di lepas pantai Amerika Selatan sebagai suatu pemunculan air hangat di lautan Pasifik, yang tejadi pada awal tahun. Fenomena ini dikenal sebagai El Niño (de Cristo), bahasa Spanyol yang berarti "The Little Boy or Christ child", karena kedatangan fenomena El Niño umumnya pada waktu sekitar perayaan kelahiran Yesus. El Niño disebut juga "kejadian hangat/warm event". El Niño adalah gangguan sistem lautan-atmosfer pada wilayah Pasifik tropik yang mempunyai konsekwensi penting terhadap keadaan cuaca global.  Terkadang juga, tapi tidak selalu, kondisi El Niño juga menyebabkan terjadinya suhu muka laut yang lebih dingin dari pada saat kondisi normal.  Kondisi dingin El Niño yang seperti ini disebut dengan La Niña (The Girl Child). La Niña terkadang disebut juga El Viejo, anti El Niño, atau "kejadian dingin/cold event" atau "episode dingin/cold episode" (NOAA/PMEL/TAO 2001).

Proses

Dalam penjelasan mengenai sistem sirkulasi udara pada wilayah Pacific tropik, Garbell (1947) menyatakan bahwa selama musim solstis selatan (2 September - 21 Maret), pergeseran ke arah selatan dari front intertropikal diikuti oleh adanya aliran ke arah selatan dari aliran balik ekuatorial (equatorial countercurrent) melalui ekuator sambil membawa udara hangat dan curah hujan ke wilayah pantai barat benua Amerika antara 3 o - 7o lintang selatan yang pada keadaan normal biasanya sejuk dan kering. Arus hangat yang mulai terjadinyai pada akhir waktu Natal inilah yang disebut sebagai El Niño (de Cristo).  Fenomeno El Niño terjadi dengan interval waktu yang tidak teratur.  Fenomena ini merupakan suatu variabilitas alami iklim yang menimbulkan suatu keadaan peningkatan yang nyata pada kelembaban dan ketidakstabilan udara dan pemunculan permukaan perairan yang hangat dari utara yang menyebabkan kerusakan yang parah sepanjang pantai Peru.

Para nelayan di perairan Pasifik lepas pantai Peru dan Ekuador telah berabad-abad mengetahui fenomena yang dikenal sebagai El Niño.  Setiap tiga sampai tujuh tahun antara bulan Desember dan Januari, ikan-ikan pada perairan lepas pantai di kedua negara tersebut menghilang, yang mengganggu secara nyata kegiatan perikanan. Selama kejadian El Niño, hubungan fisik antara angin, arus laut, suhu perairan laut dan suhu atmosfer, dan biosfer mengalami suatu keadaan yang terganggu; membentuk suatu pola cuaca yang menyimpang dari keadaan cuaca pada kondisi normal (NASA/EOS 1999).

Gambar 1 menampilkan skema dari kejadian El Niño dan La Niña dalam hubungan dengan sirkulasi global.

 


Gambar 1.       Ilustrasi fenomena El Niño dan La Niña dan proses fisik yang menyertai kejadiannya (digambar ulang dari poster El Niño vs. La Niña yang dikeluarkan NASA/EOS 1999)

Lautan Pasifik tropik yang demikian luas menerima energi radiasi matahari lebih banyak dari pada wilayah lain di permukaan bumi.  Sebagian besar energi tersebut disimpan pada lautan dalam bentuk bahang (heat).  Tipikal angin pasat di atmosfer Pasifik berhembus dari timur ke barat, mendistribusikan bahang dengan cara menarik permukaan lautan ke arah barat, berakumulasi menjadi kolam air hangat raksasa dan dalam di sekitar wilayah timur Indonesia, dan sekitar timurlaut Australia.  Sementara itu, massa air dari kedalaman lautan yang lebih dalam dengan suhu yang lebih dingin di lautan Pasifik bagian timur bergerak naik ke permukaan, menciptakan gradien suhu timur - barat sepanjang ekuator, membentuk suatu kondisi yang disebut sebagai "thermocline tilts"; air laut dengan suhu lebih rendah di  Pasifik tropik timur berada lebih dekat ke permukaan laut  dari pada di Pasifik tropik barat (NASA/EOS 1999). 

Angin pasat (yaitu angin yang berhembus dari arah timur ke arah barat, dengan hembusan yang konsisten dan reguler sepanjang tahun) berkurang kekuatannya selama musim semi di daerah belahan bumi utara.  Lebih sedikit air yang di dorong ke arah barat dan, sebagai konsekwensi, perairan di Pasifik sentral dan Pasifik timur mulai mengalami kenaikan suhu (umumnya beberapa derajat celcius) dan thermocline tilts melemah.  Akan tetapi, kekuatan angin pasat umumnya akan pulih selama musim panas, dan thermocline tilts ikut menguat (NASA/EOS 1999).



Text Box: Gambar 2. 	Ilustrasi sirkulasi atmosfer, aliran arus laut, dan upwelling pada keadaan normal, El Niño, dan La Niña (Gambar dimodifikasi NASA/EOS 1999, dan dari http: //www.pmel.noaa.gov/toga-tao/pmel-graphics/gif/ElNino.gif). Dengan memperhatikan arah, kedudukan, dan perbandingan besar anak panah, proses fisik yang terjadi lebih mudah dipahami. Warna mencerminkan suhu; merah>kuning>biru muda>biru tua.

Terkadang, dan dengan mekanisme fisik yang belum dipahami secara penuh, kekuatan angin pasat tidak pulih, dan kadang yang terjadi adalah aliran balik dari barat ke timur.  Ketika hal ini terjadi, lautan akan merespon dalam berbagai mekanisme.  Air permukaan yang hangat pada kolam raksasa di bagian timur wilayah Indonesia memulai bergerak ke arah barat.  Lebih daripada itu, penghangatan alamiah yang terjadi pada musim semi di Pasifik sentral akan terus berlanjut dan menyebar ke arah timur sepanjang musim panas dan musim gugur.  Di bawah permukaan, thermocline tilts sepanjang akuator mulai mendatar sejalan dengan adanya massa air hangat pada permukaan secara efektif beraksi sebagai lapisan yang mencegah upwelling massa air dari lapisan yang lebih dalam yang memiliki suhu lebih dingin. Sebagai hasil proses ini, wilayah Pasifik sentral yang luas mengalami kenaikan suhu (selama periode sekitar enam bulan) membentuk kondisi El Niño.  Rata-rata kenaikan yang terjadi berkisar antara 3 - 5oF, dan di beberapa lokasi kenaikan suhu dapat mencapai sekitar 10oF (NASA/EOS 1999).

Di wilayah timur, adanya kenaikan suhu menyebabkan pemuaian air, menyebabkan penaikan permukaan.  Sedangkan di wilayah barat, permukaan laut mengalami penurunan, disebabkan antara lain oleh adanya aliran air hangat permukaan ke arah timur.  Pada kondisi ini, muka laut perairan Indonesia lebih tinggi sekitar 0,5 m dibandingkan dengan muka laut perairan Ekuador (NASA/EOS 1999)..

Pada kondisi normal, ketika terjadi thermocline tilts yang nyata, massa air dingin yang ada di lapisan dalam menaik (upwell) ke permukaan, membawa nutrisi dari lapisan air laut dalam ke permukaan, mendukung kehidupan fitoplankton, dan selanjutnya dalam rantai makanan, akan mendukung kehidupan fauna laut lainnya.  Kondisi El Niño yang menghambat upwelling, mengganggu rantai makanan dari tingkat fitoplankton dan seteruskan ke rantai makanan yang lebih tinggi.  Akibatnya, produksi ikan, sebagai misal, akan mengalami gangguan yang hebat di lepas pantai Peru dan Ekuador (NASA/EOS 1999).

Terkadang juga, tapi tidak selalu, kondisi El Niño juga meyebabkan terjadinya suhu muka laut yang lebih dingin dari pada saat kondisi normal.  Kondisi dingin El Niño yang seperti ini disebut dengan La Niña (The girld Child).   Selama La Niña, angin pasat umumnya kuat dan hasilnya adalah proses upwelling yang lebih intensif di wilayah pantai Amerika selatan, memberikan kontribusi pada keadaan yang lebih dingin di wilayah Pasifik tropik timur dan keadaan yang lebih hangat di wilayah Pasifik tropik barat.  Akibat yang ditimbulkan oleh La Niña pada cuaca global adalah kebalikan dari akibat yang ditimbulkan oleh El Niño (NASA/EOS 1999). 

Perubahan pola sirkulasi global atmosfer yang menyertai kejadian La Niña secara tipikal adalah kebalikan perubahan pola sirkulasi global atmosfer yang menyertai kejadian El Niño; keduanya bertanggung jawab terhadap terjadinya cuaca ekstrim di beberapa wilayah bumi (NASA/EOS 1999).

Pola cuaca yang ditimbulkan oleh kondisi suhu permukaan laut yang lebih dingin menghambat terbentuknya awan penghasil hujan di wilayah Pasifik tropik ekuator timor sedangkan pada saat yang bersamaan mengintensifkan terbentuknya awan penghasil hujan di wilayah Pasifik tropik ekuator barat (Indonesia, Malaysia, Australia utara) (NASA/EOS 1999).

Indikator

Untuk mengetahui terjadinya gejala El Niño dan La Niña secara umum digunakan beberapa indikator fisik; yaitu perubahan suhu muka laut (sea surface temperature/ SST) di kawasan Pasifik, indeks osilasi selatan (Southern Oscilation Index/SOI), dan indeks ENSO multivariat (Multivariate ENSO Index/MEI).

SST yang digunakan adalah nilai simpangan dari suhu normal muka laut, di wilayah 5oLU - 5oLS dan 160oBT-150oBB.  SOI merupakan perbedaan antara anomali tekanan udara di daerah Pasifik timur yang diukur di Tahiti (dp(Tahiti)) dengan anomali tekanan udara di Pasifik barat yang diukur di Darwin (dp(Darwin)) dibagi dengan standar deviasi dari perbedaan kedua anomali tersebut (SD), mengikuti persamaan SOI = (10 * (dp(Tahiti) - dp(Darwin))/SD).  Nilai SOI positif mengindikasikan La Niña, sedang nilai SOI negatif mengindikasikan El Niño. Sedangkan MEI ditentukan oleh enam parameter yaitu tekanan udara di atas permukaan laut, komponen zonal angin pasat, komponen meridional angin pasat, suhu permukaan laut , suhu udara di atas pemukaan laut, dan total keawanan.

 

Dampak

Dampak fenomena El Niño dan La Niña tidak terbatas hanya pada daerah pantai Ekuador tetapi secara berkaitan akan mempengaruhi kondisi cuaca global, dimana gangguan terhadap pola cuaca lokal dapat memiliki konsekwensi yang tragis dan secara ekonomi sangat merugikan (NASA/EOS 1999).  Dampak langsung maupun tidak langsung dari El Nino dan La Niña adalah diantaranya bertambahnya curah hujan (banjir), berkurangnya curah hujan (kekeringan), terganggunya aktifitas transportasi (darat, laut, udara), terganggu/gagalnya kegiatan pertanian/industri/ lingkungan biotik dan abiotik, kerusakan infrastruktur, gangguan terhadap kesehatan, dll.  Intensitas dampak tergantung pada intensitas El Nino dan La Niña.

 

MISI DAN MANFAAT STUDI FENOMENA EL NIÑO DAN LA NIÑA

Misi

Fenomena El Niño dan La Niña sudah manjadi issu global sehingga hampir setiap negara, termasuk Indonesia, tertarik untuk ikut melakukan studi terhadap fenomena tersebut.  Karena spektrum dampak yang ditimbulkan luas, maka selain ahli meteorologi/oceanografi, banyak ahli dari bidang lain yang yang terlibat dalam studi fenomena El Niño dan La Niña.  Studi fenomena El Niño dan La Niña telah menjadi bahasan antar disiplin ilmu.

Beberapa misi yang secara spesifik merupakan studi yang berhubungan dengan fenomena El Niño dan La Niña telah dilaksanakan oleh Amerika, dan negara lain seperti Jepang, dan Perancis.  Untuk misi tersebut, Amerika melalui NASA dan NOAA meluncurkan satelit NIMBUS, TIROS-N, NOAA-6, NOAA-7, dan beberapa satelit penerusnya.  Melalui satelit tersebut diakukan pengukuran dan pemetaan SST.  Perancis bekerjasama dengan Amerika meluncurkan satelit TOPEX/Poseidon untuk memetakan arus laut permukaan yang berhubungan dengan fenomena El Niño dan La Niña.  NASA juga telah meluncurkan satelit OrbView-2 yang membawa SeaWiFS untuk mendeteksi warna laut, sebagai indikator kehidupan mikroskopis/fitoplankton di lautan.  NOAA juga telah memasang sekitar 70 moored buoy di Pasifik tropik, melalui Tropical Atmosphere Ocean (TAO) Project.  Melalui instrument terapung tersebut yang disebut TAO array (selanjutnya mulai tahun 2000 dinamai TAO/TRITON) dihasilkan pengukuran suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara, suhu permukaan laut, dan suhu sub permukaan sampai kedalaman 500 m.  Data yang dihasilkan tersedia bagi para peneliti.  Jepang - Amerika melalui Tropical Rainfal Measuring Mission (TRMM) melakukan pengukuran presipitasi, awan, dan berbagai proses radiasi atmosfer (NASA/EOS 1999). 

Tropical Ocean Observing System telah dikembangkan dibawah naungan Tropical Ocean Global Atmosphere (TOGA) program. Sekarang sistem ini sedang berkembang menjadi suatu operational El Niño/Southern Oscillation (ENSO) observing system (NOAA/PMEL/TAO  2001).

Manfaat: prediksi dan antisipasi

Berbagai kegiatan tersebut merupakan upaya untuk memahami proses fenomena El Niño dan La Niña berdasarkan data-data yang akurat.  Beberapa model prediksi telah dihasilkan untuk meramalkan kejadian fenomena El Niño dan La Niña.  Prediksi numerik (numerical prediction) telah dilakukan untuk menghasilkan output berupa  empat kemungkinan keadaan pada musim mendatang yaitu (1) dekat kondisi normal, (2) El Niño yang lemah dengan kondisi sedikit lebih basah dari pada biasanya, (3) El Niño kuat dengan banjir, (4) keadaan yang lebih dingin dari normal, dengan kemungkinan terjadinya kekeringan yang lebih tinggi.  Manfaat prediksi tersebut sangat nyata bagi berbagai aktifitas; sehingga strategic planning dapat diterapkan. 

Dengan berbagai kemajuan yang ada, maka sekarang banyak negara dan ilmuwan telah bekerjasama untuk mendesain sutu sistem global bagi (1) pengamatan lautan pasifik, (2) prediksi El Niño dan berbagai ritme iklim yang tidak teratur, dan (3) membuat prediksi iklim secara teratur yang tersedia bagi pihak-pihak yang membutuhkan bagi keperluan perencanan.  Kemampuan untuk melakukan antisipasi bagaimana iklim akan berubah dalam satu tahun ke depan  akan memberikan jalan bagi pengelolaan yang lebih baik pada berbagai sektor seperti pertanian, penyediaan air, perikanan, dan sumberdaya yang lain. Dengan mengintegrasikan prediksi iklim ke dalam manajemen keputusan, umat manusia akan menjadi lebih teradaptasi terhadap ritme iklim yang tidak teratur (NOAA/PMEL/TAO 2001).

 

APAKAH PENYEBAB FENOMENA EL NIÑO DAN LA NIÑA ?

Terhadap satu pertanyaan ini, akan dicoba satu alternatif jawaban yang mempunyai dasar fisik dan bukti empirik tentang penyebab terjadinya fenomena fenomena El Niño dan La Niña.  Pada bagian ini akan saya ringkaskan tulisan dari Dr Theodor Landscheidt (Schroeter Institute for Research in Cycles of Solar Activity, Nova Scotia, Canada) yang berjudul "Solar Activity Controls El Niño and La Niña".  Artikel yang diterbitkan pada bulan Januari 1998 tersebut dapat diakses melalui http://www.john-daly.com/elnino.htm.  Berikut adalah ringkasan artikel tersebut.

+ + +

Pada penjelasan proses fenomena El Niño dan La Niña diketahui adanya koneksitas global yang mempunyai implikasi bahwa anomali lautan dan atmosfer Pasifik tropik mungkin (might) merupakan kunci bagi prediksi cuaca musiman yang akurat pada wilayah ini.  Peixoto and Oort (1992) menyatakan bahwa "karena adanya korelasi dengan rataan suhu belahan bumi selatan juga sangat tinggi, adalah jelas bahwa sebagian besar dari variabilitas atmosfer global haruslah (must be) mempunyai hubungan ENSO.".

Pengamatan harian perubahan SST, angin permukaan, struktur termal lautan bagian bagian, arus laut memungkinkan para peneliti melakukan pemodelan dan prediksi kejadian ENSO. Tetapi kelihatannya akan sulit untuk melakukan prediksi melebihi limit 1 tahun, meskipun ada beberapa yang mampu melakukannya tapi dengan kemungkinan kesalahan duga yang cukup nyata.  Pada saat ini, tidak ada satu model yang tersedia yang secara pintar dapat memprediksi kejadian ENSO duabelas bulan sebelum kejadian ENSO tersebut.

Mereka terperangkap pada pendapat bahwa gangguan cuaca, yaitu latar belakang status cuaca yang berubah-ubah, dan deterministics chaos, merepresentasikan variabilitas internal suatu sistem iklim merupakan batas fundamental yang membatasi kemampuan tenggang waktu sebelum kejadian ENSO diprediksikan. Pandangan bahwa kejadian ENSO secara eksklusif merupakan fenomena internal dari sistem iklim mencerminkan penerimaan pengajaran dalam klimatologi sebagai yang dinyatakan oleh Peixoto and Oort (1992): "Pada skala waktu antartahun tidak ada forcing eksternal yang besar terhadap sistem atmosfer-lautan sehingga variabilitas yang muncul haruslah dari interaksi internal dengan berbagai umpan balik yang positif maupun negatif.  Contoh paling spektakuler dari variasi internal adalah fenomena ENSO yang dapat dipandang sebagai osilasi bebas dari sistem lautan-atmosfer."

Akan ditunjukkan bahwa pandangan ini adalah suatu prekonsepsi.  Secara aktual, fenomena El Niño and La Niña adalah merupakan subjek yang dipengaruhi oleh forcing eksternal yaitu oleh variasi aktivitas matahari, yang dapat mendeskripsikan dengan ketepatan yang memadai hampir semua kejadian ketidakteraturan ENSO sehingga membuat peramalan jangka panjang (lebih dari 1 tahun) dapat dilakukan.  Forcing eksternal dari radiasi matahari dapat periodik maupun quasiperiodik.

Siklus sunspot 11-tahunan memenuhi syarat sebagai forcing eksternal.  Fenomena iklim mempunyai korelasi dengan keadaan maksimum, minimum, dan angin matahari yang diakibatkan oleh letusan-letusan di matahari dan fluks plasma.

Siklus sunspot 11-tahunan terbentuk tidak simetris.  Bagian menaik dari minimum ke maksimum lebih pendek dari bagian menurun dari maksimum ke minimum.  Maksimum sunspot membagi siklus sunspot menurut Golden section. Golden section membagi suatu rangka struktur seperti segmen garis, permukaan, siklus, atau bentuk lain sehingga rasio antara bagian yang kecil (minor) dan bagian yang besar (major) sama dengan rasio antara bagian yang besar dengan seluruhnya.  Bila seluruhnya adalah 1, maka didapatkan 0.3819 ... : 0.618 ... = 0.618 ... : 1. Untuk mendapatkan panjang major dari suatu siklus adalah dengan mengalikan panjang siklus dengan 0.618. Perkalian dengan 0.382 memberikan nilai minor.  Perhitungan ini secara "mengejutkan" sesuai dengan data panjang periode sunspot menaik dari minimum ke maksimum yaitu 4,3 tahun, sedangkan panjang siklus sunspot adalah 11.05 tahun  (yaitu 11.05 tahun * 0.382 = 4.22 tahun, suatu nilai yang dekat dengan 4.3 tahun).

Berdasarkan analisa hubungan distribusi fase menaik dan menurun dari siklus sunspot 11-tahunan dengan kejadian El Niño dengan data dari tahun 1610  menunjukkan adanya korelasi yang nyata.  Hasil menunjukkan bahwa kejadian El Niño terkonsentrasi pada nilai minor 0.382 dari Golden section. 19 El Niños dari total   60 terjadi pada interval 0.32 and 0.5 dan hanya sisanya pada interval 0.82. Akumulasi pada major 0.618 menjadi komplemen dari fase Golden section.  Komplemen seperti ini juga terlihat pada adanya konsentasi kejadian sekitar 0.146 dan 0.854.  Terlihat bahwa interval yang lebih besar dalam siklus antara fase awal dan fase minor serta antara fase major dengan fase berikutnya dijembatani oleh  Golden sections generasi kedua. Fase-fase 0.146, 0.382, 0.618, dan 0.854 secara simetris terdistribusi disekitar nilai 0.5 di tengah siklus. Akumulasi pada fase 0 menunjukkan sunspot maksimum dan minimum.

Analisa terhadap data tahun 1951 - 1998  secara jelas menunjukkan adanya hubungan yang erat antara SOI dengan fase Golden section menaik dan menurun dari siklus sunspot 11-tahunan. Setelah tahun 1968, nilai minor (0.382 menaik atau menurun) bersesuaian dengan nilai ekstrim negatif SOI, bersaman dengan kejadian El Niño yang kuat.  sebelum 1968, milai minor bertepatan dengan nilai ekstrim positif SOI, yaitu La Niña.  Ini menunjukkan adanya pembalikan fase (phase reversal) dari siklus sunspot pada tahun 1968.

Berdasarkan korelasi antara nilai Golden section dengan kejadian fenomena El Niño dan La Niña tersebut, maka telah dilakukan sutu prediksi dengan ketepatan yang tinggi.  Untuk kejadian tahun ini dan yang akan datang, prediksi yang dikeluarkan adalah "…The next negative extremum in the SOI going along with an El Niño should occur around 2002.9 (± 6 months). …La Niña conditions should prevail till 2000.1 and beyond."

+ + +

Terhadap prediksi tersebut Daly (2001) menyatakan bahwa telah terbukti adanya fenomena La Niña sejak 1999 yang berlanjut sampai 2000 dan melampauinya (till 2000.1 and beyond) bahkan sampai 2001.  Kita sekarang menanti saat kritis untuk membuktikan kebenaran prediksi El Niño yang menyatakan bahwa El Niño akan muncul pada tahun 2002.9 (± 6 bulan). 

- - -

Bila prediksi tersebut terbukti tepat (kita nantikan bersama-sama), maka dapat disimpulkan dengan argumentasi ilmiah yang kuat bahwa kunci penyebab terjadinya kejadian fenomena El Niño dan La Niña adalah aktivitas matahari; aktivitas radiasi matahari mempunyai peran yang sangat menentukan terhadap fenomena El Niño dan La Niña. 

 

ePiLoG -- TAHAP AWAL STUDI VARIABILITAS IKLIM DI INDONESIA?

Daly (2001), seorang peneliti ENSO, menyatakan bahwa "penelitian ENSO merupakan materi yang vital bagi kepentingan nasional Australia dan layak untuk menjadi bagian utama dalam penelitian iklim.  Sedikit, kalau ada, negara lain yang memiliki vested interest dalam ENSO sebagaimana yang dimiliki Australia dan negara lain sepertinya tidak akan memberikan komitmen dalam mengalokasikan sumberdaya yang mencukui bagi keberhasilan prediksi.  Ada alasan yang sangat kuat bagi Australia untuk tidak memboroskan sumberdaya penelitian yang terbatas bagi penelitian Grenhouse (suatu issu yang merupakan subjek yang telah jenuh dengan penelitian yang dilakukan oleh negara maju yang lain, yang sepertinya membuktikan bahwa grennhouse bukanlah merupakan masalah), tapi untuk menfokuskan pada penelitian pada fenomena iklim yang secara langsung mempunyai dampak bagi kepentingan nasional kita".  Kalau kata "Australia" pada pendapat Daly kita "replace" dengan "Indonesia", akan kita jumpai beberapa kebenaran juga; artinya studi terhadap fenomena El Niño dan La Niña adalah hal penting yang perlu dilakukan Indonesia.

Sebagai negara kepulauan yang terletak di ekuator, Indonesia secara langsung memiliki kepentingan yang secara vital terkait fenomena El Niño dan La Niña. Iklim di Indonesia memiliki tiga pola yaitu pola muson (monsoon), pola ekuatorial, dan pola lokal (Koesmayono 2000), sehingga adalah sesuatu yang sangat unik dan menarik secara ilmiah untuk memahami karakteristik dan perilaku pola iklim Indonesia dalam kaitannya dengan proses fenomena El Niño dan La Niña.  Dengan memanfaatkan berbagai kemajuan yang telah dicapai dalam riset proses El Niño dan La Niña, maka penelitian variabilitas iklim di Indonesia akan melangkah ke tahap yang lebih maju.  Banyak sekali topik yang menarik untuk dikaji. Khusus dalam bidang pertanian, sebagai misal, adalah bagaimana kita dapat merespon secara strategis dan efisien terhadap variabilitas iklim yang terkait fenomena El Niño dan La Niña.  Adalah juga menarik untuk mengkaji mengapa tidak semua proses fenomena El Niño menyebabkan kekeringan di Indonesia ? Bagaimana faktor lokal berinteraksi dengan proses fenomena El Niño dan La Niña ?

Masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab, sehingga "the end of science" dalam studi variabilitas iklim di Indonesia masihlah jauh di depan sana.  Barangkali menarik untuk berargumentasi bahwa yang terjadi dalam penelitian variabilitas iklim di Indonesia adalah justru berada pada tahap-tahap awal; "it is just the beginning …"

 

REFERENSI

 

Daly, J.L.  2001. The El-Niño Southern Oscillation (ENSO) (Updated to 28th May 2001). http://www.john-daly.com/elnino.htm.  Situs dikunjungi terakhir pada 31 Mei 2001.

Garbell, M.A. 1947.  Tropical and Equatorial Meteorology.  Pitman Publishing Corporation. New York. 237p.

Horgan, J.  1995.  The End of Science: facing the limits of knowledge in the twilight of the scientific age.  Helix Books.  Addison-Wesley Publishing Company, Inc.  Reading. 308p.

Koesmaryono, Y.K.  Pengaruh El Niño di Kawasan Indonesia Timur.  Makalah Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Menuju Pemulihan Ekonomi Gugus Nusa Tenggara.  Bali. 15-17 Februari. 

NASA/EOS.  1999.  El Niño vs. La Niña.  Poster seri: NW-1999-04-004-GSFC.

NOAA/PMEL/TAO. 2001.  What is an El Niño ? What is La Niña ? El Niño Theme Page. http:/www.pmel.noaa.gov/toga-toa/ (Situs dikunjungi terakhir pada 31 Mei 2001).

Perlman, J.S.  1995.  Science Without Limits: toward a theory of interaction between nature and knowledge.  Promentheus Books.  New York.  358p.

Wallace, J.M. and Hobbs, P.V.  1977. Atmospheric Science: an introductory survey.  Academic Press. New York.  467p

 

REFERENSI TAMBAHAN

Informasi mengenai fenomena El Niño dan La Niña banyak tersedia di internet.  Dengan menggunakan search engine seperti google (http://www.google.com),  altavista(http://www.google.com) dapat dicari berbagai informasi pesifik mengenai topik yang berhubungan dengan fenomena El Niño dan La Niña. 

Beberapa situs yang saya sarankan adalah :

El Niño Theme Page, http://www.pmel.noaa.gov/toga-toa/el-nino/nino-home.html

http://www.john-daly.com/elnino.htm

http://www.cdc.noaa.gov/enso/enso.mei index.html

http://www.dnr.gov.au/longpdk/help/soihp.htm. 

http://www.umassd.edu/people/kamaral/thesis/Elnino.html

http://kids.mtpe.hq.nasa.gov/intro.htm

Situs-situs tersebut juga melakukan link dengan situs lain sehingga penelusuran informasi dapat lebih komprehensif.  Gambar, grafik, ilustrasi, dan data-data penting untuk analisa El Niño dan La Niña seperti data SOI, SST, MEI dapat diakses dan didownload secara bebas untuk berbagai kepentingan seperti penulisan artikel, bahan pengajaran, maupun penelitian.

Catatan: untuk keperluan penulisan artikel, sebagian situs dikunjungi antara  27 April - 31 Mei 2001.

 

 

 

 

 



[1]     Perlman (1995) dalam Science Without Limits: toward a theory of interaction between nature and knowledge mendeskripsikan sembilan tahapan perkembangan proses ilmiah dalam rentang perspektif sejarah.  Pertama, teknik bertahan hidup dan belajar dari pengalaman.  Manusia dengan berbagai alat dan cara mengembangkan kemampuan tubuh, pikiran, dan imajinasi untuk memahami dan mengatasi kekerasan alam.  Kedua, sebab alami.  Keteraturan alam adalah suatu yang alami, bukan lagi bernuansa supernatural.  Ketiga, model-model atau citra secara konseptual.  Dalam mencari keteraturan, nenek moyang kita telah mengembangkan model-model konseptual; baik sebagai konstalasi, kalender, zodiak, atau sistem geosentris.  Model yang dibuat berdasarkan interaksi antara perasaan, pikiran (akal), dan imajinasi menerangkan pengamatan terhadap alam dan menyediakan kerangka bagi pengukuran.  Keempat, keberhasilan memprediksi suatu kejadian alam yang  penting berdasarkan asosiasi dengan keteraturan alami.  Kemampuan bangsa Arab dalam mengasosiasikan kejadian banjir sungai Nil dengan heliacal rising of a star, merupakan contoh tahap perkembangan ilmiah tahap keempat. Pemahaman yang demikian merupakan cikal bakal bagi pengujian hipotesa, dan memungkinkan pengembangan suatu kalender tahunan.  Kelima, pasang surutnya model konseptual ilmiah.  Pada periode ini, perubahan berbagai pandangan ilmiah telah berjalan secara dinamik.  Misalkan, era geosentris berubah menjadi era heliosentris.   Keenam, persamaan-persamaan matematik sebagai hipotesis ad hoc bagi peramalan.  Pada periode ini, perkembangan ilmiah mulai menapak ke era modern.   Sebagai contoh, dengan persamaan gravitasi universal Newton, planet-planet yang awalnya tak terlihat - Uranus, Neptunus, dan Pluto - dinubuatkan keberadaannya secara tepat.  Ketujuh, sains dan masyarakat.  Dalam perkembangan sekarang yang makin kompleks, telaah tentang manusia - sebagai fokus kehidupan, sains, masyarakat, dan tata nilai - adalah suatu yang berharga untuk dilakukan.  Kedelapan, pergerakan ke arah sains manusia.  Sains manusia mencakup pertimbangan personalitas, aktivitas internal, interaksi dan perubahan, serta aktivitas berinteraksi eksternal.  Kesembilan, teori interaksi ilmu pengetahuan.  Pengetahuan dibangun dalam pikiran manusia dan imaginasi - pengetahuan dengan data, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teknik-teknik.

 

[2]     Horgan (1995) dalam  The End of Science: facing the limits of knowledge in the twilight of the scientific age menyatakan "If one believe in science, one must accept the possibility - even the probability - that the great era of scientific discovery is over. By science I mean not applied science, but the science at its purest and grandest, the primordial quest to understand the universe and our place in it.  Further research may yield no more great revelations or revolutions, but only incremental, deminishing returns".

[3]     Cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu tempat atau wilayah dalam waktu yang spesifik (sesaat, pendek) yang dinyatakan dalam nilai atau deskripsi unsur cuaca yaitu antara lain, lama penyinaran radiasi surya, suhu udara, angin, hujan (Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English).

[4]     Iklim adalah kondisi cuaca pada suatu tempat atau wilayah dalam waktu yang lebih lama dari kurun waktu untuk cuaca dan dinyatakan dalam nilai atau deskripsi unsur-unsur iklim yaitu antara lain, lama penyinaran radiasi surya, suhu udara, angin, hujan (Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English).  Atau dapat dikatakan bahwa iklim adatah statistik (misal: rata-rata) keadaan cuaca dalam suatu periode yang lama.  Ilmu yang mempelajari iklim disebut klimatologi.

 

[5]     Wallace and Hobbs (1977) dalam Atmospheric Science: an introductory survey menjelaskan bahwa meteorologi (dari bahasa Yunani meteoros yang berarti lofty (sesuatu yang tinggi - atmosfer) dan logos yang berarti discourse (diskursus)), adalah ilmu yang mempelajari fenomena atmosfer dan perilakunya yang terkait dengan waktu.  Secara tradisional, meterologi dibedakan menjadi meteorologi fisik, meteorologi sinoptik, dan meteorologi dinamik.  Meteorologi fisik mempelajari struktur dan komposisi atmosfer, transfer radiasi elektromagnetik dan akustik melewati atmosfer, proses fisik dalam pembentukan awan dan hujan, dan beragam kajian lain yang berhubungan erat dengan  disiplin ilmu fisika dan kimia.  Meteorologi sinoptik menekankan pada deskripsi, analisis, dan peramalan gerakan atmosfer dalam skala besar.  Meteorologi sinoptik didasarkan pada pendekatan empiris untuk analisis cuaca dan peramalan yang dikembangkan sejak awal abad 20, sejak pertama kali dibangun jaringan stasiun cuaca yang mampu menyediakan secara simultan (sinoptik) data-data cuaca suatu wilayah yang luas.  Meteorologi dinamik juga mempelajari gerakan atmosfer menurut waktu, tapi dalam suatu pendekatan yang kontras dari meteorologi sinoptik; meteorologi dinamik didasarkan pada prinsip-prinsip dinamika fluida.