© 2001 LAURA SIAHAINENIA
Posted 31 May 2001 [rudyct]
Makalah Falsafah Sains (PPs 702)
Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
Juni 2001
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir Zahrial Coto
Oleh:
LAURA SIAHAINENIA
NRP. : P27600003
E-mail: laurach67@eudoramail.com
SISTEMATIKA PENULISAN :
III. PROSES
MASUKNYA BAHAN PENCEMAR KE DALAM EKOSISTEM LAUT
V.
PENANGGULANGAN PENCEMARAN LAUT
VI.
PENUTUP
I.1. Latar Belakang.
Segala ciptaan Tuhan memiliki arti penting karena bertujuan dan
bermanfaat. Demikian pula halnya dengan laut dan berbagai sumberdaya yang
terkandung di dalamnya diciptakan Tuhan untuk memberikan banyak manfaat bagi
manusia untuk memenuhi kebutuhannya demi pencapaian kesejahteraan hidup.
Laut yang memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi,
struktur kimia atmosfer, serta menciptakan iklim dan cuaca telah lama dikenal sebagai sumber bahan
pangan dan mineral, menjadi media
angkutan, pelayaran, keamanan serta merupakan kawasan wisata yang sangat indah.
Laut yang akhir-akhir ini juga menjadi sumber energi, penyedia air tawar serta
bahan baku obat-obatan akan terus-menerus memberikan manfaat-manfaat yang
sangat berarti sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta ketika
sumber daya di daratan menjadi semakin
langka (Prawiroatmodjo, 1997).
Akibat pertumbuhan penduduk yang sangat pesat yang diikuti oleh
peningkatan kebutuhan hidupnya maka kegiatan-kegiatan eksploitasi dan
eksplorasi sumberdaya alam baik pada daerah hulu, pesisir pantai maupun laut
tidak dapat dihindari lagi dan menjadi semakin meningkat. Peningkatan kegiatan
ekploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam ini akan menjadi salah satu penyebab
menurunnya kualitas lingkungan laut akibat masuknya bahan-bahan pencemar dari hasil kegiatan tersebut.
Secara normal, laut memiliki daya asimilasi untuk memroses dan mendaur
ulang bahan-bahan pencemar yang masuk ke dalamnya. Akan tetapi dengan semakin
tingginya konsentrasi akumulasi bahan pencemar ke dalam perairan laut akan
mengakibatkan daya asimilatif laut sebagai gudang sampah menjadi menurun dan
menimbulkan masalah lingkungan (Nybakken, 1992). Dampak pencemaran ini memberi
pengaruh dalam kehidupan manusia, organisme lain serta lingkungan sekitarnya.
Untuk itu secara dini sumber pencemar dan bahan pencemar perlu dikendalikan
agar kelak tidak merusak lingkungan laut, menurunkan keanekaragaman hayati dan mengganggu
keseimbangan ekosistem laut. Dengan demikian maka pengetahuan tentang
pencemaran laut dan aspek-aspek yang terkait didalamnya sangat penting untuk
dimiliki.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memperkenalkan jenis dan sumber
bahan pencemar, mengkaji proses masuknya bahan pencemar ke dalam ekosistem laut,
dampak dari pencemaran laut tersebut terhadap kehidupan di lingkungan laut itu
sendiri maupun pengguna lingkungan laut, serta bagaimana upaya
penanggulangannya secara sederhana, mudah dan murah.
Penulisan ini kiranya bermanfaat dalam memberikan informasi tentang
pencemaran laut, serta dampak dan upaya penanggulangnnya, terutama bagi pengguna lingkungan laut,
lembaga-lembaga yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan laut
serta pengambil kebijakan dan berbagai pihak yang membutuhkannya.
II. APA
ITU PENCEMARAN LAUT.
Menurut UNEP (1980) dalam Romimohtarto (1991), Pencemaran adalah proses masuknya zat-zat atau energi
ke dalam lingkungan oleh aktifitas manusia secara langsung yang mengakibatkan
terjadinya pengaruh yang merugikan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya akan
membahayakan manusia, merusak lingkungan hayati (sumberdaya hayati) dan
ekosistem serta mengurangi atau menghalangi kenyamanan dan penggunaan lain yang
semestinya dari suatu sistem lingkungan.
Sedangkan menurut (Kantor Menteri Kependudukan & Lingkungan Hidup,
KLH (1991), Pencemaran laut adalah
masuknya zat atau energi, secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan
manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat
menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati,
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan
penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut
serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi.
Laut merupakan tempat bermuaranya aliran-aliaran sungai yang
membawa berbagai jenis sampah dan bahan pencemar dari daratan. Laut juga
merupakan tempat pembuangan langsung sampah atau limbah dari berbagai
aktifitas manusia dengan cara yang murah
dan mudah. Dengan demikian maka di laut akan dijumpai berbagai jenis sampah dan
bahan pencemar. Berdasarkan review dari berbagai sumber, diketahui ada berbagai
jenis bahan pencemar di laut beserta sumbernya, seperti terlihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Jenis dan Sumber Bahan Pencemar di Laut
(sumber : Dikutip dari
berbagai literatur)
No |
Bahan Pencemar |
Contoh |
Sumber |
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. |
Pestisida Sulfaktan Logam-Semi logam Buangan Thermis Sampah Rumah tangga &
industri Limbah organik industri Sedimentasi Minyak Zat Kimia |
Herbisida, insektidsida,
fungisida Deterjen, air sisa cucian, Merkuri, Raksa, Arsen,
Scelenium, Cadmium, Tembaga, dll. Air panas Plastik, kotoran manusia,
sisa makanan, botol, kaleng, dll. Serbuk gergaji, kulit kayu Lumpur/pasir Tumpahan/buangan minyak Sianida |
Lahan pertanian, semprotan
nyamuk Rumah tangga, pasar,
res-toran, dll. Pabrik tekstil, cat,
baterei, Air pendingin mesin dari
PLTD/PLTU/Kapal/Pabrik. Rumah tangga, Industri, Industri meubel, playwood,
dll Erosi, Penambangan Pengeboran, kapal, dll. Penangkapan ikan karang |
Dahuri dan Damar (1994), menyatakan bahwa bila ditinjau dari daya
urainya maka bahan pencemar pada perairan laut dapat dibagi atas dua jenis
yakni:
1.
Senyawa-senyawa konservatif, yang merupakan
senyawa-senyawa yang dapat bertahan lama di dalam suatu badan perairan sebelum
akhirnya mengendap ataupun terabsorbsi oleh adanya berbagai reaksi fisik dan
kimia perairan.
Contoh : logam-logam berat,
pestisisda, deterjen, dll.
2. Senyawa-senyawa non konservatif, yang merupakan senyawa yang
mudah terurai dan berubah bentuk di dalam suatu badan perairan.
Contoh : senyawa-senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan
protein yang mudah terlarut menjadi zat-zat anorganik oleh mikroba.
Sedangkan menurut Sastrawijaya dan Tresna (1991), bila ditinjau dari sumbernya maka bahan
pencemar perairan laut dapat digolongkan
atas :
1. Bahan Pencemar yang bersifat kimiawi, yang
terdiri dari :
·
Bahan pencemar yang bersifat anorganik
Contoh : asam, alkali dan logam-logam berat.
·
Bahan pencemar yang bersifat organik
Contoh
: pestisida, pupuk, minyak, limbah dari pabrik makanan dan minuman.
2. Bahan pencemar yang bersifat biologis.
Bahan
pencemar yang bersifat biologis disebabkan oleh microorganisme tanah, sampah
domestik, sampah yang berasal dari industri pengolahan makanan kaleng serta
sampah dan limbah peternakan.
3. Bahan pencemar yang bersifat fisik.
Sumber
bahan pencemar yang bersifat fisik meliputi : erosi dan sedimentasinya, limbah
cair panas dari industri listrik (PLTU/PLTD), kapal laut, pabrik tekstil atau
cat yang mengubah warna perairan serta limbah organik yang telah membusuk yang
menimbulkan bau.
Lebih lanjut Dahuri dan Damar (1994) mengatakan bahwa sumber bahan
pencemar perairan laut dapat dibagi atas dua jenis yaitu :
1. Point sources,
yaitu sumber pencemaran yang dapat diketahui dengan pasti keberadaannya.
Contoh : pencemar yang bersumber dari hasil buangan pabrik atau industri
2. Non point sources, yaitu sumber pencemar yang tidak dapat diketahui secara pasti
keberadaannya
Contoh
: buangan rumah tangga, limbah pertanian, sedimentasi serta bahan pencemar lain
yang sulit dilacak sumbernya.
III.
PROSES MASUKNYA BAHAN PENCEMAR KE DALAM EKOSISTEM LAUT.
Proses masuknya bahan pencemar ke dalam perairan laut dan kemudian
dialirkan melalui tingkat-tingkat tropik yang terdapat pada lingkungan tersebut
dipicu oleh tiga faktor yaitu :
1.
Disebarkan melalui adukan/turbulensi,
dan arus laut.
2.
Dipekatkan melalui proses biologi dengan
cara diserap oleh ikan, plankton nabati
atau ganggang, dan melalui proses fisik dan kimiawi dengan cara absorbsi,
pengendapan dan pertukaran ion. Bahan pencemar
ini akhirnya akan mengendap di dasar laut,
3. Terbawa langsung oleh arus dan biota laut (ikan).
Sebagian bahan pencemar yang masuk ke dalam ekosistem laut dapat
diencerkan dan disebarkan ke seluruh wilayah laut melalui adukan turbulensi dan
arus laut. Untuk wilayah-wilayah laut yang luas dan terbuka dengan pola arus
dan turbulensi yang aktif, bahan-bahan pencemar akan terurai dan terbuang ke
perairan laut yang lebih luas sehingga dapat meminimalkan konsentrasi
akumulasinya dalam suatu badan perairan. Akan tetapi pada wilayah-wilayah laut
yang sempit dan tertutup, bahan pencemar akan mudah sekali terakumulasi di
dalam suatu badan perairan.
Sebagian lagi dari bahan pencemar tersebut akan terbawa oleh arus laut
atau biota yang sementara melakukan migrasi/ruaya ke wilayah laut lainnya. Dan
akan lebih menguntungkan apabila terbawa ke perairan laut terbuka.
Sedangkan sebagian lagi yang tidak dicencerkan dan disebarkan serta
terbawa ke wilayah-wilayah laut yang luas dan terbuka, akan dipekatkan melalui
proses biologi, fisik dan kimiawi, dimana dalam proses biologi, bahan pencemar
biasanya diserap oleh organisme laut seperti ikan, fitoplankton maupun tumbuhan
laut kemudian diserap lagi oleh plankton nabati kemudian akan berpindah ke tingkat-tingkat
tropik selanjutnya seperti avertebrata dan zooplankton dan kemudian ke ikan dan mamalia. Sedangkan dalam proses fisik dan kimiawi,
bahan pencemar akan diabsorbsi, diendapkan
dan melakukan proses pertukaran ion.
Untuk lebih jelasnya, proses masuknya bahan pencemar laut ke dalam
ekosistem laut yang kemudian
mempengaruhi manusia dapat dilihat pada diagram berikut ini (Gambar 1).
IV.
DAMPAK PENCEMARAN LAUT.
Laut yang mengandung berbagai jenis sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan meningkatkan
kesejahteraannya, banyak mengalami tekanan baik dari aktivitas manusia yang
secara langsung dilakukan di laut, maupun karena aktivitas manusia di daratan.
Pencemaran laut yang merupakan salah satu bentuk tekanan terhadap lingkungan
laut maupun sumberdaya di dalamnya dapat menyebabkan kerugian bagi sistem alami
(ekosistem) yang telah tertata sebelumnya maupun bagi manusia yang merupakan
bagian dari sistem alami tersebut. Dengan kata lain, Pencemaran laut tidak
hanya merusak habitat organisme laut serta proses biologi dan fisiologinya
saja, tetapi secara tidak langsung dapat membahayakan kesehatan dan kehidupan
manusia karena terakumulasi oleh bahan-bahan pencemar melalui konsumsi bahan
pangan laut yang telah terakumulasi sebelumnya.
Secara umum, dampak pencemaran laut dapat berpengaruh terhadap :
1. Organisme Laut,
Adanya
pencemaan akan berdampak terhadap penurunan kualitas perairan, sehingga akan
mengganggu berlangsungnya proses biologi maupun fisiologi organisme laut. Dan
dengan demikian akan menyebabkan kematian yang pada akhirnya menurunkan
populasi dan keanekaragaman hayati.
2. Terhadap ekosistem laut
Masuknya sisa-sisa pupuk dan bahan pencemar organik ke laut akan menyebabkan terjadinya
“eutrofikasi’’ sehingga terjadi peledakan populasi organisme tertentu. Hal ini
akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan dalam ekosistem laut.
3. Manusia,
pencemaran
oleh logam-logam berat seperti Hg (Merkuri) dan Cd (Kadmium), dapat menyebabkan penyakit minimata seperti
kasus di Jepang yang menyebabkan kematian dan cacat tubuh.
4. Kegiatan pariwisata dan industri,
Perusakan
kawasan wisata bahari dan ketersedian air untuk industri dan pertanian.
Berikut ini dibahas tentang dampak dari beberapa jenis bahan pencemar
yang sering menyebabkan terjadinya pencemaran di laut.
a. Dampak Dari Limbah Industri
Dengan terdapatnya berbagai jenis kegiatan industri beserta produknya,
maka limbah yang terbentukpun akan bervariasi sesuai dengan jenis industri dan
bahan baku yang digunakan. Logam Pb (Timbal) dan Hg (Merkuri) yang merupakan
jenis bahan pencemar di laut, selain
dapat menurunkan kualitas dan produktivitas perairan laut, juga dapat
menimbulkan keracunan, karena unsur Hg dan Pb merupakan unsur logam berbahaya
yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia apabila terakumulasi pada
organisme perairan yang dimakan manusia.
Limbah industri lainnya yang umumnya terbuang ke badan sungai dan
dialirkan ke laut atau yang langsung terbuang ke laut akan terakumulasi. Dalam
jumlah tertentu yang melebihi kapasitas daya asimilatif perairan, bahan
pencemar ini akan menjadi sludge yang
menimbulkan bau busuk. Kandungan kimia sludge dapat menurunkan DO dan BOD serta
meningkatkan COD. Disamping itu sludge mengeluarkan pula bahan beracun
berbahaya seperti sulfida, fenol, Cr (Heksavalen), Pb(Timbal), dan Cd (Cadmium)
yang dapat terakumulasi dalam organisme perairan tertentu dan secara tidak
langsung merupakan acaman bagi kehidupan manusia (Suratmo, 1990). Untuk itu
limbah industri harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke laut melalui
badan sungai.
Limbah domestik berupa limbah rumah tangga dan kotoran manusia
yang terbuang ke perairan apabila melebihi kemampuan asimilasi perairan sungai
dan terbawa ke laut dapat mencemari perairan dan menimbulkan penyuburan
berlebihan (eutrofikasi). Gejala ini akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen
terlarut akibat meledaknya populasi organisme tertentu sehingga dapat
menimbulkan kematian beberapa organisme perairan. Nybakken (1992) mengemukakan
bahwa pada kondisi perairan yang mengalami “eutrofikasi”, organisme
makro-zoobenthos yang menjadi indikator lingkungan jarang sekali ditemukan.
Sedangkan kadar NH3 perairan meningkat dan pH-nya menjadi rendah
(asam). Keadaan ini menunjukan kondisi perairan yang tidak stabil dimana
terjadi penurunan kualitas perairan sehingga organisme laut akan mati atau
tidak dapat melangsungkan aktifitas hidupnya untuk proses pertumbuhan dan
perkembangbiakan.
Sedangkan limbah pertanian selain dapat menimbulkan eutropikasi yang
disebabkan akumulasi bahan-bahan organik sisa tumbuhan yang membusuk, akumulasi
residu dari pestisida terutama bahan kimia beracun chlorine dan organo-chlorine
juga dapat menimbulkan keracunan bagi organisme perairan yang pada akhirnya
akan membawa kematian. Keadaan ini tidak hanya mengancam kehidupan organisme
yang hidup di habitat yang terkena kontaminasi bahan beracun saja, tetapi dapat
mengancam kehidupan organisme lain yang secara ekologis mempunyai kaitan erat
dengan organisme tersebut melalui aliran rantai makanan.
Akibat tidak langsung dari kegiatan pertanian berupa perladangan
berpindah dan penebangan hutan secara serampangan juga dapat menimbulkan
pencemaran berupa sedimentasi dan pendangkalan sungai yang disebabkan oleh
erosi. Proses kekeruhan dan sedimentasi ini bisa mencapai perairan estuaria dan
perairan pantai. Secara ekologis proses kekeruhan karena sedimentasi dapat
menyebabkan terganggunya penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehingga
kegiatan fotosintesa plankton maupun organisme laut lainnya menjadi terhenti.
Hal ini menyebabkan kadar oksigen dalam perairan menjadi menurun diikuti oleh
kematian organisme laut. Kematian organisme laut yang pada akhirnya akan
menurunkan kualitas perairan karena proses pembusukan pada perairan yang telah
mengalami pendangkalan dan penumpukan bahan organik akan menimbulkan racun.
(Johnston, 1976).
c. Dampak Dari Buangan/Tumpahan Minyak.
Pengaruh spesifik dari peristiwa tumpahan minyak terhadap
lingkungan perairan laut dan pantai tergantung pada jumlah minyak yang tumpah,
lokasi kejadian dan waktu kejadian (Neff, 1996). Buangan dan tumpahan minyak
bumi akibat Kegiatan penambangan dan pengangkutannya dapat menimbulkan
pencemaran laut yang lebih luas karena terbawa arus dan gelombang laut.
Pengaruh buangan/tumpahan minyak terhadap ekosistem perairan laut adalah dapat
menurunkan kualitas air laut secara fisik, kimia dan biologis.
Secara fisik dengan adanya tumpahan/buangan minyak maka
permukaan air laut akan tertutup oleh minyak. Secara kimia, karena minyak bumi
tergolong senyawa aromatik hidrokarbon maka dapat bersifat racun. Sedangkan
secara biologi adanya buangan atau tumpahan minyak dapat mempengaruhi kehidupan
organisme laut.
Tumpahan minyak bumi pada perairan laut akan membentuk lapisan filem
pada permukaan laut, emulsi atau mengendap dan diabsorbsi oleh sedimen-sedimen
yang berada di dasar perairan laut. Minyak yang membentuk lapisan filem pada
permukaan laut akan menyebabkan terganggunya proses fotosintesa dan respirasi
organisme laut. Sementara minyak yang teremulsi dalam air akan mempengaruhi
epitelial insang ikan sehingga mengganggu proses respirasi. Sedangkan minyak
yang terabsorbsi oleh sedimen-sedimen di dasar perairan akan akan menutupi
lapisan atas sedimen tersebut sehingga akan mematikan organisme-organisme
penghuni dasar laut dan juga meracuni daerah-daerah pemijahan.
Akibat terganggunya proses fotosintesa maka populasi plankton akan
menurun. Penurunan populasi plankton akan diikuti oleh penurunan populasi
organisme pemakan plankton (misalnya : ikan) yang diikuti pula dengan penurunan
populasi burung pemakan ikan. Menurunya populasi burung akan mengakibatkan
guano (penghasil fosfat) akan berkurang sehingga akan terjadi penurunan hasil
perikanan. Selain itu, buangan/tumpahan minyak yang menyebar dengan cepat ke
wilayah laut yang lebih luas akan menyebabkan rusaknya ekosistem hutan mangrove
sehingga mengakibatkan terjadinya abrasi dan intrusi air laut, rusaknya
tempat-tempat pemijahan (Spawning ground) dari organisme laut,
Untuk menanggulangi pencemaran laut dewasa ini tidaklah begitu mudah,
hal ini disebabkan karena laut mempunyai jangkauan batas yang tidak nyata.
Meskipun demikian ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
pencemaran laut antara lain adalah dengan membuat alat pengolah limbah,
penimbunan (alokasi) bahan pencemar di tempat yang aman, daur ulang limbah dan
lain sebagainya.
Mengingat demikian luas dan pentingnya laut dengan kandungan
berbagai sumberdaya di dalamnya maka penanggulangan pencemaran laut perlu
dilakukan sedini mungkin. Salah satu cara penanggulangan pencemaran di laut
adalah dengan upaya pencegahan karena lebih mudah dan murah dibandingkan dengan
upaya perbaikan atau rehabilitasi lingkungan laut yang telah tercemar. Agar
dapat dilakukan pencegahan pencemaran laut sedini mungkin, perlu dilakukan
pemantauan.
Pemantauan adalah pengukuran berdasarkan waktu, atau pengulangan pengukuran, atau
pengukuran berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu. Dengan demikian, pengertian yang terkandung dalam istilah pemantauan
lingkungan adalah pengulangan
pengukuran pada komponen atau parameter lingkungan pada waktu-waktu tertentu (Thayib,
1993). Sedangkan Pemantauan lingkungan laut
dapat diartikan sebagai pengulangan pengukuran pada komponen atau parameter
lingkungan laut untuk mengetahui adanya perubahan lingkungan akibat pengaruh
dari luar.
Kegunaan dari pemantauan adalah :
1. Untuk mendapatkan informasi
dan pengetahuan mengenai suatu keadaan kritis dan masalah yang dapat memberikan
masukan bagi penyusunan kebijaksanaan lingkungan di masa depan.
2. Membantu usaha pengelolaan
lingkungan dengan memberikan masukan yang dapat digunakan untuk menilai
berhasil atau gagalnya kegiatan atau usaha yang lalu.
3.
Menguji ekfektivitas dan kebenaran
ketentuan dan batasan-batasan yang ditetapkan.
Pelaksanaan pemantauan lingkungan dapat meliputi segi-segi hukum,
kelembagaan dan pembuatan keputusan dari masalah-masalah pencemaran lingkungan.
Dengan demikian dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan laut haruslah dimiliki
suatu sistem yang dikenal dengan istilah sistem pemantauan lingkungan laut. Sistem
pemantauan lingkungan laut adalah
sejumlah kegiatan yang diperlukan untuk memberikan informasi pengelolaan
tentang keadaan-keadaan lingkungan laut serta bahan –bahan pencemar yang terdapat
di dalamnya.
Pemantauan laut sering dilakukan untuk berbagai tujuan antara lain untuk
menilai keadaan lingkungan laut, mendeteksi perubahan-perubahan dan menjaga
pengaruh-pengaruh dari kegiatan-kegiatan khusus seperti pembuangan limbah dan
sampah. Meskipun demikian, umumnya
pemantauan ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan informasi tentang
empat kategori seperti dibawah ini :
1. Kepatuhan (compliance)
Untuk
memastikan bahwa kegiatan-kegiatan (industri-industri dan sebagainya)
benar-benar telah dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan
persyaratan-persyaratan izin yang ditentukan.
2. Verifikasi model
Yaitu
untuk memeriksa berlakunya anggapan-anggapan dan ramalan-ramalan yang digunakan
sebagai dasar untuk mengevaluasi alternatif-alternatif pengelolaan.
3. Pemantauan perubahan
Yaitu
untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi perubahan-perubahan lingkungan laut
jangka panjang yang diharapkan atau dihipotesiskan sebagai akibat yang mungkin
timbul oleh kegiatan manusia.
4.
Penerapan baku mutu
pengendalian pencemaran laut
Yaitu yang khususnya dilakukan
dalam pelaksanaan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan ANDAL
(Analisis Dampak Linkungan) untuk upaya pengelolaan lingkungan
Selain kegiatan pemantaun lingkungan laut tersebut di atas, ada beberapa
tindakan nyata yang dapat dilakukan agar pencemaran dan kerusakan ekosistem
laut dapat dicegah dan dihindari sedini mungkin. Kegiatan-kegiatan tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Pelarangan dan Pencegahan.
Melarang
dan mencegah semua kegiatan yang dapat mencemari ekosistem laut.
2.
Pengendalian dan pengarahan.
Meliputi teknik penangkapan biota, eksploitasi sumberdaya pasir dan
batu, pengurukan dan pengerukan perairan, penanggulan pantai, pemanfaatan dan
penataan ruang kawasan pesisir, konflik, dan pembuangan limbah.
3.
Pelaksanaan Penyuluhan.
Tentang keterbatasan sumberdaya, daya dukung, kepekaan dan kelentingan
pesisisr, teknik penangkapan, budidaya dan sebagainya yang berwawasan
lingkungan laut kepada pemuka masyarakat.
4.
Pelaksanaan Konservasi.
Meliputi konservasi pada kawasan ekosistem laut (karang, mangrove, lamun, dan rumput laut),
biota, kualitas perairan dan sebagainya.
5.
Pengembangan.
Meliputi budidaya, penelitian, pendidikan dan pembuatan buku-buku
pedoman dan Peraturan Daerah yang dijabarkan dari UU Lingkungan Hidup No. 4
Tahun 1992.
6.
Penerapan.
Meliputi penerapan peraturan-peraturan dan sanksi hukum.
Kualitas lingkungan laut dapat dilihat hubungannya dengan kualitas manusia.
Manusia dianggap sebagai pemilik kekuasaan untuk mengendalikan lingkungan laut.
Sayang, bahwa kekuasaan ini seringkali mempunyai dampak negatif dan bahkan juga
membawa dampak suatu titik yang tidak dapat kembali sehingga Kualitas lingkungan laut menjadi rusak dan
tidak mungkin diperbaiki lagi. Oleh karena itu kegiatan ekplorasi dan
ekploitasi sumberdaya laut tanpa mempertimbangkan kehidupan generasi masa kini
dan akan datang harus dihindari sedini mungkin melalui upaya-upaya
penanggulangan dan pencegahan.
Dahuri, R. dan A. Damar.
1994. Metode dan teknik Analisis Kualitas Air. Dalam Kumpulan Makalah Kursus Amdal Tipe B.
Kerjasama PSL-Undana, Kupang dan Bapedal Kupang, Kupang. 1-16 hal.
Johnston, R. 1976. Marine
Pollutan. Academic Press. London, New York, San Francisco. 87 p.
Kantor Menteri Negara
Kependudukan & Lingkungan Hidup. 1991. Pengembangan Baku Mutu Lingkungan
Laut (Pengendalian Pencemaran Laut). Proyek Pembinaan Kelestarian Sumberdaya
Alam Laut dan Pantai. Jakarta. 15 hal.
Neff, J.M. 1976. Effect
of Petroleum on Survival Respiration and Growth of Marine Animals. American
Institute of Biologycal Science. Washington DC. 25 p
Nybakken, J.W. 1992.
Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 58
hal.
Prawiroatmodjo, D. 1997.
Pendidikan Lingkungan Kelautan, Pengantar Menuju Pengelolaan Sumberdaya Laut
Melalui Program Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 19 hal.
Rohmitarto, K. 1991.
Pengantar Pemantauan Pencemaran Laut. Dalam Kunarso, H.D., Ruyitno (ed.)
Status Pencemaran Laut di Indonesia dan
Teknik Pemantauannya. P3O-LIPI. Jakarta. 1-14 hal.
Sastrawijaya dan A.
Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. 83-104 hal.
Suratmo, F.G. 1990. Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Jogja. 270 hal.