© 2001. Rustam Posted
6 May 2001 (rudyct)
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Juni 2001
Dosen:
Prof Dr Ir
Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir
Zahrial Coto
PERENCENAAN PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARIA SECARA TERPADU
DAN BERKELANJUTAN
O l e h :
I.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang mempunyai wilayah pantai dan laut yang cukup luas . Memiliki sekitar 17.508 pulau besar dan kecil dengan luas wilayah laut sekitar 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km (Dahuri, 2000) serta 472 sungai besar dan sungai kecil (Departemen Kehutanan, 1999). Pada muara-muara sungai terbentuk ekosistem estuaria yang merupakan percampuran air tawar dan air laut yang menjadikan wilayah ini unik dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Perbedaan salinitas mengakibatkan terjadinya lidah air tawar dan pergerakan massa di muara. Aliran air tawar dan air laut yang terus menerus membawa mineral, bahan organik, serta sedimen dari hulu sungai ke laut dan sebaliknya dari laut ke muara. Unsur hara ini mempengaruhi produktivitas wilayah perairan muara. Karena itu, produktivitas muara lebih tinggi dari produktivitas ekosistem laut lepas dan perairan tawar.
Estuaria merupakan ekosistem khas yang pada umumnya terdiri atas hutan mangrove, gambut, rawa payau dan daratan Lumpur. Ekosistem ini mempunyai fungsi yang sangat penting untuk mendukung berbagai kehiudpan. Wilayah estuaria merupakan habitat yang penting bagi sejumlah besar ikan dan udang untuk memijah dan membesarkan anak-anaknya. Beberapa larva ikan yang dipijahkan di laut lepas juga bermigrasi ke wilayah estuaria pada fase larvanya. Wilayah ini dapat dianggap sebagai wilayah perairan peralihan (ekoton) antara habitat air tawar dengan habitat laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan karakter lokasinya serta morfologisnya yang landai. Wilayah estuaria sangat rentang terhadap kerusakan dan perubahan alami atau buatan. Pembuangan limbah, penggunaan perairan sebagai sarana pengangkutan, serta berubahnya sistem daerah aliran sungai, merupakan sebagian dari penyebab degradasi kualitas ekosistem estuaria.
Estuaria merupakan salah satu bentuk dari ekosistem lahan basah, dimana lahan basah di Indonesia luasnya = 38 juta ha (Wibowo, et al, 1996). Kawasan lahan basah termasuk estuaria ini mengalami kerusakan yang sangat serius karena pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan, yang antara lain berakibat terhadap menyusutnya hutan mangrove, hutan rawa dan hutan gambut beserta keanekaragaman spesies flora dan fauna di dalamnya, pencemaran air karena penggunaan pupuk dan racun hama dan penyakit serta berbagai industri dan kegiatan pertambangan. Termasuk masalah pelumpuran, karena kegiatan pertanian pada daerah atasnya yang tidak memperhatikan teknik-teknik konservasi tanah dan air. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya pengelolaan wilayah esruaria yang berkelanjutan.
Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan . Sebagian besar estuaria di dominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut. Contoh dari estuaria adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut.
Berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air estuaria dibagi dalam tiga tipe (Bengen, 1999) :
2.1 Karakter Fisik
Perpaduan antara beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan yang penting terhadap kehidupan biota estuaria. Beberapa sifat fisik yang penting adalah sebagai berikut :
(1) salinitas, estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutam bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut. Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga mendangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah.
(2) Substrat, sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang dibawah melalui air tawar dan air laut. Sebagian besar partikel Lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan organik. Bahan organik ini menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria.
(3) Sirkulasi Air. Selang waktu mengalirnya air tawar ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.
(4) Pasang Surut, Arus pasang surut berperan penting sebagai pengankut hara dan plankton. Disamping itu arus ini juga berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang sampai di estuaria.
(5) Penyimpangan Zat Hara. Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar. Pohon bakau dan rumput laut serta ganggang lainnya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.
2.2. Aspek Biologi Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati.
Di estuaria terdapat tiga komonen fauna, yaitu fauna lautan, air tawar dan payau. Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna lautan, yaitu hewan stenoalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas (umumnya > 30 o/oo) dan hewan euri halin yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas di bawah 30o/oo. Komponen air payau terdiri dari soesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5 – 30 o/oo. Spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar. Komponen air tawar biasanya biasanya terdiri dari hewan yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 o/oo dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria .
Jumlah organisme yang mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut. Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria. Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora. Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif yang setaraf dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena :
1. Estuaria berperan sebajai jebak zat hara yang cepat didaurulang.
2. beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro (makrofiton) maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun.
3. Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi pasang-surut, sehingga antara memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuaria.
2.3. Habitat Estuaria
Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton (fitoplankton dan zooplankton), neuston (organisme setingkat plankton yang hidup di lapisan permukaan air) dan nekton (organisme makro yang mampu bergerak aktif). Di dasar estuaria hidup berbagai jenis organisme baik mikro maupun makro yang disebut bentos. Setiap kelompok organisme dalam habitanya menjalankan fungsi biologis masing-masing, misalnya fitoplankton sebagai produser melakukan aktivitas produksi melalui proses fotosintesa, bakteri melakukan perombakan bahan organik (organisme mati) menjadi nutrien yang dapat dimanfaatkan oleh produser dalam proses fotosintesa. Dalam satu kelompok organisme (misalnya plankton atau bentos) maupun antar kelompok organisme (misalnya antara plankton dan bentos_ terjalin suatu hubungan tropik (makan-memakan) satu sama lain, sehingga membentuk sautu hubungan jaringan makanan.
2.4. Rantai Makanan di Estuaria
Pada ekosistem estuaria dikenal 3 (tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik. Fauna diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kompleks (Gambar 1 ).
Berdasarkan adaptasinya organisme di lingkungan estuaria mempunyai 3 (tiga ) tipe adaptasi (Kennish, 1990). yaitu :
Secara umum estuaria mempunyai tiga (3) peranan ekologis penting sebagai berikut :
1 Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).
Secara umum estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai berikut ;
Kawasan estuaria, merupakan suatu kawasan dimana daratan bertemu dengan lautan dan air tawar dan merupakan sistem ekologi yang produktif serta beragam dan kompleks (Dahuri et al., Wibowo et al, 1996). Daerah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring diantara daratan dan lautan. Kawasan estuaria juga merupakan tempat pemukiman dan aktivitas penduduk, yang dapat merubah keseimbangan dalam ekologis yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya estuaria. Perubahan keseimbangan ini sebagian besar disebabkan oleh tekanan yang ditimbukkan oleh manusia utamanya oleh pertumbuhan populasi (Delaware, 1996). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, baik yang ada dikawasan estuaria maupun yang ada di daerah lahan atas yang memiliki hubungan daerah estuaria melalui air sungai, air permukaan maupun air tanah. Yang dapat menimbulkan perubahan keseimbangan di kawasan estuaria (Dahuri, 1998).
Volume limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia berbanding lurus dengan jumlah penduduk. Ini berarti semakin tinggi jumlah penduduk, semakin banyak limbah yang dihasilkan dan dibuang langsung ke perairan atau dibuang di darat melalui air sungai akan memasuki kawasan estuaria. Selain dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan algae yang sangat cepat, potensi masalah pencemaran limbah di estuaria menjadi sangat besar dengan tambahan limbah industri dari daerah perkotaan. Limbah rumah tangga yang tidak diproses, mempunyai potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi pertanian, tetapi juga bercampur dengan limbah industri secara nyata menurunkan penggunaan potensial daerah kawasan estuaria.
Permasalahan di kawasan estuaria dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) permasalahan yang berasal dari kawasan itu sendiri sebagai akibat dari pemakiaan ruang dan sumberdaya, dan (2) persoalan yang berasal dari kegiatan di luar wilayah estuaria tetapi mempunyai akibat atau dampak terhadap proses dan sistem wilayah estuaria. Oleh karena itu pengkajian dan peneyelaesaiaan daerah pesisir harus senantiasa dilakukan dengan memadukan kedua kelompok persoalan ini. Permasalahn internal kawasan estuaria sebagai akibat penggunaaan langsung lingkungan dan sumberdaya estuaria meliputi: pengurangan sumbedaya serta kehilangan dan pengrusakan lingkungan yang mengarah pada kompetisi ruang (lahan dan air) serta konflik anta pemakainya (Pernetta dan Elder, 1993). Sedangkan permasalahn yang berasal dari luar yang mempengaruhi lingkungan dan sumberdaya estuaria meliputi perubahan terhadap : jumlah air tawar di daerah estuaria, jumlah endapan (sedimen) alam, keseimbangan nutrien (pencemaran) dan degradasi habitat.
Pemanfaatan kawasan estuaria dengan tujuan yang sangat beragam meninbulkan suatu permasalahan yang tidak dapat dihindarkan dan memerlukan suatu pengelolaan yang serius. Persoalan tersebut adalah persoalan untuk sumberdaya terbatas, pengrusakan lingkungan serta sering konflik lingkungan dan manusia. Selain dari itu Praktek pembangunan yang mengakibatkan dinamika sistem estuaria dapat menimbukan bencana alam, sebagaimana ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kehilangan kehidupan, kepemilikan dan investasi akibat banjir dan erosi di daerah estuaria. Jika perubahan dan perusakan tersebut terus berlangsung maka akan terjadi kehancuran habitat dan pada gilirannya akan terjadi penurunan atau pemusnahan spesies hewan atau tanaman yang sifatnya penting bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekosistem estuaria.
IV.
TUJUAN DAN KEGUNAAN PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARIA SECARA TERPADU
DAN BERKELANJUTAN
4.1. Tujuan
Tujuan dari perencenaan pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu dan berkelanjutan yaitu ;
a. Mengkaji berbagai permasalahn pengelolaan kawasan estuaria yang menjadi penyebab pembangunan yang tidak berkelanjutan
b. Mengkaji potensi sumberdaya alam kawasan estuaria
c. Menyusun tata ruang kawasan estuaria untuk menerapkan pengelolaan secara terpadu yang berdasarkan pendekatan pemberdayaan masyarakat.
d. Mengkaji perencenaan pengelolaan kawasan estuaria untuk pengembangan/pembangunan secara optimal dan berkelanjutan
4.1. Kegunaan
Hasil perencanaan pengeloaan yang dihasilkan dari kajian ini bisa dijadikan dasar acuan untuk pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu dan berkelanjutan
V.
Kerangka Pemikiran Perencanaan dan Pengelolaan Kawasa
Estuaria
Secara terpadu DAN BERKELANJUTAN
Perencanaan pengelolaan kawasan estuaria didasarkan pada kondisi-kondisi Potensi supply, potensi demand dan pemanfaatan. Potensi supply adalah kondisi sumberdaya alam baik fisik maupun biologi yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Potensi Demand meliputi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang dalam perkembangannya membutuhkan pasokan sumberdaya alam yang memadai dan memerlukan pengaturan pemanfaatan agar dapat terjamin keberlanjutannya (sustanaible).
Pemanfaatan dalam kawasan estuaria meliputi kegiatan perikanan, kehutanan, industri, perhubungan, pariwisata, pertanian, perkebenunan dan permukiman, merupakan faktor penentu ketiga yang perlu dipelajari untuk melakukan perubahan ke arah penyempurnaan pengelolaan demi terwujudnya kelestarian sumberdaya alam dan pembangunan di kawasan Estuarai.
Perencanaan dan pengelolaan kawasan estuaria didekati dengan menggunakan potensi biofisik dan sosial ekonomi serta penataan ruang kawasan, dilakukan analisis terhadap ketiga komponen penentu yang meliputi potensi supply, potensi demand dan pemanfaatan untuk menentukan kondisi sumberdaya alam dan kebutuhan manusia dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Kerangka pendekatan pemeikiran perencenaan pengelolaan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Perencanaan
Pengelolaan Secara terpadu dan berkelanjutan
VI. Proses
Perencanaan Pengelolaan Kawasan Estuaria Secara Terpadu DAN
BERKELANJUTAN
Pada dasarnya proses pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu terdapat tiga langkah utama yaitu (1) Perencanaan, (2) Implementasi dan (3) Pemantauan dan Evaluasi. Tahap perencanaan dimulai dengan kegiatan pendefenisian masalah secara akurat. Ini penting karena jika pendefinisian masalah tidak benar, maka tahap selanjunya pun akan tidak mengenai sasaran. Kiat untuk mendefinisaikan masalah secara benar diawali dengan menganali isu dan permasalahan dengan cermat. Isu dan permasalahan dalam pengelolaan kawasan estuaria yaitu berupa pencemaran, degradasi habitat, konflik penggunaan ruang dan sumberdaya. Selain itu perlu, dirunut akar permasalahan yang menyebabkan timbulnya isu dan masalah tersebut. Misalnya pencemaran, apakah sumbernya berasal dari kegiatan yang ada didalam kawasan pesisir atau dari lahan atas (aliran sungai) atau dari laut lepas. Siapa pemilik kegiatan yang menimbulkan pencemaran tersebut, bagaimana kuantitas dan kualitas bahan pencemar serta pengaruhnya terhadap biota dan proses ekologis yang ada diwilayah estuaria.
Selanjutnya, atas dasar pendefinisian masalah tersebut dikombinasikan dengan informasi tentang potensi sumberdaya alam dan ekosistem yang terdapat dikawasan estuaria serta keinginan (aspirasi) masyarakat local yang ada , regional, maka disusunlah tujuan dan saran pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu. Tujuan secara umum dapat diformulasikan sebagai upaya untuk mencapai pemanfaatan atau pembangunan sumberdaya, ruang dan jasa lingkungan yang lain yang terdapat di kawasan estuaria secara berekesinambungan. Sedangkan sasaran perlu secara lebih spesifik, kalau dapat se
Cara kuantitatif sehingga dapat dibuat semacam tolak ukur untuk menilai keberhasilan Pengelolaaan kawasan estuaria secara terpadu.
Berdasarkan pada tujuan sasaran yang telah ditetapkan serta peluang dan kendala yang ada, disusunlah suatu dokumen perencanaan (rencana). Suatu rencana yang terdiri dari kumpulan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan.
Gambar 3. Proses Perencanaan
Pengelolaan Kawasan estuaria Secara Terpadu
(Modifikasi dari Dahuri, Rais dan Ginting (1996)
Agar
pengelolaan kawasan estuaria dapat berkelanjutan secara garis besar kawasan estuaria perlu dipilih menjadi tiga
kawasan (zone) : (1) kawasan preservasi, (2) kawasan
konservasi, dan (3) kawasan pemanfaatan.
Kawasan preservasi adalah suatu daerah yang ekosistem unik, biota endemik atau langka, atau proses-proses penunjang kehidupan seperti daerah pemijahan (spawning grounds) , daerah pembesaran (nursery ground), dan alur ruaya (migration routes) dari biota perairan. Kecuali kegiatan pendidikan dan penelitian, dalam kawasan ini diperbolehkan adanya kegiatan manusia.
Kawasan konservasi adalah daerah yang diperuntukan bagi kegiatan pembangunan (pemanfaatan) secara terbatas dan terkendali. Misalnya, kawasan hutan mangrove dan terumbu karang untuk kegiatan wisata alam (ekotourism). Sementara itu, kawasan pemanfaatan memang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan dalam tingkat yang lebih intensif seperti industri, tambak, pariwisata komersial, pemukiman, pelabuhan dan pertambangan.
Proses penyusunan tata ruang kawasan estuaria dapat dilakukan dengan cara membuat panampalan atau tumpang tindih (overlay) peta-peta tematik yang memuat karakteristik biofisik (ekologis) kawasan estuaria terhadap peta-peta yang memuat persyaratan (kriteria) biofisik dari setiap kegiatan pembangunan yang direncanakan, dan peta penggunaan ruang (lahan) estuaria. Dengan adanya tata ruang dapat mencegah terjadinya kerusakan ekologis yang dahsyat atau melebihi kemampuan sistem alam untuk menopangnya, karena segenap komponen dan fungsi (proses) ekologis penting sudah dimasukkan dalam kawasan preservasi atau konservasi.
Setelah penempatan setiap kegiatan pembangunan pada lokasi yang secara ekologis sesuai (sustaible) sesuai tata ruang, maka perencanan berikutnya adalah penentuan tingkat laju optimal dari setiap kegiatan yang ada dikawasan estuaria. Yang dimaksud dengan tingkat optimal dari kegiatan kawasan estuaria adalah suatu besaran intensitas kegiatan yang secara sosial ekonomis menguntungkan dan secara ekologis aman atau segenap dampak lingkungan negatif yang ditimbulkan masih dalam keadaan ambang batas yang ditolerir oleh alam.
Penetapan kegiatan (pembangunan) yang optimal di kawasan estuaria dengan cara membuat analisis optimasi antara permintaan (demand) akan sumberdaya, ruang serta jasa-jasa lingkungan estuaria lainnya dan kemampuan kawasan estuaria dalam menyediakan secara berkesinambungan.
Secara rinci IPCC (1994) hal-hal yang perlu dilakukan selama tahap perencanaan dalam kawasan estuaria adalah sebagai berikut ;
Tahap selanjutnya adalah implementasi dari rencana kegiatan kawasan estuaria yang telah disusun. Pada tahap implementasi adalah pelaksanaan segenap kegiatan sesuai rencana dengan cara membuat pembagian tugas (job description) yang transparan dan diterima oleh segenap pelaksanannya. Pada tahap ini peran komunikasi, kordinasi, dan keterbukaan antara segenap pihak yang terkait sangat dibutuhkan.
Tahap kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam tahap implementasi pengelolaan kawasa estuaria adalah sebagai berikut :
Pengelolaan keterpaduan dalam kawasan estuaria merupakan suatu kombinasi sistem alam dan sistem social yang sangat kompleks dan dinamis, yang seringkali dicirikan oleh berbagai ragam perubahan dalam hal : (1) kondisi social-ekonomi dan social budaya termasuk perubahan preferensi dan permintaan masyarakat terhadap sumberdaya, ruang dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir lainnya, (2) ekosistem alamiah seperti perubahan proses-proses morfologis dan variabilitas iklim secara priodik dan (3) perubahan kondisi bersifat jangka panjang seperti perubahan iklim global. Oleh karena itu pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu sesungguhnya menangani suatu sistem penmgambilan keputusan yang bersifat tidak menentu (under uncertainty), dimana ketidak menentuan itu disebabkan oleh perubahan kondisi-kondisi sosila- ekonomi, sosisl budaya, biologi, fisik dan kimia
Dengan demikian bahwa proses yang terjadi dikawasa estuaria adalah suatu proses yang bersifat kontinyu dan evolusioner, yang meliputi penilaiaan secara menyeluruh, penetapan tujuan dan sasaran, perencanaan, dan pengelolaan ekosistim estuaria beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang dikandungnya dengan mempertimbangkan aspek social budaya dan social ekonomi serta konflik pemanfaatan dan kepentingan masyarakat, presfektif ekologis dan teknis, guna mewujudkan kawasan ekstuaria secara berkelanjutan.
Agar mekanisme atau proses sebagai jiwanya dalam pengelolaan untuk dapat direalisasikan, maka setiap komponen harus dilengkapi dengan piranti pengelolaan (management arrangements) sebagai raganya. Pada intinya piranti pengelolaan terdiri dari dua komponen utama yaitu piranti kelembagaan (institutional arrangement) dan alat pengelolaan (management instruments). Piranti kelembagaan menyediakan semacam kerangka (framework) bagi pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan dan penerapan segenap alat pengelolaan. Kerangka ini mencakup tiga hal : (1) struktur organisasi pemerintahan dan non pemerintahan termasuk mekanisme untuk menjembatani antar organisasi dan instansi yang bertanggung jawab; (2) kumpulan hukum, konvensi, keputusan, dan baku mutu untuk kualitas lingkungan dan (3) kumpulan norma social dan tradisi seperti hukum adat dan hak ulayat.
VII.
ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARIA
SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN
Setelah permasalahan dan tujuan ditetapkan dan disetujiu
oleh semua pihak yang terkait (stakeholder), perlu dilakukan kajian apakah
tujuan tersebut dapat dicapai dalam ruang lingkup wilayah yang akan
dikelola. Dalam hal ini, ada tiga hal
yang perlu dikaji : (1) sumberdaya estuaria yang akan
dikembangkan serta kondisi lingkungan
kawasan estuaria, (2) Kondisi sosial-ekonomi-budaya dalam kaitannya dengan
pembangunan sumberdaya esruaria termaksud didalamnya (3) kondisi administrasi,
hukum dan kelembagaan yang ada di daerah kawasan estuaria.
7.1.. Lingkungan dan
Sumberdaya Kawasan Estuaria
Hal yang perlu dikaji dan dianalisis dalam lingkungan dan sumberdaya alam estuaria yaitu : (1) distribusi dan potensi lestari (sustanaible yield) dari sumberdaya estuaria yang akan dikembangkan (2) tingkat pemanfaatan dari setiap sumberdaya estuaria, (3) dampak lingkungan yang akan timbul akibat pemanfaatan sumberdaya dan (4) dampak kegiatan pembangunann saat sekarang dan masa depan terhadap sumberdaya estuaria.
Pengumpulan data dan anailsisi dapat dilakukan dengan cara pemetaan terhadap sumberdaya wilayah estuaria, pemanfaatn sumberdaya estuaria dan dampak dari pemanfaatan sumberdaya estuaria. Atas dasar ini dilakukan identifikasi kawasan estuaria yang masih dapat dikembangkan atau yang tidak dapat dikembangkan, serta menentukan apakah kegiatan yang akan dikembangkan sesuai (compatible) dengan kondisi wilayae estuaria. Teknik analisis yang dapat digunakan seperti penampalan (overlay) peta trnsparansi, sistim Informasi Geografis (SIG) yang dikombinasikan dengan penginderaan jauh (remote sensing).
7.2.
Kondisi Sosial Ekonomi Budaya
Kondisi Sosial ekonomi Budaya yang perlu dikaji adalah hal-hal yang berkaitan dengan pemabngunan sumberdaya kawasan estuaria terutama : Persepsi dan aspirasi masyarakat setempat terhadap sumberdaya dan lingkungan Pola pemilikan sumberdaya dan hak pengusahaannya dan sistim pengelolaan tradsional.
4.2.
Kondisi
Adminsitrasi,Hukum dan Kelembagaan
Kelemahan atau kegagalan dalam mengelola kawasan estuaria terutama banyak disebabkan oleh segenap sistem administrasi, hukum dan kelembagaan selama ini disusun berdasarkan pada asumsi (prinsip) bahwa ekosistem estuaria beserta sumberdaya yang terdapat didalamnya merupakan sumberdaya milik bersama (common property resources), sumberdaya hayatinya dapat dimanfaatkan terus menerus tanpa serta tanpa batas, dan kawasaan estuaria dapat menampung limbah tanpa batas . Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan intensitas pembangunan, ternyata kedua asumsi terakhir itu salah. Sebaliknya agar dapat memanfaatkan sumberdaya estuaria secara berkesinambungan , maka harus mengendalikan tingkat pemanfaatanya sesuai daya dukung lingkungannya.
Pengembangan sistem adiminstrasi, hukum dan kelembagaan dalam hal pengelolaan pemanfaatan sumberdaya pesisir di Indonesia masih sangat lemah . Akibatnya terjadi berbagai kerusakan sumberdaya pesisir yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem. Olehnya itu dalam program pengelolaan kawasan estuaria perlu dikembangkan sistim administrasi, hukum dan kelembagaan yang sesuai dengan kondisi ekologis (alam), dan social ekonomi dan budaya setempat sehingga tercipta pembangunan kawasan estuaria secra optimal dan berkelanjutan. Ada tiga indicator (performance indicator) yang ingin dicapai yaitu meliputi : (1) efisiensi ekonomi (menguntungkan dan dapat menciptkan pertumbuhan ekonomi), (2) Pemerataan hasil pembangunan secara adil dan (3) terpeliharanya kelestarian daya dukung lingkungan kawasan estuaria. Pendekatan studi penyusunan pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu dan berkelanjutan (Gambar 4).
Bengen, D.G. 1999. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor.
Dahuri, R. J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. First ed. Pradnya Paramita Jakarta, Jakarta. Indonesia.
Dahuri. 1998. Penyusunan Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
University of Delaware. 1999. Integrated Coastal Management Basic, p. 50. Univesuty of Delaware, NOAA,S Nation Ocean Service, Intergovermental Oceanographic Commission. The World Bank.
Departemen Kehutanan. 1999. Himpunan Peraturan Perundangan Departemen Kehutanan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). 1994. Preparing to meet the Coastal Challenges of the 21 st Century. Conference Refort of World Coast Conference 1993. Nooedwijk, The Netherlands, 1-5 November 1993.
Kennish, M.J. 1990. Ecology of Estuaries. Volume II ; Biological Aspects. CRC Presss Inc. Boca Raton, Florida.
Koesbiono. 1996. Ekologi Wilayah Pesisir. Makalah Disampaikan pada Pelatihan ICZPM Angkatan V. PKSPL-LP IPB bekerjasama dengana Ditjen Pembangunan Daerah Depdagri. Bogor
Mays, L.W. 1996. Water Resources hand book. McGraw-Hill, New York.
Pernetta, J.C. and D.L. Elder. 1993. Cross Sectional, Integrated Coastal Area Planning (CICAP): Guidelines and Principles for Coastal Area Development Marine and Development Report. World Conservation Union.
Wibowo, P, C. E. Nirarita, S. Susanti, D. Padmawinata, Kusmarini, M. Syarif. Y. Hendriani, Kusniangsih, dan L.B. Sinulingga. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia: Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi Pendidikan Wetlands International Indonesia Program. Bogor.