nnnnn

 

© 2001. Rustam                                                                                                         Posted 6 May 2001  (rudyct)

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

 

 

 

PERENCENAAN PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARIA SECARA TERPADU

DAN BERKELANJUTAN

 

 

 

O l e h :

 

R U S T A M
P.316.000.03 / SPL

mailto:rustam_up@yahoo.com

 

 

 

I.                  PENDAHULUAN

 

 

            Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan  di dunia  yang mempunyai wilayah pantai dan laut yang cukup luas .  Memiliki sekitar 17.508 pulau besar dan kecil  dengan luas wilayah laut  sekitar 5,8 juta km2 dengan panjang garis pantai  sekitar 81.000 km (Dahuri, 2000)  serta 472 sungai besar dan sungai kecil (Departemen Kehutanan, 1999).  Pada muara-muara sungai terbentuk ekosistem estuaria yang  merupakan percampuran air tawar dan air laut yang menjadikan wilayah ini unik dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi.  Perbedaan salinitas mengakibatkan terjadinya  lidah air tawar dan pergerakan massa di muara.  Aliran air tawar dan air laut yang terus menerus membawa mineral, bahan organik, serta sedimen dari hulu sungai ke laut dan sebaliknya dari laut ke muara.  Unsur hara ini mempengaruhi produktivitas wilayah perairan muara. Karena itu, produktivitas muara lebih tinggi dari produktivitas ekosistem laut lepas dan perairan tawar.

            Estuaria merupakan ekosistem khas yang pada umumnya terdiri atas hutan mangrove, gambut, rawa payau dan daratan Lumpur.  Ekosistem ini mempunyai fungsi yang sangat penting untuk mendukung berbagai kehiudpan.  Wilayah estuaria  merupakan habitat yang penting bagi sejumlah besar ikan dan udang untuk memijah dan membesarkan anak-anaknya.    Beberapa larva ikan yang dipijahkan  di laut lepas juga bermigrasi ke wilayah estuaria pada fase larvanya.  Wilayah ini dapat dianggap sebagai wilayah perairan peralihan (ekoton) antara habitat air tawar dengan habitat  laut yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan karakter lokasinya  serta morfologisnya yang landai.  Wilayah estuaria sangat rentang terhadap kerusakan dan perubahan alami atau buatan.  Pembuangan limbah, penggunaan perairan sebagai sarana pengangkutan, serta berubahnya sistem daerah aliran sungai, merupakan sebagian dari penyebab degradasi kualitas ekosistem estuaria.

            Estuaria merupakan salah satu bentuk dari ekosistem lahan basah, dimana lahan basah di Indonesia luasnya = 38 juta ha (Wibowo, et al, 1996).  Kawasan lahan basah termasuk estuaria ini mengalami kerusakan yang sangat serius karena pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan, yang antara lain berakibat terhadap menyusutnya hutan mangrove, hutan rawa dan hutan gambut beserta keanekaragaman spesies flora dan fauna di dalamnya, pencemaran air karena penggunaan pupuk dan racun hama dan penyakit serta berbagai industri dan kegiatan pertambangan.  Termasuk masalah pelumpuran, karena kegiatan pertanian pada daerah atasnya yang tidak memperhatikan teknik-teknik konservasi tanah dan air. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya pengelolaan wilayah esruaria yang  berkelanjutan.

 

 

II.   Deskripsi , Karaktersitik  Dan Fungsi Ekologi  Estuaria

 

 

            Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan  .  Sebagian besar estuaria di dominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut.  Contoh dari estuaria  adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang surut.

            Berdasarkan pola sirkulasi dan stratifikasi air  estuaria dibagi dalam tiga tipe (Bengen, 1999) :

  1. Estuaria berstrasifikasi sempurna /nyata atau estuaria baji garam.  Dirikan oleh adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin.  Estuaria tipe ini ditemukan di daerah-daerah dimana aliran air tawar dari sungai besar lebih dominan dari pada intrusi air asin dari laut yang dipengaruhi oleh pasang surut.
  2. Esturaia berstrasifikasi sebagian/parsial merupakan tipe yang paling umum dijumpai.  Pada estuaria ini, aliran air tawar dari sungai seimbang denga air laut yang masuk melalui arus pasang, pencampuran air dapat terjadi karena adanya turbulensi yang berlangsung secara berkala oleh aksi pasang surut.
  3. Estuaria campuran sempurna atau estuaria homogen vertical.  Estuaria tipe didapatkan di lokasi-lokasi dimana arus pasang-surut sangat dominan dan kuat, sehingga air estuaria tercampur sempurna dan tidak terdapat stratifikasi.

 

 

2.1   Karakter Fisik

           

Perpaduan antara beberapa sifat fisik estuaria mempunyai peranan yang  penting terhadap kehidupan biota estuaria.  Beberapa sifat fisik yang penting adalah sebagai berikut :

(1)             salinitas, estuaria memiliki gradien salinitas yang bervariasi, terutam bergantung pada masukan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut.  Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tapi mendukung kehidupan biota yang padat dan juga mendangkal predator dari laut yang pada umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah.

(2)             Substrat, sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur yang berasal dari sedimen yang dibawah melalui air tawar dan air laut.  Sebagian besar partikel Lumpur estuaria bersifat organik, sehingga substrat ini kaya akan bahan organik.  Bahan organik ini menjadi cadangan makanan yang penting bagi organisme estuaria.

(3)             Sirkulasi Air.  Selang waktu mengalirnya air tawar ke dalam estuaria dan masuknya air laut melalui arus pasang-surut menciptakan suatu gerakan dan transport air yang bermanfaat bagi biota estuaria, khususnya plankton yang hidup tersuspensi dalam air.

(4)   Pasang Surut, Arus pasang surut berperan penting sebagai pengankut hara dan plankton.  Disamping itu arus ini juga berperan untuk mengencerkan dan menggelontorkan limbah yang sampai di estuaria.

(5)   Penyimpangan Zat Hara.  Peranan estuaria sebagai penyimpan zat hara sangat besar.  Pohon bakau dan rumput laut serta ganggang lainnya dapat mengkonversi zat hara dan menyimpannya sebagai bahan organik yang akan digunakan kemudian oleh organisme hewani.

 

2.2.   Aspek Biologi  Komposisi Biota dan Produktifitas Hayati.

 

Di estuaria terdapat tiga komonen fauna, yaitu fauna lautan, air tawar dan payau.  Komponen fauna yang terbesar didominasi oleh fauna lautan, yaitu hewan stenoalin yang terbatas kemampuannya dalam mentolerir perubahan salinitas (umumnya  > 30 o/oo) dan hewan  euri halin yang mempunyai kemampuan mentolerir berbagai penurunan salinitas di bawah 30o/oo.  Komponen air payau terdiri dari soesies organisme yang hidup di pertengahan daerah estuaria pada salinitas antara 5 – 30 o/oo.  Spesies ini tidak ditemukan hidup pada perairan laut maupun tawar.  Komponen air tawar biasanya biasanya terdiri dari hewan yang tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5 o/oo dan hanya terbatas pada bagian hulu estuaria .

Jumlah organisme yang mendiami estuari jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan organisme yang hidup di perairan tawar dan laut.  Sedikitnya jumlah spesies ini terutama disebabkan oleh fluktuasi kondisi lingkungan, sehingga hanya spesies yang memiliki kekhususan fisiologis yang mampu bertahan hidup di estuaria.  Selain miskin dalam jumlah spesies fauna, estuaria juga miskin akan flora.  Keruhnya perairan estuaria menyebabkan hanya tumbuhan mencuat yang dapat tumbuh mendominasi.

Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan ekosistem produktif yang setaraf dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang, karena :

1.      Estuaria berperan sebajai jebak zat hara yang cepat didaurulang.

2.      beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro (makrofiton) maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun.

3.      Adanya fluktuasi permukaan air terutama akibat aksi pasang-surut, sehingga antara memungkinkan pengangkutan bahan makanan dan zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuaria.

 

2.3.  Habitat  Estuaria

Kolom air di estuaria merupakan habitat untuk plankton (fitoplankton dan zooplankton), neuston (organisme setingkat plankton yang hidup di lapisan permukaan air) dan nekton (organisme makro yang mampu bergerak aktif).  Di dasar estuaria hidup berbagai jenis organisme baik mikro maupun makro yang disebut bentos. Setiap kelompok organisme dalam habitanya menjalankan fungsi biologis masing-masing, misalnya fitoplankton sebagai produser melakukan aktivitas produksi melalui proses fotosintesa, bakteri melakukan perombakan bahan organik (organisme mati) menjadi nutrien yang dapat dimanfaatkan  oleh produser dalam proses fotosintesa.  Dalam satu kelompok organisme (misalnya plankton atau bentos) maupun antar kelompok organisme (misalnya antara plankton dan bentos_ terjalin suatu hubungan tropik (makan-memakan) satu sama lain, sehingga membentuk sautu hubungan jaringan makanan.

 

2.4. Rantai Makanan di Estuaria

Pada ekosistem estuaria dikenal 3 (tiga ) tipe rantai makanan yang didefinisikan berdasarkan bentuk makanan atau bagaimana makanan tersebut dikonsumsi : grazing, detritus dan osmotik.  Fauna diestuaria, seperti udang, kepiting, kerang, ikan, dan berbagai jenis cacing berproduksi dan saling terkait melalui suatu rantai dan jaring makanan yang kompleks (Gambar 1 ).

 

 

 

Berdasarkan adaptasinya organisme di lingkungan estuaria mempunyai 3 (tiga ) tipe adaptasi (Kennish, 1990). yaitu :

  1. Adaptasi morfologis : organisme yang hidup di Lumpur memiliki rambut-rambut halus (setae) untuk menghambat penyumbatan-penyumbatan permukaan ruang pernapasan oleh partikel Lumpur.
  2. Adaptasi fisiologis : berkaitan dengan mempertahankan keseimbangan ion cairan tubuh dalam menghadapi fluktuasi salinitas eksternal.
  3. Adaptasi tingkah laku : pembuatan lubang ke dalam Lumpur oleh rganisme, khususnya invertebrata.

 

            Secara umum estuaria mempunyai tiga (3) peranan ekologis penting sebagai berikut :

 

1    Sebagai sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal circulation).

  1. Penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan (ikan, udang) yang bergantung pada estuaria sebagai tempat perlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground).
  2. Sebagai tempat untuk berproduksi dan/atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah spesies ikan dan udang.

 

Secara umum estuaria dimanfaatkan oleh manusia sebagai berikut ;

 

  1.  Sebagai tempat pemukiman
  2. Sebagai tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan.
  3. Sebagai jalur transportasi
  4. Sebagai pelabuhan dan kawasan industri.
  5. Sebagai areal hutan
  6. Sebagai tempat pariwisata
  7. Sebagai tempat perkebunan     

 

 

 

 

III   ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN  SUMBERDAYA KAWASAN ESTUARIA

 

            Kawasan estuaria, merupakan suatu kawasan dimana daratan bertemu dengan lautan dan air tawar dan merupakan sistem ekologi yang produktif serta beragam dan kompleks (Dahuri et al., Wibowo et al, 1996).  Daerah ini berperan sebagai penyangga, pelindung dan penyaring diantara daratan dan lautan.  Kawasan estuaria juga merupakan tempat pemukiman  dan aktivitas penduduk, yang dapat merubah keseimbangan dalam ekologis yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya estuaria.  Perubahan keseimbangan ini sebagian besar  disebabkan oleh tekanan yang ditimbukkan oleh manusia utamanya oleh pertumbuhan populasi (Delaware, 1996).  Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, baik yang ada dikawasan estuaria maupun yang ada di daerah lahan atas yang memiliki hubungan  daerah estuaria melalui air sungai, air permukaan maupun air tanah. Yang dapat menimbulkan perubahan keseimbangan di kawasan estuaria (Dahuri, 1998). 

            Volume limbah yang dihasilkan  dari kegiatan manusia berbanding lurus dengan jumlah penduduk.  Ini berarti semakin tinggi jumlah penduduk, semakin banyak limbah yang dihasilkan dan dibuang langsung ke perairan atau dibuang di darat melalui air sungai akan memasuki kawasan estuaria.  Selain dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan algae yang sangat cepat, potensi masalah pencemaran limbah di estuaria menjadi sangat besar dengan tambahan limbah industri dari daerah perkotaan.  Limbah rumah tangga yang tidak diproses, mempunyai potensi sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber nutrien bagi pertanian, tetapi juga bercampur dengan limbah industri secara nyata menurunkan penggunaan potensial daerah kawasan estuaria.

            Permasalahan di kawasan estuaria dapat dikelompokkan menjadi dua  yaitu  (1) permasalahan yang berasal dari kawasan itu sendiri sebagai akibat dari pemakiaan ruang dan sumberdaya, dan (2) persoalan yang berasal  dari kegiatan di luar wilayah estuaria tetapi mempunyai akibat atau dampak terhadap proses dan sistem wilayah estuaria.  Oleh karena itu pengkajian dan peneyelaesaiaan daerah pesisir harus senantiasa dilakukan dengan memadukan kedua kelompok persoalan ini.  Permasalahn internal kawasan estuaria sebagai akibat penggunaaan langsung lingkungan dan sumberdaya estuaria meliputi:  pengurangan sumbedaya serta kehilangan dan pengrusakan lingkungan yang mengarah pada kompetisi ruang (lahan dan air) serta konflik anta pemakainya (Pernetta dan Elder, 1993).  Sedangkan permasalahn yang berasal dari luar yang mempengaruhi lingkungan dan sumberdaya estuaria meliputi perubahan terhadap :  jumlah air tawar di daerah estuaria, jumlah endapan (sedimen) alam,  keseimbangan nutrien (pencemaran) dan degradasi habitat.

            Pemanfaatan kawasan estuaria  dengan tujuan yang sangat beragam meninbulkan suatu permasalahan yang tidak dapat dihindarkan dan memerlukan suatu pengelolaan yang serius.  Persoalan tersebut adalah persoalan  untuk sumberdaya terbatas, pengrusakan lingkungan serta sering konflik lingkungan dan manusia.  Selain dari itu Praktek pembangunan yang mengakibatkan dinamika sistem estuaria dapat menimbukan bencana alam, sebagaimana ditunjukkan dengan  semakin meningkatnya kehilangan kehidupan, kepemilikan dan investasi akibat banjir dan erosi di daerah estuaria.  Jika perubahan dan perusakan tersebut terus berlangsung maka akan terjadi kehancuran habitat dan pada gilirannya akan terjadi penurunan atau pemusnahan spesies hewan atau tanaman yang sifatnya penting bagi kelangsungan hidup manusia dan keseimbangan ekosistem estuaria.

 

 

IV.            TUJUAN DAN KEGUNAAN  PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARIA SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN

 

4.1.  Tujuan

Tujuan dari perencenaan pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu dan berkelanjutan  yaitu ;

 

a.       Mengkaji berbagai permasalahn pengelolaan kawasan estuaria yang menjadi penyebab pembangunan yang tidak berkelanjutan

b.      Mengkaji potensi sumberdaya alam kawasan estuaria

c.       Menyusun tata ruang kawasan estuaria untuk menerapkan pengelolaan secara terpadu yang berdasarkan pendekatan pemberdayaan masyarakat.

 

d.      Mengkaji perencenaan pengelolaan kawasan estuaria untuk pengembangan/pembangunan secara optimal dan berkelanjutan

 

4.1.  Kegunaan

 

Hasil perencanaan pengeloaan yang dihasilkan dari kajian ini bisa dijadikan dasar acuan untuk pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu dan berkelanjutan

 

 

 

V.               Kerangka  Pemikiran Perencanaan dan Pengelolaan Kawasa Estuaria

Secara terpadu  DAN BERKELANJUTAN

 

            Perencanaan pengelolaan kawasan estuaria didasarkan pada kondisi-kondisi Potensi supply, potensi demand dan pemanfaatan.  Potensi  supply adalah kondisi sumberdaya alam baik fisik maupun biologi yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.  Potensi Demand  meliputi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang dalam perkembangannya  membutuhkan pasokan sumberdaya alam yang memadai dan memerlukan pengaturan pemanfaatan agar dapat terjamin keberlanjutannya (sustanaible). 

            Pemanfaatan dalam kawasan estuaria  meliputi kegiatan perikanan, kehutanan, industri, perhubungan, pariwisata, pertanian, perkebenunan dan permukiman, merupakan faktor penentu ketiga yang perlu dipelajari untuk melakukan perubahan ke arah penyempurnaan pengelolaan demi terwujudnya kelestarian sumberdaya alam dan pembangunan  di kawasan Estuarai.

            Perencanaan dan pengelolaan kawasan estuaria didekati dengan menggunakan potensi biofisik dan sosial ekonomi  serta penataan ruang  kawasan, dilakukan analisis terhadap ketiga komponen penentu yang meliputi potensi supply, potensi demand dan pemanfaatan untuk menentukan  kondisi sumberdaya alam dan kebutuhan manusia dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan. Kerangka pendekatan pemeikiran perencenaan pengelolaan disajikan pada Gambar 2. 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2.  Kerangka Pemikiran Perencanaan Pengelolaan Secara terpadu dan berkelanjutan

 
 

 

 

 

 

 


VI.  Proses  Perencanaan Pengelolaan Kawasan Estuaria Secara Terpadu DAN BERKELANJUTAN

                                                                                                                      

Pada dasarnya proses pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu terdapat tiga langkah utama yaitu (1) Perencanaan,  (2) Implementasi  dan (3) Pemantauan dan Evaluasi.  Tahap perencanaan dimulai dengan kegiatan pendefenisian masalah secara akurat.  Ini penting karena jika pendefinisian masalah tidak benar, maka tahap selanjunya pun akan tidak mengenai sasaran.  Kiat untuk mendefinisaikan masalah secara benar diawali dengan menganali isu dan permasalahan dengan cermat.  Isu dan permasalahan dalam pengelolaan kawasan estuaria yaitu berupa pencemaran, degradasi habitat, konflik penggunaan ruang dan sumberdaya.  Selain itu perlu,  dirunut akar permasalahan yang menyebabkan timbulnya isu dan masalah tersebut.  Misalnya pencemaran, apakah sumbernya berasal dari kegiatan yang ada didalam kawasan pesisir atau dari lahan atas (aliran sungai)  atau dari laut lepas.  Siapa pemilik kegiatan yang menimbulkan pencemaran tersebut, bagaimana kuantitas dan kualitas bahan pencemar serta pengaruhnya terhadap biota dan proses ekologis yang ada diwilayah estuaria.

Selanjutnya, atas dasar pendefinisian masalah tersebut  dikombinasikan dengan informasi tentang potensi sumberdaya alam dan ekosistem yang terdapat dikawasan estuaria serta keinginan (aspirasi) masyarakat local yang ada , regional, maka disusunlah tujuan dan saran  pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu.  Tujuan secara umum dapat diformulasikan sebagai upaya untuk mencapai pemanfaatan atau pembangunan sumberdaya, ruang dan jasa  lingkungan yang lain yang terdapat di kawasan estuaria secara berekesinambungan.  Sedangkan sasaran perlu secara lebih spesifik, kalau dapat se

Cara kuantitatif sehingga dapat dibuat semacam tolak ukur untuk menilai keberhasilan  Pengelolaaan kawasan estuaria secara terpadu.

  Berdasarkan pada tujuan sasaran yang telah ditetapkan serta peluang dan kendala yang ada, disusunlah suatu dokumen perencanaan (rencana).  Suatu rencana yang terdiri dari kumpulan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


                                                                                          

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3. Proses Perencanaan Pengelolaan Kawasan estuaria Secara Terpadu  (Modifikasi dari Dahuri, Rais dan Ginting (1996)

 
 

 

 

 

 


Agar pengelolaan kawasan estuaria dapat berkelanjutan secara garis besar  kawasan estuaria perlu dipilih menjadi tiga kawasan (zone) : (1) kawasan preservasi, (2) kawasan konservasi, dan  (3) kawasan pemanfaatan.

Kawasan preservasi adalah suatu daerah yang ekosistem unik, biota endemik atau langka, atau proses-proses penunjang kehidupan seperti daerah pemijahan (spawning grounds) , daerah pembesaran (nursery ground), dan alur ruaya (migration routes) dari biota perairan.  Kecuali kegiatan pendidikan dan penelitian, dalam kawasan ini diperbolehkan adanya kegiatan manusia.

Kawasan konservasi adalah daerah yang diperuntukan bagi kegiatan pembangunan (pemanfaatan) secara terbatas dan terkendali.  Misalnya, kawasan hutan mangrove dan terumbu karang untuk kegiatan wisata alam (ekotourism).  Sementara itu, kawasan pemanfaatan memang diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan dalam tingkat yang lebih intensif seperti industri, tambak, pariwisata komersial, pemukiman, pelabuhan dan pertambangan.

Proses penyusunan tata ruang kawasan estuaria dapat dilakukan dengan cara membuat panampalan atau tumpang tindih (overlay)  peta-peta tematik yang memuat karakteristik biofisik (ekologis) kawasan estuaria terhadap peta-peta yang memuat persyaratan (kriteria) biofisik dari setiap kegiatan pembangunan yang direncanakan, dan peta penggunaan ruang (lahan) estuaria.  Dengan adanya tata ruang dapat mencegah terjadinya kerusakan ekologis yang dahsyat atau melebihi kemampuan sistem alam untuk menopangnya, karena segenap komponen dan fungsi (proses) ekologis penting  sudah dimasukkan dalam  kawasan preservasi atau konservasi.

Setelah penempatan setiap kegiatan pembangunan pada lokasi yang secara ekologis sesuai (sustaible) sesuai tata ruang, maka perencanan berikutnya adalah penentuan tingkat laju optimal dari setiap kegiatan yang ada dikawasan estuaria. Yang dimaksud dengan tingkat optimal dari kegiatan kawasan estuaria adalah suatu besaran intensitas  kegiatan yang secara sosial ekonomis menguntungkan dan secara ekologis aman atau segenap dampak lingkungan negatif yang ditimbulkan masih dalam keadaan ambang batas yang ditolerir oleh alam.

Penetapan kegiatan (pembangunan) yang optimal di kawasan estuaria dengan cara membuat analisis optimasi antara permintaan (demand) akan sumberdaya, ruang serta jasa-jasa lingkungan estuaria lainnya dan kemampuan kawasan estuaria dalam menyediakan secara berkesinambungan.

Secara rinci  IPCC (1994) hal-hal yang perlu dilakukan selama tahap perencanaan dalam kawasan estuaria adalah sebagai berikut ;

  1. identifikasi permasalahan, menyusun tujuan dan sasaran untuk menjawab permasalahan tersebut :
  2. Penentuan ruang lingkup spatial, waktu, dan substansi dari perencanaan
  3. Identifikasi pihak-pihak yang terkait, dan melibatkan peran serta stekholder dalam proses pengelolaan
  4. Analisis program, piranti kelembagan dan alat pengelolaan yang ada kemudian  penentuan apakah sudah mencakup untuk menjawab atau mengatasi isu dan permasalahan yang dihadapi.
  5. Penyusunan seperangkat kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah dicanangkan serta kondisi sistem-sosial alamiah estuaria
  6. Pengumpulan dan analisis data dan mengevaluasi kebutuhan akan informasi dan penelitian lebih lanjut ;
  7. Pengumpulan dan analisis datasaat ini dan evaluasi kebutuhan akan informasi dan penelitian lebih lanjut
  8. Pembuatan sistem pemantauaan dan pengelolaan terpadu (Integrated)
  9. Penyediaan informasi bagi pembuat kebijakan untuk evaluasi program

 

Tahap selanjutnya adalah implementasi dari rencana kegiatan kawasan estuaria yang telah disusun.  Pada tahap implementasi adalah pelaksanaan segenap kegiatan sesuai rencana dengan cara membuat pembagian tugas (job description) yang transparan dan diterima oleh segenap pelaksanannya.  Pada tahap ini peran komunikasi, kordinasi, dan keterbukaan antara segenap pihak yang terkait sangat dibutuhkan.

Tahap kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam tahap implementasi pengelolaan kawasa estuaria adalah sebagai berikut :

  1. menjamin struktur perencanaan sesuai dengan implementasinya
  2. Merancang, membangun dan mengoperasikan, dan memelihara bangunan fisik
  3. Mengaplikasikan dan memodifikasi peraturan seperti rencana tata ruang
  4. Menegakan pelaksnaan (enforcing) strategi, peraturan, dan baku mutu melalui proses legal secara formal atau pendekatan persuasive, pendidikan dan tradisi kemasyarakatan
  5. Melibatkan peran serta kalangan swasta dan masyarakat umum
  6. Identifikasi dan membuat perjanjian kontrak dengan lembaga sumber dana untuk implementasi program dan proyek
  7. Melakukan pengamatan dan pemantauaan tentang proses-proses ekologis dan social yang terjadi di kawasan estuaria dan interaksinya dengan kegiatan manusia
  8. Pemantauaan dan evaluasi tingkat pencapaiaan hasil dari rencana pegelolaan kawasan estuaria secara terpadu

 

Pengelolaan keterpaduan dalam kawasan estuaria merupakan suatu kombinasi sistem alam dan sistem social yang sangat kompleks dan dinamis, yang seringkali dicirikan oleh berbagai  ragam perubahan dalam hal : (1) kondisi social-ekonomi dan social budaya termasuk perubahan preferensi dan permintaan masyarakat terhadap sumberdaya, ruang dan jasa-jasa lingkungan wilayah pesisir lainnya, (2) ekosistem alamiah  seperti perubahan proses-proses morfologis dan variabilitas iklim secara priodik dan (3) perubahan kondisi bersifat jangka panjang seperti perubahan iklim global.  Oleh karena itu pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu sesungguhnya menangani suatu sistem penmgambilan keputusan yang bersifat tidak menentu  (under uncertainty), dimana ketidak menentuan itu disebabkan oleh perubahan kondisi-kondisi sosila- ekonomi, sosisl budaya, biologi, fisik dan kimia

Dengan demikian bahwa proses yang terjadi dikawasa estuaria adalah suatu proses yang bersifat kontinyu dan evolusioner, yang meliputi penilaiaan secara menyeluruh, penetapan tujuan dan sasaran, perencanaan, dan pengelolaan ekosistim estuaria beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang dikandungnya dengan mempertimbangkan aspek social budaya dan social ekonomi serta konflik pemanfaatan dan kepentingan masyarakat, presfektif ekologis dan teknis, guna mewujudkan kawasan ekstuaria secara berkelanjutan.

Agar mekanisme atau proses  sebagai jiwanya dalam pengelolaan untuk dapat direalisasikan, maka setiap komponen harus dilengkapi  dengan piranti pengelolaan (management arrangements) sebagai raganya.  Pada intinya piranti pengelolaan terdiri dari dua komponen utama yaitu piranti kelembagaan (institutional arrangement) dan alat pengelolaan (management instruments).  Piranti kelembagaan menyediakan semacam kerangka (framework) bagi pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan dan penerapan segenap alat pengelolaan.  Kerangka ini mencakup tiga hal : (1) struktur organisasi pemerintahan dan non pemerintahan termasuk mekanisme untuk menjembatani antar organisasi dan instansi yang bertanggung jawab; (2) kumpulan hukum, konvensi, keputusan, dan baku mutu untuk kualitas lingkungan dan (3) kumpulan norma social dan tradisi seperti hukum adat dan hak ulayat. 

 

 

VII.        ANALISIS PENGELOLAAN KAWASAN ESTUARIA SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN

 

Setelah permasalahan dan tujuan ditetapkan dan disetujiu oleh semua pihak yang terkait (stakeholder), perlu dilakukan kajian apakah tujuan tersebut dapat dicapai dalam ruang lingkup wilayah yang akan dikelola.  Dalam hal ini, ada tiga hal yang perlu dikaji : (1) sumberdaya estuaria yang akan dikembangkan  serta kondisi lingkungan kawasan estuaria, (2) Kondisi sosial-ekonomi-budaya dalam kaitannya dengan pembangunan sumberdaya esruaria termaksud didalamnya (3) kondisi administrasi, hukum dan kelembagaan yang ada di daerah kawasan estuaria.

 

7.1..  Lingkungan dan Sumberdaya Kawasan Estuaria

Hal yang perlu dikaji dan dianalisis dalam lingkungan dan sumberdaya alam estuaria yaitu : (1) distribusi dan potensi lestari (sustanaible yield) dari sumberdaya estuaria yang akan dikembangkan (2) tingkat pemanfaatan dari setiap sumberdaya estuaria, (3) dampak lingkungan yang akan timbul akibat pemanfaatan sumberdaya dan (4) dampak kegiatan pembangunann saat sekarang dan masa depan terhadap sumberdaya estuaria.

Pengumpulan data dan anailsisi dapat dilakukan dengan cara  pemetaan  terhadap sumberdaya wilayah estuaria, pemanfaatn sumberdaya estuaria dan dampak dari pemanfaatan sumberdaya estuaria.  Atas dasar ini dilakukan identifikasi  kawasan estuaria yang masih dapat dikembangkan  atau yang tidak dapat dikembangkan, serta menentukan apakah kegiatan yang akan dikembangkan  sesuai (compatible) dengan kondisi wilayae estuaria.  Teknik analisis yang dapat digunakan  seperti penampalan (overlay) peta trnsparansi, sistim Informasi Geografis (SIG) yang dikombinasikan dengan penginderaan jauh (remote sensing).

 

7.2.       Kondisi Sosial Ekonomi Budaya

 Kondisi Sosial ekonomi Budaya yang perlu dikaji adalah  hal-hal yang berkaitan dengan pemabngunan sumberdaya kawasan estuaria  terutama : Persepsi dan aspirasi masyarakat setempat terhadap sumberdaya dan lingkungan  Pola pemilikan sumberdaya dan hak pengusahaannya dan sistim pengelolaan tradsional.

 

4.2.      Kondisi Adminsitrasi,Hukum dan Kelembagaan

Kelemahan atau kegagalan dalam mengelola kawasan estuaria terutama banyak disebabkan oleh segenap sistem administrasi, hukum dan kelembagaan selama ini disusun berdasarkan pada asumsi (prinsip) bahwa ekosistem estuaria beserta sumberdaya yang terdapat didalamnya merupakan sumberdaya milik bersama (common property resources), sumberdaya hayatinya dapat dimanfaatkan terus menerus tanpa  serta tanpa batas, dan kawasaan estuaria dapat menampung limbah tanpa batas .  Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk  dan intensitas pembangunan, ternyata kedua asumsi terakhir itu salah.  Sebaliknya agar dapat memanfaatkan sumberdaya estuaria secara berkesinambungan , maka harus mengendalikan tingkat pemanfaatanya sesuai daya dukung lingkungannya.

Pengembangan sistem adiminstrasi, hukum dan kelembagaan dalam hal pengelolaan pemanfaatan sumberdaya  pesisir di Indonesia masih sangat lemah .  Akibatnya terjadi berbagai kerusakan sumberdaya pesisir yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan ekosistem.  Olehnya itu dalam program pengelolaan  kawasan estuaria perlu dikembangkan  sistim administrasi, hukum dan kelembagaan yang sesuai dengan kondisi ekologis (alam), dan social ekonomi dan budaya setempat  sehingga tercipta pembangunan kawasan estuaria secra optimal dan berkelanjutan.  Ada tiga indicator (performance indicator) yang ingin dicapai  yaitu meliputi : (1) efisiensi ekonomi (menguntungkan dan dapat menciptkan pertumbuhan ekonomi), (2) Pemerataan hasil pembangunan secara adil dan (3) terpeliharanya kelestarian daya dukung lingkungan kawasan estuaria.   Pendekatan studi penyusunan pengelolaan kawasan estuaria secara terpadu dan berkelanjutan    (Gambar 4).

 

 

 

 

 

 


DAFTAR  PUSTAKA

 

Bengen, D.G. 1999.  Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir.  Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan  Institut Pertanian Bogor (IPB).  Bogor.

 

Dahuri, R. J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu.  1996.  Pengelolaan Sumberdaya  Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.  First ed. Pradnya Paramita Jakarta,  Jakarta. Indonesia.

 

Dahuri.  1998.  Penyusunan Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir.  Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Republik  Indonesia dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

 

University of Delaware.  1999.  Integrated Coastal Management Basic, p. 50.  Univesuty of Delaware,  NOAA,S  Nation Ocean Service,  Intergovermental Oceanographic Commission.  The World Bank.

 

Departemen Kehutanan.  1999.  Himpunan Peraturan Perundangan Departemen Kehutanan.  Departemen Kehutanan.  Jakarta.

 

Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC).  1994.  Preparing to meet the Coastal Challenges of the 21 st Century.  Conference Refort of World Coast Conference 1993.  Nooedwijk, The Netherlands, 1-5 November 1993.

 

Kennish, M.J.  1990.  Ecology of Estuaries.  Volume II ; Biological Aspects. CRC Presss Inc.  Boca Raton, Florida.

 

Koesbiono.  1996.  Ekologi Wilayah Pesisir.  Makalah Disampaikan pada Pelatihan ICZPM Angkatan V.  PKSPL-LP IPB bekerjasama dengana Ditjen Pembangunan Daerah Depdagri.  Bogor

 

Mays, L.W.  1996.  Water Resources hand book.  McGraw-Hill, New York.

 

Pernetta, J.C. and D.L. Elder.  1993.  Cross Sectional, Integrated Coastal Area Planning (CICAP):  Guidelines and Principles for Coastal Area Development Marine and Development Report.  World Conservation Union.

 

Wibowo, P, C. E. Nirarita, S. Susanti, D.  Padmawinata, Kusmarini, M. Syarif. Y. Hendriani, Kusniangsih, dan L.B. Sinulingga.  1996.  Ekosistem Lahan Basah Indonesia: Buku Panduan Untuk Guru dan Praktisi Pendidikan Wetlands International Indonesia Program.  Bogor.