INTERVENSI PROGRAM STRATEGIS DALAM RANGKA MENGATASI KEMISKISKINAN DI JAWA TENGAH

© 2001. Siti Zubaidah                                                                            Posted 3 June 2001  (rudyct)

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

INTERVENSI PROGRAM STRATEGIS DALAM RANGKA

MENGATASI KEMISKINAN DI JAWA TENGAH

 

 

 

Oleh :

 

Ir. Siti Zubaidah, M.Si.

P31600020/SPL

E-mail: p2kppuri01@hotmail.com

 

 

 

PENDAHULUAN

 

            Krisis ekonomi yang telah terjadi menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi di berbagai daerah sehingga terjadi pengangguran, kemiskinan dan masalah sosial lainnya, telah memicu unjuk rasa sebagai wujud ketidak-puasan terhadap kondisi yang ada saat ini.  Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi akibat krisis moneter yang telah terjadi tidak hanya menyentuh sektor ekonomi saja, akan tetapi telah menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat di negara kita.  Kemiskinan sangat identik dengan ketidak-nyamanan, miskin adalah serba sempit, serba terbatas.

            Dalam salah satu tulisan mengenai Budaya kemiskinan oleh Carl Lewis, dikatakan bahwa kaum miskin akan selalu beradaptasi dengan kondisi yang serba sempit itu, kemudian melahirkan budaya dari kristalisasi cara-cara hidup yang serba terbatas itu.  Akan tetapi akankah kita semua membiarkan kondisi demikian, mereka menderita sekaligus juga belajar menikmati hidup di tengah penderitaan tersebut.  Suatu contoh mereka kaum miskin itu menikmati kemewahan tidur siang, hanya karena disebabkan tidak adanya pekerjaan, mereka kesulitan keuangan untuk membeli bahan pangan tetapi juga sekaligus membeli rokok yang sebenarnya lambang kemewahan, oleh akibat iklan dan gaya hidup yang marak bersliweran.  Marilah kita semua berempati memandang mereka adalah juga bagian dan juga tanggung jawab kita semua.

            Kemiskinan adalah keterbatasan yang disandang oleh seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, sebuah negara yang menyebabkan ketidak nyamanan hidup, terancamnya penegakan hukum dan keadilan, terancamnya bargaining (posisi tawar) dalam pergaulan dunia, hilangnya generasi serta suramnya masa depan bangsa dan negara.  Berbagai cara pandang terhadap kemiskinan ini telah digunakan untuk menganalisis kondisi kemiskinan bangsa kita saat ini, misalnya miskin ekonomi, pendidikan, akses, moral, penegakan hukum dan keadilan, harga diri.  Namun penyelesaian nampak sektoral dan belum terintegrasi.

 

MENGAPA KEHIDUPAN MASYARAKAT DI NEGARA KITA MISKIN

            Pada awalnya banyak orang berfikir bahwa membangun sektor ekonomi saja akan dapat menggerakkan semua sektor dan menggerakan seluruh kegiatan masyarakat.  Kenyataan menunjukkan bahwa pembangunan segi ekonomi saja tidak akan mendorong segi-segi lain kegiatan masyarakat.  Bahkan pembangunan segi ekonomi cenderung akan gagal bila tidak ditopang oleh segi-segi lainnya.  Perkembangan teori ekonomi melahirkan berbagai dampak baik yang secara langsung dengan kehidupan manusia, maupun yang berakibat pada kerusakan lingkungan hidup.  Beberapa teori pembangunan yang mungkin telah berpengaruh terhadap kehidupan di negara kita, antara lain :

(1)   Teori pembangunan berimbang, menekankan mobilisasi modal sebagai faktor strategis dalam pembangunan, mengusahakan keseimbangan dari berbagai sektor pertanian, pertambangan, industri dan jasa, penerapan teori ini dirasakan belum menyentuh sendir kehidupan dalam masyarakat, muncullah teori selanjutnya

(2)   Teori pembangungan yang mengupayakan terpenuhinya basic need, teori ini diadopsi oleh pemerintah kita yang ternyata memang pada tahap pemenuhan kebutuhan hidup pokok. Implementasi teori ini melalui pendekatan trickle down effect, dengan asumsi bahwa membangun ekonomi berskala besar dengan harapan akan menetes ke bawah.  Akibat dianutnya teori ini, kesenjangan ekonomi antara kaya miskin semakin jauh, trickle down effect ternyata tidak berhasil.  Kegiatan ekonomi hanya dipegang oleh beberapa kelompok orang dalam prosentase yang sangat kecil.  Kegagalan ini ingin diperbaiki dan beralih pada teori pembangunan berikutnya.

(3)   Teori pembangungan menekankan pada pemerataan, Indonesia menyambut teori ini dengan menempatkan pemerataan dalam trilogi pembangunan, yaitu : pembangunan, pemerataan dan stabilisasi. Implementasi teori ini hanya menyentuh kebutuhan hidup dasar misalnya pangan, sandang, kesehatan dan sedikit pendidikan.  Sehingga mulai dipertanyakan, apa yang dihasilkan dari proses pembangunan itu sendiri?  Maka teori ini mulai ditinggalkan dan beralih kepada teori pembangunan berikutnya, yaitu teori pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup.

(4)   Teori pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup, kualitas hidup termasuk kualitas permukiman.  Apa artinya hidup cukup sandang, pangan apabila berada pada lingkungan yang kumuh.  Sehingga teori pembangunan untuk peningkatan kualitas hidup mengacu kepada kualitas lingkungan tempat manusia bermukin dan juga kualitas manusia itu sendiri.  Di negara kita, pembangunan berdasarkan teori ini mengarah pada pembangunan manusia seutuhnya.  Pembangunan yang berpihak pada pengembangan nilai-nilai kehidupan yang bermoral, menempatkan manusia sebagai obyek dan bukan subyek.  Akan tetapi dari berbagai kajian menunjukkan bahwa teori yang dianut secara umum di berbagai negara berkembang ini menunjukkan bahwa sasaran belum dapat dicapai.  Sehingga introspeksi dilakukan oleh berbagai kalangan, moment penting adalah pada peringatan hari lingkungan hidup sedunia oleh perwakilan negara-negara dalam UNEP.  Usulannya adalah diadakannya kaji ulang mengenai arah pembangunan.  Konsep pembangunan ini menempatkan kaitan antara pembangunan dan lingkungan.

(5)   Teori pembangunan berkelanjutan, menyangkut 6(enam) aspek penting, yaitu : (1) kependudukan dan sumberdaya manusia sebagai faktor independent yang akan memberi dampak terhadap lingkungan, (2) jaminan ketersediaan pangan yang memerlukan usaha untuk memelihara daya dukung bagi keberhasilan proses produksi guna menghasilkan pangan, (3) menempatkan spesies dan ekosistem sebagai seumberdaya bagi pembangunan, (4) peranan energi dalam proses pembangunan, (5)industri, (6) perkembangan kota.

Dalam kupasan ini menunjukkan bahwa semua teori pembangunan muncul dalam semangat ingin memperbaiki kondisi yang ada oleh akibat penerapan teori-teori pembangunan yang diimplementasikan sebelumnya.  Masyarakat internasional juga berperan penting dalam menentukan arah pembangunan baik global maupun regional.  Setiap teori pembangunan selalu muncul dalam perspektif dan normatif yang selalu terkungkung oleh situasi kekinian dimana teori tersebut digagas.  Masyarakat selalu belajar pada kejadian-kejadian yang menimpa generasi sebelumnya.  Lalu mengapa negara kita miskin?  Mungkin beberapa tesa berikut ada yang relevan, tanpa ingin menggugat pelaku pembangunan masa lalu :

(1)   Negara kita sangat kaya, luas dan memiliki potensi sumberdaya plasma nutfah dan energi yang berlimpah.  Negara-negara miskin seperti kita selalu didorong oleh masyarakat dunia untuk selalu menjual bahan-bahan mentah.  Posisi tawar kita sebagai negara miskin sangat rendah, pembatasan kuota dan fenalti oleh sebab yang sangat politis, misalnya pelanggaran HAM.  Yang ironisnya dikemukakan oleh negara-negara yang dulu menjajah kita juga ?

(2)   Pemakaian energi dan juga pangan kita secara relatif masih sangat rendah.  Sebagai contoh, di negara-negara maju pemakaian energi untuk per kapita adalah 80:1 dibandingkan dengan masyarakat umum di negara kita.  Jadi adilkah apabila kita dituduh miskin karena penduduk kita besar, dan dunia mendorong kita untuk membatasi jumlah penduduk.  Bukankah hal ini merupakan upaya terselubung dalam rencana masyarakat dunia yang lebih besar ? 

(3)   Rata-rata lama masa pendidikan di negara kita mungkin baru mencapai 4,5 tahun, bandingkan dengan Amerika Serikat telah mencapai 9 tahun.

(4)    Pemikiran untuk beralih dari budaya agraris ke masyarakat industri melalui penerapan pendekatan trickle down effect, pada kenyataannya proses transformasi tersebut tidak pernah berhasil, aspek sosial budaya yang mengiringi tidak disentuh. 

(5)   Pendekatan trickle down effect ini juga telah menyebabkan menumpuknya kekuatan ekonomi pada beberapa kelompok orang, dan menyebabkan budaya kolusi untuk memperoleh fasilitas.  Budaya KKN marak di segala segi kehidupan.

 

PEREKOMIAN DAN PEMBANGUNAN

      Perekonomian dan pembangunan adalah seperti kuda dengan pedatinya, gerakan percepatan pada perekonomian diharapkan dapat menarik perputaran roda pembangunan.  Dalam perjalanannya perekonomian dan pembangunan dalam suatu negara mengalami keberhasilan, benturan, kendala serta dialektika.  Dampak pembangunan tidaklah seluruhnya positif, pada kenyataannya yang terukur dalam pertumbuhan adalah nilai manfaat secara materiil, derajat penggerusan teradap kehidupan sosial-budaya serta kerusakan lingkungan tidak populer untuk dihitung.  Pertumbuhan ekonomi tidak merupakan gerakan otomatis yang mendorong kemajuan masyarakat negara-negara berkembang.  Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan adalah dua hal yang harus dibedakan.  Pembangunan memiliki cakupan dimensi yang lebih luas, dibandingkan dengan sekedar pertumbuhan ekonomi.  Pembangunan (ekonomi) merupakan perubahan orientasi dan struktur pembangunan di negara berkembang menuju suatu keadaan yang lebih maju. 

 

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

            Pelaksanaan pembangunan pada saat ini lebih menekankan pada pendekatan sektoral yang cenderung terpusat sehingga pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitasnya dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan kepada masyarakat secara optimal.  Kapasitas pemerintah daerah yang tidak optimal ini disebabkan oleh kuatnya kendali pemerintah pusat dalam proses pembangunan melalui berbagai pedoman dan petunjuk pelaksanaan yang sangat rinci dan kaku.  Kuatnya kendali pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah pada masa yang lalu telah menyebabkan pula hilangnya motivasi, inovasi, dan kreativitas aparat daerah dalam menjalankan tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawabnya.

            Garis Besar Haluan Negara tahun 1999 mengamanatkan bahwa arah kebijakan bagi terwujudnya otonomi daerah dalam rangka pembangunan daerah dan pertumbuhan daerah dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia.  Secara khusus tujuan dalam Propenas yang sangat menarik adalah “Meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan lembaga dan organisasi masyarakat setempat, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial masyarakat dan peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu masyarakat untuk memperoleh hak-hak masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik.

 

 

INTERVENSI PROGRAM STRATEGIS DALAM RANGKA MENGATASI KEMISKINAN

 

Selayang Pandang Program Jaring Pengaman Sosial

            Krisis ekonomi di negara kita relatif akut dan sulit disembuhkan, diperparah dengan krisis sosial, demontrasi massa marak di mana-mana.  Pemerintah nampak gamang dan gugup, berbagai bantuan kepada masyarakat yang secara ekonomi terpuruk akibat krisis dicoba untuk ditangani melalui proyek JPS (jaring pengaman sosial) atau Social Safety Net.  Dalam upaya rescue atau penyelamatan.  Dalam kondisi yang serba mendadak tersebut pemerintah hampir tidak menemukan cara dan pendekatan yang memadai untuk melaksanakan upaya JPS tersebut.  Proyek adalah satu-satunya cara pemerintah untuk menyampaikan bantuan kepada masyarakatnya.

Berita kebocoran JPS yang fantastis mencapai angka 56 persen, tersangkut pada birokrasi, mulai dari tingkat pusat di Bappenas sampai dengan kelurahan.  Sebagian masyarakat di kelurahan tiba-2 menerima rejeki nomplok dengan cara “ngemplang uang hibah dari pemerintah ini”.  Proyek-proyek semacam ini tanpa disadari telah menguji dan sekaligus merusak citra para aparat dan juga kredibilitas sebagian anggota masyarakat.  Sebagian masyarakat telah belajar dan menyaksikan sendiri “pertanggung-jawaban ala keproyekan” yang memang standar administrasi di negara kita sementara ini seperti itu.  Ironisnya banyak informasi mengarahkan bahwa justru elit masyarakatlah yang menuai lebih banyak dari proyek-proyek JPS semacam ini, bukan golongan paling miskin.  Pada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, serta mekanisme yang rapuh telah menggelincirkan kita semua, kritik terhadap kebocoran tersebut sangat tajam, baik oleh masyarakat nasional kita maupun masyarakat internasional.  Semua yang diuraikan adalah dialektika lapangan, ibaratnya dalam suatu lahan disebarkan pupuk, maka gulma-gulma akan juga turut menjadi subur, lalu gulma itu kapan bersihnya sehingga benar-benar tanaman utama saja yang akan tumbuh.  Pembangunan adalah proses pencarian dan penemuan yang tiada hentinya, oleh karenanya harus secara konsisten diperjuangkan melalui berbagai segi dan sendi kehidupan masyarakat.

            Pada saat ini beban bangsa kita sangat luar biasa beratnya.  Memperbaiki dan merampingkan birokrasi, menata keadilan dan hukum, menata ekonomi yang carut marut, belajar berdemokrasi, belajar berpartisipasi dan belajar berperan sebagai khalifah di bumi.  Namun setidaknya dalam GBHN sudah dimulai dengan menetapkan tujuan pembangunan salah satunya adalah memberdayakan masyarakat, kelembagaan lokal, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial.

 

Intervensi Program Strategis dalam Rangka Menanggulangi Kemiskinan

            Setelah program-program rescue yang dilaksanakan melalui JPS, kini pemerintah meluncurkan “proyek recovery” yaitu untuk pemulihan ekonomi masyarakat dalam PPK perkotaan, PPK perdesaan, P2KP, P2MPD, dll.  Desain proyek sudah mulai mengarah pada meningkatkan pelibatan partisipasi masyarakat sebagai pengambil keputusan yang lebih besar.  Pemberdayaan institusi lokal mulai disentuh, namun pada taraf implementasi masyarakat juga belajar untuk mengalami berdemokrasi, mengambil keputusan secara kolektif, berempati dan bertenggang rasa.

 

Bagaimana Strategi Ke Depan

            Intervensi mengandung pengertian “adanya campur tangan”.  Program adalah upaya jangka panjang, terus-menerus, dan tidak dengan pendekatan keproyekan yang memiliki jangka waktu relatif pendek.  Strategis mengandung arti jitu, akurat, efektif dan efisien.  Mengatasi kemiskinan, lebih tepat mungkin menangani dan menanggulangi, karena kemiskinan bukanlah bencana.  Akan tetapi merupakan akibat dari berbagai sebab, misalnya : sedikitnya sumber daya alam, rendahnya tingkat pendaya-gunaan sumberdaya alam, kesalahan pengelolaan kekayaan sumberdaya alam, ketidak adilan dalam pemerataan proses dan pembagian hasil-hasil pembangunan, korupsi yang merajalela dsb.  Jadi intervensi program strategis dalam rangka menangani dan menanggulangi kemiskinan di Jawa tengah ini merupakan kerja besar.  Banyak kesalahan dan kegagalan masa lalu yang bisa dipetik. 

Merubah haluan bagi sebuah negara sebesar Indonesia dengan beraneka ragam budaya tentulah tidak mudah.  Akan tetapi kesempatan kebijakan otonomi daerah harus disambut dengan gembira, agar proses belajar ini segera dapat dimulai.  Misalnya pembangunan yang sentralistik, top down sudah berdampak sangat buruk pada proses munculnya kreasi dan inovasi masyarakat, maka kita jangan lakukan itu.  Pembangunan yang mementingkan ego sektoral ternyata kurang efisien dalam segi keuangan, proses, energi dan waktu, maka ke depan kita harus berfikir lebih komprehensif dan terintegrasi.  Dahulu masyarakat kurang dipercaya, dianggap bodoh dan “ngriwuki”, akan tetapi ternyata dalam masyarakat juga tersimpan energi sosial yang demikian besar, dapat digerakkan partisipasinya untuk menggalang swadaya, melakukan proses monitoring, kritik dan perbaikan-perbaikan.  Oleh karena itu kita kini harus memandang energi tersebut secara positif, memfasilitasi secara baik, jujur dan adil.

Pembangunan dengan paradigma baru yang sudah banyak didengungkan, sebagai upaya dan usaha sungguh-sungguh untuk melakukan pembangunan bersama rakyat dan bertumpu kepada pembangunan komunitas.  Sudah saatnya rakyat ditempatkan sebagai subyek dan bukan obyek pembangunan (sekedar pemetik manfaat, pengguna prasarana fisik).  Anggapan bahwa masyarakat adalah bodoh dan harus selalu dituntun oleh birokrat, hendaknya mulai ditinggalkan.  Masyarakat harus menjadi aktor dari pembangunan itu sendiri, yang berhak melakukan identifikasi permasalahan, identifikasi potensi, merencanakan pembangunan sekaligus mewujudkan.  Peran pemerintah dimasa yang akan datang adalah menjadi fasilitator dan wasit, sedangkan pelaku pembangunan adalah masyarakat itu sendiri.  Intervensi strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah propinsi Jawa Tengah sebaiknya lebih diarahkan pada pemandirian masyarakat.  Cara-cara yang dapat ditempuh antara lain sebagai berikut :

 

1. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat

            Peran serta masyarakat secara aktif untuk membangun diri dan lingkungannya hanya dapat dilakukan dengan membangun komunitas.  Komunitas secara aktif penuh kesadaran, bebas dari rasa bersalah dan tanpa tekanan dapat membangun inovasi dan kreatifitas dalam rangka meningkatkan pendaya-gunaan energi sosial yang ada dalam komunitas tersebut.  Pendekatan demikian secara umum kini dikenal dengan “pemberdayaan”.

 

2. Memberdayakan Komunitas

            Pemberdayaan adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan daya tahan fisik, sosial, ekonomi dan justisy.  Dalam konteks pemberdayaan komunitas, maka peran pemerintah kini seharusnya adalah sebagai agen perubahan (agent of change).  Pemberdayaan adalah proses yang panjang yang mengacu pada prinsip development from within (pembangunan dari dalam), melalui mobilisasi sumberdaya internal dan eksternal.  Pemberdayaan dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut : (1) menumbuhkan kesadaran untuk beruba, (2) merumuskan kebutuhan akan perubahan-perubahan yang dikehendaki, (3)menetapkan tujuan yang akan dicapai, (4) membuat perencanaan-perencanaan, (5) melakukan inventarisasi terhadap strategi-strategi yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan, (6) menetapkan strategi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan, (7) implementasi perencanaan, (8) monitoring dan evaluasi.  Dalam proses pemberdayaan, kesadaran akan posisi setiap pihak sangat dipentingkan.  Dalam kerangka pembangunan yang lebih ke depan, tolok ukur keberhasilan pembangunan dalam setiap tahapan dirumuskan secara partisipatif bersama masyarakat, dimiliki dan disosialisasikan secara luas.  Keberhasilan dan kegagalan pembangunan adalah milik dan tanggung jawab masyarakat.

 

3. Menumbuhkan dan Membangunan Kelembagaan Lokal (local institution)

            Secara historis kelembagaan-kelembagaan lokal telah ada dan berfungsi secara efektif di masa silam, namun keberadaannya semakin surut sejalan dengan efektifnya penerapan administrasi birokrasi dimasa orde baru.  Lembaga rembug desa di Jawa, Banjar di Bali, perwakilan adat Nagari di Sumatera dan lain-lain telah bergeser menjadi RT / RW dan dasa wisma yang berfungsi lebih politis di masa lalu untuk mengontrol kegiatan masyarakat sampai pada sel yang paling kecil.  Semuanya dimonitor dari wilayah administrasi terkecil yaitu desa dan kelurahan, cenderung seragam dan mematikan inovasi, kreativitas dan potensi lokal.

 

Beberapa tahun berselang ada upaya pemerintah untuk membangun kelembagaan lokal seperti LSD (Lembaga Sosial Desa), LMD (Lembaga Masyarakat Desa), LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) yang hampir seluruhnya top down oleh pemerintah karena ada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, serta ditunjang dengan SK (Surat Keputusan).

Kini didengungkan upaya pembentukan BPD (Badan Perwakilan Desa) dan BPK (Badan Perwakilan Kelurahan) dan di Jakarta ada Dewan kelurahan.  Apabila sosialisasi mengenai paradigma baru pembangunan “menumbuhkan institusi lokal, bukan membentuk institusi lokal” ini tidak tuntas, maka besar kemungkinan akan terjadi top down lagi, dalam mekanisme yang demikian peran komunitas sebagai pelaku tidak akan optimal.  Di Jakarta misalnya beredar kabar bahwa anggota Dewan Kelurahan akan menerima honorarium sebesar Rp500.000, telah menjadi polemik antara pajabat ketua RT/RW dengan anggota Dewan Kelurahan.  Bagaimanapun sulitnya jalan yang harus ditempuh, kita harus berhasil dalam menumbuhkan dan membangun institusi lokal ini, berbagai keuntungan akan dapat dipetik dalam proses menumbuhkan institusi lokal tersebut, antara lain :

a)      Masyarakat akan mengalami bagaimana rasanya memilih wakil-wakil mereka, orang-orang yang secara intens mereka kenal.

b)     Masyarakat akan mengalami pelaksanaan pemilihan perwakilan mereka.

c)      Masyarakat mengalami bagaimana menyusun aturan main bersama

d)     Masyarakat mengalami bagaimana rasanya menerima hasil pemilihan yang mereka lakukan bersama.

e)     Masyarakat mengalami proses kompromi

f)        Masyarakat mengalami belajar meresolusi konflik yang menyertai proses dan hasil pemilihan

g)     Masyarakat mengalami dan mengerti mekanisme pengambilan keputusan secara kolektif.

h)      Masyarakat dapat meningkatkan ikatan sosial secara lebih intens dengan adanya kesamaan tujuan dan cara pandang yang dibangun bersama.

Institusi lokal ini nantinya merupakan wadah saling asah-asih-asuh diantara warga komunitas.  Berperan mengambil keputusan-keputusan, karena sangat dekat dan benar-benar memahami kebutuhan komunitasnya.

 

4. Menfasilitasi Transformasi Wewenang Kepada Masyarakat

            Tumbuh dan berkembangnya kelembagaan lokal tentu diiringi dengan berbagai kebutuhan, terutama pada aktualisasi kelembagaan tersebut dalam peranannya sebagai aktor pembangunan.  Pemerintah sebagai fasilitator dalam paradigma baru pembangunan diharapkan mampu mengemban peran baru sebagai “regulator sekaligus fasilitator” tentu tidak mudah, karena umumnya peran fasilitasi adalah pendampingan bukan pengaturan.

            Wewenang untuk melakukan identifikasi, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi pembangunan selayaknya diberikan kepada masyarakat secara positif dan legowo yang di fasilitasi oleh aparat pemerintah.

 

5. Mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Pembangunan

            Pendekatan pembangunan secara sektoral ternyata kurang efisien ditinjau dari kepentingan masyarakat dan pembelajaan uang.  Sudah saatnya pada era otonomi daerah dikembangkan Sistem informasi Manajemen yang dapat merupakan basis informasi dalam rangkan pengambilan keputusan secara komprehensif.  Sebagai contoh saja, dalam penetapan penduduk miskin.  Beberapa versi berkembang sesuai dengan kebutuhan dan pendekatannya, BPS, BKKBN dan Susenas.  Sebuah keluarga dapat masuk kategori miskin dan juga tidak miskin sekaligus.  Padahal semua pihak mengetahui bahwa survey penetapan penduduk miskin tersebut juga menelan banyak biaya.  Sudah saatnya masyarakat diajak bersama untuk melakukan “pemetaan penduduk miskin secara partisipatif”.  Masyarakat dipandu untuk menetapkan indikator kemiskinan lokal, lalu menetapkan siapa yang miskin diantaranya dan sekaligus memetakannya.

            Sistem informasi manajemen dapat dibangun dengan basis sumber informasi menggunakan kelembagaan lokal yang ada di masyarakat.  Dimana secara ideal lembaga lokal akan menjalankan peran dan fungsinya secara efektif.  Mereka akan menyampaikan kondisi wilayah mereka secara jujur dan tanpa tekanan apapun, sehingga data yang masuk dalam sistem informasiadalah adalah data valid, akurat dan faktual.  Sistem informasi manajemen tidak harus identik dengan adanya komputer, tetapi melainkan sistemnya yang perlu dibangun, disosialisasikan serta diimplementasikan.

 

            Dengan sistem informasi manajemen yang memadai akan dapat disusun perencanaan yang komprehensif, memadai dan berkeadilan karena semua wilayah memiliki akses yang sama, bukan hanya pada wilayah dan daerah yang sering dikunjungi pejabat-pejabat saja. 

 

PENUTUP

            Intisari dari paper ini adalah mencoba mengkaji penyebab kemiskinan menggunakan sudut pandang pembangunan serta berbagai teori yang pernah dianut oleh pemerintah kita, yang ternyata pada akhirnya kita terpuruk dalam kemiskinan.  Menjadi negara penghutang ke –4 terbesar di dunia, menjadi negara terkorup ke –5 didunia, dan berbagai predikat lain yang kurang sedap.  Bahkan Indonesia sudah tidak malu lagi menerima IDA credit dari Bank Dunia yang hanya diperuntukkan bagi negara sangat miskin. 

Bukan mencari siapa yang salah, tetapi masyarakat bertanya “bukankah kami di masa lalu tidak di ajak berembug”, ya mungkin melalui DPR, ah DPR dimasa lalu kan Dewan Perwakilan Rezim, begitu kata orang yang sinis.  Tetapi kita semua masih mencintai negara ini.  Kita masih punya energi untuk menanam, meskipun kita tahu bahwa kita tidak akan memetik, melainkan untuk generasi

Juga sekelumit diusulkan strategi pembangunan bertumpu pada pemberdayaan komunitas.  Dimana pada saatnya nanti, energi sosial yang ada dalam masyarakat dapat didaya-gunakan secara lebih positif untuk kepentingan pembangunan bagi kesejahteraan bersama.