PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT

© 2001  Taufik Hasbullah                              Posted  24 May 2001  (rudyct)

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG  BERBASIS MASYARAKAT

 

Oleh :

Taufik Hasbullah

P31600029

E-mail: thasbullah@yahoo.com

 

PENDAHULUAN

 

            Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang ada dikawasan pesisir dan lautan. Ekosistem ini umumny tumbuh didaerah tropis dan mempunyai produktivitas primer yang tinggi, yaitu bisa mencapai lebih dari 10 kg C/m2 /tahun, dibandingkan dengan produktivitas perairan laut lepas pantai, yang hanya berkisar antara 50 –100 mg C/m2/tahun. Tingginya produktivitas primer didaerah terumbu karang ini menyebabkan terjadinya pengumpulan hewan-hewan yang beraneka ragam, seperti ikan, udang, mollusca (kerang-kerangan), dan lainnya (Sugandhy, 2000  dalam Supriharyono, 2000).

            Namun dibalik potensi tersebut aktivitas manusia dalam memanfaatkan potensi sumberdaya terumbu karang dan/atau lingkungan disekitarnya, sering tumpang tindih, dan bahkan banyak diantara aktivitas tersebut, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, telah menyebabkan kerusakan terumbu karang. Aktivitas penangkapan dengan menggunakan bahan peledak dan beracun (KCN), pengambilan karang, baik yang tyelah mati untuk bahan bangunan maupun yang masih hidup untuk aquarium, sering menimbulkan masalah tersendiri bagi upaya pengelolaan terumbu karang. Pembukaan hutan mangrove, sering menyebabkan penggelontoran sedimen yang tinggi keperairan karang, lalu lintas kapal diatas perairan karang tidak jarang memberikan andil terhadap mutu air karena adanya ceceran bahan bakar atau smashing karang oleh lambung kapal, demikian pula aktivitas pariwisata, tidak sedikit yang menimbulkan dampak terhadap kehidupan karang. Apabila kondisi ini dibiarkan terus tanpa terkendali atau tidak dikelola dengan baik, maka dikwatirkan  ekosistem terumbu karang akan musnah.

            Beberapa upaya pengelolaan telah digunakan oleh pemerintah dalam mempertahankan kelestarian sumberdaya terumbu karang di Indonesia, baik dengan pencegahan yaitu melalui perundang-undangan, maupun pelaksanaan konservasi, namun semua itu tidak akan berjalan dengan baik apabila kesabaran masyarakat masih rendah. Karenanya peran serta masyarakat dalam mencintai dan menjaga kelestarian alam, terumbu karang, sangat dibutuhkan. Salah satu upaya untuk yang sangat strategis untuk menyelamatkan terumbu karang dari pemanfaatan yang tidak berkelanjutan adalah dengan pendekatan pengelolaan yang berbasis masyarakat. Hanya dengan cara itulah, akhirnya masyarakat dengan sendirinya akan sadar bahwa manfaat terumbu karang bukan hanya untuk sekarang saja, tetapi bagaimana memanfaatkannya supaya dapat dinikmati untuk cucu-cucu kita dimasa yang akan datang.   

 

 

PENGERTIAN PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT (PBM)

 

            Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berbasis Masyarakat (PBM) akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian baik dari kalangan pemerintahan maupun dari non pemerintahan. Sampai sejauh ini persepsi dari PBM masih bervariasi, namun ada semacam kesepakatan atau persamaan pandangan bahwa dalam PBM, “Peran Masyarakat” menjadi kunci utama. 

            Dari sini tentunya pemikiran akan berkembang tentang apa yang dimaksud dengan peran masyarakat tersebut. Pada kelompok – kelompok yang memandang PBM sebagai ‘Pengelolaan Tradisional’, maka pengertian masyarakat disini adalah kelompok masyarakat lokal, yang umumnya masih monoculture dan belum banyak mengalami asimilasi. Adapula yang memandang ‘masyarakat’ pada konteks PBM ini dalam pengertian yang lebih luas, yaitu kelompok masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya alam dalam berbagai bentuk baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu kawasan tertentu.

            Sementara itu, Carter (1996) memberikan definisi pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat yaitu, suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan disuatu daerah terletak/berada ditangan organisasi-organisasi dalam masayarakt didaerah tersebut. Selanjutnya bahwa dalam sistem pengelolaan ini, diberikan kesempatan dan tanggung jawab dalam melakukan pengelolaan terhadap sumberdaya yang dimilikinya, dimana masyarakat sendiri yang mendefinisikan kebutuhan, tujuan dan aspirasinya serta masyarakat itu pula yang membuat keputusan demi kesejahteraannya.

            Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan yang berbasis masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung didalanmnya.Pengelolaan disini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Namun dalam prakteknya banyak ditemui bentuk – bentuk pengelolaan seperti ini yang mengalami kepunahan. Seiring dengan pesatnya pembangunan di wilayah pesisir, maka sulit bagi masyarakat lokal untuk mempertahankan bentuk-bentuk pengelolaan yang murni hanya berbasis pada masyarakat setempat.

            Pomeroy dan Williams (1994), mengatakan bahwa konsep pengelolaan yang mampu menampung banyak kepentingan, baik kepentingan masyarakat maupun kepentingan pengguna lainnya adalah konsep Cooperative Management atau disingkat Co-Management.

            Co-management didefinisikan sebagai pembagian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna sumberdaya alam lokal (masyarakat) dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti perikanan, terumbu karang, mangrove dan lain sebagainya (Pomeroy dan Williams, 1994). Dalam Co-Management, pihak masyarakat dan pemerintah dihubungkan sehingga memungkinkan terjadinya interaksi baik berupa konsultasi maupun penjajakan awal apabila, misalnya, pemerintah akan menetapkan peraturan pengelolaan sumberdaya alam disuatu wilayah.

            Dalam konteks ini masyarakat (the community) didefinisikan sebagai kelompok orang-orang yang memiliki fungsi moral tertentu seperti kebaikan, pekerjaan, tempat tinggal, agama dan nilai-nilai (Renard, 1994 dalam White, 1994). Dalam konsep Co-Management, masyarakat lokal merupakan partner penting bersama-sama dengan pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam disuatu kawasan.

            Jadi dalam Co-Management bentuk pengelolaan sumberdaya alam di ekosistem terumbu karang berupa cooperative dari dua pendekatan utama yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah (government centralized management) dan pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat (community based management). Kedua pendekatan pengelolaan tersebut masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan yang apabila tidak disiasati dengan baik akan menimbulkan kesalahan pengelolaan yang pada akhirnya akan bermuara pada kerusakan lingkungan.

            Dalam konsep Co-Management masyarakat lokal merupakan salah satu kunci dari pengelolaan sumberdaya alam, shingga praktek-praktek pengelolaan sumberdaya alam yang masih dilakukan oleh masyarakat lokal secara langsung menjadi embrio dari penerapan konsep Co-Management tersebut. Bahkan secara tegas Gawel (1984) dalam White (1994) menyatakan bahwa tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil (dalam studi Gawell adalah ekosistem terumbu karang) tampa melibatkan masyarakat lokal sebagai pengguna (the users) dari sumberdaya alam tersebut. Selanjutnya Pomeroy dan Williams (1994) menyatakan bahwa penerapan Co-Management akan berbeda-beda dan tergantung pada kondisi spesifik dari satu wilayah, maka Co-Management hendaknya tidak dipandang sebagai strategi tunggal untuk menyelesaikan seluruh problem dari pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Tetapi lebih dipandang sebagai alternatif pengelolaan yang sesuai untuk situasi dan lokasi tertentu.

        

PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT  

            Pengelolaan ekosistem terumbu karang pada hakekatnya  adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia, agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestraian lingkungan. Apabila dilihat permasalahan pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang menyangkut berbagai sektor, maka pengelolaan sumberdaya terumbu karang tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri, namun arus dilakukan secara terpadu oleh beberapa instansi terkait. Kegagalan pengelolaan sumberdaya terumbu karang ini, pada umumnya disebabkan karena masyarakat pesisir tidak pernah dilibatkan, mereka  cenderung hanya dijadikan sebagai obyek dan tidak pernah sebagai subyek dalam program-program pembangunan diwilayahnya. Sebagai akibatnya mereka cenderung menjadi masa bodoh atau kesadaran dan partisipasi mereka terhadap permasalahan lingkungan disekitarnya menjadi sangat rendah.

            Dalam pengelolaan ekosisitem terumbu karang berbasis masyarakat ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah segenap komponen yang terlibat baik secara langsung maupun tak langsung dalam pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang, diantaranya adalah masyarakat lokal, LSM, swasta, perguruan tinggi dan kalangan peneliti lainnya.

            Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat dalam kajian ini dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada masyarakat dan dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan dua aspek kebijakan, yaitu aspek ekonomi dan ekologi, dimana dalam pelaksanaannya terjadi pembagian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah disemua level dalam lingkup pemerintahan maupun sektoral dengan pengguna sumberdaya alam (masyarakat) dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Jadi dalam konteks pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat kedua komponen baik masyarakat dan pemerintah sama-sama diberdayakan, sehingga tidak ada ketimpangan dimana hanya masyarakat saja yang diharapkan aktif, namun pihak pemerintah juga harus proaktif dalam menunjang program pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang ini.

            Beberapa kunci keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat menurut Pameroy and Williams (1994) adalah :

(1)   Batas-batas wilayah yang jelas terdefinisi

Batas-batas fisik dari suatu kawasan yang akan dikelola harus dapat ditetapkan dan diketahui secara pasti oleh masyarakat. Dalam hal ini, peranan pemerintah daerah dalam menentukan zoning dan sekaligus melegalisasinya menjadi sangat penting. Batas-batas wilayah tersebut harus berdasarkan pada sebuah ekosistem sehingga sumberdaya alam tersebut dapat lebih muda untuk diamati dan dipahami.

(2)   Kejelasan keanggotaan

Segenap pengguna yang berhak memanfaatkan sumberdaya alam disebuah kawasan dan berpatisipasi dalam pengelolaan daerah tersebut harus dapat diketahui dan didefinisikan dengan jelas. Jumlah pengguna tersebut seoptimal mungkin tidak boleh terlalu banyak sehingga proses komunikasi dan musyawarah yang dilakukan menjadi lebih efektif.

(3)   Keterikatan dalam kelompok

Kelompok masyarakat yang terlibat hendaknya tinggal secara tetap didekat wilayah pengelolaan. Dalam konteks ini, maka kebersamaan masyarakat akan kelihatan baik dalam hal etnik, agama, metode pemanfaatan, kebutuhan, harapan dan sebaginya. 

(4)   Manfaat harus lebih besar dari biaya

Setiap komponen masyarakat disebuah kawasan pengelolaan mempunyai harapan bahwa manfaat yang diperoleh dari partisipasi masyarakat dalam konsep pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat akan lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan. Dalam hal ini, salah satu komponen indikatornya dapat berupa rasio pendapatan relatif dari masyarakat lokal dan stakeholder lainnya.

(5)   Pengelolaan yang sederhana

Dalam model pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang, salahsatu kunci kesuksesan adalah penerapan peraturan pengelolaan yang sederhana namun terintegrasi. Proses monitoring dan penegakan hukum dapat dilakukan secara terpadu, dengan basis masyarakat sebagai pemeran utama.

 

 

(6)   Legalisasi dari pengelolaan

Masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan membutuhkan pengakuan legal dari pemerintah daerah, sehingga hak dan kewajibannya dapat terdefinisikan dengan jelas dan secara hukum terlindungi. Dalam hal ini, jika hukum adat telah ada dalam suatu wilayah, maka pemerintah seyogyanya memberikan legalitas, sehingga keberadaan hukum ini mempunyai kekuatan hukum yang lebih kuat dalam penerapannya baik bagi masyarakat setempat pada umumnya maupun stakeholder lainnya yang terlibat. Selai itu, adanya legalitas ini sem,akin menumbuhkan kepercayaan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pengelolaan sumberdaya terumbu karang yang lebih lestari.    

(7)   Kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat

Kunci sukses yang lain adalah adanya individu maupun sebuah kelompok inti yang bersedia melakukan upaya semaksimal mungkin demi berjalannya proses pengelolaan sumberdaya terumbu karang ini. Upaya tersebut termasuk adanya kepemimpinan yang diterima oleh semua pihak khususnya didalam kalangan masyarakat. Selain itu, program kemitraan antar segenap pengguna sumberdaya terumbu karang (pemerintah, masyarakat, swasta, LSM dan sebaginya) saling bermitra dalam setiap aktivitas, berupa aktivitas sosial, ekonomi, keamanan dan sebaginya.

(8)   Desentralisasi dan pendelegasian wewenang

Pemerintah daerah sebagai bagian dari tripatriat pengelolaan dengan model pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat ini perlu memberikan desentralisasi proses administrasi dan pendelegasian tanggung jawab pengelolaan kepada kelompok masyarakat yang terlibat.

(9)   Koordinasi antara pemerintah dan masyarakat

Sebuah lembaga koordinasi (badan koordinasi pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat) yang berada diluar kelompok masyarakat yang terlibat dan beranggotakan wakil dari masyarakat lokal, stakeholder lainnya dan wakil pemerintah yang merupakan hal yang penting pula dibentuk dalam rangka memonitor penyusunan pengelolaan lokal dan pemecahan konflik.

(10)           Pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat

Dalam rangka memberikan kepastian bahwa masyarakat mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam melakukan pengelolaan, maka diperlukan suatau upaya yang mampu memberikan penigkatan keterampilan dan kepedulian masyarakat untuk turut serta secara aktif, responsif dan efektif dalam pelaksanaan proses pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat ini. Dalam hal ini, peran lembaga seperti LSM, swasta, perguruan tinggi, harus mampu memberikan kontribusi dalam upaya penguatan pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan. Selain itu proses peningkatan pengetahuan, kemampuan dan kepedulian masyarakat ini dapat dilakukan dengan melalui pendidikan formal (seperti sekolah) dan pendidikan informal (seperti penyuluhan, pelatihan, demonstrasi plot dan sebagainya).

Dalam konsep pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang ini juga harus dipenuhi persyaratan seperti yang berlaku dalam Community Based Management (CBM) seperti ketergantungan masyarakat akan keberadaan sumberdaya alam. Disamping itu dalam penerapan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang ini juga diperlukan adanya seorang fasilitator yang dapat menggerakkan/memotivasi dan menumbuhkan partisipasi masyarakat pada satu sisi dan juga dapat memobilisasi sektor terkait dalam pemerintahan disisi lain, dalam menciptakan keterpaduan. Diharapkan fasilitator adalah orang yang memahami konsep-konsep pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Fasilitator ini dapat berasal dari para stakeholder (jika memungkinkan) atau dapat diluar stakeholder. Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat fasilitator ini dapat dibantu oleh seorang motivator atau penggerak (bisa berasal dari toko masyarakat atau LSM-LSM setempat), yang mampu meberikan inspirasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, sebelum  program pengelolaan ini dilaksanakan, maka perlu mempersiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang terlatih dan terampil guna melaksanakan program-program dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat. Adapun tahap-tahap kegiatan yang masing-masing mengandung arti kesatuan sebagai sebuah konsep pengelolaan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 ini memperlihatkan bagaimana alur pendekatan dalam pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat dilakukan.

Secara lengkap, uraian tentang setiap langkah dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat disajikan sebagai berikut :

(1)    Komponen Imput

Dalam studi awal secara partisipatif ini, seyogyanya memasukkan segenap unsur kebijakan dalam hal pengelolaan sumberdaya ditingkat nasional dan lokal, diantaranya kebijakan negara yang dituangkan dalam GBHN yang dijabarkan lebih lanjut kedalam konsep nasional tentang pengelolaan sumberdaya terumbu karang pada tingkat propinsi dan kebijakan-kebijakan lokal lainnya. Dan yang paling penting dan lebih spesifik lagi dalam bentuk strategi nasional dalam perencanaan CRRM (Coral Reef Resources Management). Harapannya adalah bahwa dengan segenap informasi yang berkenaan dengan ekosistem terumbu karang di tingkat lokal sampai dengan tingkat nasional, maka keluaran dari hasil studi ini mampu memberikan gambaran yang cukup akomodatif secara menyeluruh mengenai situasi dan kondisi pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekosistem terumbu karang yang ada.

(2)    Studi Awal secara partisipatif

Seperti yang telah dijelaskan dimuka, komponen sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan salah satu input penting dalam penerapan konsep pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Untuk mencapai tujuan pemahaman yang komprehensip terhadap potensi SDA dan SDM tersebut maka kegiatan studi awal sangat penting untuk dilakukan. Perlu ditekankan disini, studi awal ini juga sudah melibatkan partisipasi masyarakat lokal sebagai salah satu sumber informasi yang penting dalam menunjang kualitas hasil studi awal tersebut. Dalam hal ini masyarakat tidak hanya berperan sebagai objek studi, namun juga berperan sebagai pelaku atau subjek dari studi, sehingga hasil dari studi awal tersebut mampu merefleksikan atau mencerminkan kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal. Hasil dari studi awal ini, diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kemungkinan dan bentuk pelaksanaan program pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat.

Hasil lain yang juga perlu mendapat perhatian dalam studi awal ini adalah persepsi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan. Harapannya adalah bahwa dengan memasukkan segenap informasi yang berkenaan dengan ekosistem terumbu karang ditingkat lokal sampai dengan tingkat nasional, maka keluaran dari hasil studi ini mampu memberikan gambaran yang cukup akomodatif secara menyeluruh mengenai situasi dan kondisi pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumberdaya terumbu karang.    

(3)    Peningkatan Kepedulian dan Pengetahuan Masayarakat

Komponen ini merupakan komponen penting dari proses pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat dalam rangka menumbuhkan partisipasi masyarakat baik pada tahap studi awal maupun sampai tahap evaluasi. Bentuk-bentuk dari kegiatan peningkatan kepedulian dan pengetahuan bagi masyarakat ini sangat tergantung dari kondisi dan struktur masyarakat yang ada. Beberapa kegiatan awal (early actions) dapat dilakukan dalam rangka sosialisasi dan mencari bentuk-bentuk yang tepat bagi peningkatan kepedulian dan pengetahuan. Disamping itu kegiatan early action ini juga dapat dijadikan arena menggali isu dan permasalahan secara partisipatif.

(4)    Penguatan Kelembagaan, Kebijakan dan Peraturan

Disamping peningkatan kepedulian dan pengetahuan bagi masyarakat, maka keberhasilan dari pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat juga tergantung pada kelembagaan dan kebijakan yang kuat dan berpihak pada penerapan sistem ini. Penguatan kelembagaan dapat dilakukan dengan memperkuat kelembagaan yang sudah ada atau dengan membentuk suatu lembaga baru. Demikian pula dengan kebijakan dan perundang-undangan, dimana dapat dilakukan dengan memperkuat peraturan dan perundangan yang sudah ada, atau menghapus peraturan  perundang-undangan yang sudah tidak cocok dan membuat yang baru yang dianggap perlu. Oleh karena itu perlu adanya suatu kajian yang menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang-peluang pengembangan ataupun pengurangan dari kelembagaan dan kebijakan seta peraturan perundang-undangan yang ada dalam rangka menunjang kegiatan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat.

Sebagai salah satu contoh yaitu keberadaan kelembagaan pada tingkat desa seperti LMD. Sebenarnya diharapkan lembaga ini menjadi suatu lembaga musyawarah bagi masyarakat desa, dimana masyarakat dapat secara bersama mendiskusikan dan merumuskan apa yang mereka perlukan dan inginkan serta merumuskannya. Disamping itu dalam kelembagaan ini juga diharapkan akan  menjadi wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka terhadap isu-isu yang ada dan juga sebagai kontrol bagi pelaksana seperti kepala desa dan aparatnya dalam menjalankan tugasnya. 

 

 

 

(5)    Penyusunan Rencana Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Berbasis Masyarakat

Setelah adanya pembekalan bagi masyarakat dan juga penguatan kelembagaan dan kebijakan yang mendukung, serta pengalaman dalam kegiatan studi awal yang diikuti dengan beberapa early actions, maka diharapkan masyarakat mampu menyususn rencana pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat didaerahnya. Apabila hal ini telah dapat dilakukan, maka dokumen yang dihasilkan dapat disalurkan melalui lembaga terkait untuk mendapat dukungan dan legalitas dari pemerintah dan juga agar menjadi suatu kesatuan agenda dalam rencana pengelolaan terumbu karang baik pada tingkat pemerintah daerah maupun nasional.

Seperti telah diketahui, dalam konsep pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat, aspirasi dan partisipasi masyarakat lokal merupakan komponen penting yang menjadi salah satu indikator kesuksesan konsep tersebut. Namun apabila setelah melalui pendekatan dengan pendidikan dan penyadaran masyarakat dan penguatan kelembagaan, kebijakan dan perundang-undangan dan beberapa kegiatan early actions,  ternyata masyarakat belum mampu menyusun perencanaan pengelolaan ini, maka dalam hal ini pemerintah dapat melakukan inisiatif dengan menyusun perencanaan tersebut dengan dibantu oleh pihak perguruan tinggi, LSM, konsultan dan lembaga-lembaga penelitian. Tentunya pemerintah dalam hal ini harus melakukan pendekatan dari bawah (Bottom up approach) dalam menyusun rencana pengelolaan tersebut, sehingga diharapkan pada akhir tahapan penerapan dari konsep ini, baik pemerintah dan masyarakat lokal akan mampu dan memiliki inisiatif untuk bekerjasama secara terpadu dalam melaksanakan tahapan-tahapan pengelolaan mulai dari perencanaan sampai kepada tahapan evaluasi dalam pengelolaan suatu kawasan terumbu karang.

Dalam penyusunan rencana pengelolaan tersebut, perlu juga diperhatikan bahwa konsep pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat diharapkan akan mampu untuk (1) meningkatkan kesadaran masyarakat, akan pentingnya SDA dalam menunjang kehidupan mereka, (2) meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu untuk berperan serta dalam setiap tahapan-tahapan pengelolaan secara terpadu, dan (3) meningkatkan pendapatan (income) masyarakat, dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.   

(6)    Masuk Kedalam Penentuan Program Pembangunan

Rencana pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang telah dibuat, baik yang langsung dibuat oleh komunitas masyarakat maupun hasil penyusunan oleh pemerintah dan yang membantu yang juga telah diterima dalam proses pensosialisasian, kemudian diproses dalam penentuan program pembangunan. Rencana pengelolaan ini sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dan pengesahan dari LMD, masyarakat dan kepala desa. 

(7)    Implementasi Rencana

Tahap implementasi merupakan tahap pokok dari sistem pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat. Pada tahap ini berbagai komponen SDM (seperti motivator, tenaga pendamping lapangan dan komponen terkait lainnya) sudah dipersiapkan. Apabila didalam struktur masyarakat sudah ada lembaga tradisonal semacam lembaga adat atau lembaga sejenis lainnya, maka lembaga tersebut dapat menjadi sistem bagi pelaksanaan rencana pengelolaan sumberdaya terumbu karang dilokasi tersebut. Tetapi apabila belum ada, maka perlu adanya program pengembangan kapasitas kelembagaan (capacity building) agar pelaksanaan pengelolaan dengan konsep pengelolaan berbasis masyarakat dapat berjalan dengan lancar.

Salah satu semangat yang mendasari perlunya dibentuk lembaga baru tersebut adalah pentingnya koordinasi antara sektor dan stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang tersebut. Dalam kegiatan implementasi tersebut, kegiatan-kegiatan yang masih terus dilakukan adalah (a) integrasi kedalam masyarakat, (b) pendidikan dan pelatihan masyarakat, (c) memfasilitasi arah kebijakan, dan (d) penegakan hukum dan peraturan. 

(8)    Monitoring

Tahap monitoring (pengawasan) dilakukan mulai awal proses implementasi rencana pengelolaan tersebut diatas dilakukan. Pada tahap ini, monitoring dilakukan untuk menjawab segenap pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan, pihak-pihak yang terlibat konflik atau masalah-masalah lain yang terjadi tidak sesuai dengan harapan yang ada pada rencana pengelolaan. Monitoring ini sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan melibatkan masyarakat lokal dan stakeholders lainnya.  

(9)    Evaluasi

Segenap masukan dan hasil pengamatan yang dilakukan selama proses monitoring berlangsung kemudian dievaluasi bersama secara terpadu dengan melibatkan masyarakat dan stakeholders lainnya. Melalui proses evaluasi maka dapat diketahui kelemahan dan kelebihan dari sistem pengelolaan guna perbaikan sistem dimasa depan.

 

 

PENUTUP

 

Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan dalam upaya pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa keterlibatan masyarakat ini harus ditunjang dengan kemampuan sumberdaya manusianya. Disamping itu dukungan sarana dan prasarana juga sangat menentukan, terutama kaitannya dengan insentif bagi pengelola atau masyarakat yang terlibat. Tentunya keberhasilan yang akan dicapai dalam pendekatan berbasis masyarakat dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang ini, tidak terlepas dari dukungan oleh semua pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumberdaya terumbu karang tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. Apabila semuanya berjalan dengan baik dalam pengelolaan tsb, maka sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Carter, J.A. 1996. Introductory Couse on integrated Coastal Zone Management (Tarining Manual). Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatra Utara, Medan dan Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia, Jakarta; Dalhousie University, Environmental Studies Centres Development in Indonesia Project.

 

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita, Jakarta. 305 hal.

 

Pomeroy, R.S. and M.J. Williams. 1994. Fisheries Co-Management and Small-Scale Fisheries : A Policy Brief. ICLARM, Manila 15 p.

 

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, 1998. Penyusunan Konsep Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan yang bBerakar Pada Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

 

                                                                             , 2000. Konsep Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia. Kerjasama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

 

Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Djambatan,. Jakarta

 

White, A.T., L.Z. Hale, Y. Renard, and L. Cortesi. 1994. Collabotrative and Community Based Management of Coral reefs : Lessons from Experience. Kumarian Press, Inc., USA. 130 p.

 

Zamani, N.P, dan Darmawan,  2000. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat.Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan Proyek Pesisir – Coastal Resources Management Project, Coastal Resources Center-University of Rhode Island.