© 2001 WIWIN WINARSIH
Posted 10 June 2001 (rudyct)
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Juni 2001
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy
C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
Prof Dr Ir
Zahrial Coto
PREPARASI
KANDIDAT VAKSIN Pasteurella multocida
PADA ITIK DENGAN MEMPERHATIKAN PERAN ANTIBODI TERHADAP
ASAM HIALURONAT SEBAGAI ANTIADHESIN
Oleh:
E-mail:
b_pamuji@yahoo.com
1. Latar belakang
Peternakan
unggas merupakan potensi andalan dalam penyediaan pangan dan sumber protein
hewani yang relatif murah serta sumber pendapatan bagi masyarakat. Itik merupakan salah satu jenis unggas yang
cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Kontribusi itik sebagai pemasok telur cukup
besar yaitu 25 % dari produksi telur nasional.
Dewasa ini perkembangan peternakan itik di Indonesia cukup jauh tertinggal
apabila dibandingkan dengan peternakan ayam.
Masalah kesehatan dan manajemen merupakan kendala dalam peternakan itik.
Tingkat kematian itik terutama pada
itik muda masih cukup tinggi. Penelitian
yang dilakukan Sinurat et al (1992)
memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat kematian ternak itik di Jawa barat dan
Jakarta adalah 19,9 % dengan kisaran antara 5 sampai 50 %. Salah satu penyakit yang sering dilaporkan
menyerang itik adalah penyakit kolera yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida. Penyakit kolera dapat menimbulkan kerugian
ekonomi yang cukup besar antara lain disebabkan oleh kematian yang tinggi pada
unggas serta biaya pengobatan dan tatalaksana.
Pada suatu peternakan yang pernah terserang kolera sangat sulit
menghilangkan penyakit kolera dari peternakan tersebut (Rimler dan Glisson,
1997).
Sampai saat ini pengendalian kolera
pada unggas masih merupakan masalah yang harus dipecahkan walaupun telah
tersedia vaksin (Rimler dan Glisson, 1997).
Pemakaian vaksin belum merupakan jaminan suatu peternakan bebas dari
kolera. Penggunaan vaksin masih dapat
menimbulkan pengaruh yang tidak diharapkan seperti hewan tetap rentan terhadap
penyakit dan jangka waktu perlindungan yang tidak konsisten.
2.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui
3.
MANFAAT PENELITIAN
Dari
penelitian yang akan dilksanakan diharapkan hasil yang diperoleh dapat
memberikan manfaat antara lain
a.
Dapat diketahui distribusi dan prevalensi penyakit kolera pada itik
4.
HIPOTESIS
Hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
Penyakit
kolera pada unggas telah lama dikenal sebagai salah satu penyakit menular pada
unggas baik domestik maupun unggas liar ( Adlam dan Rutter, 1989; Rimler dan
Glisson, 1997). Kolera unggas dapat
bersifat perakut, akut dan kronis dengan tingkat kematian yang tinggi, sehingga
secara ekonomi sangat merugikan.
Kematian dapat mencapat 100% pada itik muda dan 20-30% pada ayam. Penyebaran kolera unggas telah meliputi
hampir semua negara didunia. Pada itik
perubahan patologi pada organ tubuh mulai muncul pada 4 jam setelah infeksi
secara intramuskular (Winarsih et al.,
1995) dan pada ayam 3 jam setelah infeksi melalui kantung udara (Winarsih et al., 1996).
Penyebab
kolera pada unggas adalah bakteri Pasteurella
multocida (Adlam dan Rutter, 1989; Rimler dan Glisson, 1997). Bakteri ini berbentuk batang bipoler dan
bersifat Gram negatif. Pada bakteri P. multocida terdapat 5 tipe kapsul yaitu A, B, D, E dan F serta 16 tipe somatik.
Keadaan ini menimbulkan kesulitan dalam membuat vaksin yang efektif (Choi
et al., 1989). Pada unggas terutama adalah P. multocida dengan kapsul tipe A yang
mempunyai komponen utama asam hialuronat.
Sampai
sekarang kolera unggas masih menjadi masalah pada peternakan unggas, walaupun
telah tersedia vaksin. Sangat sulit menghilangkan
kolera dari suatu peternakan yang sudah tertular (Christensen et al., 1997; Rimler dan Glisson,
1997). Beberapa peneliti pernah
membuat vaksin P. multocida tipe A dengan menggunakan ekstrak bakteri, bakterin,
membran luar bakteri dan vaksin hidup.
Vaksin tersebut dapat melindungi dari strain yang homolog tapi tidak
dapat mencegah kolonisasi bakteri. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena asam
hialuronat sebagai mediator proses
adhesi bersifat imunogen yang buruk (Esslinger et al, 1993).
Kemampuan
bakteri untuk menempel (adhesi) pada sel inang tergantung struktur atau molekul
yang dapat menempel/adhesi yang disebut adhesin, yang memungkinkan organisme
tersebut menempel pada reseptor yang terdapat pada sel inang (Jacques dan
Paradis, 1998). Penempelan merupakan
tahap yang sangat penting dalam proses infeksi.
Adhesin dapat berupa pili, fimbriae, hemaglutinin atau bahan lainnya
(Soto dan Hultgren, 1999). Mencegah
penempelan atau adhesi bakteri pada reseptor yang terdapat pada sel inang dan
kolonisasi mungkin merupakan kiat yang paling efektif dalam mencegah terjadinya
infeksi bakteri (Wizemann et al.,
2000). Vaksinasi dengan FimH adhesi Escherichia coli dapat menghasilkan
antibodi terhadap adhesin yang dapat mencegah adhesi, kolonisasi dan infeksi.
2.
Kapsul
dan asam hialuronat
Kapsul merupakan struktur terluar permukaan sel bakteri dengan konsistensi seperti lendir. Pada unggas P. multocida yang berkapsul lebih virulen daripada yang tidak berkapsul (Christensen et al., 1997; Rimler dan Glisson, 1997; Snipes et al., 1987). Adanya kapsul meningkatkan kemampuan bakteri P. multocida untuk adhesi dan invasi. Kapsul dapat berperan sebagai antifagositosis yang melindungi bakteri dari respon fagositosis inang.
Menurut
Snipes et al. (1987) bakteri yang
berkapsul menunjukkan ekspresi fenotip yang berbeda dengan yang tidak
berkapsul. Koloni yang berkapsul
bersifat mukoid dan halus pada media padat.
Penyebab kolera unggas umumnya P.
multocida tipe A (Rimler dan Glisson, 1997). Komponen utama kapsul tipe A adalah asam
hialuronat (Adlam dan Rutter, 1989).
Asam hialuronat adalah polimer dari disakarida asam b-D glikuronat dan N-asetil glukosamin yang saling berikatan pada posisi b-1,3. Asam hialuronat disakarida merupakan monomernya (Harper et al., 1980). Senyawa asam hialuronat tergabung dalam kelompok karbohidrat jaringan yang dinamakan mukopolisakarida asam atau glukosamin asam (Jeanloz, 1963).
Asam
hialuronat yang terdapat pada kapsul P.
multocida tipe A dapat berperan sebagai adhesin yang berperan pada tahap
awal infeksi (Pruimboom et al.,
1996; Esslinger et al., 1993 , 1994).
Selain sebagai adhesin asam hialuronat juga berperan dalam proses
penghindaran bakteri terhadap fagositosis oleh sel makrofag, heterofil dan sel
polimorfonuklear induk semang (Harmon et
al., 1992). Sehingga membuat vaksin
antiadhesin yang mengandung asam hialuronat diharapkan dapat mencegah infeksi
dan memberikan 2 keuntungan. Pertama
dengan terbentuknya antibodi terhadap asam hialuronat dapat berperan sebagai antiadhesin yang dapat
mencegah proses adhesi bakteri pada sel inang.
Kedua antibodi terhadap asam hialuronat yang terbentuk juga dapat
berperan sebagai opsonin dalam proses fagositosis bakteri, sehingga mempercepat
eliminasi bakteri oleh sel-sel pertahanan inang.
Permasalahan
yang terjadi adalah asam hialuronat bersifat kurang antigenik dan merupakan
imunogen yang buruk (Esslinger et al.,
1993). Oleh karena itu penelitian ini
dilakukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana menghasilkan antibodi yang spesifik
terhadap asam hialuronat sebagai antiadhesin dalam upaya pencegahan infeksi P. multocida (penyakit kolera unggas).
A.
Tempat
dan waktu
Penelitian
ini akan dilaksanakan di laboratorium patologi veteriner dan laboratorium
bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan Juli
2001 sampai dengan bulan Juli 2002.
B.
Metode
1.
Bakteri P. multocida
Isolat bakteri berasal dari beberapa peternakan itik. Bakteri ditumbuhkan pada media agar darah. Untuk identifkasi dilakukan uji biokimia seperti uji gula-gula, indol, katalase dan oxidase (Carter, 1984). Isolat yang akan dipilih untuk kandidat vaksin adalah isolat yang berkapsul tipe A. Penentuan tipe kapsul dilakukan dengan uji acriflavin dan Yasmin (Carter dan Subronto, 1973).
2.
Uji
adhesi
Uji
adhesi dilakukan pada sel epitel trakhea. Sel epitel trakhea diperoleh dari itik yang sehat. Trakhea direndam dalam buffer pelisis
eritrosit. Glorioso et al.
(1982). Trakhea diirigasi dengan larutan
Hank’s balanced salt solution (HBSS) dan Fetal calf serum (FCS). Kemudian 109 bakteri ditambahkan
pada 106 sel epitel dalam
media HBSS dan FCS, diinkubasikan selama 2 jam 37o C. Adhesi dihitung dengan menghitung 50-100 sel
epitel.
3.
Uji
hambat adhesi
Uji
hambat adhesi dilakukan dengan menghilangkan kapsul pada bakteri (dekapsulasi)
dengan menggunakan hialuronidase pada kultur bakteri dan kemudian diinkubasikan
dengan kultur sel epitel (Pruimboom et al.,
1996). Uji hambat adhesi juga dilakukan
dengan menambahkan (a) antibodi terhadap asam hialuronat, (b) asam hialuronat
pada kultur sel epitel sebelum diikubasikan bersama bakteri.
4.
Kultur
sel epitel
Kultur
sel epitel trakhea itik yang akan digunakan berasal dari itik yang dinekropsi
dan diproses menjadi kultur sel primer dengan metode Lee et al. (1993). Kultur sel
akan digunakan dalam pengujian uji adhesi dan hambat adhesi.
5.
Uji fagositosis
Uji fagositosis in vitro dilakukan dengan 2 cara yaitu :
Uji
fagosistosis in vivo dilakukan pada hewan percobaan. Hewan percobaan dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok yang mendapat
adhesin dan tanpa adhesin. Kedua
kelompok diinokulasi dengan isolat bakteri secara intraperitonial. Pada 2 jam setelah inokulasi cairan abdominal
mencit diambil dan dihitung bakteri yang difagositosis (Wibawan et al., 1999).
6.
Kultur sel makrofag
Sel
makrofag diperoleh dari darah perifer itik.
Sel makrofag dipisahkan dari sel darah yang lain menggunakan ficol
(metode Andersen dan Latimer, 1989). Sel
makrofag kemudian diproses menjadi kultur sel dengan metode Truscott et al. (1990) dan akan digunakan untuk
uji fagositosis.
7.
Isolasi dan karakterisasi asam hialuronat
Ekstrak
asam hialuronat diperoleh dari isolat bakteri
tipe A yang ditumbuhkan pada media agar darah, 37o C semalam. Bakteri dipanen dan ditambahkan larutan NaCl
2,5% (Kodama et al., 1981;
Syuto dan Matsumoto, 1982).
Suspensi disentrifugasi 27000 g selama 20 menit. Supernatan dipergunakan sebagai ekstrak
adhesin. Ekstrak adhesin dikarakterisasi
lebih lanjut dengan sodium dodecyl sulfate polyacrylamide (SDS PAGE) dan
Western blot. Adhesin (asam hialuronat)
dimurnikan dengan kromatografi.
8.
Preparasi
antibodi terhadap asam hialuronat
Untuk
mendapatkan antibodi terhadap asam hialuronat dilakukan sebagai berikut. Hewan coba (mencit) dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu kelompok pertama disuntik dengan asam hialuronat jaringan (Sigma),
kelompok kedua disuntik bakteri lengkap dan kelompok ketiga disuntik dengan
kompleks asam hialuronat dengan imunomodulator.
Titer antibodi yang tebentuk diukur dengan enzyme immunosorbent assay
(ELISA). Respon antibodi yang terbaik
yang akan dipilih untuk memproduksi antibodi terhadap asam hialuronat pada
tahap selanjutnya. Untuk mengetahui
sepesifikasi antibodi yang terbentuk diuji dengan agar gel presipitation test
(AGPT) (Syuto dan Matsumoto, 1982; Choi et al., 1990).
9.
Pengujian
kandidat vaksin adhesin
Pengujian
kandidat vaksin adhesin dilakukan secara in vivo pada induk semang alaminya
guna melihat daya perlindungannya.
Percobaan pertama Itik divaksin dengan adhesin (imunisasi aktif) dan
kemudian ditantang. Percobaan kedua itik
mendapat imunisasi pasif dengan antibodi terhadap asam hialuronat kemudian
ditantang. Respon inang yang diamati
adalah titer antibodi yang terbentuk, patologi anatomi dan
imunohistokimia. Hasil pengujian ini
akan memberikan gambaran potensi vaksin adhesin dan antibodi terhadap asam
hialuronat guna aplikasinya secara luas dilapangan.
Adlam, C and J. M. Rutter. 1989. Pasteurella and pasteurellosis.
Academic Press, Harcout Brace Jovenovich publisher, London. 341p
Andreasen, C.
B. and K. S. Latimer. 1989.
Separation of avian heterophil from
Blood
using ficoll-hypaque discontinues gradients.
Avian Dis. 33 : 163-167
Belak, K.
1990. Demonstration of Pasteurella multocida type 6B (B:2) in
formalin
fixed-embedded-tissues
of buffaloes by the peroxidase anti-peroxidase (PAP)
technique. Acta vet. Scand. 31 ; 443-445
Carter, G.
R. 1984.
Pasteurella, Yersinia and Francisella.
In Diagnostic proce-
dures in veterinary bacteriology and
mycology. Charles C. Thomas publisher
Springfield. P : 111-121
Carter, G. R.
and F. Subronto. 1973. Identification type A strains of Pasteurella
multocida
with acriflavin. Am. J. Vet. Res. 34 :
293-294
Choi, K. H.,
K. Maheswaran and T. W. Molitor. 1990.
Comparison of enzyme
linked
immunosorbent assay with dot immunobinding
assay for detection of
of antibodies against Pasteurella multocida in turkeys. Avian
Dis. 34 :539-547
Christensen,
J. P. and M. Bisgaard. 1997. Avian pasteurellosis : taxonomy of
the organisms
involved and aspects
of pathogenesis. Avian
pathology.
26
: 461-483
Esslinger, J.,
R. S. Seleim and H. Blobel. 1993. Hyaluronic acid mediated adhe-
sion of Pasteurella multocida to HeLa cells. In Pasteurellosis in
production
animals. ACIAR Proceeding. B.E.
Patten, T.L. Spencer, R.B.
Johnson, D.
Hoffman and L. Lehane (eds). Australian center for International
Agricultural
Research. P : 40-43
Esslinger, J.,
R. S. Seleim and H. Blobel. 1994. Adhesion of Pasteurella multo-
cida to HeLa cells and to macrophages of different
animal species. Revue
med. Vet. 145 (1) : 49-53
Glorioso,
J.C., G. W. Jones, H.G. Rush, L.J. Pentler, C.A. Darif and J.E. Coward.
1982. Adhesion
of type A Pasteurella
multocida to rabbit pharyngeal cells
and
its possible role in rabbit respiratory tract infections. Infect. and immun.
35
: 1103-1109
Harmon, B.G.,
J.R. Glisson, K.S. Latimer, W.L. Steffens and J.C. Nunnally. 1991
Resistance of Pasteurella multocida A:3,4 to phagocytosis by turkeys macro-
phages and heterophils. Am. J. Vet. Res. 52 :1507-1511
Harmon, B.G.,
J.R. Glisson and J.C. Nunnally.
1992. Turkey macrophages and
heterophils bactericidal activity
against Pasteurella multocida. Avian Dis. 36 :
986-991
Harper, H.A.,
V.W. Rodwell and P.A. Mayes. 1980. Biokimia.
Terjemahan M.
Muliawan. Penerbit E.G.C. Jakarta.
743p
Jacques, M.,
N. Parent and B. Foiry. 1988. Adherence
of Bordetella bronchisep-
tica and Pasteurella
multocida to porcine nasal
and tracheal epitelial cells.
Can. J. Vet. Res. 52 : 283-285
Jeanloz, R. W.
1963. Mucopolysaccharides (Acidic
glycosaminoglycan). In
Florkin, M. and E.H. Stotz (eds).
Comprehensive biochemistry vol. 5
Elsevier
Publishing Co New York USA. P :
263-296
Kajikawa, O.
and M. Matsumoto. 1984. A protrective antigen for turkeys purified
from a type 1 strain Pasteurella multocida. Vet. Microbiology 10 : 43-55
Kodama, H., M.
Matsumoto and L.M. Snow. 1981. Immunogenicity of capsular
antigens of Pasteurella multocida in turkeys.
Am.J.Vet.Res. 42 :1838-1841
Lee, M.D., R.E.
Wooley and J.R. Glisson. 1994. Invesion
of epithelial cell mono-
layers by turkeys strains of Pasteurella multocida. Avian Dis. 38 :
72-77
Letellier,
A., D.
Debreuil, G. Roy,
J. M. Faimbrother and
M. Jacques. 1991.
Determination of affinity of Pasteurella multocida isolates for
porcine respira-
tory
tract mucus and partial characterization of the receptors. Am.J.Vet.Res.
52
: 34-39
Nakai, T.,
K. Kume, H.
Yoshikawa, T. Oyamada and
T. Yoshikawa. 1988.
Adherence of Pasteurella
multocida or Bordetella
bronchiseptica to
swine
nasal epithelial cells in
vitro. Infection and immunity 56 :
234-240
Pruimboom, I. M.,
R. B. Rimler, M. R.
Ackermann and K. A. Brogden. 1996.
Capsular
hyaluronic acid mediated adhesion of Pasteurella
multocida to tur-
key
airsac macrophages. Avian Dis. 40 :
887-893
Rimler, R.B.
and J.R. Glisson. 1997. Pasteurellosis In Diseases of poultry. 10th
ed.
B.W. Calnek, H.J. Barnes, C.W. Beard,
L.R. McDougald and Y.M. Saif
(eds). Iowa State University press, Ames. 1080p
Snipes, K. P.,
G. Y. Ghazikhanian and D.
Hirsh. 1987. Fate of Pasteurella
multocida in the blood
vascular system of turkeys following intravenous inocu-
lation
: comparison of an encapsulation, virulent starin with its avirulent, acap-
sular
variant. Avian Dis. 31 : 254-259
Soto,
G.E. and S. J. Hultgren. 1999.
Bacterial adhesins : common themes and
variation in architecture and
assembly. J. of bacteriology 181 :
1059-1071
Syuto, B. and
M. Matsumoto. 1982. Purification of a protective antigens from a
saline extract of Pasteurella multocida. Infection and
immunity 37 : 1218-1226
Truscot, W.M.,
A.T.W. Cheung and D.C. Hirsh. 1990. Reduced microbicidal ac-
tivity of peripheral
mononuclear phagocytic cells
infected with Pasteurella
multocida. Vet. Microbiology 21 : 283-290
Wibawan ,
I.W.T., F.H. Pasaribu, I.H. Utama, A. Abdulmawjood and C. Lammler.
The
role of hyaluronic acid capsular material of Sterptococcus equi subsp.
zooepidemicus in mediating adherence to
Hela cells and in resisting phagocy-
Tosis. Res. In Vet. Sci. 67 : 131-135
Winarsih, W.,
E. Handharyani dan A. Setiyono.
1995. Perubahan patologis dan
Gambaran lekosit pada itik yang
diinfeksi Pasteurella multocida. Hemera zoa
77 (1) : 53-59
Winarsih, W.
1996. Gambaran patologi
berbagai rute infeksi
Pasteurella
multocida pada itik
alabio. Thesis, Institut Pertanian Bogor
Winarsih, W.,
E. Handharyani dan A. Setiyono.
1996. Kolera pada ayam petelur
: patologi organ pernafasan. Laporan penelitian. Lembaga penelitian IPB
Winarsih, W.,
S. Hastowo dan B. W. Lay. 1997. Kasus kolera pada itik. Media
Veteriner 4 (1) : 35-39
Wizemann, T.
M., J.E. Adamou and S. Langermann.
2000. Adhesion as targets
for vaccine development. Emerging infectious diseases 5 : 395-403