Tugas Mata Kuliah

© 2001 Yohanes Hendro Agus                    Posted   25 May 2001  (rudyct)

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

Juni 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

 

 

 

 

Pemanfaatan Serangga Akuatik sebagai Bioindikator Kontaminasi Insektisida Di Sungai Citarum

(Usulan Penelitian)

 

 

 

Oleh

Yohanes Hendro Agus

P 08600004/ENT

e-mail:yohanes_hendro@yahoo.com

 

 

 

Pendahuluan

 

Peningkatan penggunaan pasokan (pupuk dan pestisida) dalam budidaya tanaman yang intensif tak dapat dielakkan menimbulkan perubahan pada ekosistem.  Kurangnya informasi dan pengetahuan petani tentang bahaya penggunaan suatu insektisida,  mengakibatkan petani mengaplikasikan insektisida dalam jumlah dan frekuensi yang tinggi.  Selain berdampak pada perubahan komposisi spesies dan distribusi organisme penghuni suatu habitat, penggunaan insektisida (terutama insektisida yang sangat sulit didegradasikan atau didekomposisikan di alam) juga menimbulkan kontaminasi pada aliran sungai.

Kontaminasi polutan pada daerah hilir suatu aliran sungai disebabkan oleh adanya aliran sungai dari hulu ke hilir yang membawa bahan buangan (Andrews, 1987; Goddard, 1988; Axtmann dkk., 1991).

Data bioakumulasi dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya kontaminasi dan dampak biologinya (Burrors dan Whitton, 1983; Axtmann dkk., 1991). 

Komunitas serangga merupakan salah satu komponen fauna terpenting di batu-batu dasar sungai yang mampu untuk dijadikan sebagai indikator biologi. Banyak dari spesies serangga akuatik yang mampu mengakumulasikan senyawa polutan di dalam tubuhnya (Burrows dan Whitton, 1983; Besser dan Rabeni, 1987).

Beberapa spesies dari serangga akuatik memiliki tubuh yang sangat toleran terhadap polutan (Burrows dan Whitton, 1983).  Banyak spesies dari serangga akuatik yang hidupnya menetap pada suatu tempat (tidak berpindah-pindah), sehingga kandungan kontaminan pada tubuhnya merefleksikan keadaan lingkungan setempat (Gower dan Darlington, 1990).

Pemanfaatan serangga akuatik untuk memantau kontaminasi yang terjadi di sungai umumnya untuk memantau kontaminasi logam, dan belum banyak diteliti pemanfaatannya untuk memantau kontaminasi insektisida; sehingga pemanfaatan serangga akuatik untuk memantau insektisida di sungai  memiliki peluang untuk  dilakukan  penelitian-penelitian yang lebih banyak.

         Melalui penelitian ini, pertanyaan yang ingin dikaji adalah:

(1)  Apakah serangga akuatik penghuni asli dari sungai  yang diamati mampu digunakan sebagai bioindikator terhadap kontaminasi insektisida (yang tercuci oleh air hujan dan terbawa oleh air irigasi masuk ke sungai).

(2)  Bagaimana kehadiran spesies serangga akuatik yang terpilih sebagai bioindikator (terhadap kontaminasi insektisida) pada berbagai waktu yang berbeda dan lokasi yang berbeda (sepanjang sungai, dari hulu sampai ke muara sungai). 

 

           Hipotesis yang dibuat untuk dikaji dalam penelitian ini adalah:

(1)   Serangga akuatik  yang  terpilih sebagai bioindikator    menunjukkan   perbedaan interspesies terhadap kontaminasi  insektisida.

(2)  Perbedaan respon biologi dari setiap spesies serangga akuatik yang terpilih sebagai bioindikator  mengindikasikan adanya perbedaan bioakumulasi kontaminan (insektisida) di dalam tubuhnya.

(3)   Hubungan kekerabatan (taksonomi), kebiasaan makan, ukuran tubuh, jenis kelamin, dan stadia pertumbuhan serangga (pradewasa atau dewasa) berpengaruh pada bioakumulasi kontaminan (insektisida) di dalam tubuh individu yang diamati.

 

 

 

           Penelitian ini bertujuan untuk:

(1)  Mengetahui peran dari serangga akuatik sebagai bioindikator dari kontaminasi insektisida  di sungai dan daerah aliran sungai.

(2)  Menentukan spesies serangga akuatik, penghuni asli dari sungai yang diamati, yang memiliki sensitivitas terhadap perubahan paparan   suatu kontaminan (insektisida), dan kehadirannya dalam jumlah yang cukup pada skala waktu dan ruang.

 

Batasan Pengertian

 

Bioindikator

 

        Perubahan lingkungan, baik pada skala global, regional, maupun lokal, dapat dilakukan pemantauannya melalui berbagai metode biologi, kimia dan fisika.  Salah satu cara untuk memantau perubahan-perubahan yang terjadi di dalam suatu ekosistem adalah digunakannya bioindikator (organisme-organisme yang memiliki tanggap relatip cepat terhadap perubahan lingkungannya).

        Spellerberg (1995) memilahkan spesies indikator polutan menjadi lima kelompok, yaitu:

(1)   Sentinel

        Suatu spesies organisme yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap polutan, yang mana spesies organisme ini umumnya diintroduksikan ke suatu habitat untuk mengetahui dan memberi peringatan dini terjadinya polusi.

 

(2)   Detektor

        Suatu spesies organisme, penghuni asli di suatu habitat, yang mampu menunjukkan adanya  perubahan yang dapat diukur (misalnya perilaku, kematian,  morfologi) pada lingkungan yang berubah.

 

(3)   Eksploitor

        Suatu spesies organisme yang kehadirannya menunjukkan adanya suatu goncangan atau polusi di suatu tempat, bahkan jumlah individunya berlimpah di tempat terjadinya polusi (karena kurangnya kompetisi dengan spesies lain yang tidak mampu hidup di tempat terjadinya polusi).

 

 

(4)   Akumulator

        Suatu spesies organisme yang mengambil dan mengakumulasikan senyawa-senyawa kimia dalam jumlah yang dapat diukur

 

(5)   Organisme "bioassay"

        Suatu spesies organisme terpilih, yang digunakan untuk media pendeteksi adanya polutan di laboratorium, baik besarnya konsentrasi suatu polutan maupun tingkat toksisitas suatu polutan.

 

 

Kriteria Bioindikator Polutan

 

        Bioindikator yang dapat digunakan untuk memantau keadaan polusi di suatu tempat, menurut Butler dkk. (1971), dan Builema dkk. (1982) sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap perubahan lingkungan.

(2) Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator memiliki kebiasaan hidup menetap di suatu tempat atau pemencarannya terbatas.

(3) Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator mudah dilakukan pengambilan sample dan merupakan organisme yang umum dijumpai di lokasi pengamatan.

(4)  Akumulasi dari polutan tidak mengakibatkan kematian  dari organisme yang dijadikan sebagai bioindikator.

(5) Organisme yang dijadikan sebagai bioindikator lebih disukai yang berumur panjang, sehingga dapat diperoleh individu contoh dari berbagai stadium atau individu contoh dari berbagai tingkatan umur.

 

 

Rencana Penelitian

 

Tempat dan Waktu Penelitian

       Penelitian direncanakan untuk dilakukan di sungai Citarum, dari mata air sampai ke muara sungai, pada mudim kemarau dan musim penghujan, selama dua tahun.

 

 

  

Batasan Masalah

 

      Kontaminan ditentukan berdasarkan pada jenis bahan aktif dari insektisida yang banyak digunakan oleh petani; sehingga diperlukan suatu survey pra penelitian untuk mengetahui (1) sistem budidaya tanaman ( misalnya jenis tanaman, cara pengolahan lahan, dan pola tanam dalam satu musim dan dalam satu tahun); dan (2) penggunaan insektisida di lapang (misalnya jenis bahan aktif dari insektisida yang digunakan, jumlah penggunaan, frekuensi penggunaan, dan cara aplikasinya).

 

       Penelitian ini direncanakan untuk menggunakan serangga akuatik sebagai indikator kontaminasi insektisida di sungai. Spesies serangga akuatik yang dijadikan target dalam pengumpulan sampel bioindikator didasarkan pada empat pertimbangan, yaitu: (1) serangga penghuni asli dari habitat yang diamati; (2) distribusinya luas untuk pencapaian hasil penelitian;  (3) memiliki kepadatan relatif tinggi atau jumlah individu yang relatif banyak; dan  (4) sampel  dipilah berdasarkan tingkat trofiknya (herbivora, omnivora, detritivora, dan predator).

 

       Lokasi pengambilan sampel serangga akuatik dipilah berdasarkan transek dari hulu sampai ke muara sungai, yaitu:  (1)  lokasi dekat mata air; (2)  bagian sungai dengan di sekitarnya masih ditumbuhi hutan alam atau lahan konservasi;  (3)  bagian sungai dengan di sekitarnya wana tani ("agroforestry"); (4) bagian sungai dengan di sekitarnya lahan perkebunan (tanaman perennial);  (5) bagian sungai dengan di sekitarnya lahan pertanian (tanaman annual), dengan sistem pertanian yang konvensional ("low external input systems");  (6) bagian sungai dengan di sekitarnya lahan pertanian (tanaman annual), dengan sistem pertanian yang intensif ("high external input systems"); (7) bagian  sungai  dengan di sekitarnya perkampungan; dan (8)  muara sungai.   

 

       Untuk memudahkan pembandingan kontaminasi pada berbagai lokasi pengamatan, data hasil pengamatan dikelompokkan berdasarkan:  (1) spesies, genus, famili, dan ordo yang sama dari serangga akuatik, (2) kebiasaan makan dari serangga akuatik (herbivora, omnivora, detritivora, dan predator),  (3) jenis kelamin serangga akuatik (jantan atau betina),  (4) stadium pertumbuhan serangga akuatik, dan (5) ukuran tubuh dari serangga akuatik.

 

        Identifikasi serangga akuatik sampai ke tingkat spesies dilakukan dengan meminta bantuan pakar taksonomi serangga air di Museum Zoologi.

 

        Data cuaca yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari beberapa stasiun pengamat cuaca terdekat dengan lokasi pengamatan.

 

                  

Variabel yang Diamati

      

         Variabel  yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

(1)  Distribusi ruang dan waktu dari spesies-spesies serangga akuatik yang terpilih sebagai bioindikator di sungai Citarum.

(2)  Konsentrasi bioakumulasi dari kontaminan (insektisida) pada spesies-spesies serangga akuatik yang terpilih sebagai bioindikator, di delapan lokasi pengamatan (dari mata air sampai ke muara) sungai Citarum.

(3)  Respon biologi dari setiap spesies serangga akuatik yang terpilih sebagai bioindikator terhadap kontaminan, diprediksi melalui pembandingan konsentrasi bioakumulasi dengan konsentrasi kontaminan di endapan  halus di tepi sungai.

(4)  Pengaruh hubungan kekerabatan (taksonomi), kebiasaan makan, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan stadia pertumbuhan serangga akuatik (yang terpilih sebagai bioindikator) terhadap perbedaan akumulasi interspesies.

 

 

Metode Penelitian

 

Pengumpulan Sampel Serangga Akuatik

 

        Serangga stadia pra dewasa (nimfa, larva, dan  pupa) dikumpulkan dengan tangan atau jaring.  Pengulangan pengambilan sampel serangga dilakukan setiap 100 m, sampai diperoleh  jumlah sampel serangga yang dianggap cukup untuk analisis kandungan kontaminan (insektisida) yang  terakumulasi.  Serangga dewasa yang terbang dikumpulkan dengan jaring ayun ("sweep net").  Serangga yang terkumpul dimasukkan ke dalam kantung plastik yang diisi air sungai (dimana sampel dikumpulkan), kemudian kantung plastik dimasukkan ke pendingin selama  empat sampai enam jam.  Air di dalam kantung plastik dibuang, dan sampel serangga dibekukan pada saat dibawa ke laboratorium.  Sebelum dilakukan pembekuan, beberapa individu diambil  dan diawetkan dengan alkohol 70 %, untuk  diidentifikasi taksanya.

 

 

Pengumpulan Endapan Tepi Sungai    

 

        Endapan tepi sungai yang halus dikumpulkan secara simultan dengan pengambilan sampel serangga  pada beberapa lokasi deposit endapan dan dalam keadaan tergenangi air.  Endapan diletakkan pada saringan (berukuran 60  um) yang terbuat dari kain nilon, dalam keadaan lembab oleh air sungai dimana endapan diambil.  Endapan dibawa ke laboratorium dalam keadaan dingin (disimpan di pendingin).

 

 

Analisis Sampel Serangga Akuatik dan Analisis Endapan Tepi Sungai 

       Sampel serangga akuatik dan endapan tepi sungai dikeringbekukan, kemudian masing-masing digiling halus, dan dilakukan ekstraksi.  Hasil ekstraksi diukur kandungan insektisidanya dengan menggunakan Gas Chromatography, atau High Performance Liquid Chromatography.

 

Analisis Statistik

 

       Analisis statistik yang dilakukan pada data hasil pengamatan, meliputi:

(1)   Konsentrasi bioakumulasi pada spesies serangga akuatik yang diamati di delapan lokasi pengamatan.

(2)  Korelasi antara bioakumulasi pada spesies serangga akuatik yang diamati dengan konsentrasi kontaminan (insektisida) pada endapan halus di tepi sungai.

(3)  Korelasi antara bioakumulasi pada spesies serangga akuatik yang diamati dengan kebiasaan makannya (herbivora, omnivora, detritivora, dan predator)

(4)  Korelasi antara bioakumulasi pada spesies serangga akuatik yang diamati dengan stadia pertumbuhannya

(5)  Korelasi antara bioakumulasi pada spesies serangga akuatik yang diamati dengan jenis kelaminnya.

 

 

Manfaat Penelitian

 

         Manfaat  yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah: 

(1)  Memperoleh bioindikator terhadap kontaminan (insektisida) yang murah; yang terdiri dari spesies-spesies serangga akuatik penghuni asli dari sungai Citarum.

(2) Memperoleh metode yang sederhana dalam melakukan analisis kontaminan di sungai dengan memanfaatkan spesies serangga akuatik terpilih sebagai bioindikator.

(3) Memantau terjadinya kontaminan pada waktu dan tempat tertentu, dengan menggunakan bioindikator (spesies-spesies serangga akuatik yang mempunyai kebiasaan hidup menetap pada suatu tempat).

                         

 

Daftar Pustaka

 

Andrews,  E.D.  1987.  Longitudinal dispersion of trace metals in the Clark Fork River Montana, p. 1-13.   In  R.C.  Averett and D.M. Mc. Knight (ed.).  The  Chemical quality of water and the hydrologic cycle.  Lewis Publishers,  Ann. Arbor, MI.

Axtmann, E.V.,  D.J. Cain, dan S.N. Louma. 1991. Distribution of trace metals in fine grained bed sediments and benthic insects in the Clark Fork River, Montana, p. 1-18.  In V. Watkins (ed.).  Proceedings of the Clark Fork Symposium, 1989.  Montana Academy of Sciences,  montana College of Mineral Sciences and Technology,  Missoula, MT.

Besser, J.M. dan C.F. Rabeni. 1987.  Bioavailability and toxicity of metals leached from lead mine tailings to aquatic invertebrates.  Environ. Toxicol. Chem.  6: 879-890.

Burrows, L.G. dan B.A. Whitton. 1983.  Heavy metals in water, sediments and invertebrates from a metal-contaminated river free of organic pollution.  Hydrobiologia 106:263-273.

Buikema, A.L.,  B.R. Niederlehner, dan J. Cairns. 1982.  Biological monitoring.  Part IV-Toxicity testing.  Water Research  16:239-262.

Butler, P.A., L. Andren, G.J. bonde, A. Jernelov, dan D.J. Reish.  1971.  Monitoring organisms.  In  FAO Technical Conference on Marine Pollution and Its Effects of Living Resources and Fishing.  Rome. 1970.  FAO Fisheries Reports. Italy.

Goddard, K.E. 1988.  Gold mill-tailings contamination of the Cheyenne River system, western South Dakota, p.1-9.  In  G. E.  Mallard (ed.).  U.S.  Geological Survey Toxic Substances Hydrology Program-Surface Water Contamination.  Proceedings of the Technical Meeting, Denver, Colorado. USA.

Gower, A.M. dan S.T. Darlington. 1990.  Relationships between copper concentrations in larvae of Plectrocnemia conspersa (Curtis) (Trichoptera) and in mine drainage streams.  Environ. Pollut. 65: 155-168.

Spellerberg, I.F. 1995.  Monitoring ecological change.  Cambridge University Press.  Cambridge. UK.