© 2001  Pardjoko                                                                                                      Posted 5 December  2001   [rudyct] 

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)   

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

December 2001

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab

 

 

 

 

IKAN KAKAP MERAH:  SUMBER DAYA HAYATI LAUT YANG DIEKSPOR

 

 

Oleh :

 

PARDJOKO

C526010094

 

1.      PENDAHULUAN

Bertambahnya populasi manusia yang demikian pesatnya mengakibatkan kebutuhan akan bahan pangan bertambah pula, utamanya kebutuhan akan protein. Kebutuhan akan proteian hewani ini memaksa manusia untuk mengalihkan perhatiannya ke sumberdaya perikanan laut.

Indonesia  memiliki kondisi geografis sedemikian rupa dikarunia sumber hayati perikanan yang sangat potensial. Hal ini menyebabkan sub sector perikanan merupakan penghasil devisa yang tidak sedikit jumlahnya. Peningkatan komoditi ekspor perikanan dari tahun ke tahun mengalami serta menunjukkan peningkatan yang menggembirakan, walau bila dibandingkan dengan potensi yang kita miliki maka hal tersebut masih dapat ditingkatkan lagi.

Badan Pengembangan Ekspor Indonesia (1993) mengetengahkan bahwa ekspor hasil perikanan Indonesia, baik berupa udang maupun jenis hasil perikanan lainnya, sejka 1988 sampai dengan 1992 terus meningkat. Bila tahun 1988 nilai ekspor hasil perikanan Indonesia adalah sebesar US$ 625,6 juta, yang terdiri dari udang US$ 498,7 juta dan ahsil perikanan lain sebesar US$ 126,9 juta, maka pada tahun 1989 meningkat menjadi US$ 717,9 juta atau dengan kata lain mengalami kenaikan sebesar 14,8%. Tahun berikutnya, 1990, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia berjumlah US$ 918,0 juta, hal ini berarti bahwa terdapat kenaikan sebesar 27,88%. Selanutnya, tahun 1991, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia menjadi sebesar US$ 1.08 6,8 juta dan tahun 1992 terus meningkat menjadi US$ 1.121,8 juta. Hal ini berarti bahwa terjadi lagi peningkatan sebesar 3,22% dibandingkan tahun sebelumnya.

Negara pengimpor ikan konsumsi terbesar adalah negara Jepang. Impor Jepang terhadap jenis ikan konsumsi ini selalu mengalami penaikan sebesar 11% pertahun. Pada tahun 1991 misalnya, nilai impor ikan konsumsi Jepang adalah sebesar US$ 11.819,14 juta. Tempat kedua diduduki oleh Ameriak Serikat, dengan nilai impor sebesar US$ 2.907,80 juta dengan rata-rata peningkatan sebesar 9,8% pertahun. Selanjutnya adalah Spanyol dengan peningkatan sebesar 20,4%, Belanda dengan peningkatan sebesar 13,8% pertahun dan Jerman dengan rata-rata peningkatan 13,8% pertahun  serta Hongkong dengan rata-rata peningkatan sebesar 11,7% pertahun.

Hal tersebut di atas menginformasikan kepada kita bahwa nilai ekspor hasil perikanan Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,1% untuk periode 1988-1992. selanjutnya kita juga diinformasikan bahwa negara-negara pengimpor ikan konsumsi dapat dikatakan senantiasa haus akan tambahan impor dengan adanya tambahan kebutuhan masing-masing sekian persen pertahunnya.

Lebih lanjut Mulyadi (1990) mengetengahkan bahwa di Indonesia masih terdapat beberapa jenis ikan demersal yang secara komersial layak untuk diusahakan, salah satu diantaranya adalah jenis ikan kakap merah dari keluarga Lutjanidae, yang dalam dunia dagang dikenal dengan “snapper”. Pengusahaan sumberdaya kakap merah ini, selain untuk memenuhi konsumsi dan kebuthan protein masyarakat kita, bisa juga dimaksudkan untuk konsumsi luar negeri atau menjadi komoditi ekspor kita, hal ini mengingatkan bahwa komoditi ini dapat memenuhi kebutuhan akan jenis-jenis ikan berdaging putih yang sangat popular pada beberapa negara, utamanya Eropa, Amerika, Jepang maupun Hongkong. Jenis ikan ini jadi produk perikanan seperti fillet, smoke fish, fish cake, fish sousage maupun sebagai ikan kaleng.

Oleh karena itu pula, sumberdaya ikan kakap merah ini selain memiliki nilai gizi tinggi guna memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat Indonesia sendiri juga mampu untuk berperan pula dalam menyumbangkan devisa bagi negara.

Kakap merah, yang nama dagangnya dikenal sebagai Snapper, Red Snapper maupun Blood Snapper ini, di Indonesia sendiri mempunyai nama atau penamaan yang berbeda menurut tempat dan daerah. Ditinjau dari hasanah kekayaan perbendaharaan kata, nama yang beragam demikian memang menguntungkan, namun untuk dunia dagang, penanaman yang seragam atau paling kurang mewakili semuanya terkadang sangat diperlukan, terlebih lagi bila misalnya komoditi yang dimaksud harus dikumpulkan dahulu dari beberapa daerah di Indonesia sebelum diekspor ke luar negeri. Dalam hal ini, nama-nama daerah dari ikan kakap merah yang diinformasikan oleh Direktorat Jenderal Perikanan (1976) berikut ini kiranya dapat menengahi kesulitan yang mungkin dihadapi tersebut.

 

Tabel 1. Beberap nama daerah ikan kakap merah di Indonesia.

No.

Daerah

Nama Ikan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Jawa Tengah dan Jawa Timur

Jawa Barat dan Jakarta

Madura

Bangka

Sulawesi Selatan

Saulawesi Tenggara

Sulawesi Utara

Ambon (Maluku)

Seram (Maluku)

Kellet, Darongan, Bambangan

Kakap Merah, Ikan Merah, Bambangan

Posepa

Bran, Bambang

Bambangan, Bacan, Delise

Langgaria, Gacak

Lolise

Delis, Sengaru, Rae

Popika

 

Walaupun daerah-daerah potensial bagi jenis ikan kakap merah di Indonesia masih banyak selain dari yang diketengahkan pada table di atas, yang tentu saja dalam hal penamaan pun mungkin sekali berbeda, data yang ada tersebut sedikit banyak telah membantu untuk tujuan ini, walaupun penamaan untuk daerah Sumatera, Kalimatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur maupun Irian Jaya masih belum tampak terwakili.

 

2.      KLASIFIKASI IKAN KAKAP MERAH

Ikan kakap merah dari keluarga Lutjanidae ini menurut Saanin (1984) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Phylum                :  Chordata

Sub-phylum         :  Vertebrata

Kelas                  :  Pisces

Sun-kelas            :  Teleostei

Ordo                   :  Percomorphi

Sub-ordo            :  Percoidae

Famili                  :  Lutjandae

Lebih lanjut, menurut FAO Fisheries Synopsis atauFAo Species Catalogue (1985), Famili Lutjanidae ini terdiri dari empat sub-famili yang masing-masing adalah :

1.      Sub-famili      :  Etelinae

2.      Sub-famili      :  Apsilinae

3.      Sub-famili      :  Paradichtyinae

4.      Sub-famili      :  Lutjaninae

Sub-famili Etelinae ini terdiri dari lima genera, masing-masing genus : Aphareus, Aprion, Etelis, Pristipomoides dan Randallichtyes.

Sub-famili Apsilinae terdiri dari empat genera : Genus Apsilus, Lipocheilus, Paracaecio dan Parapristipomoides.

Sub-famili Paradichthyinae terdiri dari genera, yaitu Symphorus dan Symphoriehthys.

Sub-famili Lutjaninae tediri dari lima genera yang monotipe sifatnya, masing-masing adalah Hoplopagrus, Macolor, Ocyurus, Pinjalo dan Rhomboplites.

 

3.      DESKRIPSI KAKAP MERAH SECARA UMUM

Dengan demikian, famili Lutjanidae ini terdiri dari 17 genera yang mencakup 102 spesies yang tersebar di dunia. Genera dari sub-famili Etelinae ini umumnya berlekuk seperti bulan hingga jenis yang berlekuk cukup dalam. Baik sirip punggung maupun sirip duburnya memanjang dan meruncing pada bagian akhirnya.

Sub-famili Apsilinae memiliki genera dengan bentuk tubuh yang bervariasi, ada yang tampak memanjang dan ada yang bertubuh tinggi memipih. Sirip ekornya pun bervariasi mulai dari yang berlekuk seperti bulan sabit hingga jenis yang memiliki  lekuk sirip ekor yang jauh menjorok ke dalam. Bagian dasar sirip punggung maupun sirip duburnya tidak bersisik. Berbeda dengan sub-famili yang pertama tadi, bagian akhir sirip punggung maupun sirip duburnya tidak bermodifikasi menjadi panjang dan runcing.

Sub-famili Paradichthyinea, yang terdiri dari dua genera ini umumnya memiliki tubuh yang tinggi memipih. Sirip ekor bervariasi mulai dari yang berlekuk ringan (emarginated) hingga yang bersirip ekor tampak bercabang. Dasar sirip punggung dan sirip duburnya bersisik, sedangkan beberapa duri-duri lunak dari sirip punggung dan sirip ekornya berubah menjadi filamen. Langit-langit bagian depan pada mulutnya tidak bergigi halus, gigi yang biasa dipakai untuk memegang mangsanya yang sudah tertangkap agar tiak terlepas kembali.

Sub-famili yang keempat, yaitu sub-famili Lutjaninae, yang memiliki lima genera, salah satu diantaranya dari genus Lutjanus misalnya, yang terdiri dari 65 spesies, umumnya memiliki bentuk tubuh yang beragam. Ada jenis yang bertubuh langsing memanjang hingga yang berbentuk tubuh tinggi memipih. Demikian pula bentuk sirip ekornya, bervariasi mulai dari yang berujung sirip ekor rata hingga yang berlekuk dalam. Dasar sirip punggung maupunsirip duburnya terbungkus sisik. Pada langit-langit dimulutnya dijumpai gigi-gigi halus untuk memegang erat mangsanya agar tidak terlepas. Jari-jari atau duri-duri halus pada sirip punggung maupun pada sirip duburnya tidak ada yang membentuk filamen.

Berdasarkan sejumlah sifat-sifat atau karakteristik internalnya, termasuk otot-otot taring, morfologi kepala, maupun bentuk pertulangan tertentu yang berkaitan dengan pertulangan baik pada bagian depan maupun pada bagian belakangnya, Johnson (1980) pernah menyatakan bahwa jenis yang termasuk sub-famili Etelinae merupakan kelompok yang paling primitif. Sub-famili Apsilinae bertindak sebagai perantara atau yang menjembatani antara sub-famili yang primitif tadi dengan beberapa sub-famili lainnya, yaitu Lutjaninae dan paradichthyinae. Kedua sub-famili yang berakhir tadi merupakan kelompok-kelompok yang paling berkembang. Hipothesia Johnson lebih lanjut menyatakan bahwa kedua sub-famili tersebut, yaitu sub-famili Paradicichthyinae dengan Lutjaninae merupakan kelompok saudara primitif dan mempunyai hubungan dekat pula dengan famili Caecionidae. Famili Caecionidae ini semula dianggap termasuk Lutjanidae. Famili ini baru dinyatakan terpisah dari Lutjanidae setelah diketahui bahwa famili tadi mempunyai spesifikasi tersendiri sehubungan dengan pertulangan pada tulang rahangnya. Berbeda dengan famili Lutjanidae, ternyata pada Ceacionidae proses penulangannya tersendiri dan sama sekali terpisah. Kita ketahui bahwa dewasa ini famili Ceasionidae ini terdiri dari empat genera yaitu Caesio, Pterocaecio, Gymnocaesio dan Dipterygonotus, yang kesemuanya beradaptasi sedemikian rupa menjadi pemakan plankton. Dewasa ini, famili caesionodae dengan Lutjanidae ini tergabung dalam super-famili yang dikenal dengan nama Lutjanoidae. Walau Lutjanoidae ini dengan famili Lutjanidae memiliki sifat-sifat umum yang terpisah, tapi pada kenyataannya pada keduanya tidak dijumpai adanya kekhususan-kekhususan yang unik yang mencirikan masing-masing kelompok tersebut.

 

3.1. Penyebaran

Famili Lutjaniade utamanya menghuni perairan tropis maupun subtropis, walau tiga dari genus Lutjanus diketahui ada yang hidup di air tawar. Bahkan juvenil beberapa spesies dari genus ini lainnya seringkali dijumpai pada hutan-hutan bakau yang ada perairan payau. Tidak jarang pula juvenil-juvenil dari spesies yang bersangkutan ditemukan pada batang-batang sungai yang bermuara pada hutan-hutan bakau tersebut. Anggota dari famili ini tersebar pada daerah-daerah yang secara geografis terpisah, yaitu (1) di Pasifik Timur, (2) Indo-Pasifik Barat, (3) Pasifik Timur, (4) Atlantik Barat. Tidak ada spesies yang dijumpai lebih dari daerah yang telah dikemukakan tersebut. Walau demikian, spesies Lutjanus argentimaculatus yang banyak dijumpai di daerah Laut Tengah dari Libanon, diduga merupakan pecahan dari psesies yang ada di Laut Merah yang menyebar melalui terusan Suez. Banyak spesies, utamanya yang merupakan anggota dari genus Aphareus, Aprion, Etelis, Lutjanus, Macolor, Paracaesio, Pinjalo, dan Pristipomoides menyebar luas di Indo-Pasifik Barat. Beberapa dari spesies tersebut, seperti halnya Lutjanus bohar, L. gibbus, L. kasmira, L. monostigma, dan L. rivulatus, sebagaimana juga spesies-spesies dari genus Etelis, Paracaesio, Pristipomoides, seringkali berada pada daerah oseanik insuler tertentu. Umumnya hanya beberapa spesies tertentu saja yang penyebarannya terbatas, walau beberapa diantaranya mungkin sekali dapat menyebar secara luas, hanya saja karena habitatnya lebih dalam, maka mereka dapat dikatakan jarang tertangkap. Adapun contoh dari spesies yang terlokaliasi antara lain Lutjanus adetii di New caledonia dan di Timur Australia, L. ambiguus di Florida Selatan dan Cuba, L. bitaeniatus di Indonesia hingga Barat laut Australia, L, coeruleolineatus di Laut sekitar semenanjung Arab, L. dodecacanthoidae di Indonesia Timur dan sekitar Filipina, L. goldiei di sebelah selatan Irian Jaya dan papua New Guinea, L. maxweberi  di Indonesia Timur, Papua New Guinea dan sekitar Filipina, L. notatusdi sekitar kepulauan Mauritius, Reunion, madagaskar, hingga Hongkong, Paraceasio caeruleus di di selatan Jepang, Parapristipomoides squamimaxillaris di pulau-pulau Timur dan Rapa, Pristipomoides freemani di pantai Atlantik Panama hingga Suriname dan P. macrophthalmus di kepulauan  Antiles Besar dan pantai Caribia mulai dari Nicaragua dan Panama. Sebagai tambahan, lima spesies Lutjanus ternyata juga menghuni pantai Afrika Barat dengan penyebaran yang sangat terbatas. Agar lebih jelasnya, Pola penyebaran secara umum dari keempat sub-famili Lutjaninae dapat dilihat pada gambar 2 (FAO Species catalogue, 1985).

Penyebaran kakap merah di Indonesia sangat luas, karena dapat dikatakan bahwa jenis-jenis dari ikan ini menghuni hampir seluruh perairan pantai Indonesia. Penyebaran kakap merah ini arah ke utara mencapai Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai Laut Cina Selatan serta Filipina. Penyebaran arah kes elatan mencapai perairan tropis Australia. Arah ke Barat hingga ke Afrika Selatan dan perairan tropis Atlantik Amerika, sedangkan arah ke timur mencakup pulau-pulau di samudera Pasifik (Direktorat Jenderal Perikanan, 1983).

Pengkonsentrasian kakap merah terpadat umumnya terdapat di lepas pantai hingga kedalaman 60 meter. Penyebaran ikan kakap merah di Indonesia secara lebih lengkap disajikan pada tabel 2 berikut dibawah ini (Direktorat jenderal Perikanan, 1983).

 

Tabel 2. Penyebaran Kakap Merah di Indonesia.

Perairan

Penyebaran

Daerah Penangkapan Utama

SUMATRA

Seluruh perairan

Sebagian perairan Aceh, utamanya bagian utara dan barat, sebagian pantai utara dan barat, sebagian pantai timur Sumatera barat, sekitar Bengkalis, Belitung dan Bangka, Pantai Barat Sumatera Utara, Pantai Sumatera Barat, Bengkulu, Pantai Timur Lampung.

JAWA

NUSA- TENGGARA

Seluruh perairan

Selat Sunda bagian timur, sekitar Cirebon, perairan utara Jawa Tengah dan Timur, Kalimunjawa, utara Madura, Ujung Kulon, Cilacap, Nusa Barung, sekitar Selat Lombok, perairan Sumbawa, Flores Timur, dan pulau Rote.

KALIMANTAN SULAWESI

Seluruh perairan selain laut dalam

Lepas pantai Kalimantan Barat, sebagian besar pantai timur Kalimantan Selatan dan Tengah, pantai selatan kalimantan Tengah dan Selatan, perairan sekitar Samarinda, perairan sedikit di luar Teluk Palu berikut lepas pantainya.

MALUKU

IRIAN JAYA

Seluruh perairan

Perairan di luar antara Buru-Seram, perairan Teluk Bintuni, cenderawasih di luar pantai bagian tengah dan selatan laut Banda.