© 2002 Genius
Umar Posted 21 May 2002
Makalah
Falsafah Sains (PPs 702)
Program
Pasca Sarjana / S3
Institut
Pertanian Bogor
Mei 2002
Dosen:
Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)
ANALISIS KEBIJAKAN
PENANGGULANGAN KEMACETAN LALU LINTAS
DI DKI JAKARTA
Oleh:
Genius
Umar
PSL P.026014051
E-mail: geniusumar@yahoo.com
BAB I
LATAR
BELAKANG MASALAH KEBIJAKAN
A.
Deskripsi Situasi Permasalahan
Perkembangan kota-kota besar di negara berkembang tidak terlepas dari kemacetan arus lalu
lintas, karena pertumbuhan kendaraan yang pesat. Seperti halnya kota-kota besar
lainnya, kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta dari tahun-ke tahun semakin
terasa menyesatkan masyarakat pengguna jalan raya, terutama pengguna angkutan
umum.
Fenomena kemacetan di DKI Jakarta yang tingkat kemacetannya
semakin tinggi dan penyebarannya yang semakin melebar disebabkan oleh
pertumbuhan jalan yang tidak seimbang dengan pertumbuhan kendaraan bermotor,
khususnya jalan-jalan negara/propinsi. Pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta berdasarkan
data BPS tumbuh rata-rata 12,87 % Pertahun sejak tahun 1995 sampai dengan 2000.
Adapun pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI Jakarta mulai tahun 1995 sampai
dengan 2000 dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 1
KENDARAAN BERMOTOR TIDAK TERMASUK TNI/POLRI DAN CD DI
WILAYAH POLDA DI DKI JAKARTA
No |
Jenis |
1995 |
1996 |
1997 |
1998 |
1999 |
2000 |
1. 2. 3. 4. |
Sepeda Motor Mobil
Penumpang Mobil
Beban Mobil
Bus |
804.186 458.844 189.980 169.027 |
865.026 535.216 205.955 190.700 |
921.292 574.382 217.627 207.640 |
991.036 617.565 228.569 226.320 |
1.083.853 680.794 247.377 239.901 |
1.155.233 686.232 263.334 248.787 |
Sumber :
Jakarta Dalam Angka.BPS Jakarta
Dengan jalan sepanjang 8.487 km pada
tahun 1998 dan jumlah kendaraan sebanyak 3.021.138 kendaraan, menyebabkan
tingkat kemacetan di jalan-jalan negara/protokol semakin parah. Kemacetan yang semakin parah ini tidak hanya
menyebabkab kerugian social ekonomi secara umum, tetapi juga menyebabkan
pemborosan bahan bakar yang pada gilirannya meningkatkan polusi udara.
Kondisi ini
perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah, mengingat kota DKI Jakarta
termasuk salah satu kota yang mempunyai tingkat mobilitas orang maupun
kendaraan yang relatif tinggi.
Berdasarkan pemantauan pemda DKI Jakarta, kualitas udara pada beberapa lokasi
telah melampaui ambang batas yang ditetapkan yang disebabkan oleh asap
kendaraan bermotor. Asap kendaraan bermotor telah menimbulkan dampak polusi
yang semakin tebal pada udara Kota Jakarta. Hal ini akan berdampak buruk pada
kenyamanan warga kota.
Upaya
mengurangi kemacetan lalu lintas ini telah banyak dilakukan dengan berbagai
langkah antara lain, peningkatan angkutan masal kereta api kota, pengaturan
traffic dengan berlakunya three in one, kebijakan perpajakan kendaraan pribadi
dan lain-lain. Khusus angkutan massal kerata api masih belum memadai, ditinjau
dari keberadaan jalur pada lokasi
tertentu. Jalur kereta api yang ada di Kota Jakarta sangat terbatas pada
lokasi-lokasi tertentu sehingga tidak membawa dampak yang cukup signifikan
terhadap pengurangan jumlah kendaraan bermotor yang mengunankan jalan-jalan
dalam wilayah Kota Jakarta. Dengan demikian masyarakat cenderung
masih menggunakan angkutan pribadi. Oleh karena itu, salah satu upaya yang
dapat ditempuh adalah lebih meningkatkan pembangunan angkutan massal baik dari
segi kualitas maupun kuantitas, akan mendorong masyarakat untuk menggunakan
kendaraan umum/massal daripada menggunakan kendaraan pribadi. Dengan demikian
jumlah kendaraan bermotor di jalan-jalan raya dalam Kota Jakarta akan berkurang
dan kemacetan lalu lintas dapat lebih dikurangi.
Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini dimaksudkan untuk
menjelaskan alternatif kebijakan untuk mengurangi kemacetan lalu-lintas di DKI
Jakarta.
1. Kerugian
Waktu Dan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Kemacetan lalu-lintas dapat menimbulkan kerugian, bagi pengguna kendaraan bermotor, baik dari segi
waktu maupun dari segi kerugian pemborosan bahan bakar. Dalam keadaan kemacetan
lalu-lintas waktu tempuh dalam suatu perjalanan akan lebih lama, padahal waktu
tersebut dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang produktif. Disamping itu
dalam keadaan kemacetan lalu-lintas, kendaraan akan lebih banyak menggunakan
bahan bakar. Hal ini akan menyebabkan biaya operasional kendaraan menjadi lebih
banyak.
2. Polusi Udara disebabkan Kendaraan Bermotor
Ada enam
komponen utama polusi udara yang disebabkan oleh kendaran bermotor yaitu Karbon
Monoksida (CO), Hidro karbon (HC). Nitrogen oksida (Nox), pertikel dan
timah hitam (Pb) dengan penjelasan sebagai berikut :
1.
Polutan karbon
monoksida (CO), merupakan gas beracun, tak berbau, dan tak berwarna serta
memiliki berat jenis sedikit lebuh ringan dari udara, gas ini dihasilkan akibat
proses pembakaran yang tidak sempurna.
2.
Polutan oksida sulfur (Sox) atau belerang dioksida,
merupakan gas yang tajam baunya, korosif, beracun, terjadi bila bahan bakar
yang mengandung belerang dibakar.
3.
Hidro Karbon (HC) atau unburned hydro carbon, merupakan
bahan bakar yang tidak terbakar, terbuang percuma, hidrokarbon dalam persentase
normal idak beracun tetapi menjadi komponen
polusi yang penting karena kemampuannya dalam membentuk kabut bila
bercampur dengan nitrogen di udara. Sumber hidrokarbon ini akibat penguapan
bensin dari tangki atau karburator kendaraan bermotor.
4.
Polutan nitrogen oksida (Nox) terjadi bila temperatur
pembakaran bahan bakar yang sangat tinggi dan akan tetap pada bentuknya bila
gas terdinginkan dengan cepat. Penghasil utama
komponen polusi ini adalah kendaraan bermotor, terutama motor diesel.
5.
Polutan partikel dan timah (Pb) selain komponen di atas, maka timah
hitam dalam bentuk senyawa TEL (Tetra
Ethyl Lead) yang digunakan sebagai additive untuk menaikan angka oktan bahan
bakar, merupakan komponen polusi yang sangat berbahaya sehingga penggunaannya
sebagai additive dalam bahan bakar premium dapat dimasukan dalam ketegori
pertikel yang berbahaya (Setyabudi,1998).
Faktor yang mempengaruhi besarnya polutan yang
diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara lain :
a.
Kendaraan
bermotor itu sendiri
b.
Kemacetan
lalulintas, sehingga pada daerah tertentu terjadi akumulasi polutan yang
tinggi.
c.
Pengemudi yang
tidak mengemudikan kendaraan dengan benar dan baik serta perawatan dari mesin kendaraan
itu sendiri.
d.
Kondisi
lingkungan geografis yang relaif tertutup, sehingga menyulitkan pergerakan
bebas udara yang telah terpolusi. Hal
ini sangat memungkinkan sekali di DKI Jakarta karena lingkungannya penuh dengan
bangunan gedung-gedung bertingkat yang menyulitkan sirkulasi udara.
Polusi dari
asap kendaraan bermotor merupakan penyebab yang dominan. Udara yang
demikian kotor akan berdampak buruk terhadap kesehatan. Adapun dampak polusi kendaraan bermotor terhadap kesehatan
manusia dapat dilihat dalam table berikut ini :
Tabel 2
DAMPAK POLUSI KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP KESEHATAN
MANUSIA
No |
Polutan |
Sumber |
Akibat Terhadap Kesehatan |
1. |
Karbon Monoksida (CO) |
Kendaraan bensin yang system pembakarannya tidak sempurna |
a. mengganggu saluran pernafasan b. gas CO
masuk ke aliran darah dan bersatu dengan haemaglobin membentuk (COH6)
menghambat fungsi normal Hb dalam membawa oksigen. c. keracunan
berakibat pucat, proses lebih lanjut
yang terserang adalah otak dan jantung sehingga dapat menyebabkan kematian. |
2. |
Belerang oksida (Sox) |
Gas dari belerang yang dibakar |
a. Iritasi pada saluran
pernafasan dan saluran paru paru. Bronchitis. |
3. |
Hidro Karbon (HC) |
Penguapan bensin dari tangki dan karburator kendaraan bermotor |
a.
Pertumbuhan kanker dalam tubuh b.
Sesak nafas |
4. |
Nitrogen Oksida |
Pembakaran dari motor diesel |
Iritas pada mata dan saluran pernafasan |
5. |
Partikel-Partikel: Timah Hitam (Pb), Nikel & Mekuri |
Emisi Gas buang dari mesin diesel |
|
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa polusi udara yang berasal
dari kendaraan bermotor berdampak yang sangat buruk terhadap kesehatan. Oleh
karena itu agar dampak buruk tersebut tidak semakin buruk, maka diperlukan
berbagai usaha dari semua pihak terutama kebijakan pemerintah untuk mengurangi
efek polusi kendaraan bermotor.
Dilihat dari dampak yang dapat ditimbulkan oleh kemacetan
lalu lintas di atas, maka pemerintah perlu memikirkan kebijakan untuk
mengurangi kemacetan lalu lintas tersebut.
Berbicara
kebijakan publik tidak akan terlepas dari masalah publik. Masalah publik
adalah masalah yang mencakup dan
berdampak kepada kehidupan publik. Sedangkan kebijakan publik merupakan agenda
kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah yang merupakan tanggapan
(responsiveness) terhadap lingkungan atau masalah publik. Jadi dalam
menyelesaikan masalah publik ini yang sangat terpenting adalah hubungan yang
normative antara pejabat publik dengan masyarakat yang dipimpinnya. Seorang
pejabat publik harus memahami kebutuhan masyarakat yang dipimpinnya.
Sehubungan dengan hal di atas Kumorotomo (1999:105) membahas ukuran-ukuran normative yang
terdapat dalam interaksi antara
penguasa, penyelenggara, atau administrator negara dengan rakyat atau
masyarakat umum, serta bagaimana seharusnya kebijakan-kebijakan publik itu
dilaksanakan. Adapun ukuran normative tersebut adalah keadilan social,
Partisipasi dan aspirasi warga negara, masalah-masalah lingkungan, pelayanan
umum, moral individu atau moral kelompok, pertanggungjawaban administrasi dan
analisis etis. Secara lebih ringkas keterangan dari ukuran normative tersebut
dapat dirangkum sebagai berikut :
a. Keadilan
Sosial. Tolok ukur keberhasilan pranata publik adalah terwujudnya keadilan
social yakni suatu masyarakat yang seimbang dan teratur sehingga seluruh warga
negara memperoleh kesempatanguna membangun suatu kehidupan yang layak dan
mereka yang lemah kedudukannya akan mendapatkan bantuan seperlunya.
b. Partisipasi dan Aspirasi Warga Negara. Pejabat-pejabat
publik dalam mengambil kebijakan harus memperhatikan aspirasi masyarakatnya,
agar memperoleh dukungan dan partisipasi warga negara. Dengan demikian
resisitensi dari warga negara terhadap suatu kebijakan yang telah ditetapkan
oleh pejabat publik akan semakin berkurang dan bahkan warga negara akan
menunjukkan partisipasi yang aktif terhadap pelaksanaan suatu kebijakan publik.
c. Masalah-Masalah lingkungan. Pejabat publik dalam
membuat kebijakan juga harus memperhatikan aspek kelesterian lingkungan hidup. Karena
telah banyak pembangunan yang dilaksanakan dengan mengabaikan aspek lingkungan
hidup. Akibatnya telah terjadi kerusakan lingkungan hidup yang cukup parah.
d. Pelayanan
Umum. Aparatur publik harus memperhatikan kebutuhan warga negaranya berupa
memberikan pelayanan umum kepada warga negara. Para aparatur publik harus sadar betul bahwa mereka
adalah pelayan bagi warga negaranya.
e. Moral Individu atau Moral Kelompok. Dalam melaksanakan
tugas sebagai pejabat publik, mereka harus memperhatikan moral individu maupun
moral kelompok.
f. Pertanggungjawaban Administrasi. Pejabat publik
menerima kekuasaan dan kewenangan dari rakyat yang telah memilihnya. Oleh
karena itu secara normative pejabat public tersebut harus
mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya kepada rakyat.
Berkaitan dengan definisi kebijakan publik Parker
(dalam Santoso, 1998:4) menambahkan bahwa Kebijakan publik sebagai suatu tujuan
tertentu atau serangkaian tindakan yang dilakukan oleh suatu pemerintah pada
periode tertentu dalam hubungannya dengan suatu subjek atau tanggapan pada
suatu krisis.
Selanjutnya menurut
William Dunn (1981:70) yang dialih bahasakan oleh Muhajir Darwin (1987:63-64)
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan (termasuk keputusan untuk tidak
berbuat) yang dibuat oleh badan badan atau kantor-kantor pemerintah,
diformulasikan dalam bidang-bidang issue yaitu arah tindakan actual atau
potensial dari pemerintah yang didalamnya terkandung konflik diantara kelompok
masyarakat. Dye (1992) memberikan definisi Publik Policy is whatever
government choose to do or not to do. Kebijakan pemerintah untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
BAB II
A. Kemacetan Lalu-Lintas
Penyebab
kemacetan lalu-lintas pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor pada jalan-jalan
raya di DKI. Jakarta. Situasi ini semakin lama akan semakin parah jika tidak ada upaya untuk menekan
angka pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI Jakarta.
Adapun Penyebab
pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
a.
Pertumbuhan kendaraan pribadi yang sangat pesat.
Pertumbuhan kendaraan
pribadi ini disamping disebabkan oleh daya beli masyarakat Jakarta yang
cukup tinggi juga disebabkan oleh ketidakmampuan kendaraan umum dalam
memberikan fasilitas pelayanan yang memadai bagi masyarakat. Kendaraan umum
yang beroperasi dalam kota Jakarta hampir seluruhnya dalam kondisi yang jelek
misalnya kotor, tidak aman, panas, dan berdesak-desakan. Kondisi demikian akan
menyebabkan masyarakat tidak merasa nyaman apabila menggunakan kendaraan umum.
Oleh karena itu mereka lebih suka menggunakan kendaraan pribadi. Dengan
menggunakan kendaraan pribadi dapat dipastikan jalan-jalan di Jakarta akan
penuh oleh kendaraan pribadi. Logikanya dalam satu kendaraan pribadi hanya
digunakan oleh satu atau dua orang penumpang. Sedangkan dalam satu kendaraan
bus umum akan digunakan oleh sekian banyak penumpang.
b.
Banyak Kendaraan Tua yang masih digunakan di DKI Jakarta.
Di DKI Jakarta tidak ada pembatasan umur kendaraan yang laik
jalan di Jalan raya. Berbeda halnya dengan beberapa kota-kota besar di
negara-negara maju yang mempunyai pembatasan kendaraan yang dapat digunakan di
jalan raya. Hal ini sangat berefek kepada tingginya jumlah kendaraan di jalan
raya, karena kendaraan baru terus diproduksi dan di operasionalkan sedangkan
kendaraan lama masih tetap digunakan. Jika ada pembatasan kendaraan yang layak
jalan di Jalan raya di kota Jakarta niscaya angka pertumbuhan kendaraan dapat ditekan.
Permasalahan yang terpenting dalam mengatasi masalah
mengurangi kemacetan lalu-lintas adalah menekan angka pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor. Untuk melihat
rasionalitas kemacetan lalu-lintas di DKI Jakarta adalah melihat angka
pertumbuhan kendaraan bermotor dan pertumbuhan jumlah penduduk.
1.
Pertumbuhan Kendaraan Bermotor
Kendaraan
bermotor dikategorikan atas 4 jenis kendaraan, yaitu mobil penumpang, bis, truk dan sepeda motor. Menurut
Statistik Kendaraan Bermotor dan Panjang Jalan BPS, mobil penumpang merupakan
setiap jenis kendaran bermotor yang dilegkapi dengan tempat duduk untuk
sebanyak-banyaknya delapan orang tidak termasuk tempat duduk untuk pengemudi,
baik dilengkapi/tidak dilengkapi bagasi. Bis merupakan setiap jenis kendaraan
yang dilengkapi dengan duduk lebih dari delapan orang, tidak termasuk tempat
duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi bagasi maupun tidak dilengkapi bagasi.
Truk adalah setiap jenis kendaran bermotor yang digunakan untuk angkutan
barang, selain dari mobil penumpang, bis, sepeda motor. Sepeda motor adalah setiap jenis kendaraan bermotor
beroda dua.
Kendaraan bermotor di DKI Jakarta
(Jabotabek) tumbuh rata-rata 12,87 % pertahun sejak tahun 1990 sampai dengan
tahun 1998, dari 1.649.037 kendaraan menjadi 3.021.138 kendaraan, (Departemen
Perhubungan Dalam Angka). Jumlah kendaraan bermotor ini merupakan 18,55 % dan
22,87 % terhadap total kendaraan bermotor di Indonesia tahun 1990 dan 1998,
sehingga secara nasional kendaraan bermotor di Jabotabek tumbuh rata-rata 4,28
% pertahun.
Jumlah mobil penumpang, bis, dan
truk di Jabotabek meningkat rata-rata 8,8 % pertahun sejak tahun 1995 sampai
dengan tahun 2005. lain halnya dengan sepeda motor, dengan semakin banyaknya
jalan bebas hambatan dan kecelakaan sepeda motor, pertumbuhan rata-rata
pertahun sepeda motor sebesar 9% sampai
dengan tahun 2000. 8 % sampai dengan tahun 2005. 7 % sampai dengan tahun 2010
dan 6,5 % sapai dengan tahun
2015.(Statistik Departeman Perhubungan).
2.
Jumlah Penduduk dan Jumlah Penumpang
Penduduk
di DKI Jakarta meningkat rata-rata 2,06 % per tahun selama tahun 1990 sampai
dengan tahun 1998, menyebabkan intensitas penduduk berubah dari 13.945 Km2
menjadi 15.445/km2. Intensitas
penduduk yang begitu tinggi membuat Kota Jakarta menjadi salah satu kota
terpadat di dunia.
Dengan Padatnya penduduk DKI
Jakarta, penggunaan jasa angkutan bis umum untuk aktifitas harian penduduk
tidak dapat dihindari. Menurut Statistik Perhubungan Dalam Angka, jumlah
penduduk DKI Jakarta yang menggunakan jasa angkutan bis umum tahun 1998
mencapai 244,91 juta orang atau sekitar 8,15 % terhadap total penduduk. Karena
data jumlah penduduk yang menggunakan jasa angkutan bis umum pada tahun 1998
tidak tersedia, dengan asumsi rasio yang sama, diperoleh jumlah penduduk
pengguna bis umum sebanyak 271,08 juta orang. Jumlah penduduk pengguna bis umum
ini dianggap terlalu rendah.
Menurut Statistik BPS, jumlah
penduduk bekerja, pencari kerja, dan pelajar di DKI Jakarta mencapai 6.546.831
orang atau sekitar 60,87 % terhadap
total penduduk. Dengan memperhitungkan daya angkut mobil pribadi (2,5
orang/mobil) dan sepeda motor (1,5 orang/sepeda motor) diperoleh total pengguna
bis umum tahun 1998 sebesar 4.436.085 orang per hari atau sebanyak 405.000.000
orang selama tahun 1998.
Adapun tujuan dan
sasaran yang hendak dicapai dalam
penulisan Makalah Kebijakan ini adalah :
1.
Mengindentifikasi,menggambarkan
dan menginterpretasi masalah kemacetan lalu lintas dengan meningkatkan kualitas sarana transportasi umum di Kota
Jakarta.
2. Mengindentifikasikan, memformulasikan serta
menganalisis alternatif kebijakan yang dapat digunakan oleh pemerintah dalam
mengatasi masalah kemacetan lalu-lintas melalui peningkatan kualitas sarana
transportasi umum.
3.
Merekomendasikan
satu alternatif kebijakan yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah DKI
Jakarta untuk meningkatkan kualitas sarana transportasi umum.
Sedangkan sasaran kebijakan mengatasi
masalah kemacetan lalu lintas adalah agar kemacetan lalu-lintas dapat dikurangi
dengan melakukan perbaikan sarana transportasi umum.
BAB III
ALTERNATIF
KEBIJAKAN
Alternatif-alternatif kebijakan
dalam penulisan Makalah Kebijakan ini dirumuskan dengan menggunakan
metode Feasible Manipulation (kemungkinan
rekayasa) atau yang dikeluarkan oleh Peter I May lebih dikenal dengan
metode May.
Metode May merupakan suatu pendekatan untuk
menciptakan alternatif-alternatif melalui manipulasi dari berbagai
variable-variabel kedalam strategi yang masuk akal. Strategi-strategi ini
diperbaiki sebagai permasalahan yang didefinisikan kembali dan diperbaiki
sebagai evaluasi dari perubahan-perubahan criteria.
Dalam bab II telah dijelaskan bahwa The
roots of the problem (akar masalah) dari masalah polusi udara di DKI Jakarta
adalah ketidak mampuan sarana transportasi umum untuk memberikan pelayanan yang
baik sehingga masyarakat kota Jakarta lebih cenderung menggunakan kendaraan
pribadi yang mangakibatkan polusi udara.
Untuk mencari alternatif kebijakan yang
diusulkan, maka langkah pertama yang dilakukan adalah membuat variable-variabel
kebijakan. Adapun variable-variabel kebijakan transportasi umum tersebut adalah
:
1. Kecepatan waktu tempuh dalam perjalanan
2. Kenyamanan dalam perjalanan
3. Keamanan dalam perjalanan
4. Daya
angkut penumpang
5. Bahan
bakar (gas emisi) yang dikeluarkan.
Sedangkan tingkat manipulasinya
adalah :
1. Terbatas
2. Sedang
3. Luas.
Berdasarkan variable-variabel tersebut
didapatkan beberapa alternatif kebijakan yaitu :
a.
Status Quo
(mempertahankan kondisi yang ada),
b.
Peremajaan bus Kota oleh pihak swasta.
c.
Peremajaan bus kota oleh sector publik
d.
Pembangunan Sub Way.
e.
Pembangunan
transportasi massal.
Setelah memahami permasalahan pada bab II,
masalah kemacetan lalu-lintas kemudian di analisa penyebab utamanya adalah
banyak kendaraan bermotor di DKI Jakarta. Pertumbuhan kendaraan bermotor di DKI
Jakarta disebabkan oleh tingginya pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi yang
beroperasi di Jalan-jalan raya di Kota Jakarta. Banyaknya kendaraan pribadi
yang beroerasi di Jakarta ini disebabkan oleh tidak mampunya kendaraan umum
memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketidakmampuan kendaraan umum ini yakni dalam
hal memberikan pelayanan transportasi yang berkualitas, mengakibatkan
masyarakat DKI Jakarta lebih senang menggunakan kendaraan pribadi. Dengan
asumsi bahwa apabila mutu pelayanan transportasi umum berkualitas baik, maka
masyarakat akan lebih cenderung menggunakan
fasilitas transportasi umum dari pada kendaraan pribadi.
Ada beberapa alternatif yang disarankan
untuk memperbaiki fasilitas transportasi umum untuk mengurangi kepadatan lalu
lintas dijalan raya di DKI Jakarta, yaitu : Status Quo (mempertahankan kondisi
yang ada), peremajaan bus Kota oleh pihak swasta, peremajaan bus kota oleh
sector publik, kebijakan pembatasan
kepemilikan kendaraan pribadi bagi penduduk DKI Jakarta, pembangunan
transportasi massal.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan
berbagai alternatif tersebut:
a.
Status
Quo (meneruskan kondisi yang sudah ada)
Pelaksanaan pelayanan transportasi umum dilaksanakan oleh
pihak swasta dengan mekanisme pasar. Pemerintah tidak bertanggung jawab atas
mutu pelayanan transportasi umum, karena seluruh tanggung jawab sudah
diserahkan kepada swasta melalui mekanisme pasar. Masyarakat menerima pelayanan transportasi umum
setelah mereka membayar sewa. Meskipun masyarakat telah membayar sewa atau
ongkos pelayanan, tidak menjamin masyarakat akan menerima pelayanan yang
bermutu dari pihak swasta, karena semangat kompetisi untuk meningkatkan
pelayanan dari pihak swasta telah lumpuh. Kelumpuhan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan pihak swasta untuk
membiayai operasional/ekternalitas lingkungan dalam pengoerasian kendaraan
umum. Disini telah terjadi kegagalan pasar.
Peran
pemerintah hanyalah mengeluarkan izin trayek kendaraan umum, melakukan
pengecekan (KIR) kondisi kendaraan umum apakah layak jalan ataupu tidak layak.
b.
Peremajaan
Bus oleh Pihak Swasta
Karena kondisi bus-bus yang beroperasi dalam Kota Jakarta
sekarang ini dalam kondisi yang mengkuatirkan (tidak layak), maka pemerintah
mengeluarkan kebijakan agar seluruh bus yang ada harus diganti dengan bus yang
baru. Hal ini tujuannya agar terjadi peningkatan kondisi bus dan mutu
pelayanan, sehingga masyarakat akan menggunakan kendaraan umum daripada
kendaraan pribadi.
Penggantian bus-bus ini dibiayai oleh pihak
swasta yang telah mempunyai armada bus yang telah beroperasi di Kota Jakarta, sedangkan pemerintah hanya
mengeluarkan kebijakan (regulasi) dengan mewajibkan pihak swasta pemilik bus
untuk mengganti busnya atau pihak-pihak investor lain yang mampu untuk
pengadaan bus-bus baru. Hal ini sejalan dengan semangat reinventing government,
dimana pemerintah hanyalah sebagai regulator dan swasta sebagai pelaksana pelayanan.
c.
Pembangunan
Sub Way (Angkutan Massal dengan Jalan bawah Tanah)
Karena jalan yang ada di permukaan kota Jakarta hampir seluruhnya rawan macet, perlu dibuat jalan bawah tanah. Pada jalan tersebut dilengkapi dengan sarana angkutan massal. Angkutan massal ini jelas tidak akan terperangkap oleh kemacetan lalu lintas dan waktu tempuh akan lebih singkat. Dengan kelebihan pembangunan Sub Way ini yaitu waktu tempuh pendek, maka masyarakat akan lebih senang menggunakan transportasi massal ini daripada menggunakan kendaraan pribadi. Dengan demikian kendaraan yang beroperasi setiap hari dalam kota Jakarta akan berkurang dan akhirnya akan berefek kepada pengurangan polusi udara.
d.
Angkutan
Massal Kereta Api Listrik.
Kereta Api listrik merupakan sarana angkutan umum yang
menggunakan listrik sebagai sumber tenaga dan tidak menggunakan bahan bakar
minyak serta menggunakan jalan dari rel khusus
tidak digunakan oleh kendaraan lain. Kereta api listrik ini tidak
mengakibatkan polusi udara dan tidak terkena perangkap kemacetan lalu lintas,
sehingga waktu tempuh yang digunakan untuk suatu perjalanan lebih singkat.
Disamping itu Kereta Api Listrik mampu mengangkut penumpang
yang lebih banyak, disebabkan dapat menggunakan gerbong (kabin) yang panjang
dan karena waktu tempuh yang relatif singkat, maka frekuensi pemberangkatan
dapat menjadi lebih tinggi.
BAB IV
ALTERNATIF
TERPILIH
a. Penetapan Kriteria
Untuk mengevaluasi berbagai alternatif kebijakan digunakan
beberapa criteria yang relevan. Menurut Prof.DR. Sofyan Efendi dalam bahan
kuliah Analisis Kebijakan, Kriteria adalah dimendi tertentu dari tujuan
kebijakan yang akan digunakan untuk mengevaluasi alternatif kebijakan atau
program. Dimensi-dimensi yang penting tersebut antara lain mencakup: biaya,
keuntungan, efektifitas, resiko, kemungkinan politis,kemudahan administrasi,
legalitas, ketidakpastian, pemerataan dan keadilan, serta waktu.
Selanjutnya Dunn (1994) menyatakan setidak-tidaknya ada 3
(tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu
:
1. Effectiveness, yaitu apakah
kebijakan tersebut dapat mencapai sasaran yang telah dirumuskan.
2. Eficiency,
yaitu apakah kebijakan yang akan diambil itu seimbang dengan sumber daya yang
tersedia,
4. Adequacy,
yaitu kebijakan itu sudah cukup memadai untuk memecahkan masalah.
Berangkat dari pendapat para pakar di atas, maka analis
mengungkapkan beberapa criteria yang digunakan untuk mengevaluasi beberapa
alternatif kebijakan peningkatan mutu transportasi umum di DKI Jakarta.
Dalam evaluasi alternatif kebijakan untuk memilih alternatif
kebijakan terbaik digunakan beberapa kriteria sebagai berikut:
1.
Biaya
2.
Keuntungan
3.
Pemerataan
4.
Daya Angkut Penumpang
5.
Waktu
6. Politik
Sedangkan nilai dari masing-masing kriteria adalah berbeda,
yaitu: Biaya, keuntungan, daya angkut penumpang, dan waktu masing-masing
diberikan skor 3 dan kriteria yang lainnnya diberikan skor 1.
b.
Proses
Penetapan Kriteria
Penetapan criteria evaluasi tidak mungkin dilaksanakan
sendiri oleh analis. Penetapan criteria tersebut harus dilakukan bersama dengan
individu atau sekelompok stakeholder yang terlibat dalam perumusan kebijakan
(effendi, dalam Analisis Kebijakan Publik UGM). Tahap pertama dalam penetapan
criteria adalah menetapkan criteria yang tepat dan dapat diterima oleh semua pihak.
Karena dalam implementasi kebijakan nantinya akan melibatkan dan mengenai
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam praktek sering dijumpai policy maker
lebih senang pada kebijakan yang memiliki multi sasaran serta criteria yang tidak jelas, walaupun
sebelumnya seorang analis telah membuatkan criteria evaluasi yang telah jelas.
Karena penulisan Makalah Kebijakan ini merupakan latihan
individual, penulis melakukan penetapan criteria dengan berbagai bacaan dan
proses diskusi dengan teman-teman akademis.
Setelah memahami berbagai criteria untuk mengevaluasi
berbagai alternatif kebijakan, maka berbagai alternatif kebijakan yang telah
dituliskan dievaluasi.
a. Status Quo (mempertahankan kondisi yang ada)
Untuk menilai kondisi status quo ini digunakan criteria
seperti yang telah ditetapkan, yaitu :
1. Biaya
Secara ekonomi pada status qou ini pemerintah hanya sebagai
regulator, tidak mengeluarkan biaya untuk membiayai transportasi umum. Transportasi umum telah diserahkan kepada pasar melalui
mekanisme pasar, seluruh biaya ditanggung oleh pasar. (diberi skor 3)
2. Keuntungan
Pemerintah
tidak menerima reveue dari income operasi transportasi umum tetapi pemerintah
menerima pemasukan keuangan melalui
pajak kendaraan bermotor dari pihak
swasta. (skor 1)
Melalui system
ini tidak terjadi pemerataan, karena orang kaya tidak menggunakan kendaraan
umum, karena pelayanan yang tidak nyaman, sedangkan orang miskin terpaksa harus
menggunakan karena tidak mempunyai alternatif lain.(skor 1)
Status quo ini daya angkut penumpang sangat terbatas. (skor
1)
Lama, karena terjadi kemacetan lalu lintas.(skor 1)
Secara politik tidak dapat diterima oleh masyarakat, karena
pemerintah membiarkan kegagalan pasar dalam pelayanan transportasi yang
mengakibatkan kualitas pelayanan transportasi sangat rendah. (skor 1).
b.Peremajaan bus Kota oleh pihak swasta.
Pemerintah hanya sebagai regulator, tidak mengeluarkan biaya
untuk membiayai transportasi umum. Transportasi umum telah diserahkan kepada
pasar melalui mekanisme pasar, seluruh biaya ditanggung oleh pasar.
Berdasarkan
data Polda Metro Jaya jumlah armada bus yang beroperasi di DKI Jakarta tahun
1999 adalah 172.027. Jika diasumsikan sekita 60 % dari bus tersebut tidak layak
jalan, maka jumlah bus yang harus diganti adalah 60 % X 172.027 = 103.216,2 Unit atau digenabkan menjadi
103.216 unit. Tetapi yang akan mengganti pihak swasta dan negara tidak ikut.
(Skor 3).
Pemerintah
menerima pemasukan keuangan melalui
pajak kendaraan bermotor dari pihak
swasta.(skor 1)
Karena
peremajaan bus dilakukan oleh pihak swasta, maka pihak swasta cenderung
menaikan tariff. Melalui system ini tidak terjadi pemerataan, karena hanya
orang kaya yang menggunakan kendaraan umum. (diberikan skor 1)
Hampir sama dengan status quo, karena keterbatasan kuantitas
bus dan keterbatasan ruang bus tetapi karena pelayanan sudah muali baik, maka
masyarakat sudah mulai mau menikmati kendaraan bus umum. (diberikan skor 2)
Memakan waktu yang agak lama (sedang), tetapi lebih cepat
dari status quo. (diberikan skor 2).
Akan mendapatkan penerimaan yang cukup baik dari masyarakat,
karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk perbaikan sarana
transportasi umum, agar pelayanan transportasi lebih baik. (diberi skor 3).
c. Peremajaan
Bus Kota oleh Pemerintah
Pemerintah banyak mengeluarkan biaya biaya untuk membiayai
peremajaan transportasi umum. (skor 1).
Berdasarkan
data Polda Metro Jaya jumlah armada bus yang beroperasi di DKI Jakarta tahun
1999 adalah 172.027. Jika diasumsikan sekita 60 % dari bus tersebut tidak layak
jalan, maka jumlah bus yang harus diganti adalah 60 % X 172.027 = 103.216,2 Unit atau digenabkan menjadi
103.216 unit.
Jika
diasumsikan harga/biaya untuk mengganti atau rehab berat dari masing-masing Bus
tersebut adalah Rp. 100.000.000, maka total biaya yang harus dikeluarkan adalah
103.216 X 100 juta = 10.321.600 juta. Harga ini merupakan nilai yang sangat
besar apalagi negara dalam keadaan krisis.
2. Keuntungan
Hasil dari
operasional transportasi umum akan diterima pemerintah sebagai revenue.
Dengan Asumsi
penumpang di DKI Jakarta tahun 1999 sekitar 310 Ribu penumpang perhari untuk
seluruh armada angkutan darat dan yang mampu ditampung oleh kereta api listrik
adalah 30 %, maka dapat dihitung revenue, yaitu:
30 % X 310.000 =
93.000 penumpang
Jika tarif per
penumpang kereta api di asumsikan Rp. 1000, maka revenue yang diraih adalah :
93.000 X Rp. 1.000 = 93.000.000 per-hari.
Jika diasumsikan tingkat kebocoran pengelolaan 10 % yaitu
(10 % X 93.000.000 = Rp. 9.300.000) maka nilai yang akan diterima oleh negara
adalah:
Rp.
93.000.000 – Rp. 9.300.000 =
Rp. 83.700.000.00 Per hari
Hal ini merupakan
nilai yang cukup besar dan mampu untuk
menutupi dana invetasi prasarana peremajaan bus. (diberi skor 3)
Karena peremajaan bus dilakukan oleh pihak publik, maka
tariff cenderung lebih rendah. Melalui system ini akan terjadi pemerataan,
karena setiap lapisan masyarakat dapat menikmati pelayanan kendaraan umum.
(Skor 3)
Hampir sama dengan status quo, karena keterbatasan kuantitas
bus dan keterbatasan ruang bus tetapi karena pelayanan sudah muali baik, maka
masyarakat sudah mulai mau menikmati kendaraan bus umum. (diberikan skor 2)
Memakan waktu yang agak lama (sedang), tetapi lebih cepat
dari status quo. (diberikan skor 2).
6. Politik
Akan mendapatkan penerimaan yang cukup baik dari masyarakat,
karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk perbaikan sarana
transportasi umum, agar pelayanan transportasi lebih baik. (skor 3)
Pemerintah banyak mengeluarkan biaya biaya untuk membiayai
pembangunan sub way. (skor 1)
2.
Keuntungan
Hasil dari operasional sub way sabagai prasarana
transportasi umum akan diterima pemerintah sebagai revenue. (Skor 2)
Melalui system ini akan terjadi pemerataan, karena setiap
lapisan masyarakat dapat menikmati pelayanan prasarana tranportasi umum.(skor 3).
Sub way mampu menampung banyak kendaraan (diberikan skor 3)
Waktu perjalanan cepat karena anti macet. (diberikan skor
3).
6. Politik
Akan mendapatkan penerimaan yang cukup baik dari masyarakat,
karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk perbaikan sarana
transportasi umum, agar pelayanan transportasi lebih baik. (skor 3)
Pemerintah
banyak mengeluarkan biaya untuk membiayai pembangunan rel-rel baru, pengadaan
kereta api baru dan seluruh peralatan pendukungnya. Pemerintah perlu juga
membuat jaringan listrik baru yang mampu menampung beban arus kereta api
listrik kota. Tentang berapa biaya yang
harus dikeluarkan untuk pengadaan unit-unit kereta api dan pengadaan
rel-rel kereta api belum dapat diukur karena membutuhkan penelitian yang
mendalam dibidang per-kereta-apian.(diberikan skor 1)
2. Keuntungan
Hasil dari
operasional kereta api massal akan diterima pemerintah sebagai revenue. Bila
dilihat dari kemampuan daya angkut penumpang yang lebih banyak dibandungkan
dengan angkutan bus kota dan dikalikan dengan tariff kereta api dalam setiap
perjalanan, maka dapat diperkirakan bahwa kereta api listrik ini akan mampu
mendatangkan keuntungan bagi pemerintah sebagai reveue.
Dengan Asumsi
penumpang di DKI Jakarta tahun 1999 sekitar 310 Ribu penumpang perhari untuk
seluruh armada angkutan darat dan yang mampu ditampung oleh kereta api listrik
adalah 70 %, maka dapat dihitung revenue, yaitu:
70 % X 310.000 =
217.000 penumpang
Jika tariff per
penumpang kereta api di asumsikan Rp. 1000, maka revenue yang diraih adalah :
217.000 X Rp. 1.000 = 217.000.000 per-hari.
Jika diasumsikan tingkat kebocoran pengelolaan 10 % yaitu
(10 % X 217.000.000 = Rp. 21.700.000) maka nilai yang akan diterima oleh negara
adalah:
Rp. 217.000.000 – Rp. 21.700.000 = Rp. 195.300.000.00 per
hari
Hal ini merupakan
nilai yang sangat besar dan mampu untuk menutupi dana invetasi prasarana kereta
api.(skor 3)
Kereta api listrik dirancang untuk mampu membawa penumpang
dengan kapasitas yang banyak dan dana yang harus dikeluarkan oleh masyarakat
untuk menerima pelayanan kereta api massal tersebut relatif murah, maka seluruh
lapisan masyarakat akan dapat menikmati jasa pelayanan kereta api listrik ini.
Dengan demikian ini akan terjadi pemerataan.(skor 3)
Daya angkut penumpang sangat besar. Mampu mengangku penumpang dalam jumlah besar.
(diberikan skor 3)
Memakan waktu
yang cepat, karena anti macet dan menggunankan rel (berikan skor 3).
6.Politik
Akan
mendapatkan penerimaan yang cukup baik dari masyarakat, karena pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan untuk perbaikan sarana transportasi umum, agar pelayanan
transportasi lebih baik. (skor 3)
Berdasarkan
uraian di atas dapat dibuatkan table
evaluasi terhadap kebijakan transportasi sebagai berikut :
Tabel 3.
Analisis Kriteria Alternatif Kebijakan
TUJUAN |
KRITERIA |
ALTERNATIF |
||||
STATUS QUO |
PEREMAJAAN BUS OLEH SWASTA |
PEREMAJAAN BUS OLEH NEGARA |
PEMB. SUB WAY |
ANGKUTAN
MASSAL KRL |
||
Efisiensi
pembangunan secara ekonomis |
Biaya yang Dikeluarkan
Untuk Pengadaan (3) |
Rendah, pemerintah hanya
regulator (3) (9) |
Rendah, pemerintah hanya
regulator (3) (9) |
Tinggi,
pemerintah membiayai peremajaan bus (3) (9) |
Tinggi,
prasarana baru. (1) (3) |
Sedang,
membuat dan menambah Jaringan/rel dan
armada baru. (2) (6) |
Sumber
pendapatan negara |
Keuntungan
yang diperoleh secara ekonomis (3) |
Rendah, karena profit untuk
pihak investor (1) (3) |
Rendah, profit untuk pihak
swasta (1) (3) |
Sedang,keuntungan dari
hasil operasional bus untuk pemerintah ) (2) (6) |
rendah, (1) (3) |
Tinggi, karena dari banyak frekwensi dan penumpang dikalikan dengan tariff KRL. (3) (9) |
Pemerataan Distribusi |
Pemerataan (1) |
Tidak merata, kondisi bus
yang jelek hanya untuk orang miskin (1) (1) |
Sedang, masy.lapisan
menengah akan menggunakan bus, jika pelayanan baik (3) (3) |
Baik, seluruh masyarakat
akan menikmati pelayanan bus (3) (3) |
Baik, seluruh masyarakat
akan menikmati (3) (9) |
Baik, semua lapisan
masyarakat akan menikmati (3) (3) |
Kapability |
Banyaknya penumpang dalam
setiap perjalanan (3) |
Sedikit (1) (3) |
Sedang, kemungkinan ada
resistensi dari pengusaha bus (2) (6) |
sedang (2) (6) |
Banyak yang akan mengakses (2) (6) |
Banyak penumpang akan
ditampung (3) (9) |
Penghematan waktu |
Waktu tempuh perjalanan (3) |
Lama,
karena macet lalu-lintas (1) (3) |
Sedang, masyarakat sudah
mulai banyak menggunakan angk.umum (2) (6) |
Sedang, masyarakat sudah
mulai banyak menggunakan angk.umum (2) (6) |
Cepat, kamaceta semakin
berkurang (3) (9) |
Cepat, Angkutan Massal anti
macet (3) (3) |
Penerimaan politik |
Penerimaan dari masyarakat
dan DPRD (1) |
Tidak diterima, pemerintah
abaikan kepentingan rakyat (1) (1) |
Diterima, pemerintah
perhatikan rakyat (3) (3) |
diterima, pemerintah
perhatikan rakyat (3) (3) |
Diterima, pemerintah
perhatikan rakyat (3) (3) |
Diterima, karena pemerintah
perhatikan rakyat (3) (3) |
|
Jumlah |
19 |
30 |
33 |
33 |
36 |
Berdasarkan tabel di
atas, didapatkan skor yang tertinggi adalah 36 untuk pembangunan sarana
transportasi massal kereta api.
Berdasarkan penilaian terhadap criteria, dan menempatkan
criteria daya angkut penumpang dan criteria ekonomis sebagai criteria yang
dominan, maka alternatif kebijakan yang dipilih adalah pembangunan angkutan
massal kereta api listrik.
Angkutan massal merupakan jenis angkutan umum dengan waktu tempuh lebih
cepat dan keandalan tinggi. Angkutan massal dapat sampai ke tujuan tepat
waktu dibanding dengan kendaraan umum
lainnya. Disamping itu, angkutan massal
lebih bersahabat dengan lingkungan karena menggunakan tenaga
listrik dalam pengoperasiaanya. Memang
untuk memperoduksi tenaga listrik
dihasilkan emisi, tetapi tenaga listrik itu umumnya jauh dari kota-kota
besar, sehingga total emisi akan berkurang.
Penggunaan transportasi massal di Jabotabek juga merupakan
salah satu solusi dalam mengatasi
kemacetan lalu lintas yang semakin
meningkat dan melebar, serta kualitas lingkungan yang semakin menurun. Menurut
studi yang dilakukan oleh BPPT dari Jerman tentang Jakarta Mass Transit System
Study (JMTSS) salah satu janis tranportasi
massal yang layak untuk
dipertimbangkan untuk mengatasi masalah
tersebut adalah Light rail Transit (LRT). Jenis angkutan massal ini mempunyai kapasitas angkutan antara 30.000 s/d 50.000 penumpang
perjam perjurusan.
Berdasarkan
studi JMTSS jurusan transportasi massal
yang disarankan adalah Tangerang, Bekasi, Ciledug, Mampang, Serpong,
Kota, Cipete, Pasar Minggu, Bogor Kota, dan Cikarang Kota. Studi ini juga
memperlihatkan juga bahwa jarak tempuh (km), round trip (menit), frekuensi
perhari (kali), dan kapasitas penumpang perjam perjurusan berbeda antara satu
jurusan dengan jurusan lainnya. Jarak
tempuh terdekat adalah kota Cipete (19 km), sedangkan jumlah
penumpang/jam-jurusan terkecil adalah 27.386 bahwa frekuensi perputaran LRT
perhari antara 25 kali (Ciledug-Mampang-Bekasi-Kota) dan 79 kali
(Tangerang-Bekasi)
Mengingat
jumlah penumpang perhari atau pertahun
dari studi ini belum diperhitungkan secara terperinci, perlu dilakukan bebepa pendekatan dalam perhitungan jumlah perhari
dianggap sebesar 20 % terhadap kapasitas penumpang/hari,
sedangkan hari operasi dalam setahun
selama 330 hari.
Dengan asumsi
ini diperoleh jumlah penumpang yang menggunakan LRT dalam sehari sebesar
4.463.000 penumpang atau sebanyak 1,473 miliar penumpang dalam setahun. Penumpang LRT pertahun sebanyak itu
merupakan 3 kali lipat terhadap total penumpang kereta api dan angkutan
umum di Jabotabek tahun 1999. Dengan
demikian peluang pengguna angkutan
pribadi (mobil dan sepeda motor) untuk beralih
keangkutan massal LRT sangat terbuka, selama angkutan massal LRT ini
kompetitif.
Angkutan massal LRT beroperasi dengan menggunakan tenaga listrik. Konsumsi listrik
per km-penumpang dianggap sebesar 17
watt-jam. Dengan asumsi ini, besarnya konsumsi listrik angkutan massal LRT dalam sehari adalah
319.338 MWh (1,15 PJ) dan 105.381 GWh
(379,5 PJ) setahun. Jika dibanding dengan konsumsi BBM tahun 1995, yakni
1.1819.386 kiloliter (64,59 PJ) bensin total
konsumsi listrik angkutan
massal LRT merupakan 2,28 kali konsumsi BBM.
Untuk menghasilkan
tenaga listrik sebesar
105.381 GWh diperlukan pembangkit listrik sebesar ini, jika
dianggap menggunakan batu-bara Bukit
asam sebagai bahan bakar PLTU sebanyak
4,4 juta ton pertahun dengan nilai kalor (NCV) sebesar 21,78 MJ/kg, akan menghasilkan emisi SO 2 sebesar 127.983
ton, emisi NO x sebesar 120.285 ton, dan emisi debu 19,246 ton
pertahunnya. Produksi emisi sebesar ini
merupakan 13,39 kali terhadap emisi SO
2, 0,52 kali terhadap emisi NO x dan 3,91 kali terhadap emisi debu dibanding dengan produksi emisi jika kendaraan menggunakan BBM pada tahun 1999. Tingginya pangsa emisi SO 2 dan debu disebabkan
karena kandungan sulphur dan
debu lebih tinggi di banding dengan BBM. Namun, produksi emisi
ini beralih ke lokasi terpencil dengan intensitas penduduk yang kecil, sehingga pengaruh terhadap lingkungan relatif kecil dibandingkan jika terjadi di
Jabotabek.
BAB V
A. Garis Besar Strategi Pelaksanaan
Garis besar
strategi pelaksanaan alternatif kebijakan pembangunan angkutan massal kereta
api dalam kota Jakarta, adalah sebagai berikut :
1.Strategi Organisasi
Agar kebijakan
ini dapat diimplementasikan, maka harus ada strategi organisasi berupa
koordinasi antar instansi terkait, yaitu :
a.
Pemerintah DKI.
Jakarta
b.
Perusahaan
Jawatan Kereta Api
c.
Perusahaan
Listrik Negara
d.
Pihak swasta
lain yang berkepentingan.
Disamping perlu
dilakukan pendataan seluruh potensi resorsis yang ada, misalnya panjang rel dan
jumlah armada kereta api yang ada. Kemudian mendata seluruh kemungkinan jalur-jalur yang akan dilalui oleh angkutan
massal kereta api.
Strategi ini
menyangkut merumuskan metode untuk mendapatkan biaya untuk membangunan jaringan
kereta api baru dan pengadaan armada kereta api, listrik yang akan digunakan
serta biaya pengadaan fasilitas lainnya.
Biaya ini dapat
juga dengan modal kerjasama dengan pihak swasta yang berminat untuk menanamkan
modal dengan berbagi keuntungan. Disini dibutuhkan kesepakatan antar
pihak yang berkepentingan.
Sebelum rencana tersebut dilaksanakan pemerintah DKI Jakarta perlu memikirkan rencana monitoring terhadap berbagai sumber daya dengan mempertimbangkan tertama sekali asas cost and benefit.
Daftar Pustaka
Dunn, William, Pengantar
Analisis Kebijakan, Gajah Mada University Press, Yokyakarta, 1994
Dye, Thomas R, Understanding
Publik Policy, Prentice Hall, New Jersey.
Efendi,Sofyan, Bahan Kuliah Analisis Kebijakan Publik UGM,
2001. Yogyakarta.
Kumorotomo,
Wahyudi, Etika Administrasi Negara,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999
Vining, Weimer, Policy
Analisis, Concept and Practise, NewJersey, 1999.
Biro Pusat Statistik, Statistik
Departeman Perhubungan, 1999.