© 2002  Hera Maheshwari                                                                       Posted:  8 June, 2002

Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana (S3)

Institut Pertanian Bogor

Juni 2002

 

Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)

 

 

PEMANFAATAN OBAT ALAMI: POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGANNYA

 

 

 

Oleh :

 

Hera Maheshwari 

B026014011/BRP

E-mail : hera.m@bogor.wasantara net.id

 

 

1.  PENDAHULUAN

Obat alami sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu (Sidik, 1998).  Di Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya. 

Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari sumber daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta biota laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan, perairan dan angkasa dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di dalamnya. 

Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi Indonesia, termasuk tanaman obat.  Indonesia yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tersebut, memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan  940 spesies di antaranya diketahui berkhasiat sebagai obat atau digunakan sebagai bahan obat (Puslitbangtri, 1992).  Keanekaragaman hayati Indonesia ini diperkirakan terkaya kedua di dunia setelah Brazil (Fellows, 1992), dan terutama tersebar di masing-masing pulau-pulau besar di Indonesia (Meijer, 1982).

Mengingat manfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pengharum, penyegar, pewarna, senyawa model dan lain-lain, selain sebagai penghasil senyawa organik yang jenis dan jumlahnya hampir tak terhingga,  tidaklah heran apabila banyak pihak, baik peneliti maupun pengusaha dalam dan luar negeri yang melirik sumber daya alam Indonesia tersebut. 

 Potensi yang besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak akan mempunyai faedah yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang penggunaan yang berkelanjutan (Padmawinata, 1995).

Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat-obat tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik maupun internasional.  Hal ini tentunya juga akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja baik dalam usaha tani maupun dalam usaha pengolahannya.

Di dalam makalah ini akan dicoba untuk memberikan gambaran mengenai manfaat dan keberadaan/ posisi obat alami di dalam usaha-usaha pelayanan kesehatan baik kesehatan manusia maupun kesehatan hewan.

Dari uraian-uraian tersebut nantinya diharapkan dapat dijadikan bahan pemikiran untuk lebih meningkatkan dan mengoptimalkan potensi kekayaan alam Indonesia sebagai obat alami khas Indonesia.  Bagi para peneliti diharapkan dapat menggali lebih jauh tentang kepastian khasiat obat alami tersebut, bagi pengusaha/ industri dapat memanfaatkan peluang pasar baik untuk kebutuhan domestik maupun internasional dalam pengembangan jenis-jenis tanaman yang potensial, dan bagi para pengguna, dapat memperoleh informasi yang lengkap mengenai obat alami yang akan digunakannya, terutama informasi dari hasil penelitian para ahli.

 

2.  OBAT ALAMI

Yang dimaksud dengan obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, dan khusus dalam makalah ini yang dimaksud dengan obat alami adalah obat asal tanaman.

Obat alami dapat pula didefinisikan sebagai obat-obatan yang berasal dari alam, tanpa rekayasa atau buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan secara tradisional, namun cara pembuatannya dipermodern. Apabila obat tersebut diperuntukkan bagi hewan maka obat alami tersebut diberi keterangan tambahan “untuk hewan”.

Pada tabel di bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek pengembangan yang potensial.

   

Tabel 1.  Tanaman obat fitofarmaka yang prospektif

No.

Tanaman obat

Bagian tan. obat

Indikasi potensi

1.

Temulawak

(Curcuma xantorrhiza oxb)

Umbi

Hepatitis, artritis

2.

Kunyit

(Curcuma domestica Val)

Umbi

Hepatitis, artritis, antiseptik

3.

Bawang putih

(Allium sativum Lynn)

Umbi

Kandidiasis, hiperlipidemia

4.

Jati Blanda

(Guazuma ulmifolia Lamk)

Daun

Anti hiperlipidemia

5.

Handeuleum (Daun ungu)

(Gratophyllum pictum Griff)

Daun

Hemoroid

6.

Tempuyung

(Sonchus arvensis Linn)

Daun

Nefrolitiasis, diuretik

7.

Kejibeling

(Strobilanthes crispus Bl)

Daun

Nefrolitiasis, diuretik

8.

Labu merah

(Cucurbita moschata Duch)

Biji

Taeniasis

9.

Katuk

(Sauropus androgynus Merr)

Daun

Meningkatkan produksi ASI

10.

Kumis kucing

(Orthosiphon stamineus Benth)

Daun

Diuretik

11.

Seledri

(Apium graveolens Linn)

Daun

Hipertensi

12.

Pare

(Momordica charantia Linn)

Buah

Biji

Diabetes mellitus

 

13.

Jambu biji (klutuk)

(Psidium guajava Linn)

Daun

Diare

14.

Ceguk (wudani)

(Quisqualis indica Linn)

Biji

Askariasis, oksiuriasis

15.

Jambu Mede

(Anacardium occidentale)

Daun

Analgesik

16.

Sirih

(Piper betle Linn)

Daun

Antiseptik

17.

Saga telik

(Abrus precatorius Linn)

Daun

Stomatitis aftosa

18.

Sebung

(Blumea balsamifera D.C)

Daun

Analgesik, antipiretik

19.

Benalu the

(Loranthus spec. div.)

Batang

Anti kanker

20.

Pepaya

(Carica papaya Linn)

Getah

Daun

Biji

Sumber papain

Anti malaria

Kontrasepsi pria

21.

Butrawali

(Tinospora rumphii Boerl)

Batang

Anti malaria, diabetes melitus

22.

Pegagan (kaki kuda)

(Centella asiatica Urban)

Daun

Diuretika, antiseptik, antikeloid, hipertensi

23.

Legundi

(Vitex trifolia Linn)

Daun

Antiseptik

24.

Inggu

(Ruta graveolens Linn)

Daun

Analgesik, antipiretik

25.

Sidowajah

(Woodfordia floribunda Salibs)

Daun

Antiseptik, diuretik

26.

Pala

(Myristica fragrans Houtt)

Buah

Sedatif

27.

Sambilata

(Adrographis paniculata Nees)

Seluruh tanaman daun

Antiseptik, diabetes melitus

28.

Jahe (Halia)

(Zingibers officinale Rosc)

Umbi

Analgesik. Antipiretik, antiinflamasi

29.

Delima putih

(Punica granatum Linn)

Kulit buah

Antiseptik, antidiare

30.

Dringo

(Acorus calamus Linn)

Umbi

Sedatif

31.

Jeruk nipis

(Citrus aurantifolia Swiqk)

Buah

Antibatuk

  

 

3.      POTENSI OBAT ALAMI

3.1.           Manfaat obat alami bagi kesehatan manusia

Di samping kebutuhan akan sandang, pangan, papan serta pendidikan, kesehatan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena dengan kondisi kesehatan yang baik dan kondisi tubuh yang prima, manusia dapat melaksanakan proses kehidupan, tumbuh dan menjalankan aktivitasnya dengan baik.  Apabila terjadi suatu keadaan sakit atau gangguan kesehatan, maka obat akan menjadi suatu bagian penting yang berperan aktif dalam upaya pemulihan kondisi sakit tersebut.

Selama ini, pembangunan kesehatan meletakkan ilmu pengobatan Barat (modern) sebagai dasar sistem kesehatan nasional, begitu pula berbagai peraturan dan kebijakan lebih banyak menyangkut obat-obatan modern.  Di lain pihak, merujuk pada filosofi pengobatan Timur, eksistensi manusia tidak terpisah dari unsur alam semesta, yang meliputi air, api, tanah dan udara.  Keberadaan manusia di tengah kehidupan harus dipandang secara holistik.  Ketika manusia terganggu kesehatannya, harmoni kehidupannyapun terganggu.  Pada saat inilah manusia membutuhkan obat untuk memulihkan kesehatannya.

Berbicara mengenai obat alami, sumber penggunaannya dapat ditelusuri dari budaya dan konsep kesehatan dari beberapa prinsip pandang di antaranya Ayurveda, Cina dan Unani-Tibb (Wijesekera, 1991)

Sistem Ayurveda yang berkembang di India dan kawasan Asia Tenggara menganut konsep pemulihan kesehatan berdasarkan pengembalian (restorasi) dan menjaga keseimbangan tubuh pada keadaan normal.  Sistem Cina, yang berkembang di Cina, Jepang, Korea dan Taiwan, pada intinya menekankan pada pengembalian hubungan fungsional yang dinamis antar organ tubuh.  Sedangkan sistem Unani-Tibb yang berkembang di Timur Tengah terutama Mesir dan Turki, berdasarkan konsep terapi yang sistematis.  Di Indonesia sendiri, landasan ilmiah konsep pengobatan tradisional belum didokumentasikan secara sistematis, namun manfaatnya telah dirasakan terutama oleh masyarakat yang hidupnya jauh dari fasilitas pengobatan modern.

Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika.  Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran obat-obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah terbukti.  Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat. Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern.

 Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor.  Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia.

  Kecenderungan kuat untuk menggunakan pengobatan dengan bahan alam, tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga berlaku di banyak negara karena cara-cara pengobatan ini menerapkan konsep back to nature atau kembali ke alam yang diyakini mempunyai efek samping yang lebih kecil dibandingkan obat-obat modern . 

Mengingat peluang obat-obat alami dalam mengambil bagian di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat cukup besar dan supaya dapat menjadi unsur dalam sistem ini, obat alami perlu dikembangkan lebih lanjut agar dapat memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu. 

       

3.1.           Manfaat  obat alami bagi kesehatan hewan

        Obat alami bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk hewan.  Penggunaan obat tradisional untuk hewan juga telah lama dilakukan oleh para petani di pedesaan dan ternyata penggunaannya semakin meningkat pula akhir-akhir ini.  Berdasarkan info di lapangan, beberapa peternak yang menggunakan obat-obat tradisional tersebut mendapatkan hasil bahwa obat-obat tersebut mampu meningkatkan produktivitas ternaknya.      

Beberapa obat alami yang digunakan dalam dunia hewan adalah jahe merah (Zingiber officinalis var. rubra) sebagai koksidiostat yang dapat mengatasi koksidiosis ayam dan meningkatkan  respon vaksinansi, Kineni untuk obat malaria unggas, putih telur (albumin) ayam untuk mengatasi mastitis pada kambing, pule pandak (Alstonia scholaris) untuk mengatasi cacingan pada ruminansia, unsur pedas Kapsaisin pada cabe yang ampuh untuk menahan serangan bakteri penyebab tifus pada unggas, jamu godogan untuk meningkatkan nafsu makan ayam dan meningkatkan kesehatan, jamu-jamu untuk pertumbuhan badan yang mengandung temulawak, daun turi, merica bolong, daun cengkeh dan banyak lagi.

Akhir-akhir ini perhatian terhadap penggunaan obat alami untuk hewanpun meningkat pula.  Hanya saja sosialisasi dan promosi obat alami untuk hewan agak kurang gencar dibandingkan dengan obat alami untuk manusia. 

Biasanya, obat yang dikenal untuk obat hewan merupakan obat klasik farmasetik antibiotik dan antiparasitik.  Mengingat dalam penggunaan obat-obatan pada hewan harus diwaspadai adanya dampak residu obat terutama residu antibiotik, maka semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya residu tersebut telah mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengganti antibiotik sebagai obat bagi ternaknya.  Dan sebagai pilihan pengganti adalah penggunaan tanaman obat sebagai imbuhan pakan yang ternyata terbukti selain menambah daya tahan tubuh ternak juga menambah nafsu makan.

Seiring dengan meningkatnya animo masyarakat dalam penggunaan obat alami untuk hewan, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pertanian dan Kehutanan No. 453/Kpts/TN.260/9/2000 telah mengeluarkan peraturan tentang obat alami untuk hewan. Dengan demikian jelas terlihat di sini bahwa pemerintah menunjukkan perhatiannya terhadap obat alami untuk hewan dan dengan SK tersebut, maka ada aturan yang jelas bagi para produsen yang hendak memproduksi obat-obat tersebut dalam skala industri dan mengedarkannya secara komersial.  Selain itu, mutu dan keamanan obat yang diproduksipun terjamin.

 

4.  PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN OBAT ALAMI

Obat modern, seperti telah diketahui, secara medis ilmiah dapat dipertanggungjawabkan secara kaidah internasional, dan selama puluhan tahun teruji ketat untuk kesehatan sebagai target akhir penggunaan. Demikian pula kandungan zat aktif obat-obat modern telah dapat diketahui secara pasti.

Dari segi efek samping, walaupun efek samping obat alami terbukti lebih kecil dibandingkan obat modern, akan tetapi kalau kembali kita tengok bahan aktif yang terkandung di dalam obat alami, kepastian dan konsistensinya belum dapat dijamin, terutama untuk penggunaan secara rutin.  Oleh karena itu jelas di sini bahwa masih tetap diperlukan penggalian lebih lanjut mengenai zat aktif yang berkhasiat di dalam tanaman obat.  Informasi  ini tentu saja sangat diperlukan untuk menghindari adanya bahaya dari suatu zat toksik yang mungkin saja terkandung di dalam tanaman obat tersebut, serta untuk pengamanan terhadap residu.

Obat alami sebenarnya bisa pula dipertanggungjawabkan secara ilmiah.  Pengembangan obat alami merupakan kegiatan yang memerlukan tekad yang kuat sebab permasalahan yang akan dihadapi merupakan permasalahan yang kompleks.  Selain itu diperlukan suatu jaringan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait.

Akhir-akhir ini memang perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam.  Penelitian mengenai potensi dan khasiat obat alamipun mengalami peningkatan.  Hal ini merupakan sesuatu yang menggembirakan, mengingat potensi kekayaan alam Indonesia sangat berlimpah

Potensi obat alami Indonesia memang melimpah, seperti aneka produk jamu, mulai dari yang digosok, ditempel, dikumur sampai diminum, semuanya tersedia, juga encok, pegel linu, jerawat, pelangsing, penggemuk sampai penghancur batu ginjal, banyak pilihan obatnya, maka tinggal ‘good will’ pemerintah dan berbagai pihak yang berkepentingan untuk mengembangkannya agar pelayanan kesehatan  tidak semata-mata tergantung pada obat-obat  modern.

Akan tetapi, kalau dibandingkan dengan obat alami asal Cina atau negara-negara lain, kenapa obat alami asal Indonesia ini tidak dapat berkembang sepesat obat-obat alami asal Cina tersebut ? Sebenarnya memang harus diakui adanya beberapa titik lemah dalam pengobatan dengan menggunakan obat alami Indonesia yang membuatnya tidak berkembang seperti pengobatan tradisional Cina, India, Korea maupun Jepang.  Selain faktor ketidak/ kurang percayaan masyarakat, pengobatan dangan bahan alami Indonesia tidak/ belum memiliki tradisi pendokumentasian.  Hal ini berbeda dengan Cina yang dokumentasi obat-obat pertabibannya terakumulasi dari abad ke abad, yang melalui proses sosialisasi, menciptakan unit disiplin tersendiri untuk kemudian membentuk tradisi keilmuan ‘Timur’ dengan standar-standar khusus.

Selain itu, penyebab ketertinggalan pengobatan dengan bahan alam Indonesia, adalah pengembangannya yang masih relatif baru, yaitu pada tahun 1985 dananya terbatas dan belum mendapat prioritas (Kompas, 2000).

Untuk dapat masuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan formal, obat tradisional perlu menggunakan konsep fitofarmaka, walaupun dalam hal ini pengembangan dan penelitian fitofarmaka obat bahan alam tidak perlu menjalani seluruh tahap pengembangan obat modern uji preklinik dan klinik. 

Saat ini banyak penelitian obat tradisional yang menjanjikan misalnya obat penurun kadar kolesterol dan penurun kadar gula darah produksi salah satu perusahaan obat besar Indonesia.  Juga penelitian obat-obat tradisional yang mempunyai khasiat anti kanker sedang banyak dilakukan.  Namun demikian, biaya untuk membuat obat tradisional menjadi fitofarmaka sangat tinggi.  Untuk biaya uji klinis, per’item’nya bisa mencapai 300-400 juta rupiah, sehingga produsen lebih memilih memproduksi jamu racikan atau ekstrak. 

     Apapun kendalanya, saat ini banyak pihak mulai melihat potensi pasar obat tradisional ini, sehingga dari segi bisnis, prospek pemasaran obat tradisional sangat menggiurkan. Memang idealnya, harus ada pembuktian terlebih dahulu mengenai khasiat obat alami terhadap suatu penyakit sebelum  dinyatakan dapat  digunakan sebagai obat suatu penyakit.  Satu hal lagi yang sebaiknya jangan sampai terlupakan, adalah untuk segera mendaftarkan Hak Karya Intelektual (HAKI) karena biasanya ahli Indonesia sering kecolongan dalam hal penemuan paten tersebut.

 

5.  KESIMPULAN/ PENUTUP

Sebagai suatu negara dengan keanekaragaman hayati yang melimpah, Indonesia mempunyai peluang yang amat besar dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya tersebut.

 Dalam upaya meningkatkan peran tanaman obat asli Indonesia sebagai bahan baku obat alami yang diakui keabsahannya secara medis oleh pemerintah dan masyarakat di dalam dan di luar negeri perlu melibatkan partisipasi aktif yang terintegrasi dari berbagai pihak yang terkait. .

                

6.  PUSTAKA

1.                             Anonim, Puslitbangtri-Departemen Pertanian (1992). Sepuluh Tahun  

                   Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri 1982-1991.  

Sumbangan Penelitian dalam Pembangunan Perkebunan Rakyat, Bogor.

2.                             Fellows, L (1992).  The Lancet, 339, 130.

3.                             Meijer, W (1982).  Indonesia Cycle, 25, 1710

4.                             Padmawinata, K (1995).  Potensi, Peluang dan Kendala Pengembangan

                   Agroindustri Tanaman Obat.  BALITRO.

5.                             Sidik (1998).  Perkembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Indonesia. 

                   Makalah seminar pengobatan tradisional, FK Unpad.

6.                             Wijesekera, R. O. B (1991).  Plant-Derived Medicines and Their Role in

Global Health in the Medicine Plant Industry, Wijesekera (Ed), CRC Press, Inc., Florida.