© 2002  Ros Sumarny                                                                    Posted:    17 June, 2002

Tugas Mata Kuliah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana (S3)

Institut Pertanian Bogor

Juni 2002

 

Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung jawab)

 

 

 

PARADIGMA  PENGOBATAN  KANKER

 

Oleh:

 

Ros Sumarny

B046010051

E-mail: rosaries15@yahoo.com

 

The doctor of the future will give no medicine but will interest his patient in the care of human frame, in diet and in the cause and prevention of disease. (Thomas A. Edison ,1847-1931)

 

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan utama di negara berkembang makin berkurang seiring dengan kemajuan ekonomi yang memungkinkan dilakukan pencegahan dan pengobatan secara lebih intensif, sebaliknya penyakit degeneratif dan kanker makin menonjol. Penyebab perubahan pola penyakit ini diduga adalah peningkatan industri, perubahan pola makan maupun gaya hidup, peningkatan mutu pelayanan kesehatan maupun   peningkatan usia harapan hidup. Dalam waktu sepuluh tahun , kanker sebagai penyebab kematian dengan urutan ke-12 naik menjadi urutan ke-6; diperkirakan setiap tahun terdapat 190.000 penderita baru dan seperlima diantaranya meninggal.

Kanker merupakan penyakit yang paling ditakuti , disebabkan oleh : (1) sering berakibat fatal dan menyebabkan kematian , (2) selalu disertai penderitaan yang besar dan (3) biaya pengobatan sangat tinggi. Penyakit kanker terdapat pada semua tingkatan sosial di dalam masyarakat dan dapat menyerang semua umur, tua dan muda , pria dan wanita , kaya atau miskin, berpendidikan tinggi atau rendah, tanpa pandang bulu.

Salah satu masalah yang mempersulit upaya pengobatan kanker  adalah kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat yang masih kurang, disertai dengan tingkat pendidikan dan faktor lingkungan masyarakat yang kurang mendukung. Deteksi dini kanker belum populer di Indonesia, karena selain ketidaktahuan, ketidakpedulian dan ketidakmampuan finansial, banyak anggota masyarakat yang takut menghadapi kenyataan.

Sehubungan dengan permasalahan di atas dibutuhkan usaha penanggulangan secara terpadu dengan melibatkan bidang medis dan ilmiah, pemerintahan dan masyarakat untuk mengatasi dan menghadapi penyakit yang merupakan momok  bagi kita semua.

 

DETEKSI DINI; KUNCI PENYEMBUHAN KANKER

Dengan memahami onkogenesis, diagnosis kanker dapat dilakukan pada berbagai  tingkat pertumbuhan kanker yaitu (1) tingkat manifestasi klinik berupa benjolan, (2) tingkat selular berupa perubahan ukuran dan bentuk morfologi sel, dan (3) tingkat subselular berupa perubahan kromosom, urutan nukleotida DNA pada gen, ekspresi protein abnormal sampai onkoprotein dan perubahan aktivitas proliferasi sel (Coltran,1994).

Pada tingkat manifestasi klinik telah timbul massa tumor berupa benjolan atau lesi. Deteksi dini benjolan yang terletak superfisial (permukaan) dapat dilakukan oleh penderita sendiri dengan program SADARI (periksa payudara sendiri), SALITRI (periksa kulit sendiri), WASPADA (serangkaian gejala yang harus diwaspadai kemungkinan kanker) . Apabila terdapat tanda/gejala yang mencurigakan kemungkinan kanker, segeralah konsultasi ke dokter. Perlu diingat bahwa tidak semua tanda gejala tersebut pasti kanker; sekitar 80-92 % benjolan pada payudara ternyata bukan kanker dan sembilan dari sepuluh benjolan pada payudara bersifat jinak (Tjahjono, 1999).

Program pencegahan dalam menghadapi kanker terdiri atas program pencegahan primer dan sekunder, malahan sekarang ini dikembangkan lagi program pencegahan yang lebih dini yaitu program pencegahan primodial bertujuan mencegah berkembangnya pola hidup yang mempunyai peran dalam meningkatkan resiko terjadinya penyakit.

Program pencegahan primer bertujuan menurunkan insidens kanker dengan mengendalikan penyebab dan faktor resiko maupun bahan mutagen (bahan yang dapat menyebabkan perubahan genetik). Berkaitan dengan hal itu masyarakat diharapkan mampu mengenal berbagai bahan karsinogen /mutagen yang merupakan faktor resiko pertumbuhan kanker, kemudian menghindarinya. Pengetahuan tentang bahan mutagen baik sebagai insiator maupun promotor harus dimasyarakatkan walaupun jenis bahan karsinogen maupun mekanisme penyebab kanker belum diketahui secara jelas .

 Deteksi dini kanker merupakan program pencegahan sekunder termasuk pemeriksaan sitologi; setelah kanker dideteksi segera harus dilakukan terapi dan pemantauan hasil terapi. Agar tindakan pencegahan primer dan sekunder dapat dilakukan secara efektif dan mengenai sasaran ; perlu dilakukan identifikasi kelompok penderita yang mempunyai resiko tinggi serta insidens kanker di suatu daerah terlebih dahulu.

 

DETEKSI  DINI,  TERAPI CEPAT DAN TEPAT (EARLY DETECTION AND PROPER TREATMENT)

Kanker merupakan penyakit yang sangat kompleks , cara penanggulangan dan pengobatannya masih banyak menimbulkan pertentangan. Dengan keterbatasan di bidang pengobatan tersebut , maka penanganan kanker dewasa ini berdasarkan konsensus medis yang berpedoman pada  deteksi dini , terapi cepat dan tepat (Early detection and proper treatment). Cepat merupakan faktor yang sangat penting dalam penanganan kanker , berarti segala keterlambatan harus dihindarkan; keterlambatan dapat terjadi pada pasien karena kurangnya pengetahuan tentang penyakit kanker (patient’s delay ), keterlambatan pada dokter, karena dokter kurang atau terlambat curiga (doctor’s delay) dan keterlambatan pada rumah sakit karena kurangnya sarana atau fasilitas diagnosis atau pengobatan (hospital’s delay) (Hoepoedio,1985).

Kenyataan di lapang lebih 90% penderita kanker datang ke dokter pada stadium lanjut atau sangat lanjut dengan harapan untuk sembuh sangat kecil sekali, sedangkan yang datang pada stadium dini dimana masih tersedia harapan besar ( waktu yang tepat disebut golden time) untuk dapat disembuhkan dengan sempurna adalah kurang dari 10 %. Kondisi ini disebabkan kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit kanker.

 

PENGOBATAN  KANKER 

Penyebab pasti kanker sampai saat ini belum diketahui, dari penelitian menunjukkan sebagian kanker dipicu oleh gaya hidup tidak sehat seperti kebiasaan makan yang tidak seimbang, merokok, minum alkohol, berganti-ganti pasangan seksual, kontak berlebihan dengan sinar matahari, serta paparan lingkungan yang tidak sehat. Sampai sekarang para ahli dibidang kedokteran di seluruh dunia belum dapat menemukan penyebab yang sebenarnya dari penyakit kanker, oleh karena itu para ilmuwan juga belum dapat menemukan dan membuat obat mujarab yang dapat menyembuhkan kanker dengan sempurna pada semua stadium.

 

PENYAKIT SEBAGAI MUSUH YANG HARUS DIMUSNAHKAN (ILLNESS IS THE ENEMY)

Paradigma ini dianut oleh pengobatan Ilmu Kedokteran Barat ; pada pengobatan kanker konvensional diupayakan untuk membuang tumor dengan pembedahan, membunuh sel kanker dengan bahan kimia (kemoterapi) atau melakukan radioterapi untuk merusak sel kanker. Keberhasilan pengobatan kanker sangat dipengaruhi oleh jenis kanker, stadium kanker, keadaan umum penderita serta kepekaan terhadap pengobatan. Dengan metode pengobatan saat ini 1/3 jumlah pasien tertolong melalui pembedahan dan terapi radiasi. Kesembuhan terjadi pada pasien yang penyakitnya belum menyebar pada saat pembedahan. Setelah terjadi metastasis dibutuhkan pendekatan sistemik melalui kemoterapi kanker, disamping pembedahan, radiasi dan kemoterapi ajuvan. Pada keadaan ini, pengobatan tidak menyembuhkan tetapi hanya bersifat paliatif terhadap gejala, pencegahan komplikasi, suport psikologik dan perpanjangan hidup yang berarti.

Pada umumnya antikanker menekan pertumbuhan atau proliferasi sel dan menimbulkan toksisitas yang mungkin sampai menimbulkan kematian secara langsung dan tidak langsung. Antikanker juga bekerja terhadap sel yang sedang aktif, maka efek sampingnya  terutama mengenai jaringan dengan proliferasi tinggi seperti sistem hemopoetik dan gastrointestinal. Bentuk supresi hemopoesis terlihat sebagai leukopenia, trombositopenia atau anemia,  gangguan saluran cerna berupa anoreksia ringan, mual, muntah, diare dan stomatitis sampai berat yaitu ulserasi oral dan intestinal, perforasi, diare hemoragik; hampir semua obat antikanker menyebabkan efek samping ini (Nafrialdi,1995).

 

TERAPI BIOLOGI KANKER

Beberapa hambatan dan keterbatasan pada pengobatan medis konvensional/Barat menyebabkan orang mulai berpikir pada pengobatan alternatif yang merupakan teknik pengobatan Timur yang menganggap bahwa kondisi tidak seimbang dapat menyebabkan penyakit (Illness is nor enemy, but caused unblancing energy). Pengobatan alternatif yang aman, bermanfaat, logis secara pemikiran kedokteran, mudah dalam pelaksanaan dan didasari penelitian ilmiah yang mendalam disebut Terapi Biologi untuk kanker. (Saputra K, 2000)

Pada terapi biologi kanker diupayakan memperkuat tubuh penderita (host) agar keseimbangan terjadi dan penyebab penyakit (agent) menjadi tidak optimal ; dilakukan dengan imunoterapi, molekular terapi dan hambatan pembuluh darah kanker (angiogenesis inhibition). Terapi biologi dikembangkan karena penderita kanker mempunyai problem yang komplek, seperti gangguan daya tahan tubuh, nyeri, penurunan fungsi utama tubuh seperti makan, tidur, bernafas, bergerak, buang kotoran dan fungsi seksual serta stress kejiwaan. Semua gangguan di atas makin menimbulkan ketidakseimbangan dan menurunkan kondisi penderita ; pengobatan biologi untuk kanker terutama ditujukan untuk mengurangi problem ketidakseimbangan diatas. Perpaduan ke dua model terapi ini diharapkan saling menunjang dan meningkatkan kualitas terapi untuk kanker. Malahan terapi biologi ini sering menjadi alternatif apabila terapi konvensional tidak dapat dilakukan karena berbagai kondisi dan alasan baik secara medis, kejiwaan maupun sosial ekonomi penderita kanker. Terapi biologi untuk kanker terutama ditujukan untuk memperkuat tubuh penderita kanker dalam melawan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup. Paradigma baru dalam ilmu kedokteran , yaitu Back to Nature yang berarti kembali kepada posisi natural untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang tidak terselesaikan oleh ilmu Kedokteran Barat yang sebenarnya adalah Back to East.

 

 

KEANEKARAGAMAN HAYATI. (BIODIVERSIDITY)

Ramuan obat bahan alam baik yang bersumber dari tumbuhan , hewan dan mineral dapat dimanfaatkan dalam bentuk makanan ataupun obat untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta memperlemah sel kanker. Kekayaan akan flora di Indonesia sangat mendukung untuk pengembangan pemakaian tanaman obat untuk kanker, dimana tanaman obat dengan berbagai macam kandungan berpeluang untuk lebih berperan dalam pengobatan kanker. Tumbuhan yang digunakan adalah tumbuhan yang mengandung senyawa atau substansi seperti karetenoid, vitamin C, selenium, serat dan komponen-komponennya, dithiolthiones, indol, isothiosianat, fenol, inhibitor protease, senyawa alium, sterol fitoestrogen dan limonen. Tanaman obat asal Indonesia yang diperkirakan berkhasiat sebagai antikanker dan telah didukung oleh beberapa penelitian ilmiah diantaranya adalah dari famili cruciferae, Solanum ningrum L, Catharanthus roseus/Vinca rosea, Aloe vera L, Allium sativum L, Curcuma longa L, Nigella sativa L, Morinda citrifolia L, Phyllanthus niruri L, Kaemferia rotunda, Manihot esculenta Crantz, Tinospora cordifolia, Ocinum sanctum, Melia azedarachta L, Centella asiatica (L)Urban, Euphorbia pulcherrima, Physalis angulata L, spesies alstonia, tumbuhan parasit, Gynura procumbens (Lours)Merr, Curcuma zedoaria. Diantara tanaman obat tersebut ada yang berkhasiat sebagai sitostatika, immunomodulator, anti-inflamasi, hepatoprotektor dan analegsik.Bahan obat yang berasal dari bagian tubuh hewan antara lain ikan hiu, madu, ekstrak thymus makain memperkaya terapi biologi kanker.

 

PEMANFAATAN  OBAT TRADISIONAL

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan , bahan hewan, bahan mineral , sediaan galenik atau campuran dari bahan – bahan tersebut , yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Ditjen POM, 1999). Obat tradisional tidak jarang dipakai untuk pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti penyakit kanker, penyakit virus termasuk AIDS dan penyakit degeneratif, serta pada keadaan terdesak di mana obat jadi tidak tersedia atau karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat (DepKes,2000).

Secara garis besar tujuan pemakaian obat tradisonal dibagi dalam empat kelompok yaitu : (1) untuk memelihara kesehatan dan menjaga kebugaran jasmani (promotif), (2) untuk mencegah penyakit (preventif), (3) sebagai upaya pengobatan penyakit baik untuk pengobatan sendiri maupun untuk mengobati orang lain sebagai upaya mengganti atau mendampingi penggunaan obat jadi (kuratif) dan (4) untuk memulihkan kesehatan (rehabilitatif).

 

JAMU DAN FITOFARMAKA

Jamu adalah obat tradisional yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang belum dibakukan dan dipergunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. Bentuk sediaannya berwujud sebagai serbuk seduhan , rajangan untuk seduhan dan sebagainya. Istilah penggunaannya masih memakai pengertian tradisional seperti ganglian singset, sekalor, pegel linu, tolak angin dan sebagainya. 

Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanannya dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Istilah cara penggunaannya menggunakan pengertian farmakologik seperti diuretik, analgesik, antipiretik dan sebagainya.

Pengembangan obat tradisional mempunyai tiga aspek penting yaitu : (1) Pengobatan yang menggunakan bahan alam adalah sebagian dari hasil budaya bangsa dan  perlu dikembangkan secara inovatif untuk dimanfaatkan bagi upaya peningkatan kesehatan masyarakat, (2) penggunaan bahan alam dalam rangka pemeliharaan kesehatan dan sebagai bahan obat jarang  menimbulkan efek samping dibandingkan bahan obat yang berasal zat kimia sintetis, (3) bahan baku obat yang berasal dari alam cukup tersedia dan tersebar luas di negara kita.(Azwar A, 1992) Bahan baku obat tradisional tersebut dapat dikembangkan di dalam negeri, baik dengan teknologi sederhana maupun dengan teknologi canggih. Pengembangan obat tradisional dalam jangka panjang akan mempunyai arti ekonomi yang cukup potensial karena dapat mengurangi impor bahan baku sintesa kimia yang harus dibeli dengan devisa.

Pengembangan obat dari alam bukan masalah yang mudah dan sederhana, karena mempunyai aspek permasalahan yang cukup luas dan kompleks. Pengembangannya harus dilakukan secara bertahap dan sistematis dan sasaran prioritas yang jelas yaitu dengan mendorong terbentuknya kelompok obat fitofarmaka yang kegunaan atau manfaatnya telah jelas dengan bahan baku  baik yang berupa simplisia maupun sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan mutu sehingga terjamin adanya keseragaman komponen aktif, keamanan dan kegunaannya. Kegunaan obat kelompok fitoterapi dinyatakan dengan istilah farmakologi baku, sehingga penggunaanya dapat diusahakan melalui para dokter dan unit pelayanan kesehatan formal. Dengan demikian secara bertahap obat kelompok fitoterapi dapat memasuki dunia pengobatan modren dan menunjang upaya untuk mencukupi kebutuhan obat bagi masayarakat luas. Pada sisi lain mendorong produsen obat tradisonal di Indonesia untuk memproduksi obat kelompok fitoterapi dengan mutu (quality), keamanan (safety) dan khasiat (efficacy) yang lebih dapat dipertanggungjawabkan (Sirait, 2001)

           Agar pemanfaatan obat tradisional dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah terutama dari segi keamanan, khasiat dan penggunaanya, maka perlu dilakukan penelitian dan pengembangan dengan tahapan yang jelas dan sistematis. Tahapan tersebut meliputi : (1) Pemilihan (seleksi) simplisia berdasarkan informasi dari masyarakat tentang pemanfaatan dan penelusuran pustaka tentang kandungan kimia dari  tanaman tersebut, (2) uji penyaringan biologik (skrining biologik ) yang meliputi uji farmakologik dan toksitas akut, (3) uji farmakodinamik, (4) uji toksisitas lanjut seperti uji toksisitas sub akut, kronis dan khusus, (5) pengembangan formulasi , dan (6) uji klinik pada manusia.

           Prioritas seleksi bahan obat alam yang akan diuji adalah (1) bahan obat yang diprioritaskan mempunyai khasiat untuk penyakit yang menduduki urutan teratas dalam pola penyakit atau penyakit dengan angka kematian dan angka kesakitan yang tinggi, (2) bahan obat yang diperkirakan mempunyai khasiat untuk penyakit tertentu berdasarkan pengalaman pemakai dan (3) bahan obat yang diduga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita kanker atau AIDS yang belum ada obatnya (Depkes,2000).

 

PENUTUP

o       Dalam menghadapi masalah kanker, kunci kesuksesan terapi adalah pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer berarti mengenal faktor resiko dan bahan penyebab kanker kemudian menghindarinya, sedangkan pencegahan sekunder adalah melakukan deteksi kanker sedini mungkin dan diikuti dengan terapi yang adekuat (memadai).

o       Dalam usaha penanggulangan penyakit kanker, penyuluhan pada masyarakat memegang peranan penting dengan memberikan pendidikan pada masyarakat berarti akan  menyelamatkan jiwa manusia.

o       Kenalilah tujuh tanda bahaya /gejala kanker yang dirangkup dalam kata WASPADA yaitu : (W) Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau gangguan, (A) alat pencernaan terganggu atau susah menelan, (S) suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh, (P) payudara atau di tempat lain ada benjolan, (A) andeng-andeng/tahi lalat yang berubah sifatnya, menjadi semakin besar dan gatal, (D) darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh dan (A) adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.

o       Penyebab terjadinya kanker multi faktorial, sehingga penyembuhannyapun multifaktorial. Terapi biologi ini sering menjadi alternatif apabila terapi konvensional tidak dapat dilakukan karena berbagai kondisi dan alasan baik secara medis, kejiwaan maupun sosial ekonomi penderita kanker. Terapi biologi untuk kanker terutama ditujukan untuk memperkuat tubuh penderita kanker dalam melawan penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.

o       Banyak yang dapat dilakukan oleh Ilmu pengetahuan modern untuk menyelamatkan kehidupan tetapi ilmu pengetahuan tidak memberikan semua jawaban atas problematik kita. Obat tradisional tidak jarang dipakai untuk pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti penyakit kanker, penyakit virus termasuk AIDS dan penyakit degeneratif, serta pada keadaan terdesak di mana obat jadi tidak tersedia atau karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat .

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Asmino. 1995. Pengalaman Pribadi dengan Pengobatan Alternatif. Airlangga University Press

 

Coltran RS, Kumar V, Robbins SL. 1994. Pathologic Basis of Disease Ed ke-5. Philadelephia; WB Saunders. hlm.257-272.

 

Depkes RI. 2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional.Ditjen POM-Depkes RI

 

Depkes RI. 1999. Peraturan Perundang-undangan di Bidang Obat Tradisional.Ditjen POM-Depkes RI

 

Hoepoedio RS. 1985. Penanggulangan kanker terpadu. Medika 1985;4(11):382-386.

 

Nafrialdi , Gan Sulistia. 1995. Antikanker. Didalam: Gan Sulistia,editor. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, hlm 686-702.

 

Santoso OS. 1993. Perkembangan obat tradisional dalam ilmu kedokteran di indonesia dan upaya pengembangannya sebagai obat alternatif. Makalah Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Dalam Farmakologi Pada FKUI. Jakarta; 4 September 1993

 

Saputra K, Maat S, Soedoko R. 2000. Terapi Biologi Untuk Kanker. Airlangga University Press.

 

Sibuea W Herdin, Tjarta, A. 2000. Registrasi kanker berbasis rumah sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo Jakarta. Di dalam: Musyarawah Nasional IV Yayasan Kanker Indonesia. Jakarta; 8-10 Mei 2000.

 

Sirait, Midian. 2001. Tiga Dimensi Farmasi. Mahardika.

 

Tjahjono.1999. Deteksi dini kanker : peran pemeriksaan sitologik dan antisipasi era pasca genom. Majalah Kedokteran Indonesia 1999; 49(7):278-291.