© 2002 Zeinyta Azra Haroen                                                        Posted:  3 April  2002   [rudyct]    

Makalah Falsafah Sains PPs 702

Program Pasca Sarjana /S3

Institut Pertanian Bogor

Maret 2002

 

 

Dosen

Prof.Dr.Ir.Rudy C Tarumingkeng  (Penanggung Jawab)

 

 

 

 

 

KONSIDERASI KOMUNITAS DALAM PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI MANGROVE;

SUATU FILOSOFI

 

 

Oleh:

 

Zeinyta Azra Haroen

SPL C 226010121

Email: zeynitharoen@hotmail.com

 

 

 

 

 

PENDAHULUAN

FUNGSI DAN MANFAAT EKOSISTEM MANGROVE

KETERKAITAN KOMUNITAS DALAM PERLINDUNGAN 

EKOSISTEM MANGROVE

HUBUNGAN KUANTITATIF ANTARA MANGROVE DAN SUMBERDAYA IKAN

KETERGANTUNG SUMBERDAYA PESISIR TERHADAP MANGROVE

PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DAN REHABILITASI MANGROVE

KESIMPULAN

REFERENSI

 

 

 

I.Pendahuluan  

 

            Hutan magrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang  pada daerah pasang surut pantai berlumpur.

Hutan mangrove banyak ditemui di pantai,teluk yang dangkal,estuaria,delta dan daerah pantai yang terlindung.Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies,yang terdiri dari 35 spesies tanaman,9 spesies perdu,9 spesies liana,29 spesies epifit dan 2 spesies parasitic (Nontji 1987).

Beberapa jenis umum yang dijumpai di Indonesia adalah Bakau (Rhizophora),Api-api(Avicennia),Pedada(Sonneratia),Tanjang (Bruguiera), Nyirih (Xylocarpus),

            Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan,terutama jenis tanah,genangan pasangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001).Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis umumnya adalah api-api dan pedada.Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras,sedangkan pedada pada tanah yang berlumpur lembut.Pada daerah  yang terlindung dari hempasan ombak,komunitas mangrove biasanya didominasi oleh pohon bakau. Lebih kearah daratan (hulu),pada tanah lempung yang agak  pejal biasanya tumbuh komunitas tanjang.Nipa (Nypa) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove sering kali  tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, pengaruh aliran air tawar dominan .Komunitas Nipa(Nypa fruticans) tumbuh secara optimal di kiri kanan sungai-sungai besar Sumatra,Kalimantan dan Irian Jaya.Parameter lingkungan yang utama  yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah:

Ø      Pasokan air tawar dan salinitas

Ø      Stabilitas substrat

Ø      Pasokan nutrien

Ketersediaan air tawar dan salinitas (kadar garam) mengendalikan efisiensi metabolisme dari ekosistim mangrove.Ketersediaan air bergantung pada :

Ø      Frekuensi dan volume aliran air tawar

Ø      Frekuensi dan volume pertukaran pasang surut

Ø      Tingkat evavorasi

Stabilitas substrat, kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan mangrove adalah nibah (ratio) antara laju erosi dan pengendapan sedimen, yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran air tawar dan muatan sedimen yang dikandungnya,laju pembilasan oleh arus pasang surut ,dan gaya gelombang. Sedang pasokan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling yang terkait ,meliputi input/export  dari ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring makanan berbasis detritus. Konsentrasi  relatif dan nisbah (ratio) optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan produktivitas ekosistem dan ditentukan oleh :

Ø      Frekuensi,jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin atau air tawar

Ø      Dinamika sirkulasi internal dari  kompleks detritus (Odum 1982)

Secara  biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan  berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton,ikan dan udang, kepiting sampai akhir  dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Vegetasi hutan mangrove juga merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman. Hasil penelitian di Florida menunjukkan bahwa 90% kotoran hutan menghasilkan 35-60% unsur hara yang terlarut di pantai. Selain daun bakau-bakau (Rhizophora spp) pada awal pembusukannya mengandung kadar protein 3.1% dan setelah satu tahun meningkat menjadi 21%. Kadar N daun kering adalah sekitar 0.55% dan diperkirakan setelah satu tahun menghasilkan sekitar 47 kg N. Dan dalam satu hektar lahan hutan mangrove serasahnya dapat mencapai 7.1-8.8 ton per tahun  (Sumarna 1985).

 

II.Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove

 

            Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah tropis yang memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Besarnya peranan ekosistem mangrove tehadap kehidupan dapat diamati dari keragaman jenis hewan, baik yang hidup di perairan, diatas lahan, maupun ditajuk-tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia secara langsung terhadap ekosistem ini (Naamin 1991). Hutan mangrove juga merupakan kombinasi dari : tanah,air,tumbuhan,binatang,dan manusia yang menghasilkan barang dan jasa (Hamilton and Snedaker1984).

            Menurut pendapat para ahli, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan berbagai macam fungsi,yaitu: fungsi fisik,fungsi biologi,fungsi ekonomi atau fungsi produksi (Naamin 1991). Fungsi fisik dari ekosistem mangrove,yaitu : menjaga garis pantai tetap stabil,melindungi pantai dan tebing sungai,mencegah terjadinya erosi pantai , serta sebagai zat perangkap zat pencemar dan limbah. Fungsi biologi ekosistem mangrove adalah sebagai daerah pasca larva dan yuwana jenis-jenis ikan tertentu dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota. Sedangkan White dalam Naamin 1991 menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ekonomi ekosistem mangrove sangat banyak baik jumlah maupun kualitasnya. Menurut Saenger 1963 dalam Dahuri 1996, ada 70 macam kegunaan tumbuhan mangrove bagi kepentingan manusia,baik produk langsung seperti bahan bakar,bahan bangunan, alat perangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas,makanan,obat-obatan,minuman,dan tekstil, maupun produk tidak langsung, seperti tempat-tempat rekreasi dan bahan makanan dan produk yang dihasilkan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan Hamilton dan Snedaker 1984 mengelompokkan pemanfaatan tak langsung.

            Nilai pakai lain yang penting dari ekosistem adalah berbagai organisme akuatik yang beberapa diantaranya memiliki nilai komersial memilih habitat mangrove sebagai tempat hidupnya. Daun-daun berjatuhan dan berakumulasi pada sedimen mangrove sebagai leaf litter (lapisan sisa-sisa daun) yang mendukung komunitas organisme detrial yang besar jumlahnya. Organisme ini bertindak sebagai pengurai daun-daun dan mengubahnya menjadi energi yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah spesies, baik yang mempunyai nilai ekonomi maupun yang subsistem, termasuk udang-udang dari famili penaeidae dan famili sergestidae,kepiting mangrove,crustaceae lainnya, berbagai spesies ikan,tiram-tiram dan moluska lainnya,reptilia laut, juga mamalia burung-burung (Dahuri 1996). 

            Nontji 1987 melaporkan bahwa kurang lebih 80 spesies dari crustaceae,dan 65 spesies Mollusca terdapat di ekosistem mangrove di Indonesia. Tanaman mangrove, termasuk bagian batang ,akar dan daun yang berjatuhan memberikan habitat bagi spesies akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat untuk memelihara larva,tempat bertelur dan tempat pakan bagi berbagai spesies akuatik ,khususnya udang Penaeidae dan ikan bandeng (Chanos chanos).

            Nilai pakai tak langsung dari ekositem hutan mangrove adalah dalam bentuk fungsi-fungsi ekologi yang vital, termasuk pengendalian terhadap erosi pantai,stabilisasi sedimen ,perlindungan bagi terumbu karang di dekatnya terhadap padatan-padatan tersuspensi, perlindungan bagi tata guna lahan di wilayah pantai dari badai dan tsunami,pencegahan terhadap intrusi garam,pemurnian alami perairan pantai terhadap polusi (Dahuri 1996).

 

III.Keterkaitan Komunitas Dalam Perlindungan Ekosistem Mangrove 

 

            Burbridge and Maragos 1985 mengatakan bahwa ekosistem pesisir terkait satu sama lain karena adanya aliran energi dan mineral. Meskipun hutan mangrove ditemukan disepanjang garis pantai Queensland, penelitian-penelitian mengenai komunitas ikan yang masuk ke habitat-habitat ini pada saat pasang masih sedikit (Stephenson and Dredge1976 ; Morton 1990 ; Robertson and Duke1990 dalam Halliday1996). Hal ini mengindikasikan bahwa kerugian habitat belum diperhitungkan  dalam produktivitas perikanan. Tekanan-tekanan untuk membangun atau gangguan terhadap habitat kawasan pesisir.

            Dari tahun 1974 sampai tahun 1987, 8.4 % dari hutan mangrove dan 10.5% dari kawasan saitmarsh-claypan antara antara daerah Coolangatta dan caloundra di bagian selatan timur Queensland telah hilang sebagai hasil dari pembangunan pelabuhan,kanal,resor,galangan kapal dan perluasan dari bandara Brisbane .

            Dokumentasi dari penggunaan habitat oleh dan kemampuan untuk menyedia pendugaan yang akurat sebagai dampak dari pembangunan kawasan pesisir adalah kritis jika kawasan-kawasan yang memiliki nilai perikanan yang tinggi akan dilestarikan (Halliday 1996)  

            Secara ekologis ekosistem mangrove memiliki peran utama sebagai daerah pemijahan (spawning ground),daerah asuhan (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground)

Sebagian besar jenis biota laut  (ikan ,udang ,kepiting)  yang bernilai ekonomi penting. Menurut Snedaker 1978, bahwa sekitar 80% dari jenis –jenis ikan laut daerah tropika menghabiskan masa hidupnya paling tidak satu fase dalam daur hidupnya,didaerah pesisir berhutan mangrove. Dengan demikian, ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber plasma nuftah dan biodiversity. Selain itu hutan mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daerah pesisir dari gempuran ombak (abrasi),gelombang tsunami,dan angin taufan. Ekosistem mangrove juga berperan besar dalam pemeliharaan kualitas perairan pesisir melalui :

Ø      Penjebakan sedimen yang terdapat di kolom air

Ø      Pengeluaran nutrien dalam keadaan seimbang (steady-state equilibrium). Ruslan 1986  menyimpulkan dari hasil penelitian yang dilakukan di pantai timur Daerah Istimewa Aceh  bahwa lebar jalur hijau mempunyai hubungan yang nyata (sinifikan) dengan produksi udang dari tambak tradisional dan populasi udang dari hasil tangkapan nelayan disekitarnya.

Perubahan pemanfaatan lahan pesisir yang merusak hutan mangrove  misalnya untuk tambak dapat mengakibatkan hilangnya komponen ssumberdaya hayati lain yang terkandung didalamnya dan sumberdaya perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Komponen sumberdaya tersebut memiliki nilai ekonomi, sehingga perubahan hutan mangrove menjadi tambak mengakibatkan hilang nilai ekonomi dan komponen hayati yang terkandung di dalamnya dan nilai ekonomi sumberdaya perikanan di wilayah perairan sekitarnya.

.           Adanya hubungan antara hutan, mangrove dengan seluruh produktivitas ekosistem berarti argumen ekonomi yang kuat dapat dibuat untuk larangan penebangan habis hutan mangrove. Beberapa pembatasan tebang habis hutan mangrove akan optimal secara ekonomi bila terjadi hubungan ekologis yang kuat.

 

IV.Hubungan Kuantitatif antara Mangrove dan  Sumberdaya Ikan

 

            Menurut beberapa peneliti sebelumnya bahwa hanya Yanez Aranccibia 1985 melaui peneltian yang dilakukan di teluk Mexico,yang telah menemukan secara jelas hubungan positif antara penangkapan ikan yang dilakukan secara komersil dengan wilayah pesisir yang ditumbuhi mangrove. Dari hasil penelitian tersebut juga ditemukan bahwa  satu faktor dominan yang memiki hubungan yang sangat kuat dengan hasil tangkapan ikan adaslah buangan air sunggai (river discharge) seperti yang telah dikemukan oleh peneliti terdahulu di daerah beriklim sedang. De Graaf dan Xuan 1997 memberikan gambaran mengenai hubungan antara hasil tangkapan ikan dan mangrove merupakan ssuatu hubungan yang kompleks karena perubahan –perubahan yang terjadi pada fishing effort adalah sangat nyata. Di Indonesia Martosubroto dan Naamin 1977 menunjukkan hubungan yang positif antara hasil tangkapan udang tahunan dan luas  mangrove di seluruh  Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut juga memberikan catatan bahwa dalam kasus ini hubungan yang ada tidak linear dan bahwa terdapat hubungan negatif antara hutan mangrove dan hasil penen udang pada setriap area yang merupakan produktivitas mangrove. Hal ini mengidentifikasi  mengenai suatu kepastian luas area minimum yang diperlukan untuk meningkatkan hasil produksi. Robertson 1992 menyimpulkan bahwa meskipun fakta-fakta menunjukkan banyaknya hubungan antara mangrove dan perikanan komersil akan tetapi  sebuah hubungan sebab akibat belum dilakukan penelitan. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa penelitian tersebut belum hubungan dengan faktor lain yang mempengaruhi ekosistem mangrove. Dimana regresi dan korelasi di dasarkan pada perubahan geografi lokasi penangkapan dan luas areal yang ditutupi mangrove,ketidakjelasan apakah mangrove adalah faktor sebab akibat atau banyak faktor lain yang berhubungan dengan penutupan mangrove,seperti luasan wilayah pesisir,area pasang surut,sungai,bahan organik atau panjang garis pantai. Jika dalam penelitian menggunakan data berseri memungkinkan untuk mengetahui penurunan secara paralel  produksi perikanan dan area mangrove yang dihubungkan dengan perubahan dari faktor-faktor lain.

           

V.Ketergantungan Sumberdaya Pesisir terhadap Mangrove .

 

            Banyak  penelitian menunjukkan bahwa mangrove memainkan peran yang penting bagi beberapa spesies ikan yang ada ,di pesisir. Kasus terbanyak adalah udang,dimana udang dewasa  yang berada di laut dan larva menuju ke pesisir  dengan aktif berenang dan secara pasif dibawa oleh arus pasang surut. Sebagai fungsi tempat pembesaran,ekosistem mangrove dapat dijelaskan oleh tiga faktor: tingkat tropik sumberdaya, kekeruhan air,dan keanekaragaman yang terstruktur.

Ø      Pertama konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi pada ekosistem estuary termasuk mangrove disebabkan karena adanya aliran air tawar,sebagai penjebak zat hara,pencampuran air yang disebabkan oleh adanya pasang surut dan terjadinya modulasi lingkungan (Knox 1986) Semua faktor diatas menghasilkan produktivitas yang tinggi di ekosistem ini. Dan hal ini merupakan dasar dari jaring makanan pada ekosistem mangrove dimana jenis-jenis larva udang,plankton dan juvenil ikan tersedia melimpah dan beraneka ragam.

Ø      Kedua,kekeruhan yang terjadi di suatu perairan dapat mengakibatkan menurunnya jangkauan jarak penglihatan dari predator yang ada di wilayah tersebut dan memperluas daerah pembesaran ikan,dan akhirnya dapat meningkatkan tingkat hidup dari ikan-ikan muda yang banyak terdapat pada ekosistem tersebut.

Ø      Ketiga ,struktur keanekaragaman dan tersedianya habitat yang sesuai dengan ekosistem mangrove dalam penyediaan ruang yang lebih luas dan adanya niche yang bertingkat merupakan hal yang penting dan mengakibatkan banyaknya ikan-ikan muda yang tersedia di ekosistem ini

 

Penelitian  di teluk Mexico menunjukkan bahwa sumberdaya ikan sangat tergantung pada ekosistem mangrove. Hubungan keterkaitan antara ekosistem mangrove dan lingkungannya dengan perikanan komersil  juga diteliti di Australia oleh Blaber pada tahun 1997 juga menyimpulkan hal yang sama yakni banyak spesies adalah oportunis dan tidak bergantung pada estuary. Meskipun kondisi lingkungan mangrove sangat disukai untuk ikan-ikan yang dipanen sekitar pantai,ketergantungan ekologi dari ikan-ikan pesisir terhadap mangrove masih sedikit yang dikuantifikasikan

 

VI. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Dan Rehabilitas Mangrove

 

            Sumberdaya pada kawasan pesisir  sering bersifat umum (open access) karena tidak jelasnya hak kepemilikan. Interaksi antara lahan dan laut melalui proses hidrologis dan arus laut sebagaimana pergerakan biotanya,menunjukkan bahwa pengembangan proyek di kawasan tersebut akan mengakibatkan dampak eksternal yang nyata. Pengelolaan dan perlindungan sumberdaya pesisir sebagai suatu kegiatan sumber  ekonomi memiliki jaminan yang lebih kuat dibanding sektor lainya untuk mencapai proses pembangunan berkelanjutan hal ini disebabkan karena dua hal yaitu:

Ø      Sumberdaya tersebut dapat diperbaharui

Ø      Pengelolaan dan perlindungan yang baik dapat memelihara lingkungan hingga lestari.

Menurut  Wiroadmojo 1993 bahwa pemanfaatan dan perlindungan  serta pengelolaan wilayah mangrove yang berlangsung  saat ini dipandang belum optimal dan manfaat ekonomi serta manfaat ekologi dan kelestariannya masih perlu ditingkatkan.

            Pada dasarnya pemanfaat hutan mangrove oleh masyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,seperti untuk memenuhi kebutuhan untuk kayu bakar,arang,dan untuk lahan tambak tradisional. Dalam perkembangan selanjutnya pemanfaatan ini berkembang kearah bentuk usaha yang bersifat komersil baik dalam bentuk pengusahaan hutan untuk kepentingan industri,misalnya chips (bahan baku kertas),maupun untuk pertambakan dalam skala besar. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,bentuk pemanfaatan dan dalam perlindungan tidak saja dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dari hutan tersebut, bahkan berkembang ke bentuk pemanfaatan lahannya sendiri untuk berbagai usaha produksi seperti pertanian,perkebunanan,pertambangan,dan kawasan industri (Dahuri 2001) ,kebijakan pemerintah yang mengutamakan devisa seringkali memberikan insentif untuk mengeksploitasi sumberdaya alam yang dapat pulih secara berlebihan. Sebagai contoh, pemanfaatan hutan mangrove yang sebagian besar dikonversi menjadi hutan produksi kepada pemilik HPH seluas 877.000 ha (1982) dan untuk pertambakan seluas 263.000 ha (1987) dan laju perluasan sejak tahun 1977 sebesar 4% pertahun dilakukan dalam rangka meningkatkan devisa negara dari sektor non migas untuk menunjang laju pembangunan. Konsekuensi dari kebijakan tersebut di atas,maka menurut Ditjen Perikanan (1983) luas hutan mangrove yang akan dikonversi menjadi pertambakan sebesar 420.000 – 840.000 ha (10 – 20%), sedangkan menurut Direktorat Sarana Usaha Kehutanan (1978), luas hutan mangrove yang potensial untuk dijadikan kawasan HPH adalah 1,37 juta ha (30%) (indradjaya 1992).

            Lemahnya manajemen pengelolaan ekosistem mangrove, baik dalam sistem silvikultur, sumberdaya manusia, perencanaan, pengorganisasi/pelembagaan, pelaksanaan dan pengawasan,serta keterbatasan data dan informasi sumberdaya hutan mangrove serta IPTEK untuk mendukung penataan ruang, pembinaan, pemanfaatan dan perlindungan serta rehabilitasinya mendorong terjadinya degradasi hutan mangrove. Kondisi yang demikian sering menimbulkan tumpang tindih pemanfaatan hutan mangrove, terutama dalam hal perutukannya, antara lain tumpang tindih dalam pemanfaatan antara bidang kehutan, pertanian/perikanan, pertambangan, transmigrasi, perhubungan, pariwisata, dan perindustrian. Terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan hutan mangrove mencerminkan pemikiran yang bersifat sektoral dan kurangnya kesadaran dan pengetahuan mengenai manfaat dan fungsi hutan mangrove dari pengambil kebijakan. 

            Kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap hutan-hutan yang telah gundul, merupakan salah satu  upaya  rehabilitasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan nilai estika, namun yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis kawasan hutan mangrove tersebut. Kegiatan seperti ini menjadi salah satu andalan rehabilitasi dibeberapa kawasan hutan mangrove yang telah ditebas dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove ini telah dirintis sejaktahun 1960 dikawasan pantai utara Pulau Jawa.

            Sekitar 20.000 ha hutan mangrove yang rusak dipantai utara Pulau Jawa dilaporkan telah berhasil direhabilitasi denga mengutamakan tanaman utama Rhizopora spp dan Avicennia spp. Dengan persen tumbuh hasil penanaman berkisar antara 60%-70% (Soemodiharjo dan Soerianegara, 1989). Hal serupa dilakukan pada sekitar 105 ha hutan mangrove yang rusak di Cilacap, dimana telah berhasil direhabilitasi dengan menggunakan tanaman pokok Rhizophoda spp dan Bruguiera spp.            

 

 

 

KESIMPULAN

            Hutan Mangrove di Indonesia memilliki keanekaragaman yang terbesar di dunia. Komunitas Mangrove membentuk pencampuran antra dua kelompok :

1.      Kelompok fauna daratan /terestial (arboreal) yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove.

2.      Kelompok fauna perairan /akuatik terdiri atas dua tipe yaitu:

2.1. Yang hidup di kolom air terutama jenis-jenis ikan dan                              

                                 udang.

                        2.2.  Yang menempati substrat baik keras ( akar dan batang     

                                 pohon mangrove ) maupun yang lunak

                                 kepiting,kerang.

 

Parameter utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah:

1.      Pasokan air tawar dan salinitas.

2.      Stabilitas subtrat.

           Dari semua hai itu tersebut hutan mangrove di Indonesia termasuk jenis yang  terbaik di dunia .Oleh karena itu banyak permintaan terhadap hutan mangrove semakin meningkat,tidak saja dari segi produk ,tetapi juga lahan yang sendiri.Permintaan terhadap lahan hutan mangrove lebih berpotensi merusak karena pada akhirnya akan merusak lingkungan pada lokasi tersebut dan berdampak luas pada lingkungan sekitarnya. Melihat gejala perusakan hutan mangrove untuk berbagai kepentingan tersebut maka diperlukan konsiderasi komunitas dalam perlindungan dan pengelolaan serta rehabilitasi ekosistem mangrove secara optimal dan berkelanjutan.

Untuk dapat melakukan pengelolaan secara lestari diperlukan pengetahuan tentang nilai strategis karena keberadaan hutan mangrove bagi masyarakat sekitarnya dan pengambilan kebijakan terkait. Konservasi ekosistem dan sumberdaya di dalamnya dapat dicapai dengan mencegah terjadinya perubahan-perubahan yang nyata ,seperti sirkulasi air,salinitas,kimia dari substrat hidupnya penting untuk di perhatikan bahwa banyak hal yang dapat mengubah faktor tersebut,berasal dari dua ekosistem mangrove. Karenanya, konservasi dan pemanfaatan mangrove bergantung sepenuhnya pada perencanaan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan ekosistem mangrove. Maka pengembangan dan perlindungan serta kegiatan insidental yang mempengaruhi ekosistem mangrove seharusnya, mencerminkan perencanaan dan pengelolaan yang baik.

 

 

 

REFERENSI

 

·        Clark,R.J.1996. Coastal Zona Management Hand Book.CRC.Lewis Publishers. Boca Rato.Florida,USA.

·        D.G.Bengen.2001.Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove.Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan,IPB.Bogor.

·        D.G.Bengen. 2001.Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.Pusat Kajian Sumberdaya dan Laut,IPB.Bogor.

·        Dahuri R, J.Rais, S.P.Ginting dan M.J.Sitepu.1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.Prodya Paramita.Jakarta.

·        Dixon,J.A.1989.Valuation of Mangrove Trop. Coast .Area Mgt.

·        Fakhrudin,Ahmad.1996 .Analisis Ekonomi Pengelolaan Lahan Pesisir Kab.Subang.

·        Hamilton,Snedaker.1984.Hand Book For Mangrove Area Management. IUCN and UNESCO.

·        Nontji,A.1987.Laut Nusantara.Penerbit Djambatan.Jakarta.

·        Nybakken,J.W.1992.Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis.Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama.

·        Naamin, N and A.Hardja Mulia.1990.Potensi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia,Praseding Puslitbangka.Jakarta.

·        Odum,W.E.1982.The Ekologi of The Mangrove of South Florida a Community Profile.Washington D.C.

·        Soemordihardjo,S.& I.Soerianegara.1989.The Status of Mangrove Forest in Indonesia.In Soerianegara,I.,D.M.Sitompul ,&U.Rosalina  (Eds).Symposium on Mangrove Management: Its Ecological and Economic Consideration Biotrop Special Publication.

·        Knox.G.A.1986.Estuarine Ecosystems: A System Approach.CRC Press.INC.Boca Raton.Florida.