@2002 Bambang Sulistiyarto                                                                Posted: 21 December, 2002

Makalah Falsafah Sains (PPs 702)

Program Pasca Sarjana / S3

Institut Pertanian Bogor

December 2002

 

Dosen:

Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Prof Dr Ir Zahrial Coto

Dr Bambang Purwantara

 

 

 

PENDEKATAN KELESTARIAN EKOLOGIS UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN

(ECOLOGICAL SUSTAINABILITY APPROACH FOR FISHERIES MANAGEMENT)

 

OLEH :

BAMBANG SULISTIYARTO

Bambang_unkrip@yahoo.com

 

NIM / PROG.STUDI : P062020151 / PSL

 

 

Pendahuluan

 

            Penduduk dunia terus meningkat dari tahun ke tahun.  Pada tahun 1998, PBB memprediksikan populasi penduduk dunia sekitar 6 795 juta  pada tahun 2010. Pertumbuhan penduduk dunia meningkat sekitar 1,8 % pertahun.  Laju pertambahan penduduk yang tinggi terutama terjadi di negara – negara berkembang.  Pertambahan penduduk ini menuntut peningkatan ketersediaan pangan dunia.   Salah satu sumber pangan protein hewani adalah ikan.  Protein dari ikan, krustacea dan moluska berperan sekitar 13,8 – 16,5 % intake protein hewani untuk populasi manusia.  Pada tahun 1999 konsumsi ikan mencapai 16,3 kg per orang yang merupakan peningkatan sekitar 70 % dari tahun 1961-1963.  Konsumsi ikan per orang diprediksikan akan terus meningkat.  Pada tahun 2030 diprediksi konsumsi ikan mencapai 22,5 kg per orang (FAO 2002)  Pangan protein dari ikan merupakan pangan utama dengan memberikan kontribusi 50 % dari total protein pada beberapa negara berkembang dengan kepadatan penduduk yang tinggi.  Beberapa negara Asia dan Afrika termasuk dalam kategori ini Pada negara maju, ikan bukan merupakan pangan dasar.  Ikan lebih berperan sebagai pemuas konsumen yang membutuhkan variasi, nutrisi, rasa, kesehatan dan keindahan makanan.

Kebutuhan ikan untuk pangan dunia  pada tahun 2010 berkisar antara 105 – 110 juta ton berat basah (FAO 1998).  Peningkatan kebutuhan ikan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk seperti yang dideskripsikan pada tabel 1.

 

Tabel 1 : Produksi dan Pemanfaatan Perikanan Dunia

PRODUKSI

1994

1995

1996

1997

1998

1999

 

(juta ton)

Total Perikanan Dunia

112.3

116.1

120.3

122.4

117.2

125.2

Penggunaan

 

 

 

 

 

 

Konsumsi manusia

79.8

86.5

90.7

93.9

93.3

92.6

Tepung ikan dan minyak

32.5

29.6

29.6

28.5

23.9

30.4

Populasi (miliar)

5.6

5.7

5.7

5.8

5.9

6.0

Konsumsi ikan Per kapita (kg)

14.3

15.3

15.8

16.1

15.8

15.4

Sumber FAO (2000)

 

Apabila pertambahan penduduk terus meningkat, maka dapat diprediksikan akan terjadi peningkatan kebutuhan ikan yang pada akhirnya meningkatkan aktivitas penangkapan ikan.   Peningkatan permintaan ikan ini dipicu oleh peningkatan jumlah penduduk dunia dan peningkatan tingkat konsumsi ikan per orang.

            Pengelolaan perikanan yang lestari akan menghadapi tekanan yang kuat dari permintaan  akan ikan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.   Meskipun sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, apabila dieksploitasi berlebihan akan mengalami kehancuran.  Sumberdaya ikan harus dieksploitasi pada tingkat yang lestari. 

Kondisi sumberdaya perikanan dunia dari tahun ke tahun semakin rusak.  Diskripsi pada gambar 1 menunjukkan bahwa dari tahun 1974 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan persentase perikanan yang mengalami overeksploitasi maupun yang mengalami penurunan stok.

 

 

Gambar 1 : Trend Kondisi Perikanan Dunia dari Tahun 1974  (Sumber FAO 2000)

 

Beberapa wilayah laut Indonesia juga telah mengalami penangkapan lebih (over-exploited).   Pada tabel 2 disajikan status pemanfaatan sumberdaya perikanan pada berbagai wilayah di Indonesia.

 

Tabel 2.  Status Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Indonesia

Wilayah

Pelagis Kecil

Demersal

Penaeid

Lobster

Selat Malaka

Laut Cina selatan

Laut Jawa

Selat makasar dan Laut Flores

Teluk Tomini dan Laut Ceram

Laut sulawesi dan samudra Pasifik

Laut Banda

Laut Arafura

Samudra Hindia

++++

+

++++

++

++

+

++

+

++

++++

+

+

++++

++

+++

++

++

+++

++++

++++

++++

++++

++

+++

?

++++

+++

+++

+

+

++++

+

+++

+

+

++

 

Sumber : Budiono dan Atmini (2002)

Keterangan :  + = rendah ;  ++ = sedang ;  +++ = eksploitasi penuh

                                                                                     ++++ = over eksploitasi

           

Over eksploitasi terutama terjadi di selat Malaka, laut Jawa, selat Makasar, laut Flores dan laut Cina selatan.  Over eksploitasi dilaporkan terjadi disemua pantai seluruh dunia.  Hal ini terutama diakibatkan oleh peningkatan jumlah armada perikanan yang meningkat 180 % dari tahun 1970 hingga 1989 (Gopakumar 2002). 

Diskripsi dari gambar 1 dan tabel 2 menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan sumberdaya perikanan secara global Terjadinya kerusakan perikanan di berbagai tempat di seluruh dunia  menunjukkan tidak efektifnya (atau gagalnya) pengelolaan perikanan itu sendiri.  Beberapa factor yang mengakibatkan penurunan populasi ikan di laut antara lain : overfishing (penangkapan lebih), penangkapan ikan muda, perusakan habitat tempat memijah dan pemeliharaan ikan muda, efek pemanasan global dan perubahan iklim seperti fenomena El Nino. Pengelolaan perikanan lebih memfokuskan diri pada pengaturan penangkapan dan perlindungan habitat untuk menjamin kelestarian sumberdaya perikanan.

 

Kegagalan Sistem Pengelolaan Perikanan

 

            Kondisi berlanjutnya dan semakin meluasnya kerusakan sumberdaya perikanan,  menunjukkan bahwa sistem pengelolaan perikanan  tidak efektif dalam mencegah berlanjutnya kerusakan sumberdaya perikanan.     Konsep dan strategi pengelolaan perikanan yang lestari telah dikembangkan oleh banyak pakar perikanan melalui berbagai penelitian yang mendalam.  Konsep tersebut diperkuat dengan  konvensi-konvensi internasional. 

Beberapa kebijakan dan konvensi internasional dengan agenda pembahasan perikanan yang lestari antara lain :

1.      International convention for the regulation of whaling (1946) ,

2.      Convention on Migratory Species (1979) ,

3.      Rio declaration (1992),

4.      Convention of Biological Diversity (1992),

5.      FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries (1995)

6.      U.N. Fish Stocks Agreement (2001)

7.      Reykjavik Declaration on Responsible Fisheries (2001)

8.      ISO 14000 untuk sertifikasi managemen perikanan lestari (Sproul 1998)

 

Perangkat regulasi perikanan tingkat nasional seperti di negara Indonesia juga memberikan konsep bagi berlangsungnya perikanan yang lestari. Beberapa perangkat regulasi di Indonesia antara lain :

1.      UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yaitu negara menguasai tanah dan air serta sumberdaya alam yang terkandung didalamnya

2.      Zona Penangkapan menurut SK Mentan No 607 tahun 1976

3.      UU no 5 tahun 1983 mengenai pemanfaatan ZEE

4.      Peraturan Pemerintah (PP) No 15 tahun 1984 yang berisi perincian pengaturan aktivitas perikanan di ZEE. 

5.      UU no 9 tahun 1985 mengatur mengenai bebbagai aspek perikanan

6.      PP No 15 tahun 1990 dan diganti dengan PP No 46 tahun 1993 mengenai usaha perikanan

 

Apabila konsep dan peraturan yang dikembangkan oleh para pakar perikanan diimplementasikan di setiap negara, maka kondisi sumberdaya perikanan tidak akan semakin rusak.   Kasus overfishing di berbagai negara menunjukkan lemahnya implementasi dari setiap regulasi.   Beberapa faktor yang menjadi penyebab tidak dilaksanakannya regulasi tersebut antara lain :

1.      Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya milik bersama.  Tragedi kebersamaan yang ditunjukkan oleh Garret Hardin nampak terjadi dalam usaha perikanan. 

2.      Pengelolaan perikanan bersifat antroposentris, yaitu memandang sumberdaya perikanan sebatas alat bagi pemenuhan kebutuhan material manusia

3.      Pengelolaan perikanan mengacu pada sasaran pertumbuhan ekonomi.  Akibatnya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dilakukan pengurasan sumberdaya perikanan.  Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai hal utama yang harus dikejar dan semakin tinggi akan semakin baik.

4.      Lemahnya penegakan hukum dalam mengatur usaha perikanan

5.      Masyarakat lokal atau pelaku dalam usaha perikanan kurang dilibatkan dalam pembuatan peraturan perikanan.

6.      Masyarakat lokal atau pelaku usaha perikanan belum memiliki kesadaran akan pengelolaan yang lestari

 

Berbagai sebab tersebut menyebabkan implementasi pengelolaan perikanan yang lestari mengalami kegagalan.  Berbagai peraturan yang tepat telah dimiliki baik secara internasional maupun nasional.  Namun  kalangan industri perikanan bahkan pemerintahan berbagai negara  berusaha untuk melanggar peraturan tersebut.  Sebagai contoh U.N. Fish Stocks Agreement (2001) tidak  diratifikasi oleh 15 negara yang termasuk 20 negara  utama pengeksploitasi ikan (Pemsea 2002). 

Dengan demikian  kerusakan sumberdaya perikanan bukan disebabkan oleh tidak tersedianya sistem pengelolaan yang baik, melainkan karena moral dari pelaku perikanan yang rakus dan ingin mengejar keuntungan ekonomis.  Kerusakan sumberdaya perikanan merupakan krisis yang berakar pada perilaku manusia.

 

Pendekatan Kelestarian Ekologis

           

Pendekatan Kelestarian Ekologis  atau menurut Keraf (2002) disebut ekologi berkelanjutan memiliki sasaran mempertahankan dan melestarikan ekosistem dan seluruh kekayaan dalam bentuk bentuk kehidupan di dalamnya.  Pertumbuhan ekonomi bukan merupakan tujuan dari pendekatan ini.  Pendekatan ini memiliki filosofi bahwa manusia sebagai pelaku usaha perikanan merupakan bagian dari sistem ekologi (ekosistem) yang kompleks.  Baik manusia maupun tumbuhan, hewan, dan komponen abiotik lain memiliki peranan yang sama penting dalam ekosistem.  Dengan prinsip ini maka nilai dari suatu komponen ekosistem (manusia, hewan, tumbuhan, abiotik) dihargai karena mempunyai nilai pada diri sendiri, bukan bernilai untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.  Sistem penilaian ekosistem dengan pendekatan ekonomi dapat menyebabkan perilaku manusia yang memusnahkan komponen yang dianggap tidak berguna pada saat ini.

Menurut Arne Naess  diperlukan perubahan cara pandang, mental, sikap, perilaku dan gaya hidup sebagai individu ataupun kelompok budaya disamping perubahan politik dalam bentuk komitmen dan kebijakan (Keraf, 2002).   Cara pandang yang sesuai dengan pendekatan kelestarian ekologis dapat digali dari sumber-sumber inspirasi seperti agama, budaya local yang dapat lebih mudah diterima sebagai moral bagi masyarakat.

Budaya barat yang identik dengan materialisme yang mengejar tingkat ekonomi yang tinggi telah lama mengerosi budaya local.  Erosi tersebut semakin cepat karena berbagai kebijakan pemerintah berbagai negara berkembang cenderung meminggirkan budaya lokal untuk mengejar pembangunan ekonomi.  Masyarakat yang mulai kehilangan pijakan budaya sendiri akan dengan mudah menjadi individu-individu perusak sumberdaya perikanan.  Sebagai contoh di perairan kalimantan tengah terjadi penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak seperti dengan racun dan listrik.  Cara-cara tersebut didorong oleh kepentingan ekonomi dan tidak berakar pada budaya setempat.

Pendekatan kelestarian ekologis dapat digunakan dalam pengelolaan perikanan dengan cara memperkuat, mengembangkan sistem budaya lokal yang ramah lingkungan.   Pada umumnya budaya tradisional memiliki pengakuan bahwa manusia bagian dari alam.  Hidupnya dipengaruhi oleh alam sekitarnya.  Oleh karena itu apabila terjadi kerusakan sumberdaya alam, maka kehidupan manusia itu sendiri akan terancam rusak.   Pemerintah sebagai pemegang kebijakan perikanan perlu melibatkan masyarakat lokal dalam merumuskan kebijakan.  Peran langsung masyarakat local dalam pengelolaan perikanan di perkuat sesuai budaya setempat.  Setiap daerah memiliki budaya yang khas.  Sifat khas ini menyebabkan kebijakan pengelolaan perikanan akan menjadi sulit bersifat global (sama untuk setiap daerah).  Setiap daerah dapat memiliki sistem pengelolaan yang berbeda-beda sesuai dengan budaya masing-masing daerah.

Beberapa prinsip yang dapat dikembangkan dari sumber-sumber inspirasi pendekatan kelestarian ekologis antara lain : Sikap hormat terhadap alam, tanggung jawab terhadap sumberdaya alam (moral responsibility for nature), solidaritas kosmis (cosmic solidarity), kasih sayang terhadap alam (caring for nature), hidup sederhana dan selaras dengan alam,  keadilan dan demokratis dalam pengelolaan perikanan.

 

Kesimpulan

 

            Pendekatan kelestarian ekologis yang bersifat holistic dalam pengelolaan perikanan perlu dilakukan secara menyeluruh di berbagai negara.  Proses perubahan cara pandang, mental, sikap, perilaku dan gaya hidup memerlukan waktu yang lama dan akan mengalami berbagai tantangan.  Namun apabila tidak dilakukan, maka sumberdaya perikanan di seluruh dunia dari hari ke hari akan semakin rusak tanpa dapat dipulihkan kembali.

            Masyarakat lokal pada umumnya telah mewarisi budaya yang bersifat holistic.  Mereka menyelaraskan kehidupannya dengan sumberdaya alam sekitarnya dalam simbiosa yang saling mendukung.  Pengelolaan perikanan berbasis budaya masyarakat lokal akan memberikan hasil yang lebih efektif bagi kelestarian sumberdaya perikanan.

 

 

Daftar Pustaka

 

 

Budiono, A dan S. Atmini.  2002.  Country Report : Indonesia.  Dalam  Oliver, R.A. R (eds). Sustainable Fishery Management in Asia.  Asian Productivity Organization.  Tokyo. Halaman 176 - 188.

 

FAO .  2000.  The State of World Fisheries and Aquaculture 2000.  FAO Information Division, Roma.

 

FAO.  2002  World Agriculture Towards 2015-2030. http://www.fao.org/DOCREP/004/Y3557E/y3557e10.htm

(23 Nopember 2002)

 

Gopakumar, K.  2002.  Current State Of Overfishing and Its Impact on Sustainable Fisheries Management in The Asia-Pasific  Region.  Dalam  Oliver, R.A. R (eds). Sustainable Fishery Management in Asia.  Asian Productivity Organization.  Tokyo. Halaman 37 – 57.

 

Hall, S.J.  1999.  The Effects of Fishing on Marine Ecosystems and Communities.  Blackwell Science Ltd.  London.

 

Keraf, A.S.  2002.  Etika Lingkungan.  Penerbit Buku Kompas.  Jakarta.

 

McGinn, A.P.  2002.  From Rio to Johannesburg: Healthy Oceans Key to Fighting Poverty. Worldwatch Institute, Washington. http://www.worldwatch.org/worldsummit/briefs/20020521.html

  (23 Nopember 2002)

 

Pemsea.  2002. Sustainable Development Strategy for The Seas of East Asia. http://www.pemsea.org/envirostrategy/june2002/89.html

   (23 Nopember 2002)

 

Sproul, J.T.  1998.  Sustainable Fisheries Certification and Labeling Protocol.  http://www.ocean98.org/sproul.htm  (23 Nopember 2002)