© 2003 Program Pasca Sarjana IPB                                                       Posted: 1 May 2003

Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702)

Program Pasca Sarjana / S3
Institut Pertanian Bogor
April 2003

 

Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng

           Dr  Bambang Purwantara

 

 

 

 

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENGATASI

PROBLEM SAMPAH DI PERKOTAAN

 

Oleh

 

Kelompok VI

 

Clara Tiwow       C.261020101

Danang Widjajanto P062020261

Darjamuni           P.261020071

Edison Hartman C.661020021

Edwi Mahajoeno P.062020081

Edy Irwansyah    C.661024021

Nurhasanah         P.062020061

 

 

Latar Belakang

          Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena dalam penanganannya baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.

          Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan baik terhadap tanah, air dan udara.  Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah.  Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompleks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun komposisi dari sampah sejalan dengan semakin majunya kebudayaan.  Oleh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif lebih sulit dibanding sampah di desa-desa.   

          Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan.  Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang ± 60% dari seluruh produksi sampahnya.  Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari (Daniel et al., 1985).

          Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota maka dalam pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut maka perlu pemilihan cara dan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat sumber sampah berasal dan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait (antara Departemen Koperasi, Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan, dan Industri maupun lembaga keuangan).  Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan-peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.

          Untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik dan benar melalui perencanaan yang matang dan terkendali dalam bentuk pengelolaan sampah secara terpadu.

 

 

Tujuan Penulisan

1. mengkaji   permasalahan  yang   mungkin  timbul  dari  cara   pengelolaan  sampah     dengan sistem yang berlaku sampai saat ini; dan

2. menyajikan beberapa solusi demi tercapainya  pengelolaan sampah yang lebih baik     dan diperkirakan dapat diterapkan di lapangan.

 

Sistem Operasional Pengelolaan Sampah Saat Ini

 

          Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3 tahapan kegiatan, yakni : pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir/pengolahan.  Tahapan kegiatan tersebut merupakan suatu sistem, sehingga masing-masing tahapan dapat disebut sebagai sub sistem.

          Aboejoewono (1985) menggambarkan secara sederhana tahapan-tahapan dari proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai berikut :

 

 

 


                                 Sampah

 

                                                                                           

 

 

 

 

 

 

Gambar 1.  Tahapan kegiatan pengelolaan sampah sistem lama

          Pengumpulan diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat asalnya sampai ke  tempat pembuangan sementara sebelum menuju tahapan berikutnya.  Pada tahapan ini digunakan sarana bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah, gerobak dorong maupun tempat pembuangan sementara (TPS/Dipo).  Untuk melakukan pengumpulan (tanpa pemilahan), umumnya melibatkan sejumlah tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu tertentu.

          Tahapan pengangkutan dilakukan dengan menggunakan sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu menuju ke tempat pembuangan akhir/pengolahan.  Pada tahapan ini juga melibatkan tenaga yang pada periode waktu tertentu mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke tempat pembuangan akhir (TPA).

          Pada tahap pembuangan akhir/pengolahan, sampah akan mengalami pemrosesan baik secara fisik, kimia maupun biologis sedemikian hingga tuntas penyelesaian seluruh proses.  Sidik et al (1985)mengemukakan bahwa ada dua proses pembuangan akhir, yakni : open dumping (penimbunan secara terbuka) dan sanitary lanfill (pembuangan secara sehat).  Pada sistem open dumping, sampah ditimbun di areal tertentu tanpa membutuhkan tanah penutup; sedangkan pada cara sanitary landfill, sampah ditimbun secara berselang-seling antara lapisan sampah dan lapisan tanah sebagai penutup.

          Sampah yang telah ditimbun pada tempat pembuangan akhir (TPA) dapat mengalami proses lanjutan.  Tehnologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum digunakan adalah :

1. Teknologi pembakaran (Incinerator).  Dengan cara ini  dihasilkan  produk samping     berupa  logam  bekas (skrap) dan  uap  yang  dapat  dikonversikan  menjadi  energi     listrik.  Keuntungan lainnya dari  penggunaan alat ini adalah :

a) dapat mengurangi     volume  sampah ± 75% - 80% dari sumber sampah tanpa proses pemilahan,

b) abu    atau terak dari sisa pembakaran cukup kering dan bebas dari pembusukan  dan bisa    langsung dapat dibawa ke tempat  penimbunan  pada  lahan kosong,  rawa  ataupun    daerah  rendah  sebagai  bahan  pengurug,  dan

c) pada  instalasi  yang  cukup besar    dengan  kapasitas  ±  300  ton/hari  dapat   dilengkapi   dengan   pembangkit  listrik     sehingga energi listrik (± 96.000 MWH/tahun) yang dihasilkan dapat dimanfaatkan     untuk  menekan  biaya  proses  (Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 1985).

2. Teknologi komposting yang menghasilkan kompos untuk digunakan sebagai pupuk     maupun penguat struktur tanah.

3. Teknologi  daur ulang  yang  dapat menghasilkan sampah potensial, seperti: kertas,     plastik logam dan kaca/gelas.

 

          Secara sederhana pelaksanaan pengelolaan sampah yang umum diterapkan di perkotaan, sebagai berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2.  Tata laksana pengelolaan sampah di perkotaan

 

 

 

Permasalahan Pengelolaan Sampah Sistem Lama

          Beberapa permasalahan yang mungkin timbul dalam sistem penanganan sampah sistem lama, yakni :

1.      Dari segi  pengumpulan  sampah  dirasa  kurang  efisien  karena  mulai dari sumber sampah sampai ke tempat pembuangan akhir, sampah belum dipilah-pilah sehingga  kalaupun  akan  diterapkan  teknologi  lanjutan  berupa   komposting  maupun daur  ulang perlu tenaga untuk pemilahan menurut jenisnya sesuai dengan yang  dibutuhkan, dan hal ini akan memerlukan dana maupun menyita waktu.

2.      Pembuangan akhir ke TPA dapat menimbulkan masalah, diantaranya :

a. Perlu lahan yang besar bagi tempat  pembuangan  akhir  (TPA)  sehingga  hanya cocok  bagi kota yang masih mempunyai   banyak   lahan   yang  tidak  terpakai.  Apalagi  bila  kota  menjadi  semakin  bertambah  jumlah  penduduknya,  maka sampah akan menjadi  semakin  bertambah  baik  jumlah  dan  jenisnya.  Hal ini akan  semakin  bertambah  juga   luasan   lahan   bagi  TPA.   Apabila   instalasi  Incinerator yang  ada  tidak  dapat  mengimbangi  jumlah  sampah  yang  masuk jumlah  timbunannya  semakin  lama  semakin  meningkat.  Lalu  dikhawatirkan   akan timbul berbagai masalah sosial dan lingkungan, diantaranya :

-         dapat menjadi lahan yang subur bagi pembiakan jenis-jenis bakteri serta bibit  penyakit lain;

-         dapat menimbulkan bau tidak sedap yang dapat tercium dari puluhan bahkan ratusan meter; dan

-         dapat mengurangi nilai estetika dan keindahan lingkungan.

b. Biaya  operasional sangat tinggi bagi pengumpulan,  pengangkutan  dan  pengolahan lebih lanjut.  Apalagi bila letak TPA jauh dan bukan di wilayah otonomi.

c. Pembuangan   sistem   open  dumping  dapat   menimbulkan   beberapa   dampak negatip terhadap lingkungan.  Pada penimbunan dengan sistem anarobik landfill  akan  timbul  leachate di dalam  lapisan timbunan dan  akan merembes ke dalam lapisan tanah di bawahnya.  Leachate ini sangat merusak  dan  dapat  menimbulkan bau tidak enak,  selain itu  dapat  menjadi  tempat  pembiakan  bibit  penyakit seperti : lalat, tikus dan lainnya (Sidik, et al, 1985).

d. Pembuangan dengan cara sanitary landfill, walaupun dapat  mencegah timbulnya bau, penyakit  dan  lainnya,  tetapi  masih  memungkinkan  muncul  masalah  lain yakni :

-.Timbulnya  gas  yang  dapat  menyebabkan  pencemaran  udara.  Gas-gas  yang  mungkin dihasilkan adalah : methan, H2S, NH3 dan lainnya.  Gas H2S dan NH3  walaupun  jumlahnya  sedikit,  namun dapat menyebabkan bau yang tidak enak  sehingga dapat merusak sistem pernafasan tanaman dan membuat tanaman kekurangan gas oksigen dan akhirnya mati.

-.Pada proses penimbunan, sebaiknya sampah diolah terlebih dahulu dengan cara dihancurkan dengan tujuan untuk memperkecil volume sampah agar memudahkan pemampatan sampah.  Untuk melakukan ini tentunya perlu tambahan pekerjaan yang berujung pada tambahan dana.

3. Penggunaan  Incinerator  dalam pengolahan sampah memiliki beberapa kelemahan, di antaranya :

- Dihasilkan abu (± 15%) dan gas yang memerlukan penanganan lebih lanjut.  Selain itu gas yang dihasilkan dari  pembakaran  dengan  menggunakan  alat ini  dapat  mengandung gas pencemar  berupa : NOx.,  SOx  dan  lain-lain  yang  dapat mengganggu kesehatan manusia;

- dapat menimbulkan air kotor saat proses pendinginan gas maupun proses pembersihan Incinerator dari abu maupun terak.  Kualitas air kotor dari instalasi ini menyebabkan COD meningkat dan pH menurun;

- memerlukan biaya yang besar dalam menjalankan Incinerator.  Untuk menangani sampah ± 800 ton/hari memerlukan investasi Rp. 60 milyar, sedangkan dari hasil   penjualan listrik yang dihasilkanhanya Rp. 2,24 milyar/tahun;

- butuh keahlian tertentu dalam penggunan alat ini.  Sebagai contoh pada penanganan sampah di Surabaya, tehnologi ini sudah digunakan sejak tahun 1990, namun tanpa didukung dengan kualitas sumber daya manusia yang memahami  filosofi alat ini, akibatnya pada tahun kedua terjadi kerusakan.  Hal ini tentu menambah beban dalam perolehan dana bagi perbaikannya.  Belum lagi sampah  yang akan menumpuk dengan tidak berfungsinya alat ini.

- Penggunaan Incinerator ini tidak dapat berdiri sendiri dalam pemusnahan sampah, tetapi masih memerlukan landfill guna membuang sisa pembakaran;

4. Belum  maksimalnya  usaha  pemasaran  bagi  kompos  yang dihasilkan dari proses pengomposan sampah kota;

5. Belum maksimalnya upaya sistem daur ulang menjadi barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi;

6. Sulitnya mendapatkan tambahan biaya bagi peningkatan kesejahteraan petugas yang terlibat dalam penanganan sampah.  Hal ini tentu akan berakibat pada kegairarahan kerja yang rendah dari para pengelola sampah.


 

Pengelolaan Sampah Perkotaan Perlu Diubah

          Pada dasarnya pola pembuangan sampah yang dilakukan dengan sistem TPA (tempat pembuangan akhir) sudah tidak relevan lagi dengan lahan kota yang semakin sempit dan pertambahan penduduk yang pesat, sebab bila hal ini terus dipertahankan akan membuat kota dikepung “lautan sampah” sebagai akibat kerakusan pola ini terhadap lahan dan volume sampah yang terus bertambah.  Pembuangan yang dilakukan dengan pembuangan sampah secara terbuka dan di tempat terbuka juga berakibat meningkatnya intensitas pencemaran.  Selain itu yang paling dirugikan dan selama ini tidak dirasakan oleh masyarakat adalah telah dikeluarkannya miliaran rupiah untuk membuat dan mengelola TPA.

          Penanganan model pengelolaan sampah perkotaan secara menyeluruh adalah meliputi penghapusan model TPA pada jangka panjang karena dalam banyak hal pengelolaan  TPA (tempat pembuangan sampah) masih sangat buruk mulai dari penanganan air sampah (leachet) sampai penanganan bau yang sangat buruk.

          Cara penyelesaian yang ideal dalam penanganan sampah di perkotaan adalah dengan cara membuang sampah sekaligus memanfaatkannya sehingga selain membersihkan lingkungan, juga menghasilkan kegunaan baru.  Hal ini secara ekonomi akan mengurangi biaya penanganannya (Murthado dan Said, 1987).

          Solusi dalam mengatasi masalah sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kecamatan), kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas lagi.

          Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu.  Cohen dan Uphof (1977) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu :  a) partisipasi pada tahap perencanaan, b) partisipasi pada tahap pelaksanaan, c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-hasil pembangunan dan d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring.  Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung, antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal.

          Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks.  Pemerintah Jepang saja membutuhkan waktu 10 tahun untuk membiasakan masyarakatnya memilah sampah.  Reduce (mengurangi), Reuse (penggunan kembali) dan Recycling (daur ulang) adalah model relatif aplikatif dan dapat bernilai ekonomis.  Sistem ini diterapkan pada skala kawasan sehingga memperkecil kuantitas dan kompleksitas sampah.  Model ini akan dapat memangkas rantai transportasi yang panjang dan beban APBD yang berat.  Selain itu masyarakat secara bersama diikutsertakan dalam pengelolaan yang akan memancing proses serta hasil yang jauh lebih optimal daripada cara yang diterapkan saat ini.

 

Pengelolaan Sampah Terpadu Menuju Pembangunan Berkelanjutan

          Volume sampah di kota-kota besar, misalnya di Jakarta yang mencapai 24000 hingga 27000 m3/hari menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Jakarta sudah pada tahap menghawatirkan bila tidak dikelola secara baik, dimana potensi konflik dapat meledak sewaktu-waktu.  Oleh karena itu perlu dilakukan penataan ulang secara menyeluruh tentang konsepsi pengelolaan sampah di perkotaan.  Persoalan yang mendesak dan sulit untuk diatasi pada masyarakat di kota besar adalah rantai distribusi yang terlalu panjang dan pola TPA (tempat pembuangan akhir) yang sentralistis, dimana jika satu unit mengatasi masalah, maka seluruh sistem akan terganggu. Puluhan miliar dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi hanya untuk menangani sampah.

         Konsep rencana pengelolaan sampah perlu dibuat dengan tujuan untuk mengembangkan suatu sistem pengelolaan sampah yang modern, dapat diandalkan dan efisien dengan tehnologi yang ramah lingkungan.  Dalam sistem tersebut harus dapat melayani seluruh penduduk, meningkatkan standar kesehatan masyarakat dan memberikan peluang bagi masyarakat dan pihak swasta untuk berpartisipasi aktif.  Pendekatan yang digunakan dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini adalah “meningkatkan sistem pengelolaan sampah yang dapat memenuhi tuntutan dalam paradigma baru pengelolaan sampah”.  Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk mengubah cara pandang “sampah dari bencana menjadi berkah”.  Hal ini penting karena pada hakikatnya pada timbunan sampah itu kadang-kadang masih mengandung komponen-komponen yang sangat bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi tinggi namun karena tercampur secara acak maka nilai ekonominya hilang dan bahkan sebaliknya malah menimbulkan bencana yang dapat membahayakan lingkungan hidup.

          Sistem manajemen persampahan yang dikembangkan harus merupakan sistem manajemen yang berbasis pada masyarakat yang dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga.  Setiap rumah tangga memisahkan sampah mereka ke dalam tiga tempat (tong) sampah.  Masing-masing diisi oleh sampah organik, anorganik yang dapat didaur ulang (seperti : gelas, plastik, besi, kertas dan sebagainya).  Sampah plastik dikumpulkan kemudian dikirim ke industri yang mengolah sampah plastik.  Demikian halnya sampah kertas dikumpulkan kemudian dikirim ke industri pengolah kertas.  Sedangkan  sampah organik disatukan untuk kemudian dikomposkan untuk digunakan sebagai pupuk pertanian.  Industri pengolah bahan sampah menjadi bahan baku dibuat pada skala kawasan, bisa terdiri dari 1 kecamatan atau beberapa kecamatan. Hal ini untuk memangkas jalur transportasi agar menjadi lebih efisien.  Dari bahan baku kemudian dibawa ke industri pengolah yang lebih besar lagi yang dapat menerima bahan baku dari masing-masing kawasan.  Di tempat ini bahan baku yang diterima dari masing-masing kawasan diolah menjadi barang yang bernilai ekonomis tinggi.

          Para pemulung dapat ditingkatkan harkat dan martabatnya menjadi mitra tetap pada industri kecil pengolah bahan sampah menjadi bahan baku.  Dana untuk membayar imbalan dari para pegawai/petugas yang terlibat dalam kebersihan kota dapat diperoleh dari : iuran warga (retribusi tetap dilakukan) ditambah dari hasil keuntungan dari pemrosesan bahan sampah

          Dalam rencana pengelolaan sampah perlu adanya metode pengolahan sampah yang lebih baik, peningkatan peran serta dari lembaga-lembaga yang terkait dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sampah, meningkatkan pemberdayaan masyarakat, peningkatan aspek ekonomi yang mencakup upaya meningkatkan retribusi sampah dan mengurangi beban pendanaan pemerintah serta peningkatan aspek legal dalam pengelolaan sampah.

          Teknologi yang digunakan untuk memecahkan permasalahan sampah ini merupakan kombinasi tepat guna yang meliputi teknologi pengomposan, teknologi penanganan plastik, teknologi pembuatan kertas daur ulang. “Teknologi Pengolahan Sampah Terpadu menuju Zero Waste” harus merupakan teknologi yang ramah lingkungan.

 

          Untuk mencapai hal tersebut di atas harus dilakukan beberapa usaha, diantaranya :

1.      Perlu perubahan paradigma dari tujuan membuang menjadi memanfaatkan kembali untuk mendapatkan keuntungan;

2.      Perlu perbaikan dalam sistem manajemen pengelolaan sampah secara keseluruhan; Untuk mencapai keberhasilan, maka perlu didukung oleh faktor-faktor input berupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi, distribusi, pemasaran, pengolahan dan lainnya.

3.      Pemanfaatan   bahan   kompos   untuk    taman   kota   dalam   bentuk   kampanye penghijauan dengan contoh-contoh hasil nyata sebagai  upaya promosi pada masyarakat luas;

4.      Upaya   pemasaran   bahan   kompos  bagi  taman  hiburan  yang  memerlukannya.  Misalnya kebun binatang, kebun raya, taman buah dan sebagainya.

5.      Sampah anorganik sebagai bahan baku industri. Budaya daur ulang sampah  di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, namun masih harus terus  dikembangkan,  baik dari segi infrastruktur, teknologi maupun dari segi  sistem  organisasinya.  Hal ini penting untuk dapat meningkatkan harkat dan martabat dari para pemulung.

6.      Perlu dibuat aturan hukum  yang  bersifat  mengikat  yang  berlaku bagi masyarakat agar dapat mengikuti aturan-aturan bagi terlaksananya pengelolaan sampah terpadu.  Hal ini untuk membiasakan mentalitas masyarakat sebagai pemroduksi sampah.

 

 

 

 

 

 


                                                     Skala Kawasan                        Skala Kabupaten/

                       Dinas Kebersihan                                                                        Kodya/Propinsi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                                                                       

 

                          

Gambar 3.  Alur pemrosesan sampah sampai pada pengguna

 

 

          Ada empat tahapan kegiatan yang senantiasa harus dilakukan secara simultan dan berkelanjutan dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait dalam pengelolaan sampah ini, yakni :

 

1. Studi Penelitian Terpadu

    Kegiatan ini diawali dengan  melibatkan lembaga peneliti,  pemerhati  dan  praktisi   guna mencari data sedetail  mungkin mengenai sampah, sehingga akan keluar suatu  hubungan korelasi antara input  dengan output yang pada akhirnya akan memudah kan perecanaan  sistem penanganan  dan investasi yang mengacu pada data/kondisi  yang ada.

2. Diseminasi

    Dalam  hal  ini  perlu  penyelenggaraan  kampanye  secara  rutin  melalui  kegiatan     penyuluhan, pelatihan  pemanfaatan sampah,  informasi  melalui  media TV,  radio,     majalah  dan  lain - lain  mengenai  dampak  dari  sampah  yang  tidak  terolah, dan     penyelenggaraan  forum-forum  informasi  daerah  dengan  melibatkan  masyarakat     dan lembaga non pemerintah (ornop/LSM/KSM) sebagai organisasi yang langsung    bersentuhan dengan masyarakat (partisipatoris).

3. Law Enforcement

    Perlunya dibangun  suatu penegakan hukum  secara  mandiri  dengan  sanksi  yang     berjenjang mulai dari peringatan dan pemungutan  kembali  sampah yang  dibuang,     kompensasi  pembayaran  denda,  penayangan  di media cetak,  hingga  penegakan     hukum lingkungan bagi pelanggar lingkungan.

4. Kebijakan Politik

 Pemerintah Daerah  diharapkan  dapat   melakukan  kebijakan  politik   khususnya     mengenai pengelolaan sampah dan hendaknya  didukung  penuh  oleh  Pemerintah     Pusat dengan melibatkan  seluruh  stakeholder  dalam  teknis  perencanaan,  penyelenggaraan  dan  pengembangannya.  Hal ini diperlukan karena sampah pada dasarnya bukan  sekedar  permasalahan Pemda atau Dinas Kebersihan  setempat, namun     lebih dari itu merupakan  masalah  bagi  setiap  individu,  keluarga,  organisasi dan     akan menjadi  masalah  negara  bila  sistem perencanaan  dan pelaksanaannya tidak     dilakukan  dengan  terpadu  dan  berkelanjutan.  Aparat terkait sebaiknya tidak ikut    terlibat  secara  teknis,  hal ini  untuk  menghindari  meningkatnya  anggaran  biaya     penyelenggaraan,  selain itu  keterlibatan aparat  terkait  dikhawatirkan  akan membentuk  budaya  masyarakat  yang  bersifat  tidak  peduli.  Pemerintah  dan  aparat     terkait sebaiknya memposisikan kewenangannya sebagai fasilitator dan  konduktor     dan setiap permasalahan  persampahan  sebaiknya  dimunculkan  oleh  masyarakat     atau  organisasi  sosial  selaku  produsen  sampah.  Hal  ini  diharapkan  terciptanya     sikap masyarakat selaku individu, keluarga dan organisasi.

 

 

 

Keuntungan dari Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu

 

          Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari sistem pengelolaan sampah terpadu ini, diantaranya :

1.Biaya pengangkutan dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai

   pengangkutan sampah;

2.Tidak memerlukan lahan besar untuk TPA;

3.Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang

   memiliki nilai ekonomis;

4.Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan;

5.Bersifar lebih ekonomis dan ekologis;

6. Dapat menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang

    mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat;

7.Dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan kota.

 

 

KESIMPULAN

 

1.      Strategi pengelolaan sistem lama yang mengandalkan pada sistem pengangkutan, pembuangan dan pengolahan menjadi bahan urugan perlu diubah karena dirasakan sangat tidak ekonomis (cost center).  Disamping memerlukan biaya operasional dan lahan bagi pembuangan akhir yang besar juga menimbulkan banyak dampak yang kurang menguntungkan bagi kehidupan masyarakat kota serta akan menumbuhkan masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya.

2.      Pendekatan yang paling tepat untuk masa mendatang dalam penanganan sampah melalui sistem pengelolaan sampah terpadu yang dapat merubah paradigma dari cost center menjadi profit center dengan cara memaksimalkam peran serta masyarakat dan pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aboejoewono, A.  1985.  Pengelolaan Sampah Menuju ke Sanitasi Lingkungan dan  Permasalahannya; Wilayah DKI Jakarta Sebagai Suatu Kasus.  Jakarta.

 

Daniel, T. S., Hasan, P. dan Vonny, S.  1985.  Tehnologi Pemanfaatan Sampah Kota  dan Peran Pemulung Sampah : Suatu Pendekatan Konseptual.  PPLH ITB.

          Bandung.

 

Dinas Kebersihan Kota DKI Jakarta.  1985.  Permasalahan dan Pengelolaan Sampah  Kota Jakarta.  Jakarta.

 

Murtadho, D. dan Sa’id, E. G.  1988.  Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat.    Sarana Perkasan. Jakarta.

 

Sidik, M. A., Herumartono, D. dan Sutanto, H. B.  1985.  Tehnologi Pemusnahan   Sampah dengan Incinerator dan Landfill.  Direktorat Riset Operasi Dan

          Manajemen.  Deputi Bidang Analisa Sistem Badan Pengkajian Dan Penerapan  Teknologi.  Jakarta.

 

 

 

 

 

 

Program Jangka Pendek (tahunan), meliputi :

    - optimalisasi pengoperasian TPA dan pembangunan TPA baru bila dibutuhkan;

    - pembangunan prasarana guna mengamankan lokasi calon TPA baru;

    - pembangunan incinerator skala kecil di kelurahan-kelurahan;

    - pengembangan program 3R (reuse, recycle, reduce);

    - pengolahan sampah terpadu dengan pendekatan zero waste;

    - penyusunan studi paradigma baru pengelolaan sampah dari cost center menjadi

      profit center; dan

    - pelaksanaan kerjasama dengan pihak swasta, meliputi :

      1. pembangunan TPA dengan sistem sanitary landfill;

      2. pembangunan unit pengolahan sampah dengan sistem biomass product;

      3. pembangunan unit pengolahan sampah dengan sistem pirolisis; dan

      4. pembangunan unit pengolahan sampah dengan sistem ATAD.

 

Program Jangka Menengah (3 tahunan), meliputi :

    -pelaksanaan program sinergis sampah dan pasir;

    - pembangunan calon TPA sebagai lokasi pengolahan sampah dengan tehnologi

      tinggi yang dlengkapi dengan sistem sanitary lanfill;

    - pelaksanaan pemilahan sampah di dalam kawasan atau tempat penampungan

      sementara (TPS);

    - pelaksanaan kerjasama dengan pihak swasta lainnya dengan penekanan kepada

      tehnologi yang mengolah sampah organik dan pembangunan unit-unit daur ulang;

    - pengembangan korporasi pengolahan sampah dan kerjasama antar daerah yang

      lebih luas;

    - pelaksanaan evaluasi masterplan sampah pada daerah yang lebih luas

      (misalnya : Sejabodetabek);

    - pelaksanaan kampanye massal mengenai 3R (reuse, recycle dan reduce) kepada

      masyarakat;

    - pelaksanaan evaluasi terhadap kelembagaan instansi teknis pengelola sampah;

    - pelaksanaan evaluasi total terhadap sistem pengelolaan retribusi sampah dalam

      rangka meningkatkan perolehan retribusi; dan

    - penyusunan dan sosialisasi perangkat-perangkat hukum yang berkaitan dengan

      tata cara pengelolaan kebersihan.

 

Program Jangka Panjang (5 tahunan), meliputi :

    - pendirian korporasi pengelola sampah antar daerah;

    - pelaksanaan pemilahan sampah sejak di sumber sampah;

    - pengembangan home composting di masyarakat;

    - pengembangan incinerator skala besar;

    - pengembangan kampanye massal mengenai 3R (reuse, recycle dan reduce)

      kepada masyarakat;

    - pelaksanaan restrukturisasi instansi teknis pengelola sampah;

    - pelaksanaan penegakan hukum secara tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran

      kebersihan; dan

    - pencanangan “Kota Bebas Masalah sampah”.

          Dalam konsep rencana pengelolaan sampah ini, biaya tetap diambil dari retribusi kebersihan yang disetorkan ke Pemerintah Daerah dan selanjutnya akan dijadikan sebagai APBD Dinas Kebersihan.

 

                                   

 

 

 

 


Gambar 1. Rencana pembiayaan pengelolaan sampah

 

 

 

 

STRUTUR ORGANISASI SAMPAH  (click)